Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Underestimated

Jika Suhu seorang Arga, suhu bakalan milih siapa?

  • Tari Sandra Aryagina

  • Yona Lusiana

  • Fannisa Khairani Pertiwi


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
EPISODE 5
--ORANG YANG SAMA--




“Yakin kamu bakalan naik Vespa?”
“Iya mbak. Mbak hati hati ya nyetirnya.”
“Atau aku sama kamu aja ya?”
“Aku gak mau mbak panas panasan sekarang. Lagian aku mau singgah ke proyek dekat stasiun Manggarai kok.”
“Proyek pembangunan rel Manggarai Jatinegara? Siapa yang nyuruh?”
“Permintaan pak Edward untuk inspeksi mingguan disana.”
“Kapan pak Edward nyuruh?”
“Tadi malam mbak. Aku terima email dari beliau.”
“Kenapa sih Pak Edward selalu buat instruksi mendadak. Ya udah, kamu hati hati ya. Di sana orangnya rame tuh”
“Iya mbak. Mbak juga.”

Kembali Arga menolak permintaan Yona untuk bersamanya pergi menuju kantor. Pagi ini Yona tampak enggan melepaskan Arga untuk pergi sendiri. Bahkan ia mau berboncengan dengan vespa walau banyak yang akan ia hadapi jika itu terjadi. Namun, suatu alasan yang memperkuat keputusan Arga pagi ini adalah ia mendapatkan tugas perdana melihat proyek secara langsung dari HSE Manager, Edward.

Setelah melewati situasi jalanan Jakarta yang beragam, Arga mampu sampai di salah satu proyek yang terletak di dekat stasiun Manggarai. Berbekal pengalaman dan pengetahuannya, ia tidak perlu butuh waktu yang lama untuk beradaptasi dengan tempat barunya ini. Bahkan seorang yang baru bergabung selama 1 minggu sudah diberikan tugas untuk inspeksi mingguan proyek.

“Pagi pak. Bisa bertemu sama HSE man nya?”
“Ada keperluan apa ya mas?”
“Saya ditugaskan bapak Edward untuk inspeksi mingguan kesini.”
“Masnya HSE Staff baru ya?”
“Iya pak.”
“Monggo masuk pak. Kenapa masih diluar?”
“Saya gak bawa APD pak. saya berencana pinjam sama HSE man nya”
“Ohhhh… maaf pak, saya ambilkan ke dalam dulu. Sebentar ya pak.”
“Iya pak.”

Arga menunggu kedatangan bapak yang menyambutnya tadi sesaat sampai di proyek tersebut. Dikarenakan ia tidak membawa Alat Pelindung Diri (APD), terpaksa ia meminjam perlengkapan berupa Helmet, sepatu bahkan kacamata khas proyek untuk memasuki proyek tersebut. Ia berpikir, jika ingin kesehatan dan keselamatan kerja tercapai, semua orang harus memenuhi syaratnya bahkan seorang HSE Staff seperti dirinya.

Sambil menunggu perlengkapan yang dimintanya datang, Arga melihat ke arah stasiun yang memang terlihat dari tempatnya berdiri. Tempat dimana bapak yang menyambutnya tadi sedang menikmati hisapan rokoknya. Rokok khas pekerja proyek. Ia bahkan bisa melihat padatnya stasiun transit tersebut akan orang yang menunggu, bahkan berdesakan masuk ke dalam gerbong kereta api saat masuk. Sesaat ia tersenyum setelah mengingat waktu ia menaiki KRL tersebut. Ya, teringat sosok Tari.

“Maaf pak. ini APD nya. Maaf juga untuk masker kami belum mendapatkan stock dari kantor pak. jadi hanya ada helm sama kacamata.”
“Oh iya, ini aja gak apa pak. Lagian pekerjaan belum dimulai juga. Masih udara pagi kok yang terhirup. Dan juga sepatu saya masih bisa dibilang semiboots kok. Insyaallah aman kok.”
“Iya pak.”
“Bapaknya HSE man?”
“Iya pak.”
“Mas aja pak. Saya masih muda kok. Saya minta izin ya buat masuk dengan APD seadanya begini. Lain kali saya janji bakalan pake dengan lengkap.”
“Eh.. iya mas.”
“Saya boleh minta tolong gak pak? Pindahin aja smoking area nya ke belakang, soalnya kalau disini, kan langsung berhadapan sama stasiun, gak baik diliat orang pak. pikiran orang kan kita gak bisa nebak. Kalau mereka ngerti sih oke aja, coba kalau gak ngerti, apalagi buat spekulasi yang tidak tidak. Bukan hanya perusahaan yang buruk, pribadi kita juga kena kan.”
“Iya mas, nanti saya pindahkan.”
“Oke pak. terima kasih ya pak. Bolehkan saya masuk?”
“Silahkan mas.”
“Bisa saya lihat kan dokumen dokumennya pak.”


***


“Haduuuhhh.. ni orang lagi, kenapa sih dia seakan selalu mengikutiku.”

Pagi hari di ibukota ini memang merupakan jam sibuknya ribuan orang yang hendak memulai aktifitasnya dengan menuju tempat aktifitasnya masing masing menggunakan berbagai cara. Termasuk seorang gadis yang selalu menggunakan kereta api KRL untuk pergi ke kantornya. Tari Sandra Aryagina, karyawan salah satu bank ternama di kawasan Sudirman.

Kembali Tari merasakan ada orang yang mengikutinya seperti Jumat kemaren. Waktu itu, ia serasa diikuti saat baru menaiki ojek online menuju stasiun Sudirman. Bahkan ia juga merasa diikuti sampai stasiun Manggarai dengan jarak yang dekat dalam gerbong kereta api tersebut. Tari mau saja menanyakan maksud pemuda yang tidak ia kenal tersebut, namun karena berita yang menakutkan di masa ini, ia enggan untuk bertanya dan memilih untuk menghindar semampu ia bisa. Bahkan juga pernah ia hendak melaporkan pembuntutan tersebut ke security di stasiun, namun ia kembali mengingat mudahnya orang berfikir pendek melukainya ia lupakan untuk berbicara ke security tersebut.

Seperti Jumat lalu, ia diselamatkan oleh pemuda yang ia ketahui pendatang baru di ibukota ini. Ia bisa melihat dari keraguan pemuda yang keliatannya seusia samanya tersebut dalam menggunakan alat check saldo flash. Bahkan dalam sehari itu, ia sudah 3 kali dibantu oleh pemuda tersebut.

Kini, ia masih berfikiran gimana cara menghindar dari pemuda yang mengikutinya tersebut. Sambil menunggu kereta yang menuju stasiun Sudirman bersama puluhan orang yang menunggu, ia terus berfikir akan cara pelarian dari pembuntutan terhadap dirinya.


“Maaf ya mas.”
“Iya mbak.”
“Masnya turun di Klender kan?”
“Iya mbak.”
“Tari aja. Tari pinjam ya tangannya ya mas. Tari liat dia masih liatin Tari.”
“Kamu kenal sama dia?” Pertanyaan pemuda itu ia jawab dengan gelengan.
“Biar aku Tanya ya. Apa maksud dia ikuti kamu.”
“Jangan, jika ia memang orang jahat, ia tak segan segan melukaiku kelak.”
“Udah sering dia ngikuti?”
“Baru tadi kok. Tari turun dari kantor dan naik gr*b, ia terlihat melihat ke Tari sambil memainkan handphonenya.”
“Ya udah, bentar lagi kita sampai kok. Mukanya jangan panik gitu. Kalau kamu kenapa napa. Aku yang bakal lawan dia.”
“Eh iya mas.”



“Haduuuhhh.. ketinggalan kereta kan. Mana orang banyak kali. Tari gak kuat terlalu berdesakan gitu.” Batin Tari berbicara

Tari yang tersadar dari lamunan pemuda yang menolongnya Jumat lalu tersebut tertinggal kereta yang sudah bisa dibilang over size dengan isinya yang mungkin seakan susah bernafas. Ia melihat ke sekeliling orang yang memang masih menunggu keberangkatan kereta selanjutnya. Ia melihat pemuda yang mengikutinya masih berada dekatnya. Pemuda tersebut seakan sengaja tidak menaiki kereta yang sudah berangkat tadi supaya bisa satu kereta dengan Tari.

“Ini orang gak ada kerjaan lain apa? Mana otak udah buntu juga, kelupaan sarapan.”

Tari kembali menggerutu dalam hati saat ia melihat pemuda tersebut masih berada di dekatnya. Lupa akan sarapan juga mengakibatkan ia sulit berfikir akan langkah untuk melarikan diri dari kejaran pemuda tersebut. Sesaat ia melihat ke arah proyek pembuatan salah satu proyek Negara dalam menunjang perhubungan transportasi umum tersebut. Ia menemukan sosok yang baru ia fikirkan.

“Ehhh?? Itu bukannya mas yang nolongin Tari kemaren?”

Sontak ia mendapatkan ide kembali untuk menghindar dari pemuda tak jelas yang mengikutinya. Ya, kembali dengan jalan pemuda yang membuatnya terselamatkan Jumat kemaren. Dengan bahagia akan mendapatkan ide, sontak ia lantas berteriak memanggil pemuda tersebut yang sedang berbicara dengan bapak bapak sambil menyerahkan helm putih khas proyek ke bapak tersebut.

“Maaaaassss…”

Sesaat orang berada di sekelilingnya melihat ke arahnya dengan berbagai pandangan. Tari pun tersadar akan hal tersebut. Bahkan dengan tingkah bodohnya tersebut, pemuda yang ia soraki pun tak mendengarnya karena terlalu jauh jarak diantara mereka ditambah dengan suara bising khas stasiun.

Tari berencana untuk pergi ke tempat pemuda yang ia soraki tersebut. Selain menahan malu akan sorakannya tadi, hal ini juga berfungsi sebagai pelarian dari buntutan orang yang tak dikenalnya. Memang jika menuju tempat pemuda tersebut, ia harus keluar dari stasiun tersebut dan berjalan mengelilingi setengah stasiun.

Dengan langkah yang cepat ia menuju proyek tersebut. Ia juga menyadari akan lanjutan buntutan yang dilakukan oleh pemuda berkaca mata yang seakan sengaja mengikutinya kemana ia pergi. Melawan padatnya orang yang menuju stasiun tersebut, ia berhasil sampai di proyek yang ia tuju tersebut. Namun, ia tidak menemukan pemuda yang ia cari tadi, melainkan hanya melihat bapak yang berbicara tadi sama pemuda itu sambil memegang helm putih itu.

“Maaf pak.”
“Iya mbak. Ada yang bisa saya bantu?”
“Orang yang berbicara sama bapak tadi mana?”
“Bicara?”
“Iya pak. Yang ngasihin helm putih ini ke bapak barusan.”
“Ohh.. pak Arga. Dia baru saja pergi menuju kantor mbak. Mbak temannya?”
“Eh iya, saya temannya Arga. Kantor pak? Trus tadi dia ngapain disini pak?”
“Dia HSE Staff baru di sini mbak. Itu yang tertera di pagar seng itu nama PT nya. Kalau tadi pagi Pak Arga melakukan check berkala ke sini mbak.”
“Ooohhh.. gak ngerti juga saya pak. Ya udah pak. terima kasih ya pak.”
“Sama sama mbak.”

Dengan langkah kecewa akan maksudnya tak sampai, Tari kembali berputar menuju stasiun untuk melanjutkan perjalanannya. Ia tak mempedulikan lagi pemuda berkaca mata tersebut masih mengikutinya. Ditambah dengan rasa lapar, ia kembali menuju stasiun bersama puluhan orang yang terburu buru dengan langkah kaki yang semakin lambat.


***


“Jadi berapaan pak? Aq*a satu, sama rotinya 2”
“Delapan ribu mas.”
“Hmmm… Ini pak. Makasih ya pak.”
“Sama sama mas.”
“Oh iya pak. Kalau menuju Gambir lewat mana sih biar gak kena macet.”
“Rata rata macet sih mas, tapi mas kan pake vespa, bisa lah nyelip nyelip gitu.”
“Oh, iya udah pak. terima kasih lagi ya pak.”

Arga kembali menghidupkan vespa nya setelah berhenti sejenak untuk membeli minuman dan sebuah roti untuk mengganjal perutnya yang belum ia isi tadi pagi. Dengan menggunakan helm dan kacamata khas berkendaranya, ia melewati stasiun yang tampak rame di jam tersebut. Ia juga melewati beberapa ojek pangkalan dan bajaj yang siap mengantarkan penumpang yang rata rata menuju tempatnya mencari nafkah.

“Eh itu bukannya Tari? Kok dia tampak lesu gitu? Dan ituuuuu… bukannya orang yang mengikutinya kemaren? Jadi Tari kembali diikuti ya?”

Arga memberhentikan vespanya tepat di depan Tari yang tampak lesu di pagi ini. Seperti orang yang kelelahan di hari pertama minggu ini. Ia bermaksud kembali menolong Tari dari buntutan pria yang membuat wanita itu rusuh.

“Mbak Tariiii…”

Arga sedikit berteriak memanggil Tari yang memang melangkahkan kakinya seakan tak ingin menuju stasiun Manggarai tersebut. Tari yang merasa namanya dipanggil langsung mencari sumber suara tersebut. Sontak wajahnya yang tadi murung tak berekspresi, berubah seperti yang Arga lihat Jumat lalu. Tari juga sudah menuju kearahnya yang sedang berada di atas vespa yang masih hidup.

“Masih diikuti?”
“Iyaaaaa…”
“Biar sekarang aku Tanya aja ya, apa maksudnya, mana tahu dia hanya ingin kenalan atau apa. Daripada mbaknya diikuti terus.”
“Udaahhh.. Gak usah Ga, Tari bareng Arga aja ya ke kantornya.”

Arga yang terkejut akan panggilan Tari tadi tidak bisa menjawab permintaan Tari tersebut. Pikirannya berisikan akan pertanyaan darimana Tari tahu namanya. Yang ia ingat, kalau ia tak pernah memperkenalkan dirinya Jumat lalu ke Tari bahkan menyebut namanya sendiri saja tidak.

“Ga, Arga kok diam? Bolehkan, Tari bareng sama Arga? Dari tadi dia ikuti Tari terus. Ya ya ya?”
“Eh, boleh. Tapi gak apa apa mbak Tari naik ini?”
“Tari aja. Emang keliatan tua?”
“Eh enggak kok mbbbb eh Tarii.”
“Lebih baik Tari naik ini dibanding terus diikuti oleh dia.”
“Hmmm… sebentar, aku ambilin dulu helmnya.”

Arga mematikan vespanya sejenak untuk membukakan kaitan helm di bagian belakang vespanya. Setelah berhasil memberikan helm yang sama dipakai Yona kemaren ke Tari, Arga langsung membantu Tari yang kesulitan akan menata rambutnya yang indah membuka kacamata di atas helm tersebut untuk dipasangkan ke mata indah Tari.

“Harus pakai kacamata ya?”
“Biar gak masuk serangga aja.”
“Hmmm.. makasih ya..”
“Pake ini.”
“Eh, gak usah. Ntar Arganya kedinginan. Pake aja sweaternya.”
“Untuk kaki kamu, kan susah kalau naik vespa pake rok begitu.”

Akhirnya Tari menerima sweater Arga untuk menutupi kakinya yang memang terlihat dengan posisi duduknya yang menyamping sambil tangannya memegang erat bagian belakang kemeja Arga. Sama seperti Yona, hal ini juga perdana bagi Tari. Naik si besi berkekuatan hebat ini. Bahkan ia sekarang terdiam akan perlakuan halus dari pemuda yang baru ia tahu namanya barusan. Ia saja tidak bakal sampai kepikiran akan menutup sebagian pahanya dan betisnya yang indah saat duduk di atas vespanya Arga.

“Arga kantornya dimana?”
“Di Gambirr.”
“Tari nebeng ya. Ntar Tari naik g*jek aja ke kantor Tari.”
“Gak usah, biar aku antar aja. Kantornya dimana?”
“Ntar Arganya telat.”
“Gak apa kok. Pagi ini aku ada tugas inspeksi dulu. Jadi gak apa telat kok. Kantornya dimana?”
“Daerah Sudirman.”
“Ya udah kita lewat sini aja ya.”
“Iya Tari ngikut aja. Makasih ya Arga, lagi lagi nyelamatin Tari.”
“Iyaa.. sama sama”


***


“Pita, Pak Arganya belum datang?”
“Belum buk.”
“Ya sudah, nanti kalau Pak Arganya sudah sampai, suruh dia ke ruangan saya ya.”
“Eh iya buk”

Pita yang sedang sibuk mengetik tugasnya di Senin pagi ini kembali dibuat berpikir akan kelakuan salah satu atasannya yang memang sudah ia lihat di kafe beberapa hari kemaren. Ditambah dengan permintaan Yona, salah satu pimpinannya yang meminta Arga menemuinya di ruangannya yang masih belum sampai tersebut. Langsung Pita memberhentikan kegiatannya sejenak untuk meraih smartphonenya untuk menghubungi temannya yang berada di bagian depan kantor.

“Tw gak lo Cha. Bu Yona kembali minta Arga buat ke ruangannya.”

Pita mengetik pesan lewat aplikasi WhatsApp kepada Icha, temannya yang masih belum percaya akan apa yang ia lihat waktu itu. Tampak pesan yang ia kirim masih bertandakan dua contreng berwarna hitam. Dengan tak sabarnya menunggu akan balasan Icha, ia langsung mencari kontak temannya tersebut dengan maksud menelponnya.

“Cha, lo baca gih wa gue.”
“Gue lagi sibuk nih. Banyak orang yang masih berkeliaran disini. Ntar dikira gue gak professional lagi…”
“Ini tentang Arga.”
“Eh iya, gue baca wa lo deh. Bentar.”

Pita langsung mematikan telponnya dengan Icha. Ia juga geleng geleng kepala mengingat tingkah Icha. Ia dapat membayangkan apa yang sedang dilakukan sahabatnya itu. Pasti Icha memberhentikan total kerjaannya yang menyapa pagi semua karyawan yang datang untuk membuka chat darinya.

TIIIINGGGG

“Ah lo jangan mulai deh.”
“Serius Ichaaaaaa… Ngapain juga gue bohong.”
“Mungkin ada perlu masalah kerjaan kali. Positive think aja.”
“Emang pekerjaan HRD berkaitan apa sama K3?”
“Ya mana tahu bu Yona perlu apa gitu sama Arga.”
“Perlu apa Ichaaaa… lo emang susah dibilangin ya.”
“Ya mana tahu BPJS atau asuransinya Arga masih bermasalah.”
“Ya kan gak harus Managernya langsung yang atasinya jugaaa.”
“Gue yakin kok. Kalau apa yang lo pikirkan itu salah.”
“Ahhh.. terserah lo dah, ingaaatttt.. jangan nangis ke gue.”
“Tenang Pita sayaaaanggg. Gue kali ini gak bakalan nangis kok.”


Pita kembali terdiam seakan perjuangannya kalah sebelum bertempur. Kembali sahabatnya Icha menampik apa yang ia pikirkan. Bahkan dengan pemahaman yang ia berikan, Icha masih tetap akan pendiriannya dengan mengejar Arga, atasan barunya.

“Gue gak boleh tinggal diam, gue harus cari tahu tentang Arga. Gue gak mau sahabat gue kembali merasakan patah hati hanya karena seorang Arga yang keliatannya dingin itu.”
 
Jadinya kapan?

kapan apaan hu? update?? udah kok.. tuh di atas.. maaf atas keterlambatannyaaaa.....


justru ane liat mmg ada jalinan crita yg bs diurai dr bapsk tirinya yg bawa lari harta ibunya arga...makanya ane bertanya soal itu...tp mungkin msh perlu waktu ya utk masuk ke sana...
dan ibu penjual nasi goreng jg bs menarik ntah apa perannya...
ditunggu apdetnya suhu...

hahahaha.. emang itu kok hu, entar bakal diceritain, dan juga bakal diperdalam dengan flashbacknya argaaa... hehehehe..

salut buat suhuuu..


Ah akoh jd malu nih :malu:

wkwk bikin pulau ya om :ngiler:


malem ini update kan om?

pulau apaan mang? pulau cinta?? hahahahah

tuh udah di update mang.. maaf lama mang.. sedikit sibuk di RL...
 
"Ahhh.. Entar juga, kamu kesengsem sama aku kan pita?" ujar arga sambil kedip-kedip cacing =))


udah ada 3 kandidat calon bininya arga:hore::papi:
 
Pulau yg di bantal itu loh om :pandajaha:


oke otw ke atas :ngacir:

hahahaha.. pulau akibat cairan mulut yaa mang.. tapi masih mending itu sih, dibanding cairan lain wkwkwkwkkwkw...


"Ahhh.. Entar juga, kamu kesengsem sama aku kan pita?" ujar arga sambil kedip-kedip cacing =))


udah ada 3 kandidat calon bininya arga:hore::papi:

hahahaha.. mamang mah selalu terdepan yaaa.. salut buat mamang... hahahahah

mang, ngobrol2 yuk, ane inbox boleh kan??
 
Saya boleh minta tolong gak pak? Pindahin aja smoking area nya ke belakang, soalnya kalau disini, kan langsung berhadapan sama stasiun, gak baik diliat orang pak. pikiran orang kan kita gak bisa nebak. Kalau mereka ngerti sih oke aja, coba kalau gak ngerti, apalagi buat spekulasi yang tidak tidak. Bukan hanya perusahaan yang buruk, pribadi kita juga kena kan.”


Bahasanya sanak ambo ko seperti urang proyek bana ko haaa
:tepuktangan::tepuktangan::panlok1:
 
Ya masih mending cairan yang laen om, jelas enaknya :pandaketawa: haha

terdepan kaya yamahmud dong om :lol:

cie mau ngirim foto bugil kah om :konak: haha
boleh, ane cek dulu ya :papi:
 
Makasih update-nya, Hu

Kira-kira Arga bakal sama siapa ya? Yona, Icha, atau Tari?

Kita tunggu update selanjutnya
 
Bimabet
Kisah cinta scooteris..
Hmmm.. kemana-mana berdua saja naik Vespa.. :sayang:
Btw, makasih updatenya suhu.
Jadi kangen naik vespa boncengan sama mantan :tendang:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd