BAGIAN IX
Curamnya tebing sebuah cinta
Hyundai Palisade putih masuk ke parkiran RS Mitra Medika, setelah mendapat parkiran di sisi kiri bangunan rumah sakit, turun dari kursi pengemudi sosok ganteng dengan celana joger, kemeja putih dan blazer berudu yang membuat wajahnya yang berdarah timur tengah itu terlihat semakin keren.
Dia lalu masuk kedalam bangunan rumah sakit, dan segera naik lewat lift menuju kamar perawatan VIP di lantai 5. Senyumnya merekah melihat wajah manis yang sedang terbaring di kamar VIP.
“assalamualaikum...... hi Honey.....”
“waalaikumsalam sayang....”
Dia lalu mendekat dan mencium kepala wanita yang terbaring itu.
“Tante...”
Dia mencium tangan Anissah yang duduk disamping Fia yang sedang menunggunya
“baru pulang kantor?”
“ngga Tante, dari meeting tadi, pas dengar Fia sakit.... aku tadinya mo batalin, tapi kata Fia ngga apa... eh taunya malah diopname”
Anissah tersenyum, ada kebanggaan dia melihat calon mantunya ini.
“Ya sudah, Tante balik dulu.... kalian ngobrolah.. dari siang soalnya Tante disini...”
“oke Tan....”
“Umi balik dulu yah...” ujarnya ke Fia
“iya Mi....”
Anissah lalu segera keluar setelah mengambil tasnya di sofa, lalu keluar dari kamar anaknya.
Hanif lalu mendekati gadisnya yang sedang terkapar dan diinfus
“apa kata dokter...”
“khan aku dokternya, pi....”
“yang merawat kamu mi....”
“oh...kayaknya sih tipus kali yah....” Fia tersenyum
“hmmmm...gitu yah....”
Hanif sebenarnya agak kesal tadinya, karena dia berharap malam ini dia bisa bercinta dengan Fia, setelah beberapa hari ini karena kesibukan mereka, jadi tidak ada waktu yang tepat untuk bertemu. Namun karena Fia sedang sakit, otomatis terpending semua planningnya
“Abah belum datang?”
“sudah, tadi sama Umi, trus pergi lagi....”
“nanti Umi balik lagi?”
“ngga lah....”
“trus nanti siapa yang jagain?”
“pipilah....” ujar Fia
Hanif kaget.
Melihat ekspresi Hanif, Fia tertawa
“nggalah Pih... aku bisa sendiri kok... lagian ada suster yang suka jagain.... kasihan pipi nanti kerjaannya....”
Hanif tersenyum lega
“gimana hasilnya Pih?”
“oh.... oke... bagus sih...”
“alhamdulillah yah....”
“iya, kita sudah sepakat untuk import langsung dari China, ngga lewat pihak ketiga, jadi biaya dan fee nya kita bisa tekan lebih murah....”
Fia tersenyum senang
Hanif sendiri sedikit bertanya dalam hatinya, dia menghitung hitung selama mereka berpacaran sudah bertahun tahun, sakit kepalanya Fia ini bukan kali ini saja. Meski dia bukan dokter, tapi semnjank dia memutuskan ikut bisnis orangtuanya, dia banyak berkecimpung dengan dunia medis, dan sakitnya Fia ini memang perlu observasi lebih lanjut.
Sayangnya Fia selalu mengatakan bahwa dia kecapean, sakit kepala biasa atau karena minus matanya yang bertambah. Hanif menginginkan agar diadakan CT Scan yang lebih lengkap agar bisa mendeteksi apa penyebab sakit kepala Fia.
“pih....”
Diam
“pih....” suara Fia agak keras
“oh iya Mi...”
“pipi suhah makan?”
“sudah tadi.....”
“oh oke.....”
“Mimi?”
“sudah.....”
Lalu
“mi, ngga coba di CT Scan atau MRI?”
Fia hanya tersenyum
“nggalah Pi... ini khan kecapean saja kok.... cuma tadi karena benar-benar pusing makanya aku istirahat... nanti juga sehat seperti biasa...”
Hanif hanya diam mengangguk
“pipi ngga usah kuatir....”
“oke mi
“mimi juga mau cepat sehat, biar bisa layanin pipi....”
Hanif tersenyum
“iya Mi.....
Setelah berbincang ringan dengan Fia, Hanif tidak lama kemudian pamit dari RS kepada Fia
“banyak laporan dan persiapan yang harus aku kerjakan” alasannya ke Fia
Sebenarnya Fia berharap agar Hanif menemaninya malam ini, bawalah laptop kesini pikir Fia. Tapi dia tahu, Hanif ngga bisa merokok disini, dan juga dia kesulitan untuk tidur jika tidak ada kasur yang nyaman baginya. Fia akhirnya hanya bisa diam dan menganggukan kepalanya
“hati-hati Pih...”
Fia mencium tangan Hanif
“mimi juga cepat sembuh... besok balik dari apotik aku kesini....”
“oke Pi....”
Hati Fia serasa nelangsa dibuat kelakuan Hanif, dia berharap saat dia sakit kekasihnya ada waktu sedikit lama untuk dirinya, namun ini malah dia pergi kembali dan hanya menghabiskan waktu kurang dari sejam menjenguk dia.
Miris rasanya.
Meski dia harus memaklumi dengan semua kesibukan Hanif. Di usia yang sudah menjelang kepal 3, rasanya untuk memulai lagi sebuh hubungan yang baru sudah terasa sulit bagi dirinya. Meski banyak yang naksir dan suka dengan dirinya, namun yang sebanding kelasnya dengan Hanif pasti belum tentu ada di list penggemar dia. Ganteng, jantan diranjang, mungkin dia bisa saja mendapatkannya, namun yang punya stabilitas ekonomi yang mumpuni, rasanya sulit sekali.
Sebaliknya Hanif sepertinya sudah mulai berhitung kembali. Meski cintanya dan rasa sukanya kepada Fia sangatlah tinggi, namun dia mencurigai ada faktor lain dibalik sering pingsannya Fia. Dia tidak ingin punya istri penyakitan. Dia perfeksionis sekali, dia perlu wanita yang matang yang bisa mendampinginya kemanapun dia melangkah dan siap, yang selama ini dimiliki oleh Fia, namun dengan kondisi kesehatan Fia, dia ingin ada check up secara menyeluruh untuk memastikannya.
Sempat terpikir untuk menjadikan alasan pernikahan agar Fia mau menjalani medical test pra nikah. Namun Hanif berpikir lagi melakukan itu. Jika ditemukan ada penyakit, dia juga yang sulit. Dan jika tidak ada penyakit, dia lebih sulit lagi karena harus komitment untuk menikah, sedangkan dia masih berpikir punya waktu at least 5 tahun kedepan, dia masih bisa bebas kemana dia pergi dengan status bujangan keren.
*****************
Aslan yang seharian tidak mendapat kabar dari Fia, berkali kali mencoba mengubungi whatsapp dr. Fia, dan baru malam harinya dia mendapat kabar bahwa Fia diopname di RS Mitra Medika. Sontak ini mengagetkannya, dan segera dia menelpon.
Sayangnya hingga malam hari telponnya dia tidak diangkat oleh Fia.
Kekuatiran dari diri Aslan menjadi sangat besar. Meski dia sudah berusah mencoba meredam, tapi rasa kuatir itu tetap muncul dan tidak juga pergi. Dia terpikir untuk memberikan kejutan bagi Fia, setelah pagi-pagi dia mendapat informasi bahwa Fia dirawat, dan hanya sendiri di RS.
Pukul 15.30 WITA dia lalu mengambil penerbangan dari Kendari menuju Jakarta, setelah meminta ijin ke Pak Yahya dan juga memberitahukan bahwa dia akan ke Jakarta ke teman-teman kantornya, Aslan memutuskan diam-diam akan memberi kejutan bagi wanita pujaan hatinya itu untuk datang mengunjunginya.
Saat makan siang dia sempat berbicara di telepon dengan Fia, kondisi Fia sudah mulai membaik, hanya saja perlu istirahat. Dia juga mendapat informasi tentang ruangan dan tempat Fia dirawat.
“ka, mau dipesanin apa makannya?”
“ngga usah Aslan....”
“ngga apa-apa Ka... kasian Kaka sendirian...”
“hahahah, udah biasa kali...”
“ngga apa-apa Ka, biar aku pesanin, at least buat Kaka makan.....”
Akhirnya
“hmmmmmm... apa yah.... martabak enak kali yah.....”
“yg manis?”
“yup... yang toblerone....”
“siap Ka.... malaman kalo gitu yah....”
“hahahah...iya, martabak khan malam baru ada....”
“baik Ka....”
Fia tidak menduga sama sekali bahwa saat berbicara itu Aslan sudah dalam perjalanan menuju Bandara Haluoleo Kendari. Dia menyangka Aslan masih di tempat kerjanya.
****************
Malam hari sekitar pukul 20.00, Martabak Bangka yang terkenal itu kini sudah ditentengan Aslan, dan dia lalu menuju ke RS Mitra Medika. Seperti biasa masuk dia diperiksa suhu tubuhnya, dan sebelum masuk ke lantai tempat dia mmapir ke toilet dulu, mematut dirinya di cermin di dalam toilet, memastikan penampilannya jangan kusut jika bertemu Fia.
Aslan lalu mengirim pesan ke Fia
Ka, sudah makan?
Tadi sudah sebelum minum obat
Ada siapa yang jagain Kaka?
Ngga ada, tadi sore abah datang, umi tadi pagi. Lagian besok sudah bisa balik
Ok Ka. Martabaknya sudah nyampe di RS, palingan bentar lagi diantar ke ruangan Kaka
Makasih yah Aslan.
Ketukan pintu di kamar perawatannya disangkanya security atau perawat yang masuk untuk mengantar makanan atau kontrol, dan betapa kagetnya dia melihat Aslan yang muncul. Dia benar-benar kaget dan terkejut melihat kehadiran anak muda itu.
“Hai Ka.....”
Fia hanya melongo melihat Aslan
“kok?”
Dia malah tertawa melihat Fia yang terkejut
“kok bisa ada disini?”
“kejutan.....” sambil tersenyum simpul
Fia masih bingung dan kaget
“sendirian?”
“iya....”
Lalu menyerahkan martabaknya ke Fia
“nih Ka, ngantar martabak...”
Meski kaget namun Fia berusaha menetralkan hatinya untuk bisa mengerti alasan kenapa Aslan bisa ada disini
“ ada acara....?”
“ngga.... spesial ngunjungin Kakak....” mulai berani bicaranya Aslan
“waduh...... kaget lho aku...”
Aslan tersenyum
“kaka mau makan sekarang martabaknya?”
“nanti aja.....”
Aslan melempar pandangannya ke sekeliling kamar VIP ini
“ngga ada yang jagain?”
“ngga lah, lagian dijagain buat apa juga....”
Aslan menarik kursi untuk duduk dekat Fia yang terbaring di ranjangnya, sementara Fia masih agak aneh melihat Aslan yang tiba-tiba datang
“kaka ngga suka yah aku datang?” tanya Aslan kuatir melihat tatapan Fia
Mendengar itu Fia sedikit tersadar
“ngga... cuma kaget aja....”
“iya.... aku kepikiran pas kaka sakit... makanya aku kesini...”
Fia hanya menggelengkan kepalanya
“aslan, aku baik-baik saja... dan ngga perlu dikuatirkan....”
Tapi aku kuatir Ka.... bathin Aslan
“lagian kenapa juga sampai kerjaan ditinggalin?”
Aslan diam dan bingung menjawab
“ngga apa-apa Ka... lihat Kaka aku agak mendingan seperti ini, aku sudah lebih lega....”
Hati Fia jadi semakin tersadar, bahwa Aslan ini bukan anak kecil lagi. Dia sudah 23 dan akan masuk 24 tahun, usia yang bisa dibilang matang dan sudah punya jalan dan pemikiran tersendiri untuk dipakai sebagai pegangan hidupnya, dan rasanya dari beberapa waktu belakangan ini, apa yang dia rasa cuma lelucon masa kecil, sepertinya sudah berlanjut dan berkembang hingga kini.
Fia merasa jadi tidak enak hati juga jika dia harus mengusir Aslan yang sudah jauh-jauh datang dari Kendari untuk menemui dirinya. Lalu sambil membuka martabak yang dibawa oleh Aslan, mereka kemudian berbincang kembali.
Sosok Aslan sebenarnya menyenangkan untuk diajak bicara, dia good listener dan juga good talker, meski gaya bicaranya yang abg an masih suka muncul, yang sangat berbeda dengan cara bicara Hanif yang sangat dewasa, tertata dan penuh percaya diri.
Saat Aslan sedang membantu Fia untuk membuka botol airminumnya, tiba-tiba pintu terbuka dan mereka berdua sama-sama kaget melihat kehadiran Rahimah Annisah, ibu dari Fia yang tiba-tiba hadir dan datang malam ini.
Fia kaget dan juga Aslan apalagi
“Umi.....”
“selamat malam Tante...” sapa Aslan ramah
Annisah dengan tatapan tajam melihat ke arah Aslan, dia seperti berusaha mengenali sosok didepannya, yang membuat dia kaget karena bisa ada di ruangan ini dan berduaan dengan anaknya
Aslan hanya terdiam dan tertunduk, Fia pun demikian
“kamu Aslan kan.... anaknya Ulfa....”
“iya Tante....”
Aslan hendak menyalami Annisah, namun wanita itu tidak bergeming sama sekali
“kok bisa disini? bukannya katanya kamu lagi diluar daerah....?” tanyanya dengan nada sinis
“iya Tante.... kebetulan lagi ke Jakarta....”
“kok bisa kesini?”
“iya Tante.... dengar Ka Fia sakit makanya saya kesini....”
“siapa yang ngasih tahu....??”
Suasana langsung jadi tegang seketika, Aslan hanya bisa terdiam
“maaf yah... Fia kan lagi sakit, dia perlu istirahat.... jangan diganggu dulu deh....”
Aslan terdiam seketika, dia paham bahwa itu usiran secara tidak langsung
“baik tante... saya mohon maaf jika demikian....”
Dia lalu menengok ke arah Fia
“Ka, saya pamit dulu.... semoga cepat sembuh yah....”
Lalu mengangguk ke arah Annisah
“saya permisi dulu Tante, assalamualaikum”
“walaikumsalam, Aslan....” jawab Fia pelan
Segera dia keluar dengan diiringi tatapan sinis Annisah. Dan bisa ditebak setelah Aslan menghilang dari ruangan
“kamu gimana sih?? Kok dia bisa datang kesini?” semprot Anisah ke anaknya
“ngga tau Mi... tau-tau datang kesini...”
“Nga tau? Kamu pikir umi ini anak kemaren sore? Mana bisa dia datang kalau ngga ada yang kasih tahu kamu sakit dan tempatnya disini?”
Fia terdiam mendengarnya
“bagaimana jika Abahmu tahu dia kesini?? Ngga mikir kamu....?? “ berondongan kata-kata uminya membuat Fia hanya diam
“ kamu itu calon istri Hanif... jika Hanif sampai tahu ada laki-laki lain datang kesini? Apa ngga malu kita sekeluarga?”
“aslan itu tetangga kita...”
“tetangga?? Lupa apa kelakuan dia dulu??”
Fia tersudut
“baru beberapa haru lalu Abah tegur karena kamu bicara dengan ibunya.... kini kamu malah persilahkan anaknya masuk kesini.....”
Fia merasa lebih baik tidak menjawab apa yang jadi bahan kemarahan uminya. Dia memang menyesalkan dan kaget dengan kedatangan Aslan, dia juga sebenarnya tidak begitu nyaman dengan cara Aslan menyamperinnya dengan tanpa pemberitahuan seperti ini, namun marah dan mengusir orang yang datang dengan maksud baik juga rasanya tidak adil.
Dia hanya bisa diam melihat Umi yang wajahnya seperti pakaian kusut, yang sedang mengetik pesan di whatsappnya, dia memilih untuk menarik selimut dan beristirahat. Tidak lama dia mendengar Umi membuang sesuatu ke kotak sampah, dan ternyata yang dia buang ialah kotak martabak yang baru dia makan sepotong kedalam tong sampah, termasuk tentunya dengan isinya sekaligus.
Maaf yah Aslan, bisik hati Fia.