Lanjutan Chapter 4
Satu minggu kemudian...
"Gak enak yee nongkrong disini.. !", ucap adrian.
"Hemm.. !", gumamku mengiyakan pernyataan adrian.
"Banyak banget yang ngamen !", ucap lagi dari adrian.
Malam ini aku dan adrian sedang nongkrong di salah satu taman di daerah kota surabaya, tepatnya di taman bungul. tongkrongan lesehan disebuah taman pinggir jalan, sebenarnya sangat nyaman walaupun bising kendaraan selalu terdengar tapi yang bikin kenyamanan itu hilang adalah banyaknya para pengamen yang wara-wiri di tempat kita nongkrong, hampir setiap 15 menit sekali para pengamen yang berbeda orang selalu mendatangi tempat tongkrongan kami dan menyodorkan gelas aqua untuk meminta kepada kita diisi oleh uang.
Adrian yang merasa jengkel karena ulah para pengamen terlihat begitu emosi dan ingin mencari gara-gara, setiap kali ada pengamen yang datang dia selalu mengayunkan telapak tangannya gesturnya seperti orang yang sedang mengusir. aku yang melihat perubahan sikap adrian mencoba untuk merendam emosi dan menasehati supaya tidak memancing keributan karena ulahnya.
"Udahlah.. jangan cari masalah !", ucapku untuk menasehati adrian.
"Mrongkol atiku cok.. mentolo tak gasak ae !", ucapnya dengan emosi.
(Jengkel hati gue cok... pingin gue ajak ribut aja !).
"Lu berantem paling gue lihatin doank !", ucapku.
"Konco koyok taek ancen awakmu iku !", ucapnya menggerutu.
(Temen kayak tai lu tuh !).
"Gila gue kalau ngikutin lu !", ucapku pada adrian.
"Halah.. kalau gak ada gue hidup lu hambar !", ucap dari adrian.
"Nih dengerin gue... hidup tuh tembok, harus lu cat supaya terlihat indah, kalau pingin lebih indah harus diberi beberapa variasi warna !", sambungnya lagi.
"Jadi hidup tuh harus penuh warna supaya terlihat indah, contohnya kayak pelangi gitu... coba lu bayangin kalau pelangi cuma satu warna doank, apanya yang indah... bener gak !", nasehat dari adrian.
"Kasih warna yang positif bukan yang negatif !", cetusku.
"Yaa elah... nih dengerin gue lagi, lu tau istilah Yin and Yang gak ?", tanya adrian padaku.
"Heemmm... !", gumamku memberikan isyarat bahwa aku tau tentang pernyataan adrian.
"Naahhh... yang namanya positif dan negatif tuh harus balance biar hidup tuh jadi seimbang !", tutur dari adrian.
"Masalahnya lu tuh banyak negatifnya !", sautku.
"Aaahh.. lu masih gak ngerti juga !", ucap adrian.
"Mumpung masih muda bro... buatlah senakal mungkin, nanti kalau udah tiba waktunya baru kita tobat untuk menyeimbangkan antara Yin dan Yang nya !", papar dari adrian.
"Lagian nakal itu perlu lho untuk cerita di hari tua nanti !", lanjutnya lagi.
"Kakean cocot gak onok isi'e !", sindirku pada adrian.
(Banyak omong gak ada maknanya !).
"Dancok raimu... di tutur'i wong tuwek kok malah mblendos'i !", saut adrian.
(Dancok muka lu... di nasehati sama orang tua kok malah ngeyel !).
"Bedo setaun ae ngaku tuwek.. lebay lu !", ucapku ketus padanya.
(Beda setahun aja ngaku tua.. lebay lu !).
"Sssttt.... mingkem !", ucap adrian memaksaku untuk diam.
(Ssssttt... diam).
Disaat kita berdua telah asyik berdebat mengenai makna hidup tiba-tiba dua orang pengamen datang dengan memainkan gitarnya, dan salah satu pengamen tersebut menaruh gelas aqua yang berisi duit recehan di atas meja kita, tepatnya di samping adrian. lalu mereka berdua pun bernyanyi beriringan melantunkan salah satu lagu dari iwan fals.
Penguasa... penguasa...
Berilah hambamu uang...
Beri hamba uang...
Beri hamba uang...
Melihat aksi dari pengamen tersebut, emosi adrian yang sudah redam akhirnya tersulut kembali dan dia pun mencoba mencari gara-gara dengan kedua pengamen tersebut, adrian mencoba menghentikan nyanyian mereka.
"Eehh... boss, sory.. sory.. diem bentar !", celetuk adrian di tengah lantunan lagu mereka.
Kedua pengamen itu pun menghentikan nyanyian mereka setelah di suruh diem oleh adrian, dan kini mereka nampak menatap tajam ke arah adrian.
"Gue bukan penguasa... jadi gak bisa ngasih lu duit !", ucap dari adrian dengan santainya.
"Kalau lu mau duit, ngamen aja di rumah presiden sono !", sambungnya lagi.
Mendengar ucapan adrian yang sangat nyolot dan terkesan menantang tersebut, kedua pengamen itu pun membalas ucapan adrian dengan nada emosi.
"Opo maksud'e sampeyan iki cak ?", tanya salah satu pengamen tersebut.
(Maksud dari dirimu ini apa mas ?).
"Cak.. cak.. ora sudi aku dadi cacak mu !", saut adrian dengan nada meledek.
(Mas.. mas.. gak sudi gue jadi mas lu !).
"Cak.. aku iki ngamen golek duit gak golek perkoro !", ucap pengamen tersebut dengan sangat emosi.
(Mas.. gue ini ngamen cari duit bukannya cari perkara !).
"Lhoo.. lapo sampeyan emosi karo aku ?", tanya adrian dengan nada menantang.
(Lhoo... ngapain lu emosi ama gue ?).
Kulihat sekelilingku, orang-orang yang ada di tongkrongan ini sangat serius memperhatikan perdebatan antara adrian dengan kedua pengamen tersebut, nampaknya bakal ada keributan disini, dan dengan sigap aku pun mengajak mereka pergi menjauh dari tempat tongkrongan ini karena sepertinya mereka sudah sangat emosi satu sama lainnya.
"Kalau mau ribut jangan disini.. !", ucapku santai pada mereka bertiga.
"Aku iki gak pingin geger cak.. tapi konco'e sampeyan iki seng nggateli !", ucap pengamen tersebut dengan ngotot kepadaku.
(Aku ini gak ingin berantem mas... tapi temannya situ yang kurang ajar !).
"Dancok... cangkemmu !", bentak adrian dengan meninju pengamen tersebut.
(Dancok.. mulut lu !).
"Buuuuggggg.... ", suara pukulan dari adrian mendarat telak di wajah pengamen yang ngotot denganku tadi, dengan sangat emosi adrian pun tidak menghiraukan situasi dan kondisi yang ada disekitarnya, dia terus menerus menghujani pengamen tersebut dengan pukulan dan tendangan, sementara itu pengamen yang satunya lagi, menggunakan gitarnya untuk memukul adrian. sesaat sebelum gitar itu mendarat di kepala adrian, aku pun menendang pengamen tersebut hingga tersungkur ke jalanan dan untungnya gitar itu tidak sampai mengenai kepala adrian.
Perkelahian pun terjadi di antara kita berempat, kita terliaht seperti berandalan yang sukanya membuat onar saja. hanya masalah sepele aku pun harus terlibat dalam adu jotos ini, semua ini karena ulah dari adrian, sifatnya benar-benar membuatu dalam masalah. pukulan demi pukulan mendarat di wajah dan tubuhku, tak mau kalah aku pun membalasnya dengan pukulan dan juga tendangan, saat kulihat pengamen itu kehilangan keseimbangan karena tendanganku yang mengarah ke perutnya aku pun dengan cepat maju dan melontarkan bogeman yang keras ke mukanya sehingga dia pun tersungkur jatuh.
Sementara itu di sisi lain adrian juga unggul dalam duelnya, dia mampu membuat musuhnya jauh ke tanah dan tak berdaya. kulihat area di sekitarku sudah di penuhi oleh kerumunan orang yang menyaksikan pertarungan tag team ini, lalu tiba-tiba seseorang yang bertubuh tinggi besar datang dari arah belakangku dan mengapit leherku dengan satu tanganya, dia pun mengibaskan tubuhku untuk menjauh dari tubuh pengamen yang telah tersungkur tak berdaya itu, hal yang sama juga di alami oleh adrian, akhirnya aku dan adrian berada di posisi bersebelahan dan menatap lelaki yang bertubuh besar itu.
"Awakmu arek endi... wani-wani'e rusuh nang kawasanku ?", tanya orang yang bertubuh besar itu pada kita berdua.
(Lu tuh anak mana... berani-beraninya rusuh di wilayahku ?).
"Arek suroboyo lah.. kape arek endi maneh !", jawaban adrian sangat nyolot.
(Anak surabaya lah.. mau anak mana lagi !).
Mendengar jawaban adrian sosok pria yang tinggi besar itu menonjok muka adrian dengan sangat keras hingga adrian pun jatuh ke tanah. kemudian aku pun mencoba menghentikannya supaya tidak ada kesalah pahaman lagi.
"Cak sabar cak... iki asli'e salah paham cak !", ucapku kepada pria itu.
(Mas sabar mas.... ini sebenarnya cuma salah paham ma !).
Lalu aku pun mencoba untuk membangunkan adrian yang terjatuh setelah menerima pukulan dari pria ini, sekali pukul dah tepar sepertinya pria ini bukan tandingan kita berdua jadi lebih baik jika kita menggunakan cara diplomatis untuk menengahi masalah ini.
"Cok.. utekku rasa'ne kopyor !", ucap adrian pelan padaku.
(Cok... otak gue rasanya ancur !).
"Cak, sepurane.. iki cuma salah paham kok !", ucapku kepada pria tersebut dengan meminta maaf.
(Cak, maaf... ini sebenarnya salah paham kok !).
"Aku iki takon... awakmu iku arek endi ?", tanya pria itu tanpa mendengarkan penjelasanku.
(Gue ini tanya.... lu itu anak mana ?).
"Kali asin, cak !", jawabku.
(Kali asin, mas)..
Dengan melakukan gestur, tangan kanannya yang menepuk dada dan tangan kirinya memegang pinggang, pria tersebut bersumbar dengan sombongnya kalau dialah yang paling berkuasa.
"Kongkon maju kabeh wong sak kali asin, tak enteni nang kene !", ucapnya pria tersebut dengan sombongnya.
(Suruh maju semua orang se-kali asin, aku tunggu disini !).
"Mul codet.. gak bakal wedi !", sautnya lagi dengan sombong.
(Mul codet... gak bakal takut).
Melihat situasi yang tidak mendukung, aku pun berpikir lebih baik untuk mengalah saja saat ini dari pada bonyok di hajar ama nih orang. cara satu-satunya adalah merendahkan diri supaya bisa lolos dari situasi ini.
"Iyaa.. cak sepurane, cak !", ucapku pada cak mul.
(Iyaa.. mas maaf, mas !).
"Minggat seng adoh... mumpung durung tak kalung'i celurit gulumu !", ancam dari cak mul.
(Pergi yang jauh... sebelum gue kalungin leher lu dengan celurit !).
Aku pun segera menuntun adrian untuk pergi, terlihat langkah adrian pun sempoyongan dan tangannya terus memegangi kepalanya yang kesakitan karena terkena pukulan dari mul codet. dengan menahan malu aku pun pergi tanpa memperdulikan semua orang yang memperhatikan kita berdua, di pinggir jalan pun aku segera menaiki angkutan umum untuk mengantar kita berdua ke kontrakanku di daerah kali asin.
"Dancok.. endasku ngelu cok !", ucap adrian lirih.
(Dancok... kepalaku sakit, cok).
"Sopo jenenge wong iku maeng ?", tanya adrian padaku.
(Siapa namanya orang itu tadi ?).
"Mul codet !", jawabku singkat.
"Ngomongo, ojok sampai ketemu aku maneh timbang tak sudet utek'e !", gumam adrian dengan menahan sakit kepalanya.
(Lu bilang ke dia, jangan sampai ketemu gue lagi dari pada gue cubles otaknya).
"Mul codet iki jaluk di sudet ancen !", gumamnya lagi.
(Mul codet ini minta di cubles, emang).
Seperti itulah gumamnya sepanjang perjalanan ke kontrakanku, dia benar-benar tidak terima atas kekalahan yang diterimanya dari mul codet yang memegang wilayah taman bungul dan sekitarnya. dan setelah sampai di dalam kontrakanku adrian pun langsung tergeletak di kasurku untuk memulihkan luka-luka bekas pukulan dari mul codet dan pengamen tadi. lalu aku yang juga memar-memar di wajahku mencoba mencari tau tentang luka-lukaku dengan bercermin, kulihat luka lebam di area sekitar mata kiriku sangat jelas kalau ini adalah luka bekas pukulan.
Setelah selesai merawat lukaku aku pun menuju ke kamarku untuk melihat kondisi adrian, dia pun terlihat sudah agak mending setelah rebahan sebentar di kasurku. dan seperti biasanya dia pun mulai mengoceh gak jelas, dan kali ini yang di bahas masih saja tentang kejadian tadi.
"Lu tadi kena tonjok si mul gak ?", tanya adrian kepadaku.
"Kagak !", jawabku singkat.
"Cok.. rasa'ne koyok ketiban daru !", ucap adrian.
(Cok... rasanya kayak kejatuhan bulan !).
"Eehh.. tuh mata lu kenapa ?", tanya adrian dengan polosnya.
"Kena tonjoklah.. bego !", ucapku rada kesel.
"hahahha.... seep, gue ajarin lu cara jadi lelaki sejati !", ucapannya mungkin ingin menghiburku tapi bagiku terlalu garing.
"Matamu picek !", ucapku ketus.
(Mata lu buta).
"Mending lu pulang sono dari pada buat onar mlulu !", ucapku pada adrian.
Sesaat setelah aku menyuruh adrian untuk pulang, tiba-tiba adrian berakting kalau sedang kesakitan dengan memegang kepalanya, sepertinya dia tidak ingin pulang dan mencari cara untuk bisa menginap di kontrakanku.
"Aduuuhhh... duuuhhhh... kepala gue, nath pala gue nath !", ucapnya dengan nada kesakitan.
Karena saking jengkelnya melihat kelakuan dari adrian, aku dengan kesalnya mengambil guling dan kuhantamkan ke kepalanya berulang-ulang kali.
"Mampus lu... banyak alasan lu !", ucapku dengan kesalnya.
"Ammmpuuuunnn nath.... dancok, loro cok !", teriak adrian menahan pukulan dari guling yang ku ayunkan ke kepalanya.
(Ammmpuuunnn nath... dancok, sakit cok !).
"Iyo... iyoo... aku moleh !", ucapnya rada kesal.
(Iyaa... iyaaa... gue pulang).
Dengan berat hati adrian pun pergi dari kontrakanku dan pulang kerumahnya, setelah adrian pulang hidupku pun kembali tenang dan damai tanpa ada satu pun masalah yang datang. waktu sudah menunjukan pukul 20:00, untung saja hari ini aku libur kerja jadi bisa istirahat secukupnya di kasurku ini. aku pun membaringkan tubuhku secara perlahan-lahan di kasur, rasa sakit di wajah begitu terasa nyeri jadi aku harus mengatur posisi untuk bisa tidur dengan pulas.
Keesokan harinya...
Pagi hari pukul 09:00 aku bersama dengan adrian sedang berjalan menuju kantin di kampusku diiringi oleh rintikan hujan yang turun dari langit, terlihat wajah adrian masih ada bekas lebam di pipi dan bagian bibirnya sedangkan aku juga memiliki bekas lebam di area mata kiriku. kita berdua berjalan dengan cueknya tanpa menghiraukan tatapan aneh dari orang yang melihat kita berdua. dan setibanya di kantin aku memesan teh hangat sedangkan adrian memesan kopi panas.
Kulihat mata adrian jelalatan melirik kesana kemari seperti seseorang yang sedang mencari mangsa, dia sangat risih bila ada seseorang yang menatap wajahnya. jika aku membiarkan hal ini maka akan ada keributan lagi yang akan ditimbulkan oleh adrian, mau gak mau aku harus menghentikannya sekarang juga sebelum terlambat.
"Tuh mata bisa diem gak !", ucapku serius pada adrian.
"Yaa elah... santai aja napa !", sautnya.
Dan benar saja tiba-tiba adrian memaki seseorang yang melirik ke arahnya.
"Woi.. ngapain lu lirik-lirik kesini, tak culek picek matamu !", bentak adrian pada sekelompok orang yang sedang duduk di sebelah meja kita.
(Gue colok buta mata lu).
"Sumpah.. sampai lu ribut lagi gak bakal gue bantuin, gue tinggalin lu sendiri !", ucap dengan nada mengancamnya.
"Jangan salahin gue.. salahin tuh oranglah, udah tau gue lagi sewot malah di lirik-lirik !", sangkal dari adrian.
Aku pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sifat adrian yang seperti ini, selalu saja tidak mau mengakui kesalahannya dan mencoba terus-terusan ngeles dari segala tuduhan. bener-bener titisan kampret nih bocah !.
Akhirnya pesanan kami pun datang dibawakan oleh pelayan kantin dan disertai dengan ocehan dari adrian.
"Apa lu lihat-lihat... !", ucap adrian pada pelayan yang mengantar pesanan.
"Maaf.. otaknya rada gesrek dia !", sautku kepada pelayan tersebut.
"Nih... kalau berani comment !', celutuk adrian pada pelayan itu dengan mengepalkan tangannya yang di arahkan ke pelayan tersebut.
Lalu setelah pelayan itu pergi, obrolan kami berlanjut kembali.
"Kelas kita jam berapa seh ?", tanya adrian.
"09:30 !", jawabku.
"Berapa kelas kita hari ini ?", tanya adrian lagi.
"Dua kelas !", jawabku.
"Sampai jam berapa kelas terakhirnya ?", tanyanya terus seperti orang yang sedang mengintrogasi.
"Jam 15:45 !", jawabku lagi.
"Eehh.. lu jago juga yee berantemnya, bisa ngalahin tuh pengamen !", ucap adrian lagi.
"Biasa aja !", jawabku.
"Duuuuhhhh... nih kepala !", tiba-tiba adrian merasa kepalanya sakit.
"Sumpah masih sakit banget kepala gue.. gara-gara si mul codet anjing itu !", ujar adrian dengan kesal saat menyebut nama mul codet.
"Gak kuat gue kayaknya ngikutin kuliah hari ini... gue balik aja yee !", pamit adrian padaku.
"Terserah lu !", ucapku padanya.
"Yaa udah deh gue pulang aja... tar kasih tau gue tentang pelajaran hari ini, tar gue belajar dirumah aja !", ucap adrian.
"Heemmm.. !", gumamku mengiyakan permintaannya.
Adrian pun pergi meninggalkanku sendiri di kantin tersebut, dalam hati aku pun tersenyum puas bukan karena terbebas darinya tapi lebih dari itu, yaitu senyum kepuasan karena adrian akan masuk ke dalam perangkapku. setelah itu aku tinggal mencari tau saja dengan siapa kesana.
Sudah 30 menit semenjak adrian pergi, hujan semakin gemericik turunya. tanda-tanda akan berhenti pun tidak bisa kurasakan, sepertinya aku harus basah-basahan untuk bisa masuk ke dalam kelas. sesaat setelah selesai membayar tagihan teh hangat dan kopi, aku segera berlari keruang kelasku untuk mengikuti perkuliahan tak perduli walau harus menerjang jalanan yang becak dan guyuran air hujan.
"Byyyaaaarrr.... ", genangan air hujan itu menghujani tubuhku karena terlindas oleh sebuah mobil, seluruh pakaianku pun basah kuyup dan terlihat sangat kotor sekali. sialan baru ditengah perjalanan menuju ruang kelas, aku harus menerima musibah ini. sepertinya aku tidak akan memasuki ruang kelasku dengan kondisi pakaian seperti ini, hari ini tidak akan ada perkuliahan.
Dengan kondisi yang sangat berantakan aku pun berlari kembali ke kantin dan berteduh disana, lalu ku bersihkan seluruh pakaianku yang kotor. dan di sisi lain kulihat mobil yang telah melakukan hal ini kepadaku memutar balik ke arahku dan parkir ke di depan kantin, kemudian muncullah sosok wanita yang sangat angkuh dan sombong, dia adalah angun wijayanata. dengan wajah sangat puas karena telah mencelakaiku dia pun berjalan menuju kearahku, ehmm... kayaknya aku harus berurusan dengan wanita ini lagi.
"Ouhhh.. kayaknya lu hari ini ga bisa ikut perkuliahan yaa, sayang sekali !", ucap anggun padaku dengan sedikit aksen meledek.
"Sepertinya begitu !", ucapku tanpa memandang wajahnya.
"Bagaimana cara lu bisa ngalahin gue kalau lu ga pernah ngikuti perkuliahan !", ucap lagi anggun.
"Ehmm... seharusnya kata pertama yang keluar dari mulut lu adalah meminta maaf ama gue !", ucapku santai pada anggun.
"Kata itu terlalu mahal untuk gue ucapin sama orang kayak lu !", ucapnya dengan penuh kebencian.
"Gue jadi binggung.. kenapa lu yang nampak begitu emosi sekali ama gue, seharusnya kan gue yang marah ama lu !", paparku dengan nada datar.
"Dasar berandalan !", gumam dari anggun dengan menatapku tajam.
"Luka lebam bekas berantem, attitude dan etika yang urakan merupakan cerminan dari seorang berandal jalanan... gue binggung kenapa kampus ini bisa nerima lu jadi mahasiswanya !", ucap anggun dengan memperhatikan bekas lukaku.
"Bukannya sudah jelas kenapa gue bisa ada disini... gue ada disini untuk ngelawan lu !", jawabku pada anggun untuk memaning emosi.
"Ouhh.. gue hampir lupa kalau kita masih dalam pertarungan.. jika lu kalah lu gak harus ganti duit gue karena gue yakin lu gak bakal mampu ngegantinya, gue cuma mau lu ngabulin satu permintaan gue !", tutur dari anggun.
"Ehmm.. ?", gumamku dengan ekspresi berpikir serius.
"Gue tidak ingin ngelihat lu ada di kampus ini lagi, jika lu kalah lu harus keluar dari kampus ini !", ucap anggun dengan sangat menantang.
"No problem !", jawabku dengan pede-nya.
Disaat kita sedang berdebat dengan seriusnya, dari arah belakang anggun namun seorang pasangan yang melewati kami berdua sedang bergumam lirih membicarakan kita berdua yang sedang serius berbincang.
"Eehh.. itu bukannya anggun dan nathael yaaa !", ucap wanita kepada pasangan prianya.
"Iyaa.. yang menyandang tittle IP tertinggi pertama dan kedua di fakultas hukum !", saut pasangan pria pada wanitanya.
"Si anggun nampaknya benci banget dengan nathael !", ucap lagi sang wanita.
"Awalnya beni nanti juga jadi cinta.. di sinetron kan biasanya gitu !", jawab sang pria atas pernyataan si wanita.
Lalu mereka berdua pun berlalu pergi, mendengar pembicaraan mereka berdua aku pun tersenyum kecil. namun hal tersebut tidak berlaku sebaliknya kepada anggun, anggun nampak semakin jengkel saja atas pembicaraan pasangan tadi dan tentu saja semua kejengkelannya dia luapkan kepadaku.
"Najis banget !", gumam dari anggun.
"Udah tau najis tapi masih aja di terusin !", sautku atas pernyataan anggun.
"Heh... puas-puasin aja berada di kampus ini, mungkin suasana seperti ini bakal lu rindu'in nantinya karena waktu lu cuma 5 bulan lagi berada di kampus ini !", ucap anggun dengan sinisnya.
"Sudah 10 menit lu ngajak gue untuk ngobrol... lain kali gue akan pasang harga jika lu ngajak gue ngobrol lagi !", ucapku pada anggun dengan menatap jam tanganku.
"Sok Penting !", ucap anggun.
Dengan mengacuhkan perkataannya aku pun nyelonong pergi saja tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutku, ku tinggalkan begitu saja wanita yang sombong itu. taruhan ini benar-benar tidak sepadan, kalau kalah aku akan keluar dari kampus ini sedangkan kalau menang aku tidak akan mendapatkan apa-apa karena uangnya sudah aku robek-robek, hahahaha.... bodoh sekali aku ini !.