begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 547
- Like diterima
- 9.296
●●●●●
W i d i
MALAM itu aku terbangun oleh suara pertengkaran antara sepupu aku, Hasto dan istrinya, Widi. Maklum rumah kami bersebelahan.
Inti pertengkaran mereka adalah kecurigaan dan kecemburuan Widi terhadap suaminya yang selalu pulang kerja sampai tengah malam bahkan dua hari terakhir pulang pagi.
Keesokan harinya, sesaat setelah Hasto berangkat bekerja dan istriku juga sudah berangkat ke kantor, Widi bertandang ke rumahku.
“Maaf Ren, aku mengganggu! Aku mau curhat nih,” kata Widi dengan wajah layu.
“Mau curhat masalah apa, Wid?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Ya, tentang semalem, mungkin kamu mendengar...”
“Nggak, tuh...”
“Aku kurang apa sih, Ren??”
“Hmmmm...” aku hanya bergumam, sambil menggaruk kepala bingung harus menjawab apa.
Sebenarnya aku serba salah karena pasti aku terpaksa harus memihak salah satu diantara mereka. “Sebagai seorang pria, menurutmu aku menarik gak, sih? Jawab jujur, Ren!”
“Ayo tenang dulu, tenang! Jangan emosian begini...” kataku.
“Sudahlah, jawab dengan jujur aja, jangan menghibur aku!”
“Oke.. oke..! Menurut aku kamu cantik, menarik dan jujur aja, aku sangat menyukai wanita yang badannya langsing dan tinggi semampai seperti kamu. Apalagi kamu pakai celana pendek begini sama tanktop...” jawabku sambil memandangi lekuk tubuh Widi yang putih mulus.
“Lalu kenapa Hasto cuek sama aku??”
“Lha, mana aku tau? Masa urusan kamu sama Hasto, tanya sama aku?” jawabku.
“Kok gitu? Kamu kan tahu bagaimana dia dan pacar-pacarnya dulu.” ujar Widi dengan nada ketus.
“Oke, tapi kamu jangan tersinggung, ya. Mungkin kamu kurang aktif dalam bercinta karena Hasto suka cewek aktif.” jawabku.
“Iya sih, aku memang pasif, trus apalagi kekuranganku?” tanya Widi memelas.
“Hee.. hee.. mungkin payudaramu kurang gede,” jawabku sambil tertawa coba mencairkan suasana.
“Ren..! Aku seriuuuuuusssss...!!!!!” teriak Widi.
“Aku juga serius!” jawabku.
“Trus, aku harus bagaimana?” tanya Widi kemudian.
“Gampang!” jawabku. “Pergi saja ke salon suntik silikon, atau ke dokter minta obat perangsang biar kamu nggak frigid.” jawabku sekenanya.
Widi terdiam, mungkin dia menganggap perkataanku tadi serius. Lalu tiba-tiba dia berkata lagi. “Iya..., bener banget kata-katamu, Ren. Bantu aku, ya? Tolong belikan aku obat perangsang!” pintanya mengejutkan aku.
Aku jadi bingung sendiri. “Ogah!” kataku. “Bisa-bisa aku masuk penjara, gara-gara kamu salah minum obat! Sudah deh, kamu pulang aja, aku mau kerja. Maaf, aku mau ganti baju,” kataku berjalan menuju kamar.
Tapi tiba-tiba dari belakang Widi melingkarkan tangannya di pinggangku dan memeluk erat tubuhku sambil berbisik,: “Ren... kamu tadi bilang kamu menyukai aku. Apa kamu bisa membuktikan perkataanmu?” tanya Widi dengan nada manja.
“Apaaa...?” aku tak mampu melanjutkan perkataanku, mulutku terkunci, karena Widi melepaskan celana pendeknya.
Melihat celana dalamnya yang mini dan paha mulusnya yang jenjang tanpa lemak, aku sungguh terpesona dan lupa kalau Widi adalah istri sepupuku.
Spontan penisku langsung memberontak mengangkat celana pendek yang aku kenakan. Apalagi kemudian Widi mendekati aku, lalu menjulurkan tangannya ke penisku yang tegang dan...
Aku langsung mengangkat tubuhnya ke kamarku dan merebahkannya di tempat tidur. Kami langsung saling berciuman bibir dan bergerak liar.
Lidah kami berpilin, saling menghisap dan tangan kami saling meraba, mengelus dan memainkan sisi sensitif masing-masing hingga pakaian yang kami kenakan, terlepas satu persatu.
Nafsu kami semakin menggebu ketika kami sudah bertelanjang bulat. Aku mengelus vagina Widi yang berbulu halus itu, ternyata sudah becek bahkan banjir. Sebaliknya, Widi menarik penisku ke arah mulutnya, ujungnya dihisap dan dikocok dengan sangat cepat.
“Aaaahhhh... uuuuhhhh... mmmpphh... aaaaahh... oooo... ooohhhhh...” erangan dan desahan kami saling bersahutan, melukiskan bagaimana bergairahnya kami saat itu sama-sama tinggi.
Widi sangat liar memainkan semua sisi tubuhku, sungguh berbeda dengan biasanya yang pemalu dan lembut. Diciuminya tubuhku dari kening hingga ujung jari kakiku diemutnya bahkan anusku tak luput dari jilatannya tanpa jijik atau malu.
Selanjutnya, diapun mengambil posisi duduk di atas penisku dan tanpa basa-basi langsung menekan kuat ke bawah membuat penisku sakit karena sesak dan terlalu panjang. Dia menggoyang maju-mundur dengan cepat bertumpu pada kedua tangannya yang berada di dadaku.
“Uuhg... uhgg.. uhggg... uhgghh...” rintihannya dan desahannya begitu keras dan tanpa henti, membuat aku panik takut kedengaran tetangga.
Pantatnya diputar-putar dengan cepatnya, seakan Widi sedang memperkosa aku. Keringatnya berjatuhan, tapi sepertinya yang Widi rasakan hanya nikmat dan nikmat bahkan tak ada tanda-tanda penurunan tensi goyangannya sekitar 20 menit lebih.
“Wid, aku mau keluar nih, buruan jangan sampai di dalam,” pintaku karena takut kalau dia hamil dan anaknya mirip aku, bisa repot aku!
Widi tak menghiraukan dan akhirnya akupun menyemprot spermaku di dalam vaginanya. Crrett... crrett... crrettt.... tapi Widi terus bergoyang sampai spermaku selesai nyemprot, kemudian ia menghentikan goyangannya.
Widi menjilat habis sperma di bulu kemaluanku yang meluber keluar dari vaginanya. “Reno sayaaaang, kamu memang hebat, dan dahsyat.” bisiknya di telingaku.
“Kamu juga,” balasku.
Sesampai di kantor, aku terima WA dari Widi. “Terima kasih ya Ren, untuk pagi yang indah tadi dan untuk semuanya.”
“Maaf aku telah berbuat salah kepadamu,” balasku. “Tolong rahasiakan ini dan aku mohon jangan biarkan aku mengulanginya!”
Seminggu berlalu semua berjalan seperti biasa, Hingga kemudian pada suatu hari kami kembali mengulanginya. Hingga kini kami masih sering bercinta walau dengan sembunyi-sembunyi dan curi-curi waktu.
W i d i
MALAM itu aku terbangun oleh suara pertengkaran antara sepupu aku, Hasto dan istrinya, Widi. Maklum rumah kami bersebelahan.
Inti pertengkaran mereka adalah kecurigaan dan kecemburuan Widi terhadap suaminya yang selalu pulang kerja sampai tengah malam bahkan dua hari terakhir pulang pagi.
Keesokan harinya, sesaat setelah Hasto berangkat bekerja dan istriku juga sudah berangkat ke kantor, Widi bertandang ke rumahku.
“Maaf Ren, aku mengganggu! Aku mau curhat nih,” kata Widi dengan wajah layu.
“Mau curhat masalah apa, Wid?” tanyaku pura-pura tidak tahu.
“Ya, tentang semalem, mungkin kamu mendengar...”
“Nggak, tuh...”
“Aku kurang apa sih, Ren??”
“Hmmmm...” aku hanya bergumam, sambil menggaruk kepala bingung harus menjawab apa.
Sebenarnya aku serba salah karena pasti aku terpaksa harus memihak salah satu diantara mereka. “Sebagai seorang pria, menurutmu aku menarik gak, sih? Jawab jujur, Ren!”
“Ayo tenang dulu, tenang! Jangan emosian begini...” kataku.
“Sudahlah, jawab dengan jujur aja, jangan menghibur aku!”
“Oke.. oke..! Menurut aku kamu cantik, menarik dan jujur aja, aku sangat menyukai wanita yang badannya langsing dan tinggi semampai seperti kamu. Apalagi kamu pakai celana pendek begini sama tanktop...” jawabku sambil memandangi lekuk tubuh Widi yang putih mulus.
“Lalu kenapa Hasto cuek sama aku??”
“Lha, mana aku tau? Masa urusan kamu sama Hasto, tanya sama aku?” jawabku.
“Kok gitu? Kamu kan tahu bagaimana dia dan pacar-pacarnya dulu.” ujar Widi dengan nada ketus.
“Oke, tapi kamu jangan tersinggung, ya. Mungkin kamu kurang aktif dalam bercinta karena Hasto suka cewek aktif.” jawabku.
“Iya sih, aku memang pasif, trus apalagi kekuranganku?” tanya Widi memelas.
“Hee.. hee.. mungkin payudaramu kurang gede,” jawabku sambil tertawa coba mencairkan suasana.
“Ren..! Aku seriuuuuuusssss...!!!!!” teriak Widi.
“Aku juga serius!” jawabku.
“Trus, aku harus bagaimana?” tanya Widi kemudian.
“Gampang!” jawabku. “Pergi saja ke salon suntik silikon, atau ke dokter minta obat perangsang biar kamu nggak frigid.” jawabku sekenanya.
Widi terdiam, mungkin dia menganggap perkataanku tadi serius. Lalu tiba-tiba dia berkata lagi. “Iya..., bener banget kata-katamu, Ren. Bantu aku, ya? Tolong belikan aku obat perangsang!” pintanya mengejutkan aku.
Aku jadi bingung sendiri. “Ogah!” kataku. “Bisa-bisa aku masuk penjara, gara-gara kamu salah minum obat! Sudah deh, kamu pulang aja, aku mau kerja. Maaf, aku mau ganti baju,” kataku berjalan menuju kamar.
Tapi tiba-tiba dari belakang Widi melingkarkan tangannya di pinggangku dan memeluk erat tubuhku sambil berbisik,: “Ren... kamu tadi bilang kamu menyukai aku. Apa kamu bisa membuktikan perkataanmu?” tanya Widi dengan nada manja.
“Apaaa...?” aku tak mampu melanjutkan perkataanku, mulutku terkunci, karena Widi melepaskan celana pendeknya.
Melihat celana dalamnya yang mini dan paha mulusnya yang jenjang tanpa lemak, aku sungguh terpesona dan lupa kalau Widi adalah istri sepupuku.
Spontan penisku langsung memberontak mengangkat celana pendek yang aku kenakan. Apalagi kemudian Widi mendekati aku, lalu menjulurkan tangannya ke penisku yang tegang dan...
Aku langsung mengangkat tubuhnya ke kamarku dan merebahkannya di tempat tidur. Kami langsung saling berciuman bibir dan bergerak liar.
Lidah kami berpilin, saling menghisap dan tangan kami saling meraba, mengelus dan memainkan sisi sensitif masing-masing hingga pakaian yang kami kenakan, terlepas satu persatu.
Nafsu kami semakin menggebu ketika kami sudah bertelanjang bulat. Aku mengelus vagina Widi yang berbulu halus itu, ternyata sudah becek bahkan banjir. Sebaliknya, Widi menarik penisku ke arah mulutnya, ujungnya dihisap dan dikocok dengan sangat cepat.
“Aaaahhhh... uuuuhhhh... mmmpphh... aaaaahh... oooo... ooohhhhh...” erangan dan desahan kami saling bersahutan, melukiskan bagaimana bergairahnya kami saat itu sama-sama tinggi.
Widi sangat liar memainkan semua sisi tubuhku, sungguh berbeda dengan biasanya yang pemalu dan lembut. Diciuminya tubuhku dari kening hingga ujung jari kakiku diemutnya bahkan anusku tak luput dari jilatannya tanpa jijik atau malu.
Selanjutnya, diapun mengambil posisi duduk di atas penisku dan tanpa basa-basi langsung menekan kuat ke bawah membuat penisku sakit karena sesak dan terlalu panjang. Dia menggoyang maju-mundur dengan cepat bertumpu pada kedua tangannya yang berada di dadaku.
“Uuhg... uhgg.. uhggg... uhgghh...” rintihannya dan desahannya begitu keras dan tanpa henti, membuat aku panik takut kedengaran tetangga.
Pantatnya diputar-putar dengan cepatnya, seakan Widi sedang memperkosa aku. Keringatnya berjatuhan, tapi sepertinya yang Widi rasakan hanya nikmat dan nikmat bahkan tak ada tanda-tanda penurunan tensi goyangannya sekitar 20 menit lebih.
“Wid, aku mau keluar nih, buruan jangan sampai di dalam,” pintaku karena takut kalau dia hamil dan anaknya mirip aku, bisa repot aku!
Widi tak menghiraukan dan akhirnya akupun menyemprot spermaku di dalam vaginanya. Crrett... crrett... crrettt.... tapi Widi terus bergoyang sampai spermaku selesai nyemprot, kemudian ia menghentikan goyangannya.
Widi menjilat habis sperma di bulu kemaluanku yang meluber keluar dari vaginanya. “Reno sayaaaang, kamu memang hebat, dan dahsyat.” bisiknya di telingaku.
“Kamu juga,” balasku.
Sesampai di kantor, aku terima WA dari Widi. “Terima kasih ya Ren, untuk pagi yang indah tadi dan untuk semuanya.”
“Maaf aku telah berbuat salah kepadamu,” balasku. “Tolong rahasiakan ini dan aku mohon jangan biarkan aku mengulanginya!”
Seminggu berlalu semua berjalan seperti biasa, Hingga kemudian pada suatu hari kami kembali mengulanginya. Hingga kini kami masih sering bercinta walau dengan sembunyi-sembunyi dan curi-curi waktu.