ursagemini
Semprot Kecil
- Daftar
- 18 Mar 2021
- Post
- 61
- Like diterima
- 1.296
PROLOG
“Huff.. (mendengkur).”
Aku mencoba membuka mataku. Melihat ke arah dinding aku baru menyadari satu hal, jam sudah menunjukan pukul 09.00 yang berarti kurang dari 1 jam lagi kelasku di mulai. Bukannya mencoba membangunkan diri aku kembali masuk ke dalam selimutku.
“.. jangan pergi dong, huff..” ucap seseorang yang berbaring di sampingku sambi meletakan tangannya di pinggulku.
“.. iya-iya, lanjut bobo aja..” balasku dengan manja.
Menikmati pelukan hangat di pagi menjelang siang ini terasa nyaman, apalagi tubuh kita yang tidak tertutupi kain penghalang yang membuatku kulit kita saling bertemu. Berbeda sekali antara kulitku yang halus dengan tubuhnya yang kekar.
“Eits, ngomong-ngomong sekarang jadwal apa ya,” ucapku dalam hati sambil mengingat dosen siapa yang akan mengajar kelas hari ini. Otakku seperti tidak bekerja dengan baik, pikir dan pikir, aku mencoba mengingat kembali mata kuliah pagi ini.
“Shitt,” aku baru mengingat kalau hari ini adalah mata kuliah dari Pak Kadir, dosenku yang galak dan sangat disiplin. Aku melompat dari kasur dan langsung berlari ke arah kamar mandi untuk membersihkan diriku. Chandra yang masih tertidur tampak terkejut dan langsung terbangun.
“Val, lo mau kemana? buru-buru amat,” tanya Chandra yang masih mengantuk.
Langsung tancap gas, aku langsung menyalakan shower dan mulai membersihkan diriku. Di bawah guyuran air aku membersihkan seluruh tubuhku tanpa memperdulikan kalau aku belum menutup pintu. Benar saja saat aku sedang memejamkan mataku aku bisa merasakan tubuhnya yang menempel di punggungku.
“Aaah.. Chan, nanti ya gue buru-buru nih,” kataku sambil meneruskan mandiku.
“Quickie bentar aja lah, mphh..” balas dia yang kemudian menggigit pelang ujung telingaku.
Sebenarnya aku mau aja untuk main sebentar, namun karena jarak rumahnya yang cukup jauh tentu saja aku akan terlambat dan berurusan dengan dosen yang menyebalkan itu. Sebagai gantinya, “Chan kalau lo mau nganterin gue lo bebas ngapain aja sama gue pulang kelas nanti.”
Mendengar tawaran itu tentu dia tidak akan menolaknya. “Siap laksanakan,” balasnya singkat.
Tidak sepertiku, Chandra memutuskan untuk tidak mandi, entah karena dia sedang tidak ada kelas ataupun bolos. Di dalam kamar mandi dia hanya diam sambil memperhatikan ku yang sibuk membersihkan diri.
“Kita berangkat? tanya Chandra.”
“Gas pol.”
Layaknya pembalap liar, dia mengemudikan mobilnya begitu cepat dan lincah. Salip kanan dan kiri, dia menyetir layaknya sedang balapan di sirkuit. Berkali-kali aku melihat jam tanganku dan memperkirakan apakah aku akan sampai tepat waktu.
“Nanti gue jemput lagi, lo tinggal pc gue ya,” kata Chandra yang sepertinya sudah tidak sabar menunggu kelasku berakhir.
“Ya, thank you Chan, nanti gue pc (personal chat), lo bisa muter-muter dulu kemana gitu sambil nungguin gue,” ucapku yang tidak enak karena membuat dia menunggu.
Tanpa rasa bersalah dia membalasnya dengan santai, “kalem aja Val, gue lagi nyari cewek gue yang lain, bye,” kemudian dia mengemudikan mobilnya pergi.
Sepertinya aku harus menarik rasa simpati ke dia, dia bukan ksatria yang rela menunggu putrinya tapi hanya fuckboy biasa, huh dasar. Tanpa basa-basi aku bergegas menuju ruang kelas berharap datang lebih dulu dari dosenku ini.
Well, sepertinya rencana tidak berjalan baik. Aku datang bersamaan dengan dosenku tiba di kelas dan aku seorang diri harus berdiri di depan teman-teman kelasku. Pak Kadir terlihat menikmati diriku yang sedang berdiri dan merasa malu.
“.. kamu sudah dewasa dan masih terlambat seperti anak SD, gimana kalau kamu kerja lagi.. bla.. bla..” ucap Pak Kadir yang menghakimiku.
Layaknya model percontohan aku diminta berdiri di depan kelas. Apalagi aku yang sedang memakai rok span sepaha yang membuat diriku menjadi bahan tontonan semua pria di kelasku.
Dari arah kursi penonton, maksudku teman kelasku ada tatapan seorang cewek yang tersenyum dan menikmati diriku yang menjadi bahan percontohan ini. Apalagi aku diminta membantu-bantu Pak Kadir selama di kelas layaknya asdos.
“Haha, lagi kenapa lo telat dah,” ucap Selyn dengan nada mengejek.
“Ya begitu deh, well kemarin gue nginep sama Chandra,” balasku tanpa berbohong.
Mendengar hal itu dia menghentikan acara makannya dan terdiam sesaat, “serius lo main sama si fuckboy itu, lagi?”
Memberikan senyum aku membalasnya, “ya gapapa lah, daripada main sama cowok gak jelas kayak lo, mending sama si Chandra lah, sodokannya itu loh.”
“Huh dasar, udah ketagihan nih cewek jangan-jangan nanti lo masuk gengnya mereka lagi, lagi lo sekali-kali cobain deh sama cowok yang bukan kenalan lo.”
Menutup basa-basi yang tidak jelas arahnya kemana aku dan Selyn memutuskan kembali menuju kelas untuk melanjutkan sesi kelas yang terpotong istirahat. “Tapi gue penasaran sih main sama cowok gak jelas kayak gitu, apa lebih asyik mainnya, haha.”
Untung saja aku tidak diminta berdiri lagi di depan kelas, aku diperbolehkan duduk, namun aku harus duduk pas di depan mejanya. Sesekali aku bisa melihat mata yang mencoba mengintip ke area dadaku yang padahal aku mengenakan kemeja lengan panjang.
“Sekali lagi terlambat, Anda harus mengikuti kelas tambahan di luar jadwal kuliah.”
“Iya Pak,” balasku dengan rasa malas, lagian apa-apaan kelas di luar jadwal kuliah, pasti bakal macem-macem nih orang. Gerutuku dalam hati.
Aku adalah orang yang terakhir keluar dari ruang kelas, aku diminta untuk merapikan kursi temanku-temanku yang pulang terlebih dulu. Untung saja teman kelasku cukup baik untuk merapikan tempat duduknya sendiri, God bless you all.
Saat aku sedang meluruskan meja aku mendengar siulan dari arah pintu masuk, “Suittt (siulan), makasih ya Non udah bantu Abang ngerapih meja. Kemudian aku berbalik dan membalas sapaan, hmm sexual harassment dari petugas kebersihan.
“Ah Pak Jamal, ini tadi saya disuruh sama Pak Kadir, hehe,” balasku singkat karena bingung memberikan respon kepadanya.
“Udah gak papa, biar Abang lanjutin nih,” balas Pak Jamal.
“Oke makasih ya Pak, saya permisi,” salamku dengan sopan. Melihat dari ujung mataku, aku bisa melihat Jamal ini terus memperhatikan area pinggulku. Aku kembali mengingat ketika aku sedang mendorong meja pinggulku sedikit terangkat yang membuat dia bisa melihat pantat dan pahaku yang sedikit terbuka. Segera aku ngechat Chandra untuk minta dijemput.
Valerie` : Jemput gue, udah selesai nih kelas.
Chandra : (Setelah beberapa saat) sorry Val, gue lagi sama yang lain, besok aja gimana?
Valerie : Hah yaudah deh, besok ya, gue mumpung kosong nih kelas.
Chandra : Joss, besok kita bisa main seharian
Valerie : Huh, maunya..
Mengakhiri pesan singkat itu berarti aku pulang sendiri menggunakan ojol atau mencoba mencari Selyn. Tapi kemana ya si Selyn ini, main ninggalin aja, bukannya ditungguin malah kabur. Kemudian aku berjalan menuju lobby fakultasku.
Sesampainya disana aku hanya duduk sambil berpura-pura sibuk dengan ponselku. Hal yang mudah untuk mencari tebengan sebenarnya, hanya saja aku sedang bad mood setelah bertemu Pak Kadir tadi.
Membuka airpodsnya, aku mencoba melarikan diri ke dalam musik yang kuputar berharap Selyn membalas pesanku dan mengajakku pulang bersama. Aku sedang duduk berdiam aku sesekali melihat mahasiswa lain yang sibuk dengan prokernya, entah mereka sedang minta tanda tangan atau mengejar mahasiswa yang belum membayar tagihan divisi, haha.
“Na.. na.. na.. ehh,” aku yang sedang bernyanyi membisu dikejutkan dengan tangan yang menyentuh pundakku.
“Sorry ngagetin Val, sendiri aja,” balas cowok di belakangku yang kemudian duduk disamping.
“Biasalah lagi galau, engga ketang, Ris lo liat si Selyn?” tanyaku kepada Haris.
Haris terdiam sesaat dan mencoba mengingat-ngingat sesuatu. Menggelengkan kepalanya dia sepertinya tidak bertemu atau melihatnya, “ga juga, emang lo kenapa engga barengan sama Selyn?”
“Entahlah,” balasku dengan nada sedikit kesal. “Ngomong-ngomong gimana kerjaan lo jadi fotografer, seru?” tanyaku mencoba mencairkan suasana.
“Ya gitu deh, sebenarnya gue susah nih cari model yang mau,” balasnya dengan nada resah.
“Bukannya lo bisa cari tuh di instagram, atau cari aja di “grup” mahasiswi, apa karena temanya? emang lo punya tema photoshoot apa?” tanyaku.
Diam sejenak mencoba menemukan jawaban yang tepat, “sebenarnya foto gravure.”
“Pukk! (suara kepala yang terpukul), haha dasar mesum,” balasku dengan bercanda dengannya.
“Ya gimana Val, terlalu ketat kompetisi pasar, apalagi demand nya lagi tinggi-tingginya nih,” balas Haris.
Haha, bisa-bisanya dia punya ide senekat itu, memang sih ada pasarnya, tapi buat cari modelnya pastilah susah. Aku mencoba bercanda dengannya, “gue sih penasaran foto gravure, kayaknya seru buat ngeksplor seni fotografi.”
Belum selesai berkata dia sudah bersemangat, “seriusan Val, please mau dong, apalagi body lo montok gini, pasti oke banget kalau diambil beberapa shot,” ucapnya dengan memperhatikan tubuhku dari atas ke bawah.
“Haha maunya, tapi gue lagi kosong nih hari ini, gue lagi bad mood, apalagi si Selyn entah kemana. Yaudah gue cuss ke basecamp lo,” kataku dengan rasa penasaran.
Mendengar persetujuan dariku, Haris bersemangat, “sip lah, ayo gue anterin,” dia mencoba memanduku ke arah parkir motor.
Sebelum dimulai, “gue gak ngasih lo photoshoot gratis, harus ada rewards buat gue, ya masa gue jadi model gratisan.”
Semangatnya menurun setelah mendengar permintaan dariku, “oke, asal apa syaratnya? jangan berat-berat ya please.”
Aku berpikir sejenak apa timbal balik yang kuterima nantinya, “uang kah? engga deh, antar jemput gue? nanti gue dibawa kemana-mana, ahh ini aja deh.”
Tanganku kusimpan di dagu layaknya sedang berpikir, kemudian aku memberikan jawabanku, “gimana buat semester ini tugas gue lo kerjain, lo kan lumayan pinter cuman rada korslet aja otaknya.”
“Idih disuruh tugas, ya udah deh, satu semester ya,” balasnya tidak bisa menolak tawaran yang murah ini.
Kemudian kita mencapai akhir kesepakatan kita. Haris mendapatkan seorang model secara cuma-cuma dan aku bisa santai untuk membiarkan dia menyelesaikan tugasku. Bukan tawaran yang buruk. Langsung saja pada hari ini juga aku berangkat untuk melakukan debut modelku bersama Haris.
“Ris, bisa kencengan dikit engga?” kataku di balik punggungnya.
“Emang kenapa Val? Lo udah ngebet banget nih jadi model?” tanya Haris dengan nada bercanda.
Aku mencubit pinggangnya dengan kencang, “lo inget kan gue pakai rok yang pendek, liat dong dibelakang, kayaknya cowok-cowok pada perhatiin bokong gue deh.”
Haris melihat ke arah spion dan memperhatikan posisiku, “haha, pantat lo kan emang bagus, kenapa nggak dipamerin aja, aw.. aw sakit Val, iya deh gue ngebut, lo pegangan ya.”
Haris langsung tancap gas. Mau tidak mau aku harus memeluk tubuh Haris. Sekarang dia sepertinya menikmati perjalanan ini dengan merasakan dua bantalan empuk yang menempel di punggungnya. Apalagi dia sering ngerem dadakan yang ngebuat dadaku semakin menekan tubuhnya.
Turun dari motornya, aku dan Haris baru saja sampai di lokasi photoshoot pertamaku, “ris, gapapa gue masuk kesini?”
“Santai, walaupun ini kosan cowok, tapi nggak ada yang ngelarang kok, nanti gue tutup gorden kamar aja,” ucapnya yang begitu santai.
Lorong kosan dia sepi dengan semua pintu kamar tetangganya yang tertutup. Langsung saja aku masuk ke kamarnya dan meletakkan sepatuku di dalam kamar. Well, kamar ini sama seperti kamar cowok kebanyakan, hanya ada kasur, meja, komputer, lemari, dan perlengkapan lain. Oh ya, untung aja di kosannya ada kamar mandi dalam.
“Ris, gue touch up dulu ya,” kataku sambil melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
“Oke Val, gue lagi mau siapin peralatan dulu,” balas Haris dari dalam kamar.
Memperhatikan bayangan tubuhku di depan cermin, aku menyeka keringat yang membasahi tubuhku setelah perjalan ini. Tidak lupa aku merapikan riasan wajah yang mulai luntur terkena polusi dan keringat. Meskipun ini adalah photoshoot pertamaku dengan Haris, rasanya begitu menegangkan dan penasaran apa yang akan terjadi.
Saat ini aku masih mengenakan outfit kuliahku. Mengenakan atasan kemeja putih panjang dipadukan dengan rok hitam pendek dengan panjang selutut, bisa dibilang tampilanku cukup modis walaupun standar. Mungkin nanti aku bisa mencoba pakaian lainnya.
“Val, udah selesai?” kata Haris di balik pintu.
“Oh udah Ris, sebentar lagi ya,” balasku.
Merasa diriku sudah siap, aku membuka pintu kamar mandi dan berjalan masuk ke arah dirinya yang tengah duduk sambil memegang kamera. Tubuh Haris tampak membeku sesaat dan memperhatikan tubuhku dari ujung rambut hingga kaki.
“Matanya sampai fokus gitu,” godaku kepada Haris.
“Sumpah Val, lo cakep banget dah,” jawab Haris yang terpana.
“Bisa aja gombalnya, gue aja masih pakai baju yang sama. Jadi kita langsung mulai nih?” candaku sambil bertanya kepadanya.
Kemudian aku dan Haris duduk di atas kasur dan dia mulai menunjukan konsep foto yang dia peroleh dari internet dan grup fotografinya. Dengan semangat Haris menjelaskan ide-ide fotonya nanti dari berbagai referensi yang diambil.
Gambar yang ditampilkan padaku cukup beragam, dimulai dari foto biasa layaknya yang aku temui di sosial media, foto dari cosplay karakter manga atau anime, hingga foto terakhir dengan menampilkan model gravure. Tidak seperti foto sebelumnya, aku menikmati berbagai konsep gravure yang dia berikan.
Pemandangan model yang sangat cantik dengan menunjukan pose yang begitu seksi membuat terkesan. Tidak seperti gambar pornografi, model gravure dapat menunjukan daya tarik seksual tanpa menunjukan bagian pribadinya, mungkin hanya bagian pantat saja yang ditunjukan secara frontal.
“Jadi gimana Val, masih mau lanjut? tanya Haris
“Hmm, sejujurnya gue penasaran sama konsep gravure ini, kayaknya seru gitu buat berpose seksi di depan kamera. Okey, kita mulai aja gimana?”
Mendengar persetujuan dariku Haris tampak bersemangat dan menarik backdrop dari langit-langit kamarnya sebagai latar sesi foto kali ini. “Val, nanti kamu berdiri di sini ya.”
Mengikuti arahannya aku berdiri tepat di depannya yang sedang mengarahkan kameranya. Sebelum itu ada yang harus aku katakan, “Ris, lo bisa liat apa aja asal lo gak main pegang, oke?”
Haris yang masih fokus dengan kameranya memberikan balasan singkat, “oke.”
Sekarang dimulailah debut sebagai model amatir. Di depan kamera dan menyesuaikan arahan Haris berikan aku mulai memberikan pose terbaikku. Bisa dibilang foto seperti ini tidak ada bedanya dengan foto yang kuambil untuk diupload di medsos.
“Good Val, coba lupa putar badan lo, sip..”
Menyamakan posisi tubuh sesuai arahan Haris, aku memutar tubuhku dan memperlihat area belakangku. Beberapa shot foto Haris peroleh dan sesekali dia menunjukkannya padaku. Tapi rasanya kayak kurang seru dan seksi gak sih? Tanpa aba-aba dari Haris aku mulai melepas kancing atasku satu persatu.
Haris menelan ludahnya berkali-kali melihat aksiku yang begitu menggoda. Sekarang ketiga kancing atas kemeja atasku sudah kulepas dan memperlihatkan kedua payudara besar yang mengintip di balik bra hitam yang kupakai. Apalagi aku berpose dengan menundukan kepalaku yang membuat belahan dadaku dengan jelas terlihat.
“Sumpah lo emang cantik banget Val, sekarang bisa nggak lo lepas atasan lo?” ucap Haris dengan penuh semangat.
“Huh maunya, yaudah deh, ingat ya boleh liat tapi jangan pegang,” balasku dengan bercanda dan Haris yang merespon dengan menganggukan kepalanya.
Membuka sisa kancing kemejaku, sekarang Haris bisa melihat tubuh atasku yang hanya tertutupi bra dan kemeja yang tergantung di tubuhku. Dia bisa melihat perutku yang rata yang diatasnya terdapat kedua bulatan payudaraku di balik bra hitam ini. Melepas kemeja yang masih menggantung, aku langsung melemparnya ke arah kasurnya.
Haris tidak ada hentinya mengambil gambar diriku. Aku diminta untuk beberapa kali memposisikan tanganku di atas perutku yang membuat payudaraku semakin menyembul ke atas. Tak lupa aku diminta berbalik dan menunjukan punggungku.
“Ris, monoton banget gak sih kalau photoshootnya gini, gimana kalau gue joget sambil lo ngambil foto gue,” tawar diriku.
“Wah seru juga tuh, oke deh, mau musik apa nih dangdut atau musik barat nih..” balas Haris dengan antusias.
Sekarang dimulai babak baru dalam sesi foto ini. Mendengarkan ritme musik aku mulai menggerakan tubuhku. Pinggulku ku gerakan ke kiri ke kanan yang membuat payudaraku bergoyang seirama. Haris terlihat fokus memperoleh gambar diriku dan terlihat tubuhnya yang mulai berkeringat padahal kamarnya ber ac.
Memutar tubuhku mengikuti musik yang diputar, aku meletakan jariku di bagian atas rok yang kukenakan. Secara perlahan aku mulai menarik resleting rok dan membiarkan rok itu meluncur ke kakiku. Di depan kamera dan Haris tentunya, aku menunjukan seluruh tubuhku di balik balutan bawahanku.
Tubuh atas yang hanya tertutupi bra hitam tidak mampu menahan goncangan payudaraku serta perutku yang rata mengalir ke area selangkanganku yang ditutupi underwear hitam dan berakhir di paha dan kaki yang jenjang. Dari arah belakang, Haris bisa melihat punggungku yang putih mulus serta pantatku yang besar dan kencang yang mengintip di balik kain hitam ini.
“Good, very good, lo bener-bener seksi banget Val,” puji Haris kepadaku.
Mendengar pujian yang Haris lontarkan padaku membuat diriku merasa tersanjung dan memberikan kepuasan tersendiri. Membiarkan Haris menikmati tubuh belakangku, aku mencoba mengintip ke arahnya yang terpesona.
“Ris, bantuin gue buat buka kaitan bra dong,” godaku kepadanya.
Haris yang bersemangat langsung meletakkan kameranya dan mendekati tubuhku. Tangannya diarahkan ke kaitan braku. Aku bisa merasakan entah sengaja atau tidak, jarinya mencoba mengelus punggungku sebelum dia membuka kaitan braku. KLIK, kaitan braku terlepas, segera aku memposisikan tanganku untuk menahan bra ini ke arah dadaku.
Aku pun berbalik menunjukan tubuh bagian depanku. Karena bra yang kugunakan sudah terlepas, payudaraku yang putih dan besar ini mulai terlihat jelas dengan area puting yang masih ditutupi oleh bra yang kutahan. Mengikuti ritme lagu aku kembali bergoyang, membalikan tubuhku aku membuang bra layaknya seorang stripper dan memperlihatkan punggungku yang polos.
Haris tampak terpukau dengan keberanianku, sebagai rasa terimakasih aku berbalik dengan memperlihatkan tubuh atasku yang polos alias topless. Aku menutupi area putingku dengan tanganku yang tidak bisa menghalangi bahwa tubuh atasku benar-benar telanjang.
“Val, coba lepasin tangan lo dong, biar lebih seksi gitu,” tanya Haris.
“Ih maunya, haha,” aku hanya bisa tertawa mendengar permintaannya.
Aku sih fine kalau nunjukin tubuh bagian atas terutama payudara yang telanjang, cuman melihat bagaimana tanggapan Haris dan sesuatu yang menyembul dibalik celana jeansnya, aku menyerah dan membiarkan tubuh atasku telanjang kepadanya dan memperlihatkan puting payudara.
“Fuck, puting lo cantik banget Val, warna pink, pengen gue hisep deh,” ucap Haris dengan nafsu.
“Gak-gak boleh, sana lo lanjutin foto,” tolakku dengan jelas.
“Ih dasar,” balas singkat Haris.
Kita melanjutkan sesi photoshoot ini. Meskipun awalnya aku merasa malu, rasanya sekarang aku sudah terbiasa untuk membiarkan tubuh atasku yang telanjang. Beberapa pose aku memposisikan tanganku mengangkat payudara seolah menawarkan susuku kepadanya.
Suara musik yang dimainkan entah bagaimana semakin keras terdengar yang membuat aku kesulitan mendengar arahan Haris. “Val, coba lo turunin celana lo!” ucap Haris secara samar.
Sebenarnya aku tidak ingin menunjukan bagian intimku yang lain, sebagai gantinya aku memutuskan untuk berbalik dan menurunkan cdku secara perlahan. Pada awalnya aku diminta untuk menurunkannya sedikit, namun karena suara Haris yang tertutupi suara musik membuatku sulit mendengar dengan jelas.
“Segini masih kurang Ris?” tanyaku dengan nada kencang.
“Turunin lagi,” balas Haris.
“Segini?” aku menurunkan cd yang kukenakan. Meskipun aku tidak bisa melihat seberapa turun cdku, aku bisa merasakan mungkin setengah dari bagian pantatku terbuka. Haris mungkin saja bisa melihat garis pantatku dengan jelas.
“Ris ribet deh, lo aja nih yang turunin,” ucapku yang sulit memahami arahannya.
Kemudian Haris berjalan ke arahku. Jantungku tiba-tiba berdebar merasakan wajah Haris yang berjarak tidak jauh dari pantatku. Udara panas yang dihembuskan terasa menyentuh kulit pantatku. Tubuhku sedikit bergetar merasakan jarinya yang diletakan di tali cd ku, dan tiba-tiba dia menurunkan cdku sampai belakang lututku.
“Ahh, Haris kenapa gue ditelanjangin gini,” teriakku.
“Tahan sebentar Val,” respon Haris.
Betapa terkejutnya aku, sekarang tubuhku belakangku sudah telanjang sepenuhnya. Haris dapat melihat punggungku yang polos mengalir sampai pantatku yang terbuka dan tidak tertutupi kain. Meskipun dia tidak bisa melihat selangkanganku dengan jelas, rasanya begitu memalukan. Aku pun meletakan tanganku tepat menutupi pantatku.
“Val, balik ke arah depan dong, sekali aja,” minta Haris kepadaku.
“Gak mau kalau gue telanjang gini,” balasku kepada Haris.
“Yaudah tutupin aja selangkangan lo, tapi bagian atasnya jangan ditutupi Val,” kata Haris.
“Huuh,” layaknya bocah yang merengek aku berbalik dengan menutupi bagian bawahku. Rasanya begitu seksi untuk tampil telanjang di depan cowok, namun tetap saja rasanya malu banget. Untung saja Haris hanya mengambil beberapa foto.
TOK.. TOK.. TOK..
“Ris lo liat mas Agung kemana nggak?” suara seseorang yang berteriak di balik pintu depan sambil mengetuk pintu.
“Sebentar-sebentar, Ver lo sembunyi dulu gih di kamar mandi,” ucap Haris.
Segera aku melompat ke dalam kamar mandi dan menutup pintu. Deg, rasanya jantungku berdetak dengan kencang menyadari posisiku yang sedang telanjang bersembunyi di dalam kamar mandi.
Meskipun aku tidak bisa mendengar suara mereka dengan jelas, aku tahu kalau cowok itu mungkin tetangga kosannya Haris. Kurang dari dua menit mereka mengobrol sebentar dan kemudian Haris berkata kalau cowok itu sudah pergi.
“Oh, tadi si Bagas lagi nyari Mas Agung, mau minjem motor katanya,” kata Haris yang mengambil pakaianku yang dia sembunyikan dari terlihat di arah pintu.
“Jadi gitu,” balasku tidak tahu memberikan respon apa-pun.
“Kita mau lanjut foto lagi engga, ini mau gue copy ke komputer nih,” tawar Haris.
“Engga ah gue capek,” balasku sambil mengambil pakaianku di tangannya dengan tetap menutupi area selangkanganku.
“Val ini bra nggak lo bawa?” tanya Haris yang memegang bra di tangannya.
“Buat lo aja,” balasku kemudian aku menutup pintu kamar mandi dan menyalakan shower.
Sebentar saja aku melihat-lihat beberapa foto yang dia dapat di layar monitornya. Untuk seorang amatir, not bad lah, aku cukup puas dengan foto yang dia ambil. “Nanti lagi ya Ris, ingat jangan sampai kesebar!”
Kemudian aku memutuskan untuk pulang menggunakan ojol, kenapa tidak haris? Well, motornya lagi di pinjem sama Bagas, mau tidak mau aku pulang sendiri. Di dalam mobil aku hanya bisa senyum-senyum sendiri melihat keseruan bersama Haris. Apalagi aku yang tidak mengenakan bra yang membuat putingku bergesekan dengan kain kemejaku, ahh, padahal aku baru masturbasi pas mandi tadi malah pengen dijejali kontol nih, apa aku telpon Chandra ya?
BERSAMBUNG
Terakhir diubah: