Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT THE QUEEN OF HEARTS

Bimabet
PART II



“MAJU GOBLOOOK!! WOIII... TANK GOBLOOOK.” makiku pada teamku saat aku sedang bermain game Dota 2.

“Bram berisik amat sih.” omel Nita.

“CACING KURAP, KECOA TIARAP, KADAL TERBANG, BABI LAUT. TEAM GOBLOOOK....”

BUUUK!!!!

Sebuah bantal melayang mengenai kepalaku.

“Aduh... Apaan sih Nit? Ganggu orang lagi maen game aja.” sungutku.

“Kamu tuh!! Ganggu orang lagi fokus nonton film!! Berisik amat sih dari tadi. Mana pakai nyebutin segala nama kebun binatang.” cerocosnya namun tak kuhiraukan. Aku tetap fokus pada game yang kumainkan

“MUNDUR GOBLOOOK, HASSSSSS..... Ini team, astaga naga bodohnya minta ampun.” gerutuku frustasi melihat teman se-teamku mati semua.

“BRAM.”

“...”

“BRAAM.”

“WOII, BANTUIN KUNYUK. Malah ditinggal kabur.”

BUUUK!! GEDUBRAK!!

“Aduhh.. Ya Allah...” keluhku sambil meringis.

Kali ini kepalaku benar-benar terasa sakit karena Nita kembali melemparku dengan bantal dan tepat mengenai kepala belakangku. Saking kuatnya ia melempar, kepalaku sampai tertunduk dan dahiku menghantam meja dengan telak.

“Ya Allah... sakit banget Nit. Kamu tuh jadi cewek kasar banget sih.” kesalku dengan suara meninggi.

“Rasain!!”

“Aduh sakit banget.” gumamku sembari mengusap dahiku yang benjol.

Sampai sekarang aku masih tidak paham dengan sifatnya Nita. Terkadang ia bisa sangat manis dan lembut bagaikan kapas, namun tak jarang dia juga bisa sangat menyeramkan menyerupai monster yang membuat Ultraman kewalahan. Bayangin aja, Ultraman aja kewalahan apalagi aku yang hanya manusia biasa.

“Kamu tuh bisa gak sih, gak kasar?!! Jadi cewek gak ada sifat lembut-lembutnya.” bentakku lagi padanya, kali ini sembari menggebrak meja.

BRAAK!!

“Hiks... Hiks...” terdengar suara isak tangis Nita.

“Kalau udah kayak gini nangis!! Emang gak ada senjata lain ya, selain menangis? Dasar cewek!!” ujarku sinis.

“Hiks... Hiks... jahat banget sih jadi cowok.” isaknya.

“Kamu tuh yang jahat!! Dasar cewek ngeselin!!” aku tidak mau kalah.

“Kamu jahaaaat... huaaaa... hiiiiks...” tiba-tiba Nita berteriak dan menangis keras.

“Apa aku udah kelewatan ya?” tanyaku dalam hati.

Aku menoleh ke belakang, kulihat Nita sedang menyembunyikan wajahnya di atas lutut yang ia tekuk. Tubuhnya bergetar sambil menangis sesenggukan. Aku pun terenyuh dan merasa sangat menyesal karena sudah membentaknya dan membuatnya menangis. Mungkin kali ini aku sudah sangat kelewatan, tidak seharusnya aku membentaknya. Apalagi sampai menggebrak meja karena terbawa emosi. Perlahan aku pun menghampiri Nita dan duduk di sebelahnya.

“Nit, maafin aku ya, gak seharusnya aku marah sampai segitunya sama kamu. Maafin aku karena sudah kasar sampai membentak kamu.” ujarku tulus sambil mendorong bahunya agar ia duduk tegak. Nampaklah wajah cantik Nita yang begitu kusut, dan air matanya membasahi pipi.

“Maafkan aku, ya Nit.” ujarku lagi sambil mengusap air mata pada pipinya. Tidak ada jawaban darinya, yang ada malah ia semakin mengeraskan tangisannya.

Sungguh aku merasa sangat bodoh karena telah membuatnya seperti ini, yang bisa kulakukan sekarang hanya mencoba menenangkannya. Aku menarik tubuh Nita ke dalam pelukanku, kepalanya kubiarkan bersandar pada dadaku, tangan kiriku menggenggam kedua tangannya sementara tangan kananku mengusap kepalanya lembut dengan rasa penuh kasih sayang.

“Sudah dong, Nit, jangan nangis terus. Aku kan udah minta maaf.” sambil mengelus kepalanya.

“Bram..” lirih Nita disela tangisannya.

“Dalem (apa)?” sahutku lembut.

“Kamu jangan kayak gitu ya.” sembari mendongakkan wajahnya memandangku.

“Iya, aku janji, aku gak akan kasar lagi ke kamu.” aku semakin merasa menyesal karena telah membuat Nita sedih.

“Janji?”

“Iyah, aku janji.”

“Makasih.. aku gak suka kalau kamu suka begituin cewek?”

“Hahhh??? Begituin gimana? Aku gak pernah begituan kok, sumpah Nit, aku masih perjaka.” tanyaku kebingungan.

“Kayak cowok itu..” ujarnya sembari tangannya menunjuk ke arah layar laptop yang sedang menayangkan film Drama Korea.

“!@#$#%$#^^$&%&*&*().” kali ini aku tidak memaki dengan menyebutkan nama binatang, melainkan nama kelamin mereka dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia, meskipun hanya dalam hati.

“Tuh cowok gak punya perasaan banget, kamu jangan kayak gitu yah, kan udah janji. Hiks hiks...” lirihnya dengan nada sedih.

“Hiks... Hiks....” aku menirukan gaya Nita menangis. Anehnya air mataku beneran keluar, mungkin karena kesal dan gondok karena sudah salah sangka pada sikap Nita.

“Kok kamu ikutan nangis, Bram? Ikutan sedih ya? Filmnya emang sedih banget, coba kalo cowoknya lebih peka, jadinya kan gak akan kayak gitu.” ujar polos Nita.

“Ya Tuhan apa salahku?! Kenapa aku diberi ujian seberat ini?!” tanyaku dalam hati.

“Huuaaaahhhhhh....” tangis kami serempak sembari berpelukan.



●°●°●


22.00

Setelah selesai gosok gigi dan cuci muka, aku berdiri di depan cermin kamar mandi sambil memandang bayanganku yang gagah rupawan. Aku menghela napas beberapa kali sembari memejamkan mata, lalu kurentangkan kedua tangan dan mengibaskannya sambil tersenyum bangga.

“AURA!” ucapku dengan sangat percaya diri, aku seolah-olah sedang memancarkan aura di sekelilingku. Kegagahan maskulin dan kegantenganku seakan terpancar dan terpendar memenuhi seisi ruangan.

“Astaga aku ganteng banget. Terima kasih, Tuhan, Engkau telah menciptakan aku sesempurna ini.” ujarku bersyukur melihat bayangan diriku yang begitu sempurna di cermin.

“Oke sekarang saatnya bobok tampan.”

Aku pun keluar kamar mandi, namun aku langsung terdiam di ambang pintu ketika melihat apa yang terjadi di dalam kamar. Senyumku yang penuh aura berubah dengan kernyitan bingung saat melihat bantal dan guling sudah berada di atas lantai.

“Ya ampun Nit, kok bantal sama gulingnya kamu jatuh-jatuhin sih? Kan kotor!” seruku sembari memungut bantal guling tersebut.

“Itu kan emang sengaja aku taruh di situ, buat kamu tidur.”

“Hahhh?! Maksudmu, aku mbok suruh tidur di lantai?” tanyaku bingung.

“Aku gak mau sekasur sama cowok mesum.” ujarnya ketus dengan mata melotot menatapku sinis.

“Dasar cewek drakor.” dengusku halus. Tanpa peduli pada ocehannya, aku pun naik ke atas kasur dan langsung berbaring di samping Nita dengan posisi membelakangi.

“Ih sana...” serunya sembari menendang-nendang pantatku agar aku turun dari tempat tidur.

“Apaan sih, Nit?” ujarku sewot.

“Kan aku sudah bilang, aku gak mau sekasur sama cowok mesum.”

“Kan ini kamarku, Nit! Lagian kalau kamu gak mau tidur sekasur sama aku, kamu kan bisa tidur di kamar tamu.”

“Gak mau, aku maunya tidur di sini.” rajuknya.

“Astaga, Nit, kita kan sudah terbiasa tidur bareng semenjak kecil, yaudahlah woles aja.”

“Iya, tapi itu dulu, sebelum kamu berubah jadi cowok mesum! Cowok mesum yang narsis.” ucapnya sinis.

Aku tak menghiraukan ocehannya dan lebih memilih untuk memulai tidurku dengan memejamkan mata.

“Sana ih.... Bram sanaah...” serunya kembali sembari menendang pantatku dan mendorong tubuhku.

Gedebuk!!

Tubuhku menggelundung dan terjatuh dari atas tempat tidur.

“Ya Allah...” ucapku kesakitan sambil mengusapi bokongku yang menimpa lantai. “Kasar banget sih jadi cewek! Heran, cewek kok gak ada sifat lembut-lembutnya.”

“Biarin!!” ujarnya ketus sembari menarik selimut dan tidur membelakangiku.

“Hadeeh... Daripada capek ngeladenin dia, mending aku tidur di kamar tamu aja deh.” gumamku sembari beranjak hendak menuju kamar tamu.

“Mau kemana, Bram?” tanyanya.

“Tidur di kamar tamu.” jawabku datar.

“Gak boleh. Aku gak mau ditinggal sendirian, aku takut.”

“Maumu itu apa sih, Nit? Katanya kamu gak mau tidur sekasur sama aku, sekarang aku mau tidur di kamar tamu juga gak boleh, terus aku mbok suruh tidur dimana? Tega ta kamu biarin aku tidur di lantai?!”

“Yaudah sini.” ujarnya sembari menata bantal dan guling di tengah kasur sebagai pembatas antara aku dan dia.

“Terus aku tidur gak pakai bantal gitu?” tanyaku. “Dasar cewek gak berperasaan.” umpatku lagi dengan jengkel.

“Aku punya perasaan juga, kamu gak akan pernah paham tentang perasaanku.”

“!@#$#%$#^^$&%&*&*().”

Karena aku sudah sangat mengantuk akhirnya aku menuruti kemauannya, tidur tanpa beralaskan bantal.

Aku sudah terlalu capek karena ulah Nita, maka segera kupejamkan mata, dan kesadaranku perlahan menghilang seiring rasa kantuk yang datang.

“Bram..” panggilnya lirih.

“Ya Allah... apa lagi sih?” batinku dengan kesal karena aku yang sudah hampir tertidur dibuat terjaga kembali.

“Hmmm...” gumamku, aku sudah malas menanggapi Nita.

“Nih pakai bantal gulingnya.” serunya memberikan bantal dan guling kepadaku, yang sebelumnya ia jadikan sebagai pembatas.

Terkadang aku dibuat heran olehnya, tindakannya seringkali berkebalikan dengan apa yang diucapkannya. Ia bisa menjadi cewek yang sangat baik, bahkan lebih baik dari Mimi Peri, namun sedetik kemudian ia bisa terlihat murung atau malah marah-marah gak jelas. Aneh kan?! Sebentar marah, sebentar baik, sebentar manja, sebentar nyebelin, sebentar nyeremin, sebentar lembut, sebentar cengeng. Mungkin dulu waktu ibunya hamil suka makan permen nano-nano hingga akhirnya jadilah Anita Kusumaningsih. Wanita yang aneh.

●°●°●​

Nita

Melihat Bram tidur tanpa beralaskan bantal saja aku tak tega, mana mungkin aku sanggup membiarkannya tidur di lantai. Aku tak bersungguh-sungguh dengan perkataanku tadi saat aku marah dan menyuruhnya tidur di lantai, mungkin itu efek dari kekecewaanku padanya karena kejadian tadi sore, saat aku tak sengaja melihatnya sedang memuaskan diri sendiri.

Apalagi hal itu membuatku sampai sekarang terbayang-bayang itunya Bram yang gede.

Hihhhhh.... Rasanya aku pingin jitak kepala nih anak deh.

Kupandang wajah Bram yang sepertinya sudah mulai pulas. Tanpa sadar bibirku tersenyum saat melihat wajah tampannya yang nampak tenang.

“Nit...” panggilnya secara tiba-tiba.

“Loh nih anak belum tidur? Tapi kok matanya merem?!”tanyaku dalam hati.

“Nit...” panggilnya lagi.

“Ya Bram?” jawabku, jantungku tiba-tiba berdebar.

“Nih pakai kacama mata hitam.” ujarnya.

“Hahh? Kacama mata hitam? Kamu lagi ngigau yah? Emang buat apa kacamata hitamnya?” jawabku sambil mengangkat kepala memandang wajahnya dengan mata yang tetap terpejam.

“Biar kamu gak silau terkena pancaran aura pesonaku.”

Zzzzzzzz...!!!

Nih anak bener-bener deh, ngigau aja narsis. Penyakit narsisnya makin tambah parah deh kayaknya. Ini kesempatan yang gak boleh aku sia-siain, aku pernah membaca seseorang akan berkata jujur saat sedang mengigau.

“Bram.” panggilku lirih mencoba memancingnya.

“Hmmm..” gumamnya.

“Menurutmu aku cewek yang seperti apa?”

“Cantik... Baik... Perhatian...”

“Makasih.” jawabku dengan wajah yang terasa bersemu merah, aku sangat bahagia mendengar perkataannya.

“Cerewet... Nyebelin.... Kasar...”

“Sabar Nit...” ucapku pada diri sendiri sembari menarik nafas panjang mendengar perkataan Bram selanjutnya.

“Suka marah-marah.... Moody-an....”

“Sabar...”

“Keras kepala... Suka ngatur... Sok tau...”

“Sabar...”

“Sok cantik... Sok imut...”

PLAK!!

●°●°●​

Back to Bram

“Ya Allah...” keluhku kesakitan sambil mengusapi pipi.

“Maaf tadi ada nyamuk.” serunya.

“Ya Allah... Sakit banget, Nit.” aku terus meringis kesakitan.

“Maaf, aku mukulnya terlalu keras ya? Sampai membuat kamu terbangun.”

“Aku punya salah apa ama kamu sih, Nit? Kok gak sekalian tadi kamu mukul nyamuknya pakai lampu tidur di sebalahmu biar sekalian aku ikut mati bareng nyamuknya.” ucapku masih kesal karena pipiku benar-benar sakit. Bahkan aku yakin kalau pipiku sekarang berwarna merah berbekas telapak tangannya.

“Maaf, aku gak sengaja.”

“Heran aku, kamu tuh kasar banget sih jadi cewek.”

“Belum puas ta kamu ngata-ngatain aku dari tadi?” ucapnya dengan mata berkaca-kaca dan tak lama kemudian menangis.

“Hah?”

“Hiks... Hiks...” isaknya.

Rasa kesalku pun berganti kasian dan tak tega mendengarnya menangis. Segera aku menenangkan Nita dengan memeluknya.

“Sana.. Kamu jahat, aku gak mau deket-deket sama kamu.” Nita meronta-ronta sembari tangannya memukul-mukul dadaku.

“Iya-iya.. Maaf, sudah ya jangan nangis lagi.” Aku mencoba menenangkan lagi sambil meminta maaf, meskipun aku tidak tahu apa yang menjadi kesalahanku. Aku hanya tahu bahwa cara yang paling ampuh untuk menenangkan cewek yang sedang marah atau menangis adalah dengan cara meminta maaf. Sekalipun kita tidak berbuat salah atau tidak tahu dimana letak kesalahannya.

“Hik.. Hiks... Kamu jahat.” isaknya namun kali ini ia sudah mulai tenang dengan membalas pelukanku.

“Tuhan, cobaan apalagi ini? Hik.. Hiks..” tangisku dalam hati




●°●°●​

Nita

ANITA KUSUMANINGSIH


Surabaya, 18 April 2019.

Pagi ini aku terbangun karena rasa nyeri yang tiba-tiba teramat sakit di area pinggang belakangku. Aku berusaha untuk bangun dan merapatkan tubuhku pada senderan tempat tidur. “Sakit banget ya Allah!! Hiks... Hiks...” aku menggigit bibir, berusaha meredam suara agar rintihanku tidak membuat Bram terbangun dari tidurnya.

“Hiks....Hiks....” tak terasa air mataku sudah mengalir deras membanjiri pipiku.

Aku mencoba mengingat-ingat kembali tentang gangguan rasa sakit yang semakin sering terjadi ini. Aku mengalami rasa sakit seperti ini semenjak setahun yang lalu, namun baru mulai terpikirkan olehku sejak lima bulan belakangan ini. Awalnya rasa sakit ini terasa di pungung atasku, lalu seakan menjalar ke pinggang belakang. Dan juga akhir-akhir ini aku sering merasa cepat lelah.

Bahkan Bram sering memarahiku karena tubuhku terlihat lebih kurus dari biasanya, ia mengira aku terlalu ketat menjalani program diet. Aku sendiri tak mengetahui kenapa akhir-akhir ini berat badanku turun drastis.

Beberapa bulan yang lalu aku pernah mendapati pergelangan kaki dan lenganku bengkak tanpa kuketahui penyebabnya, setelah kuperiksakan ke dokter dan diberi antibiotik alhamdulillah bengkaknya menghilang. Namun aku kembali khawatir karena mendapati urine-ku berwarna aneh, saat itu aku mengira mungkin aku kurang minum air putih.

Saat ini aku baru menyadari sepertinya kondisiku sedang tidak baik dan aku harus sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisiku.

“Nit, kamu kenapa kok nangis?” tiba-tiba Bram bangun dan bertanya kepadaku.

“Gakpapa, Bram.” aku tersadar dari lamunan dan dengan cepat mengusapi air mataku.

“Mukamu kok pucet banget, kamu sakit?” tanyanya lagi sembari menyentuh dahiku untuk memeriksa suhu tubuhku.

Aku menggeleng pelan. “Cuman nyeri doang. Mungkin karena efek lagi dapet.” kilahku karena aku tidak mau membuat Bram khawatir atas kondisiku.

“Emang sakit banget ya? Kok sampai nangis?”

“Huum.” jawabku singkat, lalu aku meminta tolong kepadanya, “Bram tolong ambilin obat nyeriku dong di tasku yang kecil.”

“Yang ini?” tanyanya menunjukan obat yang ia pegang setelah mencarinya dari dalam tasku.

“Huum.”

“Nih obatnya.” serunya sembari memberikan obat itu padaku. “Aku buatin teh hangat ya. biar kamu agak rileks.” ujarnya penuh perhatian.

“Makasih.”

Tak berselang lama Bram sudah kembali sambil membawa segelas air putih hangat.

“Kok air putih hangat? Kan katamu tadi buatin teh hangat.”

“Iya aku lupa kalau gak boleh minum obat pakai teh! ‘Kan kamu sendiri yang sering marahin aku kalau aku minum obat pakai teh.”

Aku hanya tersenyum menanggapi pernyataannya karena aku memang sering memarahinya ketika ia minum obat pakai air teh. Ia selalu beralasan biar obatnya gak terasa pahit.

“Makasih.” seruku setelah meminum obat.

“Sini.” ujarnya sembari menarik dan menyandarkan kepalaku di atas dadanya, lalu ia memelukku sambil mengusapikepalaku dengan lembut dan penuh kasih sayang.

“Sudah agak mendingan?” tanyanya lagi.

“Kan obatnya barusan diminum, Bram!”

“Siapa tau minum obat sambil dipeluk orang ganteng sakitnya cepet sembuh.”

“Narsis.”

“Hahaha...” tawanya.

“Bram..” seruku lirih.

“Apa?” sahutnya.

Cuup!!

●°●°●​

Back to Bram

Cup... tiba-tiba Nita mengecup bibirku sambil tersenyum manis menatapku.

“Makasih.” ujarnya.

Aku hanya bisa terperangah karena shock mendapatkan ciuman di bibir. Ini adalah pertama kalinya Nita mencium bibirku. Kutatap wajahnya dalam-dalam. “Ini aku gak lagi mimpi, kan?” gumamku.

PLAK!!

“Aduh... Sakit Nit.” keluhku sambil mengusapi pipi bekas tamparannya.

“Sakit?” tanyanya.

“Ya iyalah sakit, mana ada orang ditampar gak sakit?” sungutku.

“Berarti kamu gak lagi ngimpi.”

“Ya gak pakai nampar juga kali, Nit.”

“Kan tadi kamu tanya lagi mimpi atau gak.”

“Ya ampun nih cewek kelakuannya absurd banget sih.” gerutuku kesal dalam hati.

Cuup!!

Kurasakan sebuah kecupan mendarat di pipiku. Tubuhku seakan menjadi kaku dan mematung untuk sesaat. Nita terlihat tersipu malu dan wajahnya memerah setelah menciumku.

“My apologies.” serunya.

Cup... Nita kembali mengecup bibirku sambil tersenyum.

“For what?” tanyaku.

“Thanks, for always being with me.”

Cuup!!

Aku mengernyitkan dahi karena untuk kesekian kalinya Nita mencium bibirku.

“Make me the queen of your heart.” serunya.

DEGH!!

Detak jantungku seolah berhenti seperkian detik, mendengar Nita menyatakan perasaannya.

“Sorry i can't do that because...” aku menelan liur untuk membasahi tenggorakanku yang tiba-tiba merasa kering.

“Aku...”

“It’s okay Bram!!” potongnya. “Boleh aku meluk kamu?” tanyanya dengan mata mulai berkaca-kaca.

Nita memelukku dengan sangat erat, pelukan penuh cinta dan tanpa tuntutan. Terasa air matanya menetes membasahi pundakku.

“Nit...” Kuusap air matanya dan mencium keningnya. Kutatap wajahnya “Dasar cengeng.”

“Hiks.. Hiks.. Jahat banget sih kamu, Bram.”

“Hahaha....” tawaku.

“Lucu ta, Bram? Hiks.. Hiks.. Aku gak nyangka kamu sejahat ini sama aku.”

“Makanya kalau orang lagi ngomong belum selesai itu jangan kebiasaan dipotong.” ujarku sembari mengusap air matanya.

“Aku gak bisa jadiin kamu ratu di hatiku, karena di hatiku sudah ada ratu zombie. Entar kamu dimakan loh sama ratu zombie-nya.”

“Huahhh...” tangisannya semakin menjadi-jadi sembari mendekapku. “Tapi aku gak mau jadi ratu zombie.”

“Hahaha... Kan kamu udah janji mau jadi istrinya zombie.”

“Hiks... Zombie gak ada yang cantik.”

“Ada!! Ini zombie cantik.” ujarku sembari mencium keningnya dan memeluknya.

“Nitaaaa......!!” teriakku kesakitan karena pundakku digigit olehnya.

“Hahaha... Kan aku ratu zombie, jadi aku mau makan kamu biar kamu jadi zombie.”

“Haissss....”

“Dasar zombie narsis.” celetuknya.

“Hahahahaha...” tawa kami berbarengan.

Aku memeluk Nita semakin erat, tanpa ia tahu aku tersenyum haru dan bahagia. Pikiranku kembali ke masa lalu, di mana aku dan Nita sama-sama pernah berjanji. Ketika kami masih kecil, aku pernah berjanji pada Nita. Atau lebih tepatnya, aku pernah mengucapkan sebuah janji karena dia mengancamku... Hahahaha....

“Blam, main masak-masakan yuk?” ajak Nita kecil, yang masih berusia lima tahun, sambil membawa mainan masak-masakkan.

“Gak mau aku pengennya main jombi-jombian.” tolakku.

“Yaudah kamu jadi jombie yang kelapalan, ental Nita masakin makanan yang enak.”

“Kalau makanannya gak enak, entar kamu yang tak makan. Hauummm...” ujarku sembari menirukan zombie yang ingin memakan manusia.

“Blam jombie duduk cini.”

“Kamu kok suka banget sih maen masak-masakan? Emang gak bosen masak telus tiap hali?”

“Kata Mama, anak pelempuan itu halus pintel masak, melawat kelualga dan membahagiakan suami.”

“Telnyata jadi anak pelempuan itu gak enak ya! Untung Blam laki-laki, jadi bisa main jombi-jombian.”

“Nih makanannya.” seru Nita kecil sembari menyodorkan piring mainan berisi pasir yang di atasnya sudah ditaburi potongan rumput.

“Gak mau.” tolakku.

“Kok gak mau? Ini enak loh.”

“Jombie itu makanannya otak manusia! Jombie gak makan pasil.” ujarku polos.

“Kalau Blam gak mau makan, Nita nangis loh!! Hiks.... Hiks.. Mama..”

“Iya mau.” seruku.

“Makan yang banyak ya jombie bial gemuk.” serunya dengan senyum penuh kemenangan.

“Blam, ental kalau udah gede kita nikah ya. Ental setiap hali pasti Nita masakin makanan yang enak buat Blam.”

“Gak mau.”

“Kok gak mau? Nita nanis lagi loh kalau Blam gak mau nikah sama Nita.”

“Kan aku kalau udah gede pengen jadi jombie. Jombie kan makan manusia, ental kamu tak makan loh.”

“Pokoknya Nita kalau udah gede maunya nikah sama Blam!! Mama.. Blam jahat.” teriaknya mengadu.

“Iya mau, tapi kamu juga halus jadi jombie, bial bisa nikah sama aku.”

“Janji dulu.”

“Iya janji.” seruku.

“Mana jali kelingkingnya.” Nita nyengir tanpa dosa.

Aku menurutinya dan mengaitkan jari kelingkingku dengan jari kelingkingnya.

“Bilang dulu, Blam, kalau udah gede janji mau nikah sama Nita.”

“Iya, Blam janji kalau udah gede mau nikah sama Nita.”

“Blam udah janji loh sama Nita, awas ental kalau udah gede gak nikah sama Nita. Kata mama olang yang gak nepatin janji nanti matinya masuk nelaka, terus ental di nelaka dibakal ama malaikat. Ental Blam di nelaka jadi jombie gosong loh kalau gak nepatin janji.” celotehnya panjang kali lebar.

“Iya, Blam pasti nepatin janji.”

“Aseeekkk..” ujarnya girang.

nae songgeute geudaega seuchimyeon
Saat kau menyentuh ujung jariku
chagawotdeon simjange ongiga beonjijyo
Kehangatan menyebar di sepanjang jantung dinginku

salmyeosi dagaga gidaegoman sipjiman
Aku hanya ingin bersandar padamu
geudaewaui georineun jobhyeojijil anhneyo
Tapi jarak antara kita tidak dekat

manjil suga eobseodo dwae
Aku tidak bisa menyentuhmu
aneul sudo eobseodo dwae
Aku tidak bisa memelukmu
Lonely love
Kesepian cinta
Yes I love you nae unmyeongcheoreom
Ya, aku mencintaimu, seperti takdirku
geudael neukkil su isseoyo
Aku bisa merasakanmu

la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la- la la-
nae mam daheul su isseoyo
Hatiku bisa menghubungimu

du soneul naemireo geudael jabgo sipjiman
Aku ingin memegang tanganmu dan menahanmu
deo meoreojil geot gata geudae gyeoteul maemdoljyo
Tapi rasanya kita akan semakin jauh sehingga aku berlama-lama di sekitarmu

saranghal su eobseodo dwae
Aku tidak bisa mencintaimu
daheul sudo eobseodo dwae
Aku tidak bisa mencapaimu
Lonely love
Kesepian cinta
Yes I love you nan meolliseodo
Ya, aku mencintaimu, bahkan dari jauh
geudael bol suga isseoyo
aku bisa melihatmu

manjil suga eobseodo dwae
Aku tidak bisa menyentuhmu
aneul sudo eobseodo dwae
Aku tidak bisa memelukmu
Lonely love
Kesepian cinta
Yes I love you nae unmyeongcheoreom
Ya, aku mencintaimu, seperti takdirku
geudael neukkil su isseoyo
Aku bisa merasakanmu

la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la-
la la la- la la- la la- la la-
nae mam daheul su isseoyo
Hatiku bisa menghubungimu

Lonely love
Kesepian cinta



●°●°●​

Nita

“Pagi, Bundaa..” sapaku pada Bunda dan memeluknya dari belakang. “Bunda lagi masak apa?”

“Eh putri Bunda yang cantik sudah bangun. Bram masih tidur?” tanya Bunda padaku.

“Bram udah bangun kok, Bun, lagi mandi.”

“Kok tumben hari hari Kamis gini Bram bangun pagi-pagi dan mandi? Kan setau Bunda, Bram gak ada kuliah hari Kamis. Hayoo kalian mau keluar pacaran ya?” goda Bunda Bram.

“Ihh... Bunda apaan sih.” seruku sambil tersenyum malu.

“Emang anak Bunda kurang ganteng ya? Bunda bikinnya susah loh, ngadonnya aja sepuluh bulan.”

“Hahaha... Bunda ada-ada aja. Nita bantuin masak, ya Bun.” ujarku sembari mengambil pisau dan membantu Bunda memotong sayuran.

“Sudah cantik pinter masak lagi, pasti Bram banyak saingannya.” celetuk Bunda Bram.

“Bunda iihhh... Godain Nita mulu dari tadi.” seruku tersipu malu.

“Oh ya, kan besok tanggal merah, nanti sore kamu temenin Bram ke Malang ya. Bunda suruh dia ke sana untuk ngecek villa yang lagi di renov. Mau yah, sayang? Biar sekalian liburan.”

“Iya, Bun. Aseek Nita udah lama gak liburan.” seruku girang.

“Sayang, kamu tau gak temennya Bram yang rambutnya warna-warni kayak rainbow cake?” tiba-tiba Bunda mengalihkan pembicaraan.

“Hah.. Emang ada, ya Bun, temen Bram yang rambutnya kayak gitu?” tanyaku heran.

“Itu loh yang anaknya suka pake rol rambut kalau pergi kemana-mana.”

“Oh.. si Nina..”

“Nah.. iya itu Nina namanya kalau gak salah.”

“Hahaha... Bunda mah ada-ada aja masak rambutnya dibilang kayak rainbow cake.”

“Kan emang iya toh, rambutnya aneh beberapa helai ada yang warna merah, ada warna hijau.”

“Sekarang kan emang lagi trend, Bun, rambut disemir warna-warni. Bunda kok bisa tau Nina?”

“Dia pernah beberapa kali ke rumah nyariin Bram. Bunda kurang suka sama tuh anak, sudah gayanya sok cantik, kecentilan lagi, terus orangnya terlalu banyak basa-basi. Bunda kurang suka sama orang yang suka basa-basi.”

Aku sedikit kaget mengetahui kalau Nina ternyata sering datang ke rumah Bram.

“Kan Nina anaknya cantik, Bun.”

“Cantikan juga kamu, amit-amit deh kalau sampai Bram suka sama cewek model begitu. Bunda gak akan pernah ngerestuin hubungan mereka! Bunda sih ngarepnya kamu yang jadi calon istri Bram, karena Bunda yakin kamu pasti bisa jagain Bram.”

“Bunda loh dari tadi godain Nita mulu, emang Bunda ngerestui kalau Nita pacaran sama Bram?”

“Pastilah sayang, malah Bunda dukung banget, kalau bisa kalian cepet-cepet Bunda nikahin biar Bunda bisa tenang.”

“Makasih, Bun.” aku senang mendengarnya.

Kutatap wajah Bunda sambil tersipu malu, jantungku berdebar-debar karena biar bagaimana pun aku harus jujur dan tidak pernah bisa berbohong di hadapan Bunda.

“Kamu kenapa, sayang? Kok pipinya memerah gitu? Atau kamu udah pengen dilamar? Nanti Bunda yang akan bilang ke Bram supaya dia ngelamar kamu. Masa ada putri cantik yang selalu menemaninya tapi malah nyari anak zombie di luaran.” celoteh Bunda sambil tersenyum.

Sebetulnya aku ingin tertawa mendengar Bunda menyebut zombie, aku jadi ingat janji Bram dulu ketika ia berjanji untuk menjadikanku sebagai queen-nya zombie. Dan ia sudah membuktikannya dengan menembakku, walau aku sendiri tidak tahu apakah Bram ingat akan janji itu atau tidak.

“Bukan itu, Bun.” aku tertunduk malu.

“Lalu kenapa, kamu aneh deh sayang.” Bunda menjawil gemas daguku.

“Nita.. Nita ama Bram udah.. udah... itu apa.. euuu...” tiba-tiba aku gugup. Bukan karena takut tidak mendapat restu, karena Bunda sendiri sudah bilang kalau ia sangat merestuiku, tapi aku malu.

“Haaah..?!!” Bunda terbelalak. “Itu apa, sayang? Jadi kalian udah “gituan”? Ya Allaaah.. Braaaam!!!” Bunda berubah panik dan nampak kesal.

“Eh.. bukan Bunda. Bukan itu... anu... euuu...”

“Jadi kalian beneran udah “nganu”?”

“Bunda...” aku memelas. “Dengerin Nita dulu.. maksud Nita tadi, Nita dan Bram udah jadian, Bunda.” Fiuuh.. aku lega banget bisa menyampaikannya kepada Bunda.

“Ya ampun, sayaaaang...” wajah kaget Bunda berubah senang. Lalu ia memegang dan mengusapi kedua pipiku sambil bertanya, “Sejak kapan, sayang, kok kalian gak bilang-bilang Bunda?”

“Iih Bunda, barusan Nita kan bilang.” aku tersenyum antara geli dan malu.

“Iyah.. maksud Bunda, kenapa kamu baru bilangnya sekarang?”

“Hihi.. kan jadiannya juga barusan, Bunda. Tadi sebelum mandi, Bram nembak Nita.”

“Alhamdulillah, ya Allah.” tiba-tiba Bunda memelukku. “Syukur deh kalau gitu, Bunda seneng dengernya. Sebenarnya Bunda dan Mamamu pengen jodohin kalian. Sudah sejak lama kami membahas tentang hal ini, tapi kami berpikir kalian sudah dewasa dan juga kami sebagai orang tua tidak mau memaksakan kehendendak kami. Kami sebagai orang tua hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik untuk kalian karena kalian yang akan menjalaninya. Kami sebagai orang tua hanya bisa mengarahkan yang terbaik untuk kalian agar kalian tidak salah jalan.”

“Terima kasih, Bun.” seruku sangat bersyukur dan terharu karena mempunyai dua ibu yang sangat menyayangiku. Bunda Bram sudah kuanggap seperti ibu kedua bagiku.

“Eh.. tadi gimana Bram nembak kamunya? Anak Bunda romantis gak waktu nyatain cinta sama kamu?” goda Bunda lagi.

“Bunda ih nanyanya kayak gitu, kan Nita malu, Bun.”

“Bunda jadi inget waktu dulu Bunda masih muda dan awal ketemu sama Papanya Bram.”

“Cerita dong Bun, dulu Bunda gimana ceritanya bisa ketemu sama Papa?” tanyaku penasaran.

“Dulu kami satu kampus dan Papanya Bram adalah lelaki yang paling Bunda benci dalam hidup Bunda. Tapi cinta dan benci itu bedanya tipis sekali bahkan mungkin bisa jadi lebih tipis dari rambut yang di belah menjadi tujuh. Sampai-sampai kamu sendiri nggak pernah sadar dengan perbedaan di antara keduanya.

“Papanya Bram selalu bikin Bunda naik darah setiap kali kami bertemu, ada saja ulahnya yang bikin bunda jengkel. Tapi tanpa Bunda sadari rasa benci itu membuat Bunda memperhatikannya lebih detail daripada orang lain.

“Kebiasaan kami berdebat, justru membuat kami lama-lama semakin menjadi lebih dekat bahkan jalinan emosi antara kami menjadi lebih kuat. Anehnya lagi ketika kami lama tidak bertemu Bunda malah jadi kangen dan bertanya-tanya dan mencarinya.”

Bunda bercerita panjang lebar, membuatku semakin penasaran.

“Terus-terus, Bun.” aku antusias mendengarnya.

“Hmmm... Dulu Papa pasti gunain strategi Uni Soviet untuk ngedeketin Bunda.” celetuk Bram yang tiba-tiba sudah berdiri di pintu dapur dan menguping obrolan aku dan Bunda.

“Ih... Bram ganggu aja sih orang lagi seru cerita.” protesku.

“Cieee... anak Bunda akhirnya berani juga nembak Nita. Bunda bangga deh.” Bunda menyambut kehadiran Bram sambil menggoda.

“Bram gitu loooh...” Bram malah menepuk-nepuk dada di depan Bunda. Sumpah aku suka kesel kalau liat dia narsis.

“Kamu tuh..!! Pokoknya Bunda seneng akhirnya kalian jadian, dan Bunda akan terus berdoa agar kalian langgeng sampai pelaminan.” ujar Bunda lagi.

Bunda pun memelukku dengan senang, sedang tangan kanannya menepuk-nepuk pipi kekasihku. Hihi geli juga ya bilang Bram kekasih, tapi aku emang bahagia banget akhirnya cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Aku pun hanya senyam-senyum dalam pelukan Bunda, kalau dulu Bunda sering dibuat kesal ama Papanya Bram, mungki aku dan Bram malah kebalik, dia yang sering kesel padaku. Bodo.. aku bersikap gitu kan biar Bram care sama aku.

“Bunda laper.” rengek Bram.

“Iya sayang ini bentar lagi matang masakannya, ini Bunda masakin sop buntut kesukaanmu.” Bunda pun melepaskan pelukannya padaku untuk melanjutkan masak.

“Sebentar, Bun, Nita mau ngomong dulu ama Bram.” ujarku pada Bunda.

“Bram sini..” aku menarik tangan Bram menjauh dari Bunda menuju teras rumah.

“Cieee.. uhuk... uhuk...” Bunda malah menggoda aku dan Bram dengan pura-pura batuk.

“Apa?” tanya Bram setibanya di teras.

“Kamu kok gak pernah cerita sama aku kalau Nina sering kesini?”

“Emang kamu tau dari mana kalau Nina sering kesini?”

“Bunda tadi yang cerita.”

“Emang kenapa kalau Nina sering kesini?” tanya Bram dengan alis kanannya terangkat. “Kamu cemburu ya?”

“Enggaklah!! Ngapain juga aku cemburu sama Nina.” bantahku karena gengsi.

“Yakin kamu gak cemburu sama Nina?” godanya lagi.

“Bram apaan sih, pagi-pagi udah bikin orang bete! Baru juga jadian sekarang sudah bikin orang kesel. Gak peka banget sih jadi cowok, ya iyalah aku cemburu.” rajukku.

Bram tak mengindahkan perkataanku dan malah pergi berlalu menjauhiku.

“Gak peka banget sih jadi cowok, sudah tau ceweknya lagi marah malah di tinggal pergi.” gumamku membatin.

“Nih..” serunya padaku. Bram kembali dengan membawa bunga mawar merah yang masih tertanam di pot kecil.

“Buat apaan?” tanyaku bingung.

“Bunga mawar ini bisa mekar dan tumbuh menjadi bunga yang cantik karena ia terkena sinar matahari.” ujarnya.

“Terus apa hubungannya sama aku?”

“Sama halnya dengan kamu. Kamu datang ke dalam hidupku seperti matahari pagi. Menyinariku yang sedang muram-muramnya. Kau tidak hanya membawa lilin atau lampu, kau membawa matahari untukku.”

“Gombal.” gerutuku, tapi sumpah aku seneng banget mendengar ucapan Bram, membuat aku tersipu malu.

“Mungkin memang Nina suka sama aku dan itu hal yang wajar karena aku ganteng dan keren banget. Banyak cewek yang tidak bisa menahan diri dan akhirnya tergiur oleh pesonaku.” serunya dengan rasa penuh percaya diri.

“Dasar cowok narsis.” batinku.

“Tapi kamu tau sendiri kan, Nit. aku tidak pernah menanggapi mereka bahkan selama ini kamu tau sendiri kalo aku tidak pernah pacaran, itu semua karena aku memegang janji kita waktu kecil.”

Mataku berkaca-kaca karena terharu mendengar perkataannya bahwa sampai sekarang Bram masih memegang janji kita waktu kecil.

“Oppa peluk.” pintaku padanya.

“Oppa apaan? Oppa gangnam style?”

“Hihhh... Gak romantis banget sih jadi cowok. Oppa itu sebutan bagi pacar di Korea.” ujarku menjelaskan.

“Haissss... Dasar cewek drakor.”

“Terus ini buat apaan pot bunga mawarnya?” tanyaku.

“Buat kamu!! Bunga cantik untuk cewek cantik.”

“Gombal!! Sama potnya juga?”

“Huum karena kalau bunga mawarnya dipetik entar Bunda ngomel.”

“Hihhhh... Gak modal banget sih jadi cowok, masak ngerayu cewek pakai bunga mawar Ibu-nya.”

“Hahaha... Iya entar aku beliin bunga mawar. Sini bunganya aku kembaliin, entar dimarahin Bunda.” pintanya.

“Bram, Nita, ayo sarapan, ini makanannya sudah siap.” teriak Bunda memanggil kami dari dalam rumah.

“Iya Bun.” teriak Bram sambil menggandeng tanganku.

Aku pun mengikuti Bram dengan senyum bahagia, aku sungguh tidak menyangka bahwa lelaki yang sedang menggandeng tanganku ini adalah lelaki yang penuh dengan sejuta kejutan. Aku tak menyangka bahwa ia masih mengingat dan memegang janji masa kecil kami. Aku bahagiaaaa...!!!

“Uuuh.. tapi ini pinggangku kenapa yah? Kok sakit lagi..” aku memperpendek langkah agar Bram tidak melihat aku sedang meringis kesakitan.
 
Terakhir diubah:
Selamat Tahun Baru dan Selamat Natal bagi yang merayakannya
Semoga kita semua menerima berkat satu demi satu di tahun yang akan datang ini.

Sampai bertemu lagi setelah Tahun Baru

Sampai jumpa di part selanjutnya...
Enjoy dan semoga terhibur...

KEEP CALM AND STAY COOL
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd