Terimakasih untuk suhu semua yg berkenan mampir dan membaca cerita nubi. Semoga ane bisa terus update, karena cerita ini tidak akan terlalu panjang, mungkin bisa ane bagi jadi 3 - 4 part. Kalau kepanjangan takutnya bosan dan sudah tidak sesuai esensi cerita sesungguhnya.
Chapter 2. Lenaku Sayang
Hampir 1 minggu sejak kejadian bincang malam antara Lena dan bokap ane. Singkat cerita setelah bokap ane pulang, Lena juga ikut pulang tidak lama setelah itu. Jadi pada malam itu tidak ada tatap muka antara Lena dan Om Burhan.
Ane sendiri pernah ketemu dengan Lena, karena ini cerita lama, ane sendiri juga lupa kejadian ini sudah berapa lama berlalu. Dulu ane panggil dia kak Lena karena ane lebih muda dibawah dia, jika diperhatikan, fisik lena memang ane akui jempolan. Sayangnya dulu ane masih alim.
Tubuh langsing dan kaki jenjang menjadi daya tarik tersendiri. Tiap ke kantor dia memakai setelan kemeja, biasanya dia memilih kemeja polos berbahan satin yg jatuh jika dipakai, bahan ini memang tidak menampilkan lekuk tubuh pemakainya tapi justru itu yg membuat ane yakin sebagian laki2 akan makin penasaran.
Ditambah dengan celana panjang kain yg membalut dari pinggang hingga mata kakinya. Membuat mata lelaki yg memandang langsung berfantasi membayangkan kulit mulus sawo matang dari pinggang sampai betis Lena. Yang ada di bayangan ane adalah kaki yg mulus dengan lekukan yg indah dipandang mata. Sungguh beruntung pria yang bisa memilikinya.
Lanjut ke cerita utama....
Setelah kemarin bokap ane melakukan spik2 kepada Lena dan berjalan cukup mulus, hubungan Om Burhan dan Lena menjadi semakin akrab. Lena tidak begitu agresif, dia tetap tenang, sepertinya sedang menerapkan strategi tarik ulur.
Begitupun dengan Om Burhan. Beliau tetap menjaga wibawanya, walaupun dalam hati dia sudah tau bahwa Lena membuka kesempatan bagi dirinya untuk memadu cinta. Tapi untuk lebih memantapkan hati, Om Burhan tetap menjaga jarak sambil terus mengamati gerak gerik Lena jika berada di dekatnya.
"Bur, lo tunggu apa lagi sih? Kemarin kan udah lampu ijo, kenapa masih datar2 aja sama Lena?", rupa2nya sikap santai Om Burhan membuat bokap ane gak sabar, beliau merasa sahabatnya terlalu lama dalam mengambil inisiatif.
"Sabar Mo, yang namanya pendekatan kan butuh proses, kayak kamu gak pernah muda aja?", jawab Om Burhan dengan santai sambil menghisap Super di tangannya.
"Iye... aku tau, memang butuh proses. Tapi kamu kan dalam masa darurat Bur, ntar kalau diambil orang sisa sesalnya aja?"
"Kamu kira aku sakit apa an, sampai darurat segala, biarkan aja mengalir", jawab Om Burhan.
"Terserah kamu lah Bur, aku sebagai temen kamu cuma ngingetin ya... Jangan nyesel!", kata bokap ane sambil memandang kosong ke depan, dia tidak habis pikir Om Burhan masih menahan diri, padahal usianya sudah di angka darurat.
"Lihat minggu depan Mo, aku coba bikin gerakan pertama"
Mendengar jawaban itu, bokap ane tersenyum lega. Akhirnya ada juga inisiatif dari sahabatnya.
Hari Senin, showroom Om Burhan begitu ramai diserbu pengunjung. Karena tanggal muda biasanya banyak orang yg gajian. Om Burhan dengan cerdik memanfaatkan momentum ini untuk menggelar basar murah. Berbagai diskon ditawarkan untuk pembeli yg mau meminang motor2 bekas dari showroomnya.
Tidak hanya itu, doorprize menarik juga disiapkan. Tidak lupa dengan orkes dangdut yang siap memeriahkan acara bazar itu. Banyak pengunjung yang datang untuk sekedar melihat-lihat namun itu tidak apa2, Om Burhan memang pebisnis ulung, dia menugaskan Lena untuk mencatat di buku tamu data dari semua pengunjung yang datang, walau hanya sekedar melihat saja.
Karena di pikiran Om Burhan tidak ada yang namanya orang tidak jadi membeli. Yang ada hanya orang belum mau membeli, artinya bisa saja besok, atau seminggu lagi, atau sebulan lagi mereka akan kembali untuk membeli motor dari showroomnya.
Tidak terasa hari cepat berlalu, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Semua pengunjung pulang hanya tersisa Om Burhan, Lena, dan beberapa staff lain yang sedang berkemas untuk pulang.
"Lena, kamu jangan pulang dulu ya, ada yang perlu saya bicarakan sebentar", kata Om Burhan kepada Lena yang masih duduk di kursinya untuk membereskan file2 laporan kerjaan.
"Baik pak Burhan, Lena tinggal beberes sedikit saja"
"Baik, nanti temui saya di taman belakang ya", sambil ngeluyur pergi, Om Burhan menunggu Lena di taman belakang showroom.
Tidak lama Lena pun datang, terlihat disana Om Burhan duduk menghadap ke taman, sebatang rokok Djarum Super terlihat di sela jari tangannya. Asap mengepul keluar dari bibirnya.
"Um... Permisi pak, boleh Lena duduk disini?", suara Lena memecah lamunan Om Burhan
"Oh... silakan2, sory2 saya kira kamu lama, jadi ngudut dulu tadi Len", jawab Om Burhan sambil mematikan rokoknya, karena beliau tahu kalau Lena tidak merokok, dan takut asapnya akan mengganggu pembicaraan mereka berdua. Betapa baiknya Om Burhan ini?
"Jadi begini Len... Kamu sudah hampir 3 bulan bekerja sama saya, hasil kerjamu sangat bagus, dua jempol buat kamu", Om Burhan membuka pembicaraan dengan mengacungkan dua jempol ke arah Lena.
"Terimakasih pak Burhan, saya berusaha semaksimal mungkin pak", jawab Lena lembut ditambah dengan senyum tipisnya.
"Iya, saya hargai usaha kamu. Tapi malam ini saya mau bicara persoalan diluar pekerjaan kita Len, sesuatu yg agak pribadi. Jadi sekarang posisi kamu bukan pegawai saya lagi, apalagi ini diluar jam kerja. Saya harap kamu bisa bicara jujur, sebagai pribadimu, bukan sebagai karyawan saya"
"Baik pak, saya mengerti", jawab Lena dengan tenang. Lena memang wanita yang begitu pandai mengendalikan emosinya. Wajahnya selalu terlihat ramah tanpa menampilkan emosi berlebihan. Ini yang membuat lawan bicaranya sulit menerka apa yang ada didalam pikirannya.
"Kamu pasti merasa atau bahkan pernah mendengar soal perasaan saya kepada kamu, soalnya gosip itu sudah beredar beberapa minggu sejak kamu saya terima jadi karyawan disini. Yang mau saya tanyakan, apakah itu mengganggu kamu?"
"Iya pak... saya memang mendengar bisik2 dari beberapa staff, dan juga teman bapak ada yg mengatakan langsung pada saya"
"Bimo?"
"Iya Pak Bimo pak, beliau mengajak saya bicara empat mata"
"Lalu? Kamu terganggu gak Len?", tanya Om Burhan penasaran, jujur beliau agak khawatir dengan jawaban Lena. Bagaimana kalau Lena terganggu? Apakah dia harus merelakan Lena?
"Um... Sebenarnya tidak sih pak, saya tetap berusaha profesional, lagian bapak juga selalu memperlakukan saya sama dengan staff lain, tidak ada perlakuan khusus kan pak?"
"Iya... saya selalu berusaha memposisikan sesuai dengan waktu dan tempat Len, karena kita di dunia profesional, maka dari itu aku nanya sama kamu, jadi jawabannya tidak ya?"
"Tidak pak", jawaban Lena membuat Om Burhan lega.
Sempat muncul keraguan di hari Om Burhan. Apakah dia tetap akan melanjutkan perbincangan ini ke arah yang lebih dalam lagi? Hati kecilnya berkata, kapan lagi jika tidak sekarang? Bukannya melanjutkan atau tidak itu sama saja, jika tidak dilanjutkan maka Om Burhan akan tetap kehilangan Lena?
"Len... Semua yg kamu dengar dari Bimo, itu memang benar. Aku ada rasa sama kamu, tapi aku takut mengatakannya, tentu banyak faktor yang bisa kamu jadikan alasan untuk menolakku, tidak usah aku sebutkan apa itu, kamu juga pasti tau. Jadi malam ini aku mau bilang ke kamu Len... Jujur dari lubuk hatiku, aku jatuh cinta sama kamu. Kalau kamu mau, kita lanjut, kalau tidak, aku harap kamu bisa kerja disini seperti biasa, karena jawabanmu malam ini adalah jawaban Lena secara pribadi, aku akan berusaha tetap profess...."
"Pak... Lena ngerti", jawaban Lena memotong omongan panjang lebar Om Burhan malam itu.
"Lena ngerti bahwa Pak Burhan ada rasa sama Lena, Lena juga tersanjung bahwa Lena yang bukan siapa2 ini bisa memikat bapak. Lena sendiri merasa gak pantes pak kalau harus berdampingan sama bapak, karena tujuan Lena kesini untuk cari kerja saja.", Lena menjelaskan dengan wajah sendu, tatapannya menuju ke lantai dengan pandangan kosong, jari jemarinya saling bertaut menandakan kegugupan yang amat sangat.
"Len... bagaimana bisa kamu merasa tidak pantas untuk mendampingi saya? Kamu itu pandai, cekatan, dan cantik. Itu yang bikin saya kepincut Len. Saya harap kamu mau jadi pendamping saya", tidak percaya rasanya kata2 itu bisa keluar dari mulut seorang Om Burhan, malam itu dia benar2 meluapkan semua isi hatinya kepada Lena.
"Terimakasih Pak... Lena bukan wanita sempurna.... Tapi Lena mau memberikan yang terbaik buat bapak. Kalau memang bapak ada rasa sama Lena, kita jalani dulu ya pak? Mengenal sifat masing2, kalau memang cocok, Lena juga bersedia menjadi pendamping bapak."
Malam itu menjadi malam paling indah di hidup Om Burhan. Tidak disangka wanita yang dikaguminya memberikan respon sesuai apa yang diinginkannya. Lena, wanita yang selama ini membuat Om Burhan selalu ragu, justru memberikan jawaban yang melegakan.
Setelah pembicaraan itu, Lena pamit untuk pulang. Om Burhan yang masih tidak menyangka bahwa perasaannya disambut dengan hangat harus rela ditinggalkan sejenak oleh Lena. Tidak sabar rasanya menunggu esok hari.
Malam itu sebelum tidur, nama Lena di kontak Om Burhan berubah menjadi "My Love". Sepenggal text dikirimkan Om Burhan kepada Lena.
"Selamat tidur Lena... Sampai jumpa besok pagi".
"Pip... Pip... Pip", ternyata ada pesan balasan dari Lenna yang isinya
"Selamat tidur juga, Sayang..."
Bersambung... Ke chapter 3