Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT TETANGGA PERKASA

Sebelumya saya mau tanya buat suhu2 semua yang ada disini, sebenarnya waktu yang pas untuk posting itu menurut suhu kapan?. Maksudnya pagi, sore, atau malam? Atau larut malam?
Atau kapan saja gak masalah...?

Selain itu saya juga mohon kritik dan saran dari para suhu semua, supaya cerita saya selanjutnya bisa lebih baik lagi kedepannya. Paling tidak, kedepannya saya bisa bikin sebuah cerita yang masuk kriteria umpama di aplut ke aplikasi novel onlen.. 🤭🤭🤭🤭🤭

Sekali lagi, terimakasih semuanya atas tanggapan positif selama ini, dan juga kehadiran para suhu sekalian dengan jempol dan cendolnya. Buat saya, itu adalah pelecut semangat yang luar biasa.

Kalian Kereeeennn... 👍👍👍👍👍👍
 
Terakhir diubah:
Wktu yang pas menurutku pagi-pagi sekali atau siang hu, kebiasaan aja bukanya pas senggang "waktu istirahat siang" atau sore sebelum balik kantor. Itu menurut ku hu, klo agan2 yang lain belum tentu juga sama denganku :Peace:
 
kalau ane sih biasanya buka forum malam kalau gak pagi sebelum gawe.
kalau menurut ane cerita ente ini adalah genre kesukaan ane, yaitu pemaksaan yang kemudian akhirnya membuat korbannya ketagihan, terus sama genre agak beauty and the beast. tapi kalau genre beda2 selera sih hu.
sama mungkin bisa ditambahkan utk cerita kedepannya tokoh utamanya bisa lebih dari satu. biar lebih kompleks dramanya.
sama kalau bisa konfliknya yang relatable sama kehidupan sehari-hari aja sih hu, mungkin diklimaksnya bisa agak berfantasi, tapi selain itu bisa lebih relatable.
tapi overall ane yakin, ente bisa ngasih lebih dari yang kita harapkan hu.
terus semangat berkarya hu...
 
kalau ane sih biasanya buka forum malam kalau gak pagi sebelum gawe.
kalau menurut ane cerita ente ini adalah genre kesukaan ane, yaitu pemaksaan yang kemudian akhirnya membuat korbannya ketagihan, terus sama genre agak beauty and the beast. tapi kalau genre beda2 selera sih hu.
sama mungkin bisa ditambahkan utk cerita kedepannya tokoh utamanya bisa lebih dari satu. biar lebih kompleks dramanya.
sama kalau bisa konfliknya yang relatable sama kehidupan sehari-hari aja sih hu, mungkin diklimaksnya bisa agak berfantasi, tapi selain itu bisa lebih relatable.
tapi overall ane yakin, ente bisa ngasih lebih dari yang kita harapkan hu.
terus semangat berkarya hu...
Jadi inget Eliza series....
 
Keputusan Asty (penutup)
__________________________





Tiga puluh lima hari telah berlalu dari sejak kejadian penyergapan di sarang bajak laut pimpinan Bondan.
Deni yang terluka parah ternyata masih diberi umur panjang. Lelaki itu koma selama tujuh hari. Kehilangan banyak sekali darah membuat Daya tahan tubuhnya berada di titik terendah.,Tapi kemudian dia berhasil melewati masa kritis itu dan sekarang sudah mulai pulih. Peluru yang bersarang di dada kirinya ternyata tidak mengenai jantung. Hanya dengan sekali operasi, peluru sialan itu berhasil di angkat, dan luka itupun sudah mulai mengering berkat perawatan maksimal di Rumah Sakit Daerah Abdul Moeloek, Bandar Lampung.

Sementara bagian tubuhnya yang lain tidak ada yang cidera. Kedua matanya yang sempat kemasukan lumpur hanya mengalami iritasi ringan dan tidak membahayakan. Deni saat ini sudah keluar dari rumah sakit dan menjalani rawat jalan. Sementara ini dia pulang ke rumah Pak Hermanto.

Sedangkan Amin sendiri yang sekilas terlihat lebih parah, justru telah pulih lebih dahulu. Dia hanya mengalami cidera cukup parah patah tulang hidung, serta dua buah gigi patah. Tapi tak membutuhkan waktu lama untuk proses penyembuhan nya. Sedangkan luka tembak di kakinya tidak mencederai tulang. Peluru menembus daging, dan di hari pertama masuk rumah sakit, peluru yang bersarang sudah bisa dikeluarkan.

Seminggu di rumah sakit, Amin sudah bisa pulang dan sekarang lelaki itu berada dikampung halamannya di kaki gunung Semeru atas permintaan kedua orang tua nya. Dia sedang menjalani masa pemulihan,tapi Pak Dibyo dan Bu Ratih belum bisa tenang jika belum melihat kondisi anaknya secara langsung.


_____________

Hari itu Asty baru saja pulang dari pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari hari. Wildan yang ikut serta terlihat bersenandung tak jelas dengan wajah ceria. Air muka bocah kecil itu menunjukkan kegembiraan yang teramat sangat.

"MBAH.... IDAN PULANG...!! ". Jerit nya diambang pintu mengagetkan Pak Dahlan dan Bu Utari yang sedang bercengkrama bersama cucu perempuannya di ruang tengah.

"Eh... Cah ganteng udah pulang...? ". Sahut Pak Dahlan lembut.

"Dibeliin apa tuh....? ".

" Robooot.... !! ". Dengan penuh semangat sang bocah menunjukkan sebuah robot berwarna kuning hitam didalam kantong plastik hitam.

" Wahhhhh.... Bagus sekali... ". Bu Utari Berjongkok kemudian meraih tubuh sang cucu lelaki dan menggendongnya dengan penuh kasih.

" Tadi ke rumah sakit...? ". Pak Dahlan bertanya sambil menatap Asty yang terlihat lelah.

"Gak keburu Pak. Cuma cek di Puskesmas. Lagi pula badanku udah enakan kok... ". Sahut sang anak perempuan.

"Syukurlah... Oh ya, bagaimana kabar Deni...? ".

Asty terdiam. Entah kenapa mendengar nama sang suami disebut, hatinya perih sekali. Seperti disayat sembilu. Wajahnya pun berubah murung.

" Aku belum tahu Pak, Pak Hermanto juga belum kasih kabar... ". Asty menjawab lirih. Kemudian dia melangkah masuk kedalam kamar. Bathin wanita itu sedang resah, gelisah dan bingung. Bagaimana dia akan menjelaskan apa yang terjadi padanya selama ini kepada sang suami....?.

Berbohong tentu tak mungkin. Karena antara suaminya Deni dan Amin adalah dua orang sahabat.
Berterus terang...?.. Kenapa Asty merasa sangat tegang membayangkan bagaimana reaksi sang suami nantinya....?.


***********


Hari ini hari Minggu, Tanggal 17 Juli 2022. Berjarak tiga bulan sudah dari Tragedi itu.

Hari ini genap 30 tahun usia Asty. Selama ini tidak pernah sekalipun ulang tahun Asty dirayakan. Bahkan ulang tahunnya kali ini pun sama sekali dia tidak mengingatnya, Latifah saja yang ngeyel ingin merayakan ulang tahun Asty kali ini. Sekalian syukuran karena berhasil selamat waktu kejadian bebrapa bulan lalu, alasan latifah membuat Asty tak tega untuk menolak.

Jadilah hari ini mulai dari pukul satu siang tadi sampai menjelang Maghrib,, rumah Pak Dahlan ramai dikunjungi tetangga sekitar. Perayaan ulang tahun itu berupa selamatan , dan juga pembacaan surah Ya Sin yang dilanjutkan dengan acara makan makan. Kyai Thoriq menyumbang dua ekor kambing jantan yang cukup besar, yang tentu saja lebih dari cukup untuk menjamu seluruh tamu tamu yang datang.

Tak ketinggalan juga salah satu grup Qosidah terkenal di daerah itu yang berasal dari Kabupaten sebelah tampil menghibur para tamu dengan lagu lagu religi yang mendamaikan hati. Pak Iwan yang secara khusus mengundang grup Qosidah kenamaan itu untuk memeriahkan perayaan ulang tahun Asty.

Tentu saja hal itu berhasil membuat Asty terharu. Begitu besar perhatian yang dia dapat dari orang orang disekitarnya. Asty yang sempat merasa kotor dan tidak ada yang memperdulikan, cukup terkejut karena ternyata masih banyak orang orang yang menyayanginya setulus hati.

Setidaknya hal itu berhasil kembali membangkitkan semangatnya untuk menghadapi hari esok. Dia harus melanjutkan hidupnya, demi Jihan dan Wildan yang masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu.

Astu telah memantapkan hati, dia telah menentukan keputusan terbaik yang nanti akan di ungkapannya didepan Deni dan Amin. Asty telah siap, tidak ada lagi keraguan.

"Kuatkan hati hamba-Mu ini Ya Allah.... ".


_______________


Hari telah gelap, para tamu sudah pulang. Rumah Pak Dahlan pun kembali sepi. Panggung kecil didepan rumah yang tadi sore dipakai manggung oleh grup Qosidah pun telah di dibongkar. Hanya tersisa Tarub kecil yang belum sempat Dirobohkan. Besok pagi saja, kata Kyai Thoriq sebelum pulang bersama Bu Hamidah dan juga Latifah menjelang Maghrib tadi.

Wildan tertidur pulas di ruang tamu yang sekarang telah berisi kursi sofa panjang hadiah pemberian Pak Hermanto tempo hari. Sebagai penghargaan dari pihak kepolisian atas keberanian Asty, kata Pak Hermanto saat itu menjawab pertanyaan Pak Dahlan yang kebingungan ketika Pak polisi itu datang ke rumah bersama sebuah mobil pick up yang mengangkut kursi sofa model terbaru, dan beberapa perlengkapan rumah.

Wildan terlihat letih, dengkur halusnya jelas terdengar. Asty hanya mengelengkan kepala melihat betapa pulasnya sang anak tidur di atas sofa.

"Assalamu'alaikum.... ".

" Waalaikum salam... ". Asty menjawab salam yang terdengar.

" Siapa lagi yang datang...? " . Gumam Asty sambil menarik gagang pintu.

"Eh...!! ". Asty kikuk karena terkejut. Dia tahu suaminya akan datang malam ini, tapi yang tidak disangkanya adalah Deni datang bersama Amin.

Kedua lelaki yang saling berebut mengisi hati Asty itu tersenyum berbarengan membuat debar tak beraturan di dada sang wanita.

"Kok gak disuruh masuk nak....? ". Bu Utari menegur dari ruang tengah setelah mengintip siapa yang datang.

" Hm.. Iya.. Silahkan masuk... ". Asty jelas terlihat gugup sekali.

" Bapak...? ". Jihan berdiri mematung di ambang pintu ruang tengah.. Kemudian gadis kecil itu menghambur kedalam pelukan sang bapak yang berjongkok menyambut dengan kedua tangan terkembang. Jihan menangis sesegukan, air mata nya bercucuran membasahi baju sang bapak yang selama setahun ini tidak pernah dia lihat lagi keberadaannya. Bukan main didalam hati sang gadis kecil merindu, tapi demi untuk tidak menambah besar kesedihan sang ibu, Jihan memilih memendam kerinduan itu dalam dalam. Mati matian selama ini Jihan menahan diri untuk tidak bertanya tentang sang Bapak kepada Ibunya.

Tapi seperti kata banyak orang bahwa sosok seorang Ayah merupakan cinta pertama bagi anak gadisnya, begitu pula apa yang dirasakan oleh anak sulung Deni dan Asty. Air mata yang selama ini terpendam, tumpah ruah tak terbendung ketika tubuh kecilnya tenggelam dalam pelukan erat dan hangat dari sosok Bapak kandung yang lama terpisah. Pada usia menjelang sepuluh tahun, sedikit banyak Jihan sudah bisa memahami apa yang terjadi selama ini. Gadis kecil itupun sudah bisa membaca gelagat yang tidak biasa antara sang ibu dan Om Amin, begitu dia menyebut lelaki kedua selain sang Bapaknya yang terlihat sering kemana mana berdua dengan Ibunya.

Gadis kecil itu paham, kebersamaan mereka Sedang terancam. Tapi dalam akal fikiran anak seusia nya, dia sama sekali tak mengerti kenapa, apa dan bagaimana cara mengatasinya, hingga sang gadis kecil hanya bisa menguras semua air mata untuk menumpahkan segala perasaan hati.

Cukup lama Asty diam termangu diatas kursi, tepat di samping Wildan yang masih tertidur. Sedangkan Amin sudah duduk di kursi seberang meja, sambil merenung dengan kepala tertunduk.

Bu Utari kemudian datang, menggendong Wildan dan memindahkan anak itu kedalam kamar. Dia tahu ada hal maha penting yang akan dibahas oleh tiga orang dewasa di ruang tamu itu. Sekilas terlihat ada air mata yang mengalir membasahi pipi bu Utari yang keriput.

"Jihan masuk dulu kedalam ya....? ". Ajaknya sambil tangan kirinya mengelus kepala sang cucu.

Berlahan gadis kecil itu bangkit berdiri, sejenak menyeka air mata dan kemudian melangkah masuk ke ruang tengah tanpa suara. Terlihat Bu Utari membimbing Jihan untuk terus kebelakang. Dia tak ingin apa yang dibicarakan ketiga orang itu nanti sampai terdengar oleh anak seusia Jihan ynag belum bisa mengerti segala macam urusan orang dewasa.


Sunyi senyap kini diruang tamu itu.. Masing masing sama sibuk dengan pikiran yang menari nari didalam benak.

"Dek,..... ". Deni membuka suara memecah keheningan.

" Maafkan aku, Mas... Aku...... ". Asty seperti tak sanggup melanjutkan. Matanya sembab, dan itu terlihat sangat jelas.

" Sudah.. Tak perlu cerita. Aku sudah tau semua. Amin kemarin bercerita tentang semua yang terjadi diantara kalian.. ".

"Mas Amin bisa keluar sebentar...?. Aku ingin bicara empat mata dengan Mas Deni... ". Mendengar itu, tanpa bicara apa apa Amin berdiri dan kemudian melangkah keluar rumah, lelaki itu kemudian duduk di sebuah kursi plastik hijau dibawah pohon ceremai, disudut halaman rumah di pinggir jalan.

Melihat Amin tak mungkin bisa mendengar apa yang akan dibicarakan, Asty kemudian bangun dari duduknya, melangkah kedepan dan bersimpuh didekat kedua kaki Deni.

"Ampuni aku, Mas. Aku istri durhako... ". Asty berucap lirih dengan terisak.

" Tak perlu menangis,.. Tadinya aku memang marah sekali dan tak bisa menerima, bahkan aku dan Amin sempat adu jotos begitu tahu kalian bahkan sampai berlibur berdua di Gunung Semeru segala... ". Deni berkata panjang kemudian tertawa kecil.

"Tapi aku kemudian sadar, dimana aku waktu itu. Dimana aku ketika kamu dan anak-anak butuh perhatian dari ku, butuh uang untuk melanjutkan hidup, dimana aku waktu itu.....? ". Suara Deni bergetar menahan tangis. Matanya memerah. Sesekali lelaki muda itu menarik nafas dalam dalam.

" Dek, aku memaafkanmu, jauh sebelum kau meminta maaf. Aku mencintaimu. Masih seperti dulu. Tapi aku sadar, sudah ada orang lain selain aku didalam hatimu. Sekarang, kuserahkan semua keputusan kepada mu.. Kau bebas memilih siapa yang lebih bisa memberikan kenyamanan dalam hidupmu... ".

Asty masih diam dengan tetap bersimpuh. Bathinnya tersayat sayat mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Deni.
Didalam lubuk hati tang terdalam, tidak ada seorangpun yang bisa menggantikan posisi Deni, tidak juga Amin. Bahkan Amin tidak ada sama sekali didalam hatinya, hanya keadaan yang memaksa Asty menerima dan meladeni segala macam keinginan lelaki itu.

Tapi, kata kata Deni yang barusan dia dengar membuat Asty semakin mantap dengan keputusan yang telah dia renungkan berkali kali.

"Mas,.. ". Asty menengadahkan wajah, menatap raut muka Deni yang memandangnya dengan tatapan sendu. Wanita itu kemudian menghela nafas panjang dan menghembuskan berlahan. Asty mencoba menguatkan hati.

" Terimakasih... Terimakasih telah memaafkan istri tak tahu diri ini. Tapi setelah semua yang terjadi, aku rasa....... ". Sejenak wanita itu terdiam.

"Rasa bersalah ini tidak akan bisa membuat kita kembali seperti dulu. Aku..... Aku telah kotor Mas... ". Isak tangis kembali pecah...

" Aku tak pantas lagi untukmu... Maafkan aku... ".
Asty dalam isak tangis nya kemudian menundukkan kepala dan mencium kaki sang suami.

" Relakan aku, ikhlaskan semua kesalahanku, agar dosa besar ini terhapuskan.. ".

" Ceraikan aku, Mas.... ".

Deni terdiam. Meski dia sudah memperhitungkan segala kemungkinan yang bakal terjadi, tapi permintaan cerai yang keluar dari bibir istrinya benar benar memukul hati.

Bayangan bayangan ketika mereka masih pacaran, kemudian momen bahagia ketika mereka dikaruniai anak pertama, dan berdua membesarkan anak dengan segala suka dukanya, berkelebat di benak Deni. Semua itu membuat sepasang mata sang lelaki terpejam rapat, berusaha menahan rembesan air mata yang yang memaksa mengalir keluar.

"Jadi, kau memilih Amin....? ". Tapi kemudian Deni tercekat, menyesal sekali dia menanyakan hal bodoh itu.

Asty menggelengkan kepala mendengar pertanyaan lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu.

"Jangan bahas tentang itu, Mas... ". Ucapnya lirih disela isak tangis.

" Sampai detik ini, belum ada yang menggeser namamu dihati ku... ". Lanjutnya.

"Tapi.... Aku rasa, ini pilihan terbaik. Kau layak mendapatkan istri yang lebih baik.. ". Asty mencoba berkata tegas. Berlahan wanita itu bangkit berdiri, dan duduk kembali di kursi empuk berwarna abu-abu hitam itu.

"Aku yang akan menggugat cerai, kau tak perlu repot repot ke pengadilan agama.. ". Tambahnya kemudian.

Sementara Deni masih diam. Lelaki itu hilang fokus. Tak pernah terlintas di benaknya semua akan berakhir begini.. Dia telah sekuat hati bersabar, dan mencoba memahami semau yang terjadi, dengan harapan rumah tangga ini masih bisa dipertahankan.

Sejujurnya, Deni sengaja mengajak Amin berdua datang menemui Asty, dengan harapan agar Amin bisa mendengar sendiri keputusan Asty, dan berlapang dada meninggalkan wanita itu untuk kembali merajut bahagia dengannya.

Tapi Deni ternyata salah besar dalam berspekulasi. Justru dia yang mendapat hantaman besar dan harus mendapati kenyataan sang istri meminta cerai.

"Aku rasa kata kataku sudah cukup jelas, Mas. Sekarang, tolong panggilkan Mas Amin.... ".

Bahkan Asty memintanya memanggil Amin....?.

" Jika Mas keberatan, aku panggil sendiri. Mas tetap disini saja.. ".

Asty kemudian melangkah ke ambang pintu, Amin yang melihat lambaian kecil dari Asty sontak berdiri dan kemudian dengan langkah sedikit ragu dia berjalan menuju pintu.

" Duduk Mas... ". Asty yang sudah duduk kembali tampak memandangnya dengan wajah serius. Tak urung dada sang lelaki berdebar.

"Terima kasih sudah menceritakan semuanya kepada Mas Deni... ".

" Maaf... Aku tak bermaksud.... ".

"Tak perlu minta maaf, aku justru senang karena tak perlu susah susah menjelaskan... ". Asty memotong ucapan Amin dengan senyum tipis.

"Maksudku...... ". Lagi lagi kalimat Amin terpotong..

"Aku tau maksudmu, Mas.... Dengan bercerita seperti itu, tentu kau berharap pernikahan kami kandas. Iya kan....? ". Sorot mata tajam Asty membuat lidah Amin menjadi kelu. Lelaki itu terlihat menelan ludah.

" Keinginan mu terkabul, Mas.... ". Ada getar kepedihan terdengar dari suara Asty yang barusan terucap.

Amin mengangkat wajah, menatap Asty sebentar. Kemudian menunduk lagi. Dia tak sanggup melihat bagaimana reaksi Deni saat ini.

"Baru saja aku meminta cerai..... ". Lanjut Asty lagi. Tak ada air mata yang menetes, wanita itu sepertinya telah bisa tegar menghadapi semuanya.

Ada gemuruh didada Amin. Ada kuntum kuntum bunga yang bergerak berlahan bermekaran. Lelaki itu mencoba untuk tak perduli meskipun harus kehilangan sahabat, asalkan Asty berhasil dia miliki.

"Dan aku telah memutuskan, jika nanti resmi bercerai dengan Mas Deni..... ". Asty kembali menghentikan ucapannya, dia ingin melihat reaksi kedua lelaki yang sedang duduk di hadapannya ini.

Deni menghela nafas berlahan, kemudian mengusap wajah dengan tangan kirinya. Dan kemudian menghembuskan nafas dengan sedikit menggaruk garuk kepala.

Sementara Amin semakin dalam tertunduk. Jantungnya berdebar kencang tak beraturan, menanti kelanjutan ucapan wanita cantik yang telah membutakan mata hati nya itu.

"Aku tidak akan pernah menikah dengan lelaki lain lagi.... ".

" A... Apa....!? ". Amin terkejut. Refleks matanya nanar menatap wajah sang pujaan.

Sedangkan dahi Deni berkerut kecil. Kata "Lelaki lain" Yang menjadi fokusnya. Apakah...maksudnya.....?.

"Kenapa, Dek....? ". Tanya Amin kemudian setelah hilang rasa terkejutnya.

"Mas, apa yang terjadi diantara kita, semuanya diawali sesuatu yang salah, hal yang tercela. Sampeyan tentu tahu, semua yang diawali oleh keburukan, tidak akan menghadirkan kebaikan. Tidak akan menjadi berkah, Mas.... ".

Amin tercenung. Tentu saja dia tahu itu.

"Jadi, lebih baik kita akhiri saja semua ini. Aku bercerai dengan suamiku, dan kita pun berpisah.. Jalani hidup masing masing.. ". Tegas suara Asty, membuat Amin tak lagi mampu berkata.

Suasana menjadi hening sejenak. Sunyi mencekam perasaan.

"Baiklah, dek. Jika memang itu keinginan mu.. ". Amin bangkit berdiri dengan wajah menyiratkan kesedihan yang sangat dalam. Harapan yang barusan sempat mekar, musnah sudah semuanya.

"Sekali lagi, aku mohon Maaf.... ". Ucapnya kemudian. Dengan langkah gontai lelaki itu melangkah keluar.

"Terima kasih atas kebaikan Mas Amin selama ini. Tuhan akan memberikan balasannya... ". Amin menoleh sebentar, sedikit menganggukkan kepala, kemudian melanjutkan langkah kakinya.

Suara deru motor terdengar menjauh. Kemudian ruang tamu itu kembali diterpa keheningan.

Asty yang tenggelam dalam lamunan sedikit terkejut ketika melihat Deni berlahan berdiri. Wanita itu pun ikut berdiri sambil matanya memandang sayu. Gurat kesedihan tak mampu dia sembunyikan. Kedua matanya berkaca kaca.

Berlahan Deni melangkah mendekat.

"Dek, Mas do'akan semoga kau lebih berbahagia setelah ini... ". Lelaki itu berucap lirih.

" Maafkan Mas selama ini belum sempat membuatmu bahagia. Bahkan Mas belum bisa membuatkanmu sebuah rumah.... ". Deni berucap dengan terisak.

" Tolong jaga anak anak. Mas janji tidak akan melupakan kewajiban Mas sebagai bapak kandungnya, Mas akan tetap memenuhi nafkah kedua anak kita. Mas janji, Dek.... ". Suara isak tangis Deni semakin keras, membuat Asty tak kuasa menahan kesedihan. Berlahan lahan tubuh mungil itu luruh dan terduduk dengan kedua lutut menyentuh lantai.

" Maafkan Asty, Mas.... ". Asty kemudian menangis tersedu sedu. Melihat itu Deni ikut menjatuhkan badan dengan bertopang lutut, kemudian kedua tangannya menyentuh pundak sang istri.

Cukup lama sepasang suami istri yang akan berpisah itu saling beradu pandang. Keduanya seperti tak ingin melewatkan sedetikpun kesempatan untuk saling menatap wajah untuk yang terakhir kalinya dengan status sebagai suami istri.

Deni tersenyum, yang kemudian dibalas senyum termanis di sepasang bibir Asty. Keduanya paham, rada cinta itu masih membara. Tapi keduanya juga paham, inilah jalan terbaik bagi mereka, dan juga bagi Amin sebagai orang ketiga.

"Dek, aku belum menyerah... ".

Mendengar kalimat yang diucapkan Deni membuat Asty tersadar. Dia kemudian menyibakkan kedua tangan Deni dari bahunya, dan bangkit berdiri.

" Hari sudah malam, sebaiknya Mas pulang kerumah Zaid dulu. Besok pagi kesini lagi. Mungkin kangen anak anak...". Deni tergelak mendengar candaan sang istri,.

"Iya, sudah lama Zaid tidak datang kerumah itu... ". Balas Deni kemudian.

"Mas pamit dulu, Assalamu'alaikum... ".
Lelaki itu kemudian berbalik badan dan melangkah keluar.

Ada senyum yang merekah dibibir Asty, matanya lekat menatap punggung Deni yang berlahan menjauh.

" Aku tahu persis bagaimana sifatmu, Mas... Kamu tentu tidak akan menyerah begitu saja,... ". Dan senyum Asty semakin terkembang lebar.

Setelah tak nampak lagi sosok Deni dikegelapan malam, Asty kemudian berbalik setelah sebelumnya menutup pintu rumah.. Dia lantas menuju kedapur, mengambil segelas air dan meneguknya sampai habis.

"Ya Allah, Aku sudah menjalankan tugasku, sekarang giliran Takdir-Mu yang menentukan.. ". Gerak bibir Asty terlihat berucap. Pelan sekali...



****


Jam dinding menunjukkan angka Delapan. Masih belum terlalu malam. Jihan dan sang nenek sendiri sepertinya sudah tertidur didalam kamar. Sedangkan Pak Dahlan dari sejak kedatangan Deni dan Amin tadi memilih keluar bertandang kerumah tetangga sebelah, dan sampai saat ini belum pulang.

Ditengah kebingungan mau melakukan apa, tiba tiba terdengar pintu diketuk, disusul ucapan salam.

"Assalamu'alaikum... ".

Asty terkejut dan kemudian melangkah kedepan sambil menjawab salam.

" Waalaikum salam...".

Berlahan tangan Asty memutar gagang pintu kemudian membukanya. Satu sosok lelaki tua berpakaian perlente muncul didepan mata Asty dengan senyum lebar diwajahnya.

"PAK MUKHLIS.....?!! ".



TAMAT..
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd