Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Permainan psikologisnya tajem bgt nih cerita.. setelah baca cerita ini dri awal ane jdi ngerasa banyak paham dan blajar bnyak soal perasaan cewek dari sisi yg lain...

Masterclass bgt sis verani juliemu ini...
 
Cerita bokep pake riset itu kaya gini. Keren bangeettt!!!
Gambar update-an trakhir dr mana ya? Mau dunk videonya
 


GADIS PERSEMBAHAN




Catatan : Chapter ini hanya sebuah cerita Filler yang tidak ada hubungannya dengan Main Story (Canon) dari Verani Julie. Karena banyak DM yang memintaku untuk membuat cerita bertemakan Semi-Fantasi, maka setelah mengumpulkan berbagai referensi dan sumber dari cerita lama yang mungkin pernah kalian baca sebagai ide ceritanya, aku mencoba membuat sebuah cerita yang unik dengan gaya penulisanku sendiri dan karakter Vera di dalamnya.


So don’t be so serious and enjoy..






..............................

“ Bugil di sini? tapi kan..… ” tanyaku sedikit keberatan.

“ Udah gpp… Aku pengen liat badan seksi kamu sayang… ” balas Dimas sambil memelukku dari belakang.

Aku dan Dimas sedang pergi liburan di Pulau Bras yang ada di sebelah Timur Indonesia. Di saat orang lain pergi liburan ke Bali, Lombok dan Pulau Komodo sebagai opsi mereka, kami justru memilih pergi ke sebuah pulau terpencil sebagai agenda liburan kami, “Anti mainstream” begitulah kata Dimas.

Pulau Bras sendiri merupakan salah satu dari gugusan Pulau-Pulau terluar di Indonesia yang terletak di Samudera Pasifik dan berbatasan langsung dengan Negara Palau (Palau Republic). Kami tiba tadi subuh setelah menghabiskan waktu 8 jam terbang dengan pesawat Non-Komersil.

“ Ahhh Ver cium aku sayang…. ” Dimas mengesampingkan wajahku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku.

“ Jangan sayang nanti aja dikamar…. ” kataku menahan gerakan Dimas yang tengah memelukku penuh nafsu.

Aku mencoba tak ikut terbawa suasana dengannya, memang baru malam ini kami keluar Resort setelah Check-In dan baru menyempatkan melihat-lihat sekitar, karena begitu sampai kami langsung tidur seharian dan mengistirahatkan diri dari lelah, rencananya kami hanya berjalan-jalan mencari angin malam saja, tapi si Dimas rupanya sudah tak sabar saja untuk segera bercinta denganku, cowok ganteng ini tetap memagutku dengan mesra sambil tangannya meremas toketku dari belakang.

“ Mppphmmm Ver, aku udah sange banget seharian gak belai kamu yang… ” katanya disela ciumannya padaku.

Dan seperti yang kutakutkan, aku pun ikut larut dalam cumbuannya yang terasa hangat sekali, Dia membuka resleting jaketku lalu menyingkap kaosku hingga ke leher, sontak angin laut langsung menerpa toket besarku yang saat itu sedang tak ditemani Bra.

“ Dingiiin… ” lirihku begitu merasakan kejamnya angin malam di pesisir pantai.

Bermenit-menit kami terus berpelukan di atas pasir tak memperdulikan apa-apa seolah benar-benar dunia milik kami berdua, nafsuku langsung memuncak karena Foreplay mesra yang Dimas mainkan.

“ Yakin Dim?.. ” tanyaku padanya sesaat sebelum melepas celanaku.

“ Iya sayang aman, ntar kan pulang kita lewat sini… ” ujarnya sambil menyembunyikan jaket dan kaosku di bawah pohon cemara.

Aku pun segera membuka celana pendek yang menjadi kain terakhir yang ada di tubuhku.

“ Nah kan kamu jadi lebih cantik kalo telanjang gitu sayang… ” Dimas mengelus pipiku dan merapikan rambut panjang tergeraiku yang melayang-layang dihembus angin.

Aku semakin Horny sendiri ketika Dimas mengajak aku berjalan dan mencari tempat untuk kami ML, dadaku semakin berdebar-debar dan memekku jadi becek mengingat resiko yang kami hadapi cukup besar jika meninggalkan pakaian di sini, tentunya aku tidak bisa mengenakannya lagi dengan cepat bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun kami mengacuhkan resiko itu dan melanjutkan lagi jalan-jalan malam kami di tepi pantai ini, dengan aku dalam keadaan yang Naked.

“ Yang, kalau baju aku kebawa ombak gimana? ” tanyaku karena tempat baju yang tadi di sembunyikan Dimas tak begitu jauh dari bibir pantainya.

“ Ya udah bugil terus, hehe… ” jawabnya enteng.

“ Yee jangan dong.. ” aku mencubit cowok gantengku ini.

Selama jalan-jalan di sepanjang pantai ini, aku merasa sangat dingin sekali, Dimas menyuruhku merapatkan tubuh dengannya dan menggandeng dia yang masih berpakaian lengkap, aku terus celangak-celinguk seolah memang mencari orang untuk melihat keterlanjanganku ini. Aku merasakan sebuah keseruan apalagi saat akan melewati perahu yang lampunya menyala, karena pasti di dalamnya ada setidaknya seorang nelayan yang sedang bersiap untuk pergi melaut, meskipun mungkin dia tidak bisa melihat karena gelap malam.

“ Kamu mau di atas pasir atau di semak-semak aja ML nya yang? ” tanya Dimas yang terus merangkul bahuku.

“ Ummppp…. Di atas pasir aja deh, kayaknya enak kalo memek aku kamu taburin pasir… ” jawabku manja.

“ Yaudah kita ke bibir pantai sana… ” tunjuk Dimas ke salah satu sudut pantai.

Aku setuju dan malah sekarang aku yang cenderung antusias sekali dan dengan cepat menarik tangan Dimas agar lekas kami tiba ke sana.





.............................


“ Naik Ver.. ” seru Dimas padaku.

“ Heh? Serius kamu yang?.. ” aku menoleh kearahnya ketika dia menunjuk ke sebuah kapal kecil yang kosong.

“ Udah cuek aja gak ada orangnya kok… ”

Dengan tubuh kekarnya Dimas tanpa ragu menggendongku menyamping dan mendudukkanku ke atas kapal ini, aku semakin kalut dalam perasaanku sendiri begitu Dimas mulai ikut naik dan membuka celananya di depanku.

Setelah membuka bagian bawah tubuhnya, Dimas yang tegak di atas perahu ini langsung menyodorkan kontolnya yang masih lemas itu ke mulutku, aku duduk menyamping dan langsung menghisap penis si ganteng ini dengan lembut.

“ Ahhh Ver.. Gak ada lawannya emang emutan kamu sayang… ” lirihnya seketika menikmati hisapanku.

Sambil membangunkan kontol Dimas, aku mulai menggosokkan jari ke memekku, aku melirik Dimas yang tampak gagah tegak di hadapanku di bawah langit malam ini.

Setelah kontol besarnya tegang Dimas langsung mendorongku untuk tengkurap dan dia meludahi memekku sebelum menjejalkan kontolnya masuk ke dalam sana.

“ Aww!!... ” jeritku melotot begitu merasakan kontol besar itu mulai mempenetrasiku.

Aku memejamkan mata menikmati sodokan Dimas dalam keadaan kami sekarang, aku sangat menikmati sensasinya dan justru Dimas yang kini yang kini tampak terburu-buru dan was-was sekali.

“ Ahhh sayanggg… Sodoknya buru-buru banget, nikmatin aja dulu.. Uuh… ” lirihku.

Dimas tak menjawab, dia menggenggam rambut panjang dan sebelah lenganku terus tancap gas menyetubuhiku di atas perahu kecil yang ditambatkan ini, aku tidak segan-segan mengerang dan mendesah akan kenikmatan ini karena debur ombak akan meredam suaraku, dan angin laut akan membawanya terbang entah kemana, kulihat di sekitar banyak kelap-kelip lampu dari beberapa kapal yang menemani kegelapan malam kami yang sedang di musuhi sang rembulan.

Hempasan ombak yang menerpa kapal seolah memberikan efek ayun-ayunan yang menghanyutkan perasaan, percikan-percikan ombak tak bisa kami hindari untuk membuat tubuh kami basah, aku terus memejamkan mata menikmatinya sebisaku, aku tahu aku akan merindukan moment ini kelak ketika di Jakarta nanti, karenanya aku tak ingin moment ini lewat begitu saja.

Namun nafsu setan ini membuat kami terlambat menyadari semuanya, di tengah gelombang badai birahi ini, tiba-tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta teriakan orang di belakang kami.

Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang melihat dua orang memegang senter berlari ke arah kami, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak mencabut kontolnya dari memekku lalu bangkit dan mengenakan celana secepat mungkin. Dimas bingung, dia terlihat tak tahu harus melakukan apa karena tak mungkin baginya meninggalkan aku yang kini terduduk masih telanjang bulat.

Kedua orang itu datang, mereka langsung menghunuskan golok ke leher Dimas dan mengucapkan sesuatu yang tak kumengerti bahasanya, tapi dari intonasinya mereka terlihat sangat marah, ini tidak bagus!

Dengan reflek Dimas memeluk dan melindungiku sambil mencoba menenangkan dan berkomunikasi dengan kedua orang ini, aku tak tahu harus berbuat apa, aku terus bersembunyi di dalam pelukan kokoh Dimas sambil berusaha menutupi tubuh telanjangku ini, aku sangat takut sekali.

Mereka memberikan gestur ke arah kami untuk turun dari kapal, segera kami lakukan, kami pun mulai turun dari kapal sambil di kawal mereka dengan masing-masing parang di tangannya.

Dimas kembali membuka komunikasi setibanya di pinggir laut menjelaskan bahwa kami bukan pencuri, kendala bahasa jadi masalah utamanya, mereka tak mengerti bahasa Indonesia dan hanya berbicara dalam bahasa lokal, aku masih dalam takutku di pelukan Dimas yang berusaha mengunakan isyarat tangan ke mereka yang terus saja menunjuk-nunjuk kearahku. Keadaan semakin runyam saat beberapa orang mulai berdatangan mendengar kegaduhan ini.

Beberapa orang yang menghampiri kami ini sepertinya nelayan juga, dua orang yang menemukan kami langsung menjelaskan situasinya kepada mereka dalam bahasa daerah, Dimas tak bergeming sedikit pun, dia mencoba tenang dan menunjukan tanggung jawabnya padaku.

“ Hei dasar kurang ajar!! Apa kalian tidak tahu pantangan di Desa ini?! ” ujar seorang bapak-bapak yang baru datang dan bisa bahasa Indonesia.

Dimas mencoba menenangkan situasi, selagi dia menjelaskan dan bernegosiasi aku terus memepetkan tubuhku di belakangnya, masih menutupi ketelanjanganku. Mereka yang baru datang itu terlihat marah sekali begitu mengetahui apa yang baru kami lakukan setelah mendengar cerita dari dua orang yang memergoki kami.

Dimas masih terus mencoba berbincang dengan sopan, tapi percuma, mereka tak terima dan terus bicara soal peraturan dan pantangan yang ada di pulau ini.

Puncak pembicaraan tak berujung itu terjadi ketika seseorang memukul wajah Dimas, di sambung kemudian terjangan yang membuat Dimas terjelembab, aku memekik melihat Dimas tersungkur di atas pasir dan di kerumuni mereka, namun seseorang menjambak rambutku dan langsung menelikung tanganku kebelakang. Beberapa orang menggebuki Dimas yang memilih tak melawan, aku histeris meminta ke arah mereka untuk berhenti karena tak tega melihat Dimas dipukuli begitu.

Melihat kegaduhan yang ditimbulkan, semakin banyak warga yang mendatangi kami, untunglah beberapa di antara mereka menyuruh berhenti, Dimas terkapar setelah tadi diinjak-injak mereka.

Setelah menyadari bahwa kami orang luar, kemudian mereka menyuruh kami di bawa ke balai desa.

Singkat cerita kami pun dibawa ke balai desanya, Dimas di tidurkan di lantai dan dirawat lukanya, sementara aku kini di pakaikan kemben dan di suruh duduk lesehan di balai desa ini, aku terus melihat ke arah Dimas, aku sangat kuatir dengannya karena dia terlihat tak sadarkan diri.

Aku tak tahu apa yang sedang kutunggu, kami benar-benar bak tontonan dari luar sekarang, terlihat banyak sekali orang yang mengintip dari jendela hanya untuk melihat aku dan Dimas, aku benar-benar tak menyangka akan menciptakan kehebohan seperti ini.

Tak berapa lama 4 orang yang berpakaian adat dan terlihat tua sekali datang sambil dikawal, para warga yang ada di dalam langsung duduk di kiri dan kanan ruangan ini seolah memberi jalan ke empat orang yang terlihat sangat di hormati mereka.

Seseorang bapak-bapak kemudian tampak menjelaskan situasinya kepada 4 petua desa mereka sambil menunjuk-nunjuk kearahku, aku hanya tertunduk dalam duduk bersilaku tak mengerti bahasa mereka.

Cukup lama mereka saling berbincang, hingga kemudian salah seorang mama-mama menyuruhku untuk duduk di tengah-tengah aulanya, mereka seperti mempersiapkan sebuah pagelaran adat ditengah aula tersebut, lalu mereka semua berdiri, sementara aku tetap dibiarkan duduk bersimpuh, empat orang wanita mulai menari-menari dengan pakaian adat lengkap mengitariku diiringi nyanyian dari semua yang ada di aula itu, aku tak tahu apa artinya ini, dan menunduk saja sambil di kelilingi mereka.

Setelah cukup lama berdendang dan menari-nari, mereka semua kemudian ikut duduk bersimpuh sepertiku, aku di tuntun berdiri dan berjalan ke arah salah satu petua desa yang terlihat paling tua di antara mereka berempat, aku menatapnya sambil menundukkan wajahku, terlihat sekali dia amat sepuh, mungkin usianya sekitar 90 tahunan, dia hanya menatapku dari ujung kaki ke ujung rambut dalam ringkihnya.

“ Bafuu ubo Misfag zulufafa fulala… ” ujar petua desa itu sambil menunjuk tubuhku.

Dua orang mama-mama langsung bergerak ke arahku, sepertinya dia tadi menginstruksikan sesuatu, aku kemudian di sodori potongan bawang putih ke mulutku, aku gigit sebelum melihat bahasa isyarat yang diberikan dari wanita itu untuk menelannya, aku kunyah sambil memejamkan mata dengan mengindahkan rasanya yang sepet sekali. Aku tak tahu apa lagi artinya ini, yang kutahu di Jepang sana bawang putih dipercaya bisa mengusir Oni (iblis dan roh jahat).

Lalu tubuhku di balik ke arah belakang dan betapa kagetnya aku begitu melihat mereka yang tadi duduk bersimpuh langsung bersujud ke arahku seakan memujaku, aku melongo dan tak mengerti sambil di tuntun kedua mama-mama tadi ke arah luar melewati tengah-tengah mereka yang seakan memberiku jalan setapak masih dalam posisi sujud itu.

Aku dituntun dua wanita ini ke arah sumur di belakang balai adat tadi, kemudian dia menunjuk-nunjuk ke arah sumur dan meninggalkanku.

Aku menimba air di dalam sumur itu dan mandi saja.





..............................


“ Dik… ” ujar seseorang di belakangku yang membuatku menjerit kaget.

“ Perkenalkan nama saya Amar… ” sambungnya menyodorkan tangan ke arahku yang berjongkok mandi masih memakai kemben ini.

Aku membalas jabatan tangannya dan memperkenalkan diri, akhirnya ada yang bisa berbahasa Indonesia juga karena aku ingin menanyakan banyak hal. Aku langsung menyerangnya dengan pertanyaan terutama tentang Dimas, aku kuatir dengannya sejak di pisahkan mereka tadi.

“ Neng Vera tahu kan kalau neng dan pacar neng sudah melanggar pantangan utama di desa kami?.. ” katanya.

“ Pantangan apa pak? ” tanyaku yang penasaran karena sejak di grebek tadi mereka marah-marah sambil terus bicara soal pantangan dan peraturan.

“ Jadi kalian enggak baca aturan-aturan yang ada di dekat tugu selamat datang itu?.. ”

“ Kalian juga gak nanya-nanya sama tur guide atau sama orang resortnya?.. ” katanya lagi.

Aku menggeleng, karena memang kami datang sendiri tanpa Agency dan kami tiba tadi subuh ketika suasana masih gelap jadi aku tak memperhatikan tulisan-tulisan apalagi nanya-nanya karena kami merasa lelah sekali dan ingin cepat-cepat tidur.

Dia menarik nafas, tampak tak percaya dengan keteledoran kami.

“ Begini neng…. Neng mesti tahu terlebih dahulu bahwa kami suku Juno tinggal di dua pulau berbeda, satu di Pulau Bras ini dan satu di pulau Arkazan yang berada di selatan... ”

“ Akan menjadi cerita yang panjang kalo saya menceritakan semuanya tapi akan saya memberi tahu garis besarnya saja supaya neng paham dan mengerti… “ pak Amar mulai membuka ceritanya.





..............................

“ Sudah sejak dari leluhur kami dulu selalu menyembah Dewa dan Dewi yang kami percayai menjaga kami hingga saat ini.. ”

277078649de296469b42629afa188307025181aa.jpg

“ Desa kami dan suku Juno di Arkazan saling berbagi dengan sumber daya alamnya masing-masing… Pulau kami, Pulau Bras ini punya kekayaan laut yang luar biasa, namun kami tidak bisa menanam apapun karena tidak ada tanah yang bisa dipakai untuk bercocok tanam, semuanya pasir.. ”

“ Sedangkan suku Juno di pulau Arkazan punya tanah yang subur dan hutan hijau yang luas, namun sayangnya pulau mereka di kelilingi karang dan batu-batuan sehingga mustahil untuk melaut.. ” cerita Amar padaku.

“ Kami hidup damai dan sejahtera berkat limpahan rezeki dari Dewa yang melindungi kami di atas sana, setidaknya terus begitu sampai salah seorang Dewi melanggar aturan yang ada di kalangan keluarga para Dewa.. ”

“ Dewi ?.. ” tanyaku.

“ Iya… Dulunya, kami suku Juno terkenal punya seorang Dewi yang bernama Hera atau dijuluki juga sebagai Dewi kesuburan.. Hera sendiri amat cantik, bahkan di legenda dikatakan bahwa kecantikan Hera bisa membuat minder seorang Putri Duyung ketika melihat paras cantik sang Dewi.. ”

2770788156dd169270862823d5678b89c6014789.jpg

“ Hera juga punya kepribadian yang sangat berbeda dengan para Dewa dan Dewi lainnya, di saat para Dewa dan Dewi lain nyaman mengontrol kesimbangan dari atas kayangannya, Hera justru lebih suka turun ke bumi dan berbaur dengan kami para masyarakat suku.. “

“ Karena keramahannya itulah Yang-Mulia Hera sangat dekat dengan kami, dia dipuja dan sangat disembah, dia jugalah yang membuat masyarakat Arkazan selalu panen raya, rumor berkembang bahwa apapun yang di sentuh Hera akan menjadi hijau.. ”

27707862111cdce8e079223a6dacf64eabf78f64.jpg

“ Kultus sang Dewi ini bahkan sampai terdengar hingga ke ujung samudera, kapal-kapal mulai berlabuh di pulau kami dan mencari tahu langsung akan kecantikan dan kekuatan ajaib sang Dewi ke masyarakat kami…. ”

“ Tentu saja kami menolak memberi tahu, karena kami sangat-sangat sensitif tiap kali orang asing menanyakan soal Dewa dan Dewi kami .. ” sambung Amar mulai masuk ke benang merahnya.

Aku mengangguk-angguk, aku memang pernah mendengar legenda Dewi kesuburan atau The Goddess of Fertility itu sendiri di berbagai belahan dunia, seperti Venus di cerita Romawi, Dewi Demeter di Yunani, dan Freya dalam mitologi Norse, bahkan di Indonesia sendiri punya Dewi Shri sebagai Dewi kesuburan yang ada di kepercayaan masyarakat Jawa kuno.

277078606cc738c05a04f868912d799985388db1.jpg

“ Namun di suatu kejadian Hera di katakan menghilang! Seluruh kayangan geger dan keluarga Dewa pun panik akan berita itu, kami segera mencari ke pelosok Pulau baik di Pulau Bras maupun di Pulau Arkazan.. ”

“ Sebelum kejadian, memang Dewi Hera mendatangi para pendatang itu di pulau ini… Yang-Mulia memang aneh, di saat dia tahu banyak perompak berdatangan untuk menculiknya namun dia malah mendatangi mereka.. ”

27707861ff9aa85fe00482fcd502d873c123fcb0.jpg

“ Seperti biasa, sifat ramahnya membuat dia akrab dengan para pendatang tersebut… Dewi kemudian jatuh cinta dengan salah seorang bajak laut dari Persia, hingga ketika itulah awal dari malapetaka yang terjadi.. ”

“ Terus pak apa yang terjadi?… ” kataku setelah pak Amar menghentikan ceritanya.

“ Masyarakat suku kami menemukan Dewi Hera sedang bersetubuh dengan salah seorang perompak itu di atas karang… ” lanjutnya.

“ Inilah membuat kemarahan Brigha, The Mother of Nature atau sang Dewa pencipta yang merupakan ibu langsung dari Dewi Hera benar-benar memuncak… Karena Hera telah melanggar aturan dan pantangan di kalangan para Dewa yaitu melakukan hubungan seks dengan manusia… ”

“ Langit seketika berubah menjadi gelap, hujan dan petir menggelegar, angin kuat langsung menerpa seisi pulau, menerbangkan rumah, pohon, dan bahkan laut pun surut hingga ke tengah, Tsunami tinggal menunggu waktu saja ”

“ Leluhur kami langsung menyerang dan membunuh para perompak yang masih tinggal di desa ketika itu, namun anehnya Dewi Hera mencoba melindungi mereka.. ”

“ Melihat kekacauan yang terjadi Hera kembali terbang ke kayangan untuk bicara dengan sang ibunda untuk menghentikan amarahnya, namun dia terlanjur melanggar aturan paling berat… “

“ Tiada maaf untuknya!.. ”

The Mother of Nature pun mengutuk Dewi Hera menjadi manusia biasa dan mencabut semua kekuatan ajaibnya, Hera tak keberatan, dia yang sudah di lepas statusnya pun keluar dari kayangan dan menjalani hidup normal di dua pulau ini.. ”

“ Namun kehidupan para penduduk desa yang hidup tanpa seorang Dewi kesuburannya sangat terasa berbeda, baik di pulau Bras dan utamanya di pulau Arkazan yang seketika tak lagi menjadi pulau hijau.. ”

“ Suku Juno yang tinggal di Arkazan mulai sengsara, hutan kering, hujan tak pernah membasahi tanah mereka, dan hasil tani mereka habis dicuri para Goblin yang semakin merajalela… “

“ Kelaparan dan wabah penyakit menjangkit mereka, anak-anak terkena busung lapar.. Bahkan kami terus mengirimi pasokan logistik dari pulau Bras untuk menopang mereka... ”

“ Hera yang sangat mencintai para penduduknya merasa terpukul atas musibah itu, namun dia sudah tak memiliki kekuatan apapun lagi untuk mengakhiri paceklik itu… ”

“ Berbulan-bulan korban jiwa terus berjatuhan, hingga akhirnya Hera membuat perjanjian dengan Goro, Raja Goblin jahat penguasa dunia bawah belantara Arkazan.. Hera segera meminta penduduk untuk menumbalkan dirinya di malam purnama penuh ketika gerhana merah terjadi… ”

“ Penduduk sebenarnya enggan melakukannya karena mereka amat menyayangi Hera, namun mereka sadar tak ada jalan lain untuk menghentikan hama Goblin yang tak terkendali, dan mantan Dewi ini pun akhirnya di tumbalkan dengan cara di ikatkan di sebuah karang di pinggir hutan Arkazan.. ”

2770787934c0a8931dc8beff1f8cbb4fc0b108c6.jpg

“ Kasih sayang Hera yang tulus kepada penduduknya akan selalu menjadi panutan untuk kami “

“ Menurut cerita setelah mereka meninggalkan Hera di karang itu, Hera di jemput oleh segerombolan Goblin lalu di seret masuk ke belantara hutan dan setelahnya …... ”

“ Sang Dewi pun tak pernah terlihat lagi... ” tukas Amar dengan nada sedih setelah terdiam beberapa saat.

“ Pulau kembali hijau, dan Goblin tak lagi mencuri hasil panen… ”

27707883cc77153ceca9eb3891ecacc448a823ba.jpg

Mendengar cerita itu aku bisa merasakan sebuah kebanggaan yang luar biasa darinya, aku pun salut akan ketulusan sang Dewi yang layak di teladani. Ini pertama kalinya aku begitu tersentuh dengan sebuah Folk Story, tapi aku masih tak mengerti apa hubungan cerita itu dengan ini semua.

“ Terus hubungan ceritanya ama Vera apa pak? ” tanyaku.

“ Itu dia dik.. Sebelum Yang-Mulia mengorbankan diri, dia memberikan kami wasiat, untuk tidak mengulang kesalahan yang sama dengannya, atau langit akan kembali murka.. ”

Tutup pak Amar menirukan inti wasiat itu, yang membuatku terdiam.

“ Nah neng mengertikan sekarang? Itulah pantangan yang neng lakukan… ”

“ Karena trauma akan kejadian itu terulang, setelahnya para petua suku di pulau Bras dan Arkazan setuju untuk menerapkan pantangan itu kepada orang luar seperti yang tertera di tugu selamat datang… ”

“ Dan neng Vera dan pacar neng malah bersetubuh di alam yang kami sakralkan ini selama berabad-abad!! ” Amar menaikkan nada bicaranya.

Aku menunduk, tak ada yang bisa kulakukan, aku sadar bahwa ini benar-benar kesalahan yang amat fatal. Ternyata benar kata pepatah, masuk kandang kambing mengembiklah, masuk kandang kerbau menguaklah.

“ Sekarang cepat mandi pakai air kembang itu, kita akan mulai ritualnya… ”

“ Ritual? Ritual apa pak?.. ” aku menoleh ke arah bapak ini.

“ Ritual Dewi kesuburan… ”

“ Neng Vera akan kami persembahkan ke penduduk suku Juno di Arkazan, untuk menjalani ritual pensucian agar para Goblin tidak bangkit kembali, dan kemudian jadi makanan Goro, iblis penjaga hutan.. ”

“ Pak… Jangan pak, Vera gamau pak, Vera takut… ” aku langsung memegangi tangannya dan langsung berlutut di kakinya.

“ Maaf neng, ini sebuah keharusan! Karena kami gak mau malapetaka menimpa kami lagi akibat amarah sang Dewa pencipta… ” pak Amar kemudian meninggalkanku yang hanya bisa terduduk meratapi nasibku.





..............................

Aku bersiap keluar dari balai adatnya setelah di dandani dan di sirami air kembang langsung oleh kepala sukunya di dalam tadi, kini aku di pakaikan baju tipis transparan tanpa kancing dan rok pendek yang terbuat dari anyaman jerami dan tanaman jalar. Dengan pakaian seadanya seperti ini aku merasa seperti sedang telanjang saja.

Tanganku diikat kedepan dan aku mulai berjalan, aku di sambut dengan para penjaga yang ada di pintu pelataran balai adat ini, mereka terdiam menatapku terkesima akan kecantikanku yang klasik sekali seperti sekarang dan langsung membungkukkan diri.

27707882e77461b6fa828e4c80ec80d2cab4f213.jpg

Di luar terlihat seperti sedang ada pesta rakyat besar-besaran, sejak di dandani tadi aku memang sudah mendengar tabuh gendang dan nyanyian yang terus menggema di seisi pulau, aku terus berjalan perlahan di ikuti 4 wanita di pelataran balai adat yang di kiri dan kanannya di penuhi banyak sekali orang!

Semua warga tampaknya sedang berkumpul di titik ini, aku terus menunduk saja memperhatikan jalannya, aku tampak bak seorang kriminal seks yang sedang menjalani ritual cuci kampung dan di arak dalam keadaan seperti ini, ah bukan tampaknya, memang itulah yang sedang terjadi.

Namun setiap kali aku berjalan melewati mereka, mereka langsung membungkukkan diri kepadaku, aku tak tahu apa artinya ini tapi kini mereka seperti menganggapku seorang ratu saja.

Kami tiba di sebuah tiang salib besar, salah seorang pemuka adat yang sudah menunggu dari tadi memakaikanku mahkota yang terbuat dari tanaman yang di jalin hingga melingkar, setelah benda itu melingkar di kepalaku, kemudian beberapa lelaki dewasa mengangkatku ke tiang dan aku pun mereka salib.

“ Udre la hasa, Mi Hera ji zufu hababan!!.. ” teriak seseorang yang tadi memakaikanku mahkota tanaman ini.

“ Hababan!!!.. ” teriak penduduk dengan kompak langsung menyalakan api unggun yang amat besar.

Mereka menari-nari sambil bernyanyi bak berpesta mengitari api unggun yang sangat besar itu, dalam ketinggian seperti ini aku bisa melihat suka cita mereka yang tampak amat lepas dalam pesta, baik orang dewasa, pemuda-pemudi dan anak-anak tampak menikmati pesta ini, seketika aku menjadi takut ketika melihat mereka membakar patung berwujud iblis ke tengah kobaran apinya.

277078678535010714fb52c2aa246d9e8086cd4d.jpg

277078667aae8de2dd09c7c7440c3dfb6f5b934b.jpg

Seolah menyiratkan bahwa yang mereka lakukan sekarang adalah upacara pemusnahan iblis atau roh jahat itu sendiri, aku takut jika api yang tengah mereka persiapkan itu akan di gunakan untuk membakarku, aku menutup mataku dan pasrah dalam ikatan yang tengah membelengu tubuhku di tiang ini.





..............................

Berjam-jam pesta ini terus berlangsung, mereka tampak menunggu sesuatu sambil membiarkan asap hitamnya terus mengepul, aku masih mereka biarkan di salib di tiang yang tinggi, aku tak memikirkan apa-apa lagi soal Dimas, karena nasibku sendiri mungkin lebih buruk dari padanya.

277078803e3294479a235c00b824491a238ca48e.jpg

Namun di saat bulan purnama muncul mereka menurunkanku, aku panik takut ini akan menjadi momen mereka melemparkanku ke kobaran api besar itu, namun mereka menuntunku ke arah lain menjauh dari balai desa.

“ Pak Vera mau di kemanain pak?.. ” tanyaku kepada pak Amar karena dia kali ini ikut bersama 3 orang lain menggiringku.

“ Bahkan alam pun merespon ritual ini, neng lihat sekarang purnama penuh… ” katanya menunjuk ke arah langit.

Kulihat bulan memang tiba-tiba menjadi purnama, padahal tadi ketika aku sedang berzina dengan Dimas tak terlihat ada tanda-tanda akan muncul.

“ Sudah neng, pokoknya sekarang tanggung jawab dan silahkan jalani peran neng sebagai seorang Dewi kesuburan… Nanti neng akan mengerti… ” ujarnya kemudian mendudukkanku di sampan kecil.

Aku kemudian naik ke sampan di temani salah satu dari mereka, dan kami pun berlayar menjauh dari Pulau Bras menuju ke Pulau Arkazan.





..............................


Kurang dari satu jam pulau yang dimaksud mulai terlihat, aku mulai panik dengan nasibku, aku tak tahu apa yang akan terjadi denganku, dalam pikiranku terus berkecamuk berbagai kemungkinan yang membuatku gila memikirkannya, terbesit kengerian bayangan akan kanibalisme yang saat ini sangat kental di dalam ketakutanku, aku takut jika nanti suku Juno yang ada di pulau itu jauh lebih primitif ketimbang saudara mereka yang ada di pulau Bras.

Aku bergelut terus dengan rasa takutku yang semakin menjadi-jadi ketika kapal ini mendekat ke daratannya, si pengantar kemudian menarik tanganku untuk turun dari sampan, dia mengikat tanganku di batu karang, aku menggeleng-gelengkan kepalaku sadar ini semua sudah amat nyata, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut si pengantar yang sepertinya tak mengerti bahasa Indonesia, setelah mengikatku dia naik lagi ke sampan nya dan meninggalkanku sendirian di pulau yang dipenuhi hutan lebat yang sangat gelap ini.

Aku menangis dalam ketakutanku kini aku benar-benar sendirian menanti ajal sebagai seorang gadis persembahan. Aku masih tersedu-sedu dalam kesendirianku, namun tak perlu waktu lama hingga aku sadar bahwa aku tengah diawasi.

2770786383c052cb71c45c87edbc9b773e95f03d.jpg

Aku mencoba melihat sekitar, entah perasaanku saja atau bukan tapi aku melihat bayangan hitam mulai berseliwer di kegelapan hutan.

“ Siapa itu?… Pergi kaliaaan… Aku ga mauuu kayak gini.. ” jeritku panik.

Itu bukan halusinasiku! Aku semakin melihat seliweran-seliweran itu yang terasa semakin mendekat, teringat akan cerita iblis hutan belantara yang tadi di ceritakan Amar membuatku bergidik dan tanpa sadar terkencing-kencing.

Kemudian benar saja, empat orang langsung melompat keluar dari semak-semak dan berlari ke arahku dengan sangat cepat, masing-masing mereka membawa tombak!

“ Plisss tinggalin aku sendiri, aku mau pulaaang… Toloong ” jerit tangisku pecah saat mereka dalam sekejap sudah mengitariku saja.

Aku menangis dan meronta sekuat tenaga mencoba melepaskan tali tambang yang mengikat pergelangan tanganku, tanganku sampai berdarah saking kuatnya rontaanku karena melawan ikatan ini, aku tak peduli jika tanganku harus putus sekalipun, aku hanya ingin berlari dari sini!

Mereka empat orang ini merundukkan badan dan berputar mengitariku seolah memastikan sesuatu, aku baru menyadari bahwa keempat orang ini semuanya adalah wanita! Aku tambah ngeri melihat dandanan mereka yang aneh, mereka mengecat tubuh mereka dengan cat putih membentuk pola seperti tengkorak di tubuh mereka.

“ Pergiiiii!!!!!.... ” jeritku menendang-nendang saat seseorang dari mereka mengendus-endus tubuhku seolah sedang merasakan aroma dan rasa dari dagingku.

Mereka terus menatapku dengan pandangan yang aneh, aku memejamkan mata menghindari tatapan mengerikan itu, kemudian mereka melepaskan ikatan tanganku dari batu ini, seketika aku mencoba berlari ke laut saat aku tak terikat lagi, dalam pikiranku lebih baik aku hanyut mati di laut dari pada di makan mereka.

Namun mereka menangkapku dengan mudah, aku terjelembab di pasir, mereka mengikat lagi tangan dan kakiku, aku mencoba meronta tapi aku kalah tenaga, mereka wanita tapi tenaga mereka amat kuat.

Aku kembali menangis, dan meminta ampun saat mereka berempat menggotong tubuhku membawaku masuk ke dalam hutan yang gelap ini, menyadari tak ada lagi yang bisa kulakukan akupun pingsan dan tak sadarkan diri sambil terus dibawa masuk ke dalam hutan yang lengang oleh mereka bak seekor hewan buruan.

27707878b25dda11210f6def4eedb173bb8e3308.jpg





.............................

Kokok ayam membangunkanku, aku terbangun dan tengah berada di sebuah rumah jerami, aku langsung reflek mengecek bagian-bagian tubuhku apakah masih lengkap atau tidak, aku bingung apa yang baru saja terjadi tadi malam, jika mimpi maka ini terasa sangat nyata.

Aku melihat ada perban di pergelangan tanganku, aku ingat ini luka akibat rontaanku tadi malam, seseorang merawatku rupanya.

Belum habis tanda tanya dalam diriku seketika fokusku teralih ke sebuah tungku besar yang ada di tengah kamar ini dan sebilah pisau, aku kembali ketakutan, terlintas lagi di bayanganku akan kanibalisme yang sejak malam tadi terlalu menghantuiku.

Bagaimana jika mereka suku kanibal yang selama ini terisolasi dari dunia luar dan gemar menculik gadis-gadis muda berkulit putih untuk dijadikan korban mereka, aku bergidik ketika membayangkan mereka akan membunuhku dengan menusukkan pisau itu ke perutku kemudian mengeluarkan isi perutku dan menjadikannya sebagai lauk mereka.

27707877c2eaf0766421fff560c301bb27dfe56a.jpg

Pengaruh Film membuatku terus membayangkan hal-hal mengerikan yang akan terjadi, dan tungku besar yang tengah dipanaskan di dekatku membuat perasaan itu amat nyata.

Aku takut jika ternyata mereka justru tak langsung membunuhku, melainkan menyiksaku dulu pelan-pelan dengan memakan bagian-bagian di tubuh indahku yang sangat kurawat ini, aku tak bisa membayangkan seperti apa rasanya ketika mereka benar-benar memakanku hidup-hidup.

27707876def0531aa74d27972262183401db576b.jpg

Atau selama ini ternyata ritual Dewi kesuburan itu hanyalah sebuah skema mereka untuk mencari gadis-gadis muda yang seksi kemudian di jadikan korban dari organisasi gelap perdagangan organ tubuh manusia yang semakin marak terjadi.

Aku pernah membaca berita ini sebelumnya, di negara Ukraina dan Ceko dilaporkan banyak gadis-gadis yang berusia 19-25 tahun diberitakan hilang tak berbekas yang di duga dilakukan oleh organisasi gelap itu, anehnya semua gadis-gadis yang hilang memiliki ciri-ciri yang sama, berkulit putih bersih, berambut pirang, bermata biru dan memiliki tubuh seksi.

Dugaan berkembang bahwa organisasi ini berafiliasi langsung dengan ISIS yang memang menculik gadis-gadis berambut pirang dan bermata biru untuk di jadikan budak seks, dan masuk akal jika Eropa Timur menjadi area operasi penculikan mereka yang terkenal memiliki gadis-gadis dengan ciri-ciri seperti yang tadi disebutkan.

Banyak yang masih menduga-duga apa sebenarnya tujuan organisasi ini, apakah mereka benar-benar melakukan perdagangan organ tubuh manusia di dunia bawah? tapi untuk apa dan untuk siapa? Untuk apa potongan tubuh manusia disuplai bahkan dipasok dalam jumlah besar?

Apakah untuk medis? Lalu siapa pula yang membutuhkan jeroan manusia? Atau barangkali ada sekelompok orang di luar sana yang berpikir jika empedu manusia bisa menyembuhkan asma, dan mungkin air rebusan tulang iga gadis pirang menurunkan kadar gula dalam darah? Konyol!

Investigasi dengan skala Internasional terus dilakukan untuk menguak motif mereka, hingga di simpulkan beberapa hipotesis, pertama mereka hanyalah sekelompok Psychopath yang memang membunuh dan menyiksa hanya untuk kesenangan saja, dan yang kedua, seperti namanya, mereka memang melakukan perdagangan organ tubuh manusia itu dan dijual ke orang yang memiliki kelainan untuk benar-benar di makan sebagai menu makanan mereka atau sedang memperdalam aliran tertentu saja.

Terdengar sangat mengerikan bukan? Namun ini benar-benar ada dan terjadi!

Pikiranku semakin kemana-mana, aku tak bisa membayangkan nasib mereka yang menjadi korban dari organisasi tak beradab itu, mendengar jeritan menyayat hati yang keluar dari mulut gadis-gadis itu ketika bagian tubuh seksi mereka diiris-iris sebilah pisau dan potongan dagingnya di hidangkan ke piring makan tamu-tamu sakit jiwa itu sebagai menu Dinner mereka.

277078752c6ed970d3e00250340b31183a3052a8.jpg

Masih dari sumber yang sama dari artikel yang kubaca, rumornya para gadis-gadis itu juga menerima siksaan-siksaan yang biadab sekali, jari-jari mereka di mutilasi dan di potong bak wortel kemudian di rebus, para pelaku juga mencabut bola mata biru mereka dan menjadikannya kudapan!

27707874b577d7f1c0c912e905a08ec5032febbc.jpg

Hingga kini investigasi terus dilakukan untuk membongkar sindikat gila itu, aku tidak tahu bagaimana pergerakan mereka untuk mengungkapkan ini, yang jelas organisasi itu sendiri bergerak sangat rapi, biasanya dari 20 gadis yang hilang hanya 2 yang ‘sisa’ mayatnya bisa ditemukan, bahkan dengan skala Internasional seperti ini pun, tetap tak bisa menghasilkan apapun kecuali dugaan-dugaan karena minimnya bukti, tak ada yang bisa mereka lakukan dengan hanya bermodalkan bukti potongan tubuh manusia, Dead Body Tell No Tales!

Dan kini kengerian itu akan segera aku rasakan, aku mencoba memasrahkan diriku, sudah tak ada yang bisa menolongku, aku akan menjadi salah satu dari mereka, Welcome to the League Ver!





.............................

Derit pintu terbuka, aku langsung menoleh dan berteriak ketika seseorang masuk.

“ Jangan bunuh aku…. Tidak, aku gak mau dimakan!!.. ” pekikku melemparkan gelas kayu yang ada di dekatku.

“ Upsss… Hei tenang saja gadis muda.. ”

“ Kami tidak akan membunuhmu apalagi memakanmu.. ” ujar seseorang itu.

Aku terkejut pemuda ini berbicara dalam bahasa Indonesia.

“ Ka.. Kamu? Bisa bahasa Indonesia? ”

“ Jadi kalian tidak akan memakanku?.. ” tanyaku memastikan.

“ Hahaha tentu saja, jangan terlalu banyak nonton film horror.. ” katanya tertawa ramah sembari memungut gelas kayu yang tadi aku lempar.

“ Perkenalkan nama saya Tobi, saya salah seorang juru masak di pulau ini, selamat datang di Pulau Arkazan… ” ujarnya tersenyum mengulurkan tangan.

“ Ve.. Veraa… ” kataku ragu-ragu membalas jabatan tangannya.

Tobi ini masih muda, mungkin seumuran denganku, tubuhnya atletis sekali namun dia tidak terlihat seperti gambaran umum suku-suku pedalaman yang berkulit hitam dan berambut keriting, dari wajahnya dia malah terlihat seperti orang Amerika Latin, berhidung mancung dan berkulit coklat.

Kemudian pemuda yang hanya memakai Koteka ini melangkah menuju tungku besar itu, dia membuka penutupnya lalu uap panas pun langsung membumbung, dia mengambil sendok besar dan mencicipi rasa air rebusan itu, kemudian mulai mengaduk-aduknya, aku kembali cemas karena tak mau begitu saja mempercayainya.

“ Ii.. itu bukan buat ngerebus aku kan?... ” tanyaku gugup.

“ Ngg…? ” dia melirik kearahku.

“ Oh ini? Ini buat acara nanti, karena akan ada pesta.. ” lanjutnya ramah.

Aku kembali gemetar, aku betul-betul sensitif dengan kata-kata pesta, perayaan, dan ritual saat ini karena sungguh keadaan ini tak normal untukku.

“ Non Vera tenang aja, saya tahu non pasti mikir macem-macem kan?.. ” sambungnya mengetahui ketakutanku.

“ Apa yang dikatakan sama warga Bras pas ngirim non kesini?.. ” tanyanya.

“ Aku bakal jadi Dewi kesuburan dan dipersembahkan sebagai tumbal Goro iblis hutan ” jawabku.

“ Hahahahaha…. Goro? Iblis hutan? Hahahaha ” Tobi tertawa lepas setelah terdiam beberapa saat.

Aku terheran, dan menatap kearahnya, tak paham kenapa dia malah menertawakan Urban Legend mereka sendiri.

“ Non, Goro dan Iblis hutan itu cuma cerita usang masyarakat dulu buat nakut-nakutin anak kecil supaya gak masuk hutan terlalu dalem… “

“ Saya gak tau kenapa masyarakat di Pulau Bras sampai sekarang masih mempercayai itu.. ”

“ Dan Dewi kesuburan itu cuma cerita masyarakat berabad-abad yang lalu… ” katanya meneruskan ucapannya.

Aku terdiam dan perasaanku seakan lega, meskipun belum sepenuhnya tapi setidaknya ucapannya barusan menghilangkan sedikit rasa Paranoid ku.

“ Non sekarang ikut saya jalan-jalan, biar saya ceritain semuanya… ” ajak Tobi padaku sambil menutup tungku masakannya.





.............................


Aku berjalan keluar dengan Tobi, saat itu aku hanya memakai kain pengikat untuk menutupi dadaku, dan Koteka adat sebagai rok yang tadi Tobi suruh kenakan.

Suasana perkampungan adat langsung tersaji di hadapanku, udara disini segar sekali, pohon-pohon besar mengelilingi perkampungan, kini aku baru tahu ternyata pulau ini memiliki gunung berapi, pantaslah tanahnya subur sekali.

Aku berbincang santai dengan Tobi sambil berjalan mengelilingi kampung, anak-anak kecil bermain-main sambil melihat dan tersenyum ke arahku, lalu kami melewati warga yang tampak sedang mempersiapkan persiapan menumbuk.

2770788757aebdc5b5821942fb3081532ed57fae.jpg

Mereka melihatku, aku harap-harap cemas menanti apa yang akan terjadi, mereka justru tersenyum ke arahku ramah, aku pun membalas senyuman mereka, dan aku kaget dengan respon mereka selanjutnya, mereka serentak membungkukkan diri di hadapanku, lalu kembali melakukan aktifitas seperti biasa.

Aku langsung melirik ke arah Tobi seolah memintanya untuk menjelaskan.

Kami lanjutkan perjalanan, Tobi mengajakku semakin ke bagian dalam hutannya, lalu kami tiba di pinggir sungai yang berarus dangkal dan amat jernih, di dekatnya ada sebuah pohon yang amat besar.

Tobi mengajakku duduk di batu di depan pohon ini, aku tak pernah melihat pohon sebesar ini sebelumnya, mungkin usianya sudah beratus-ratus tahun, tapi aku suka dengan suasana di sekitar sini, benar-benar sangat menenangkan pikiran.

“ Bentar-bentar, saya bisa habis nafas kalau ngejelasinnya sambil jalan kayak tadi.. ” kata Tobi yang dari tadi terus kuberondong pertanyaan.

“ Memang hampir semua cerita yang non denger itu bener, sampai sekarang kami memang amat menghormati soal Dewi kesuburan itu ”

“ Tapi non tahu kalau Dewi Hera tak sebaik yang non kira… ”

Aku menatapnya dari samping.

“ Dewi Hera itu Dewi yang haus seks… ” lanjutnya.

“ Huh? ” kataku terperangah.

“ Iya, Yang-Mulia memang ramah, tapi keramahannya itu sebenarnya cuma cara dia buat ngerayu para laki-laki untuk mau tidur dengannya, hampir semua laki-laki di pulau ini dulu terpaksa menjadi babu pemuas nafsu seksnya… ”

“ Puncaknya ya ketika itu, ketika dia jadi manusia.. ”

“ Sebenarnya kutukannya bukan itu… ”

“ Apa non memperhatikan kalau penduduk di desa kami hampir semuanya wanita?.. ” tanyanya padaku.

Aku berpikir sejenak, memang benar, empat orang yang menggotongku tadi malam semuanya wanita, anak-anak kecil yang bermain-main tadi wanita, dan ketika di jalan kesini pun bisa di bilang aku jarang sekali melihat laki-lakinya.

Tobi tersenyum melihat anggukanku.

“ Itulah, kami pun tak tahu apa itu kutukan atau bukan, mungkin sang Dewa murka karena dulunya penduduk kami di pulau Arka ini sangat gila sekali dengan seks, mungkin karena ketularan sifat Dewi Hera… ” katanya.

“ Kaget ya? Memang begitulah, kami lebih tahu dari masyarakat Bras karena sang Dewi lebih banyak tinggal di pulau kami.. ”

Aku tak berkedip memandanginya ketika mendengar Tobi bercerita, entah ini waktu yang tepat atau tidak, tapi kalau dilihat-lihat Tobi tampan juga, dan dia sangat murah dengan senyum.

“ Biar saya tebak, non dikirim kesini karena ketahuan ngeseks di tempat umum kan?.. ” dia penasaran.

“ Iya Bi.. ” jawabku.

“ Hahaha, udah saya tebak, soalnya akhir-akhir ini makin banyak yang dihukum kesini karena itu.. ”

“ Hah? Jadi ini bukan yang pertama kalinya? ” tanyaku baru tahu.

“ Umpp.. Dari 26 tahun saya hidup kayaknya udah 9 orangan ada deh.. ”

“ Terus mereka di apain..? ”

“ Cuma dilakuin upacara ritual Dewi kesuburan sama kepala suku, itu kayak membersihkan roh-roh jahat dari dalam diri non… ”

“ Non ngerti maksud saya kan?.. ”

Aku menggeleng.

“ Ya non mesti berhubungan badan sama kepala suku kami, mau gimana lagi itulah aturannya… ” jelasnya.

Aku langsung menghela nafas lega, beban di bahuku seakan langsung hilang, syukurlah ini Clear bukan seperti yang paling aku takutkan.

Tobi melihat ekspresiku itu, dan sepertinya dia kaget aku malah tak keberatan.

“ Non gpp sama itu?.. ” tanyanya menatapku dari samping.

“ Gpp.. Aku malah suka kok.. hihihi… ” senyumku girang sekali ke arahnya.

“ Tapi soal pacar saya gimana ya?.. ” karena tinggal soal Dimas saja yang menjadi sisa kekuatiranku saat ini.

“ Oh.. Cowoknya non bakal tetap di pulau Bras kok, dia cuma bakal di hukum kerja aja sampai non menyelesaikan ritual dengan kepala suku kami, setelahnya non bebas bisa kembali ke pulau Bras lagi… Nanti saya yang antar sendiri.. ”

Aku kembali lega mendengar ini, aku langsung merebahkan badanku di batu saking merasa leganya, aku terlalu berlebihan menanggapi cerita dari pak Amar rupanya.

“ Hahaha, saya ngerti kok non, ketakutan orang luar soal cerita Goro itu.. ” ujarnya kembali menertawakanku.

“ Non sekarang lihat…. Pohon besar yang ada di depan kita… ”

Aku kembali bangkit dan melihat pohon besar yang ada di depan kami.

“ Iya pohonnya besar banget ya.. “ aku memang takjub sekali dengan pohon besar ini.

“ Iya dan inilah Dewi Hera… ” kata Tobi menatap pohon itu.

Aku mengernyitkan dahi, tak mengerti lagi.

“ Setelah di culik oleh para Goblin, kami percaya Dewi Hera ber-reinkarnasi menjadi pohon ini, inilah pohon pelindung kami dan menjadi representasi dari sang Dewi kesuburan yang sekarang terus memperhatikan kami.. ” lanjutnya dengan bangga.

Aku tersenyum mendengar kisah mengesankan ini, sungguh.

“ Oh jadi itu maksud kamu ngajak aku kesini.. ” lirikku ke arah Tobi.

“ Iya.. Karena tadi malem ketika mereka membawa non yang lagi pingsan ke saya untuk dirawat saya kaget ngeliat non.. ”

“ Kaget kenapa?… ” tanyaku.

“ Entah kebetulan atau engga, non Vera bener-bener persis seperti gambaran Dewi Hera, berambut pirang panjang, cantik dan bermata biru… ” ujarnya melihatku.

Kami saling bertatap-tatapan, aku tersenyum kepadanya karena pujian itu, wajah Tobi yang tampan dan ramah ini membuat sifat nakalku kembali bangkit.

“ Siapa yang tau…. ” kataku langsung menyosor bibirnya.

Kami berciuman di atas batu itu, aku melumat mulut Tobi penuh nafsu, setelah semua yang kutakutkan sirna, aku akhirnya bisa menjadi diriku lagi, bahkan aku tak perlu kuatir soal Dimas.

“ Ahh non.. ” katanya ketika aku mulai duduk di pangkuannya.

“ Jangan panggil aku non lagi… ” kini aku memegangi wajahnya.

“ Iiiya.. iya… ”

Aku kembali memagut bibirnya, aku memejamkan mataku, tanganku mulai meraba-raba badan kekar Tobi yang tampak terbiasa bekerja berat itu, lalu kuteruskan dengan menyingkap kotekanya, Tobi ingin protes tapi mulutnya terus kubungkam dengan ciumanku.

Aku langsung melotot begitu menyadari Tobi punya kontol yang besar dan keras, aku melompat dari pangkuannya lalu mulai turun duduk depan dihadapan kemaluannya.

“ Ahhh… Gila Bi, kontol kamu besar banget… ” kataku terpukau mulai membandingkannya dengan lengan tanganku.

27707884a161d0ef13ed66086a3748701b7aebbd.jpg

Tapi saat aku memulai ancang-ancang bersiap mengulum kontol besar itu, Tobi menolak.

“ Jangan non… Non mesti harus jalani ritual dulu… ” ujarnya polos.

Aku terus membujuknya, karena aku paling tidak kuat kalau sudah melihat kemaluan laki-laki, namun Tobi terus menolaknya karena ini memang menyoal ke adat mereka sih, jadi aku tidak bisa memaksakan nafsuku.





.............................

Kami kembali berjalan pulang, kami menyusuri sungai yang jernih ini. Aku berhenti di anakan sungainya, sementara kuminta Tobi menungguiku sebentar. Aku mulai membasuh diriku dengan air sungai yang mengalir, terasa dingin dan segar sekali airnya, kulihat ke arah Tobi yang memperhatikanku dari pinggir, melihat itu ide nakalku mulai muncul, aku lepas kain yang membalut dadaku dan juga Koteka yang menutupi pinggangku, sontak aku benar-benar telanjang bulat sekarang, kemudian aku membelakangi Tobi sambil membasahi dan mengurai rambut pirangku yang tergerai panjang, aku membasuh tubuhku seperti biasa sambil sesekali aku menoleh ke arahnya dan memberikannya senyuman centil.

Setelah cukup segar aku kembali memakai pakaianku tadi dan menghampirinya lagi lalu kami melanjutkan jalan.

Tobi jadi terasa makin kaku, mungkin tadi itu jadi pemandangan pertamanya melihat tubuh putih montok dari seorang wanita cantik yang membasuh diri dengan air, itu terlihat dari ekspresinya yang seperti baru saja melihat hantu.

“ Mesti sama kepala suku dulu ya?.. ” tolehku ke arahnya sembari kami berjalan.

“ I..iiya, mesti kepala suku dulu non.. ” jawabnya kikuk.

“ Tuh kan manggilnya gitu lagi.. ”

“ Eh iyaiya, Ver… ”

“ Emangnya kenapa Ver? ” lanjutnya.

“ Mmmm.. Aku pengen kamu yang pertama nyicipin tubuh aku Bi.. ” aku kemudian memeluk lengannya yang kokoh.

“ Engg.. ngg ga boleh Ver… Kamu mesti ritual dulu.. ”

“ Abis itu baru boleh sama kamu?... ” tanyaku To The Point.

“ Aaa.. Ahmmm… Ga.. Ga tau aku Ver… Aku cuma tukang masak, mana pantes sama kamu yang secantik Dewi ini… ”

Seolah tak mau mendengar alasannya aku kemudian menurunkan kain di dadaku lalu mengarahkan tangannya ke arah toketku.

“ Ehh Ver, kamu ngapainn.. Jangan, nanti diliat orang… ” refleknya menarik tangan ketika kuarahkan ke dadaku.

“ Udah, cuma ngeremes doang kok… ” aku kembali mengarahkan tangannya.

Tobi terdiam, wajahnya terlihat bingung sekali, aku terus menatap wajahnya, aku suka sekali dengan tipe cowok yang lugu begini.

“ Gimana?... ” tanyaku padanya.

“ Da.. Dada kamu montok banget Ver, putingnya juga mencuat banget.. ” celetuknya mulai berani meremas-remas dadaku.

Aku membiarkan Tobi meremas toketku hingga kami tiba di pinggiran desa, kulihat para penduduk mulai sibuk, beberapa mama-mama juga mulai mempersiapkan sesuatu tampaknya pesta ritual itu akan segera dimulai. Tobi kembali ke rumah lalu mempersiapkan masakannya agar tepat waktu selesai sebelum gelap.

Malam pun tiba, mereka mulai menari dan bernyanyi-nyanyi bersama, aku pun makan bareng bersama mereka, entah kenapa saat itu aku merasa dekat sekali dengan para penduduk suku, mereka sangat-sangat ramah, dan ini berbeda jauh dengan persepsiku kemarin. Aku merasa perlakuan mereka amat baik dan tak membeda-bedakan diri denganku, mereka sudah menganggapku bagian dari mereka begitu saja, padahal secara fisik kami amat kontras.

Melihat kepribadian mereka yang seperti ini, membuatku malu dengan warga kota yang punya pendidikan tinggi namun masih saja bertingkah memalukan dengan meributi masalah suku, agama dan ras.

Mama-mama mulai menuntunku masuk ke salah satu rumah adat, aku ikut saja, setidaknya kini aku sudah tenang dan tak berpikiran buruk lagi.

“ Ver semangat ya.. Semoga kamu kuat.. ” Tobi menghampiriku.

“ Semoga kuat?.. ” tanyaku padaku.

Tobi kemudian mendekatkan wajahnya ke kupingku.

“ Penis kepala suku itu besar banget, ya semoga kamu tahan aja.. ” katanya berbisik-bisik.

Wow, aku jadi semakin bersemangat saja setelah sekali mendengar itu, Tobi mungkin belum tahu seperti apa aku.

“ Heh? Tenang aja.. ” balasku mengerlingkan mata ke arahnya lalu masuk ke dalam rumah adat untuk di dandani lagi..





RITUAL DIMULAI


Singkat cerita, ketika aku selesai di dandani, aku langsung di sambut oleh para laki-lakinya di luar rumah adat ini, tubuhku di angkat dengan kayu lalu di panggul oleh dua orang yang membawaku ke tiang kayu yang sangat besar dan terletak di atas tempat yang seperti panggung, lagi-lagi aku merasa seperti hewan buruan saja di panggul seperti ini.

27707886020967e4d66bf59bf5fe737bf66c5ebf.jpeg

Sama seperti ritual di pulau Bras, api unggun raksasa mereka sajikan untuk nantinya mereka kelilingi. Setelah tiba di tiang besarnya mereka kembali mengikat pergelangan tangan dan kakiku lagi di tiang kayu itu, pakaianku mereka buka, aku hanya mengenakan penutup di pinggangku saja saat ini, setelah mengikatku dan menyalibku kedua orang hitam itu turun dari panggung dan siap di posisi mereka lagi.

Tabuhan gendang kembali di tabuh dengan nada yang sangat bersemangat sekali, mereka membentuk jalan tepat di depan rumah, lalu beberapa saat keluarlah seseorang dengan pakaian adat yang tampak beda dari yang lainnya, dengan mahkota yang terbuat dari bulu merak, dan ada hiasan gading panjang di hidungnya, sepertinya dialah sang kepala sukunya.

Tarian adat pun kembali di lakukan, aku melihat kepala sukunya tampak memperhatikan aku yang tengah disalib di ketinggian, dadaku berdebar melihat sekuat apa lawan mainku ini, meskipun usianya tampak sudah 60 tahunan tapi aku yakin dia punya stamina yang oke.

Sementara penduduk suku sambil terus menari dan bernyanyi, aku tetap seperti ini terikat dan menjadi tontonan di depan api unggun oleh mereka yang semakin riuh.

277139436b3d44a88135c0d4a9ced09ccc5c33b9.jpg

Tubuhku yang putih mulus dengan toket besar yang tak tertutup apa-apa ini pasti dapat di nikmati dengan jelas oleh mereka, dan karena penutup bawah tubuh mereka tidak seberapa tertutup, aku bisa melihat penis para lelaki hitam itu mulai menegang melihat tubuh seksi ku yang sangat menjadi rebutan orang-orang kota ini.

Sama seperti di Pulau Bras, upacara ini lumayan lama, setelah sekitar dua jaman barulah aku diturunkan, Tobi ikut melepaskan ikatan di tanganku.

“ Vera, sekarang kamu bakal mulai di sucikan sama kepala suku, ini bagian terakhir dari ritual Dewi kesuburannya… Semoga kamu kuat yah? ” ujar Tobi mengkhawatirkanku.

Aku memandangi wajahnya yang melihatku sangat dalam, aku mengangguk ke arahnya sambil melemparkan senyum.

“ Abis ini aku janji kamu bakal nyicipin tubuh aku ini sayang.. ” kataku memegangi wajahnya.

Aku lalu di tuntun ke arah altar berbentuk panggung yang beralaskan kulit hewan, sepanjang langkah kaki menuju altar itu, suara nyanyian dan gendang tadi seketika berhenti, mereka semua hikmat akan proses sakral ini, kini hanya terdengar bunyi kayu yang sedang dilahap si jago merah, keheningan ini membuatku merasa berdebar-debar dan menjadi agak gugup, padahal sejak di salib tadi aku sudah sangat terangsang dan ingin cepat-cepat mulai.

Kemudian aku di tuntun naik ke atas altar ini, yang menuntunku menyerahkan tanganku ke kepala sukunya yang sudah menunggu, aku kini berhadap-hadapan dengan kepala suku pulau Arkazan di sebuah altar suci.

Kepala suku mulai mengelus-elus rambutku, aku memegangi dadanya yang terasa keras dipenuhi otot, aku memandanginya penuh penghayatan, aku tak begitu melihat jelas wajahnya karena penerangan kami hanya bersumber dari api unggun yang berjarak 20 meter di depan kami, belum lagi coretan-coretan riasan adat membuat wajahnya sulit kuingat.

Aku memberanikan diri dengan menciumnya duluan, agak sulit mencari posisi yang pas karena aku harus mengesampingkan wajahku agar tak menyentuh hiasan gading yang ada di hidungnya, dia mulai membalas ciumanku dengan melumat bibirku yang mungil.

Sekejap dia membalikkan situasi menjadi amat dominan menciumku dengan bibir tebal dan hitam miliknya, kepala suku memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku, lidah kepala suku ini terbelah dua seperti lidah ular, aku membalasnya dengan memainkan sapuan lidah juga sehingga lidah kami saling membelit menggelitik.

Aku terus menikmati momen ini, meski tak lama kami berciuman, dia mulai menurunkan ciumannya ke leher jenjangku, aku meleguh dengan menutup mataku untuk lebih meresapinya. Ciumannya terus turun hingga sampai di payudaraku yang kencang, kepala suku melumat senti demi senti dari bongkahan bulat payudaraku, dia memencet toketku lalu dengan mulutnya yang besar itu dia mencoba melahap sebelah toket putihku masuk ke mulutnya.

“ Gilaa!! ” leguhku ketika toket montokku itu masuk setengahnya ke mulutnya.

Sementara putingku di hisap-hisap dan di gigitnya terus hingga membuatku kesakitan, aku melotot dan agak menahan wajahnya ketika dia menggigit putingku dengan amat gemas seolah ingin merobeknya dari toketku.

“ Zafi Lire Joatei… ” celetuknya di sela gigitannya di puting susuku.

“ Kepala suku bilang puting susunya kamu panjang banget Ver... ” ujar Tobi mengagetkanku.

Aku agak kaget juga sih dia ada di sebelah panggung, rupanya dia berperan sebagai translater untukku, aku tak memperhatikannya tadi.

Kepala suku Juno bergerak lagi, dia mulai menurunkan ciuman dan jilatannya lagi, aku bisa melihat bekas-bekas merah di kulit putih payudaraku, ciuman kepala suku sampai di pusarku, dia menggelitikku dengan memainkan lidah bercabang duanya di sekitar pusarku.

Suara-suara gendang tadi hilang lagi, hanya terdengar patahan kayu yang dimakan api yang semakin membesar di tiup semilir angin dari gunung. Orang-orang termasuk Tobi sangat serius memperhatikan ke arah altar ini, mereka dengan hikmatnya menatap kepala suku mereka yang sedang mensucikan tubuh putih penuh dosa seorang gadis persembahan yang sangat cantik ini, bagi mereka mungkin ini merupakan ritual suci yang sangat sakral, namun bagiku sekarang ini hanyalah Another Days To Having Fun.

Akhirnya aku di tidurkan olehnya di atas altar ini, aku membuka kain penutup di pinggangku lalu mengangkangkan kaki, kepala suku mulai merangsek masuk ke memekku, dia lepaskan aksesoris gading di hidungnya agar dia bisa membenamkan wajahnya ke memekku. Dan dengan segera bibirnya yang tebal itu langsung melahap memek tebal merah mudaku.

“ Ahhh.. Bangsat.. Enak banget!... ” jeritku mulai menggelinjang.

Aku mencengkram karpet yang terbuat dari kulit hewan ini dengan kuat karena kepala suku ini benar-benar Barbar sekali melahap kewanitaanku.

“ Sluurpp.. Sluuurrrpp... ” suara hisapan dan jilatannya di memekku.

Aku memejamkan mataku, mataku serasa tertelan ke dalam karena aku begitu kegelian ketika merasakan lidahnya yang bercabang dua itu mulai menggelitiki itilku, ini sensasi yang luar biasa!

Dan tak sampai dua menit aku tak kuasa menahan ledakan orgasmeku akibat jilatan sang kepala suku, aku pun langsung memekik dan ledakan orgasmeku langsung banjir keluar membasahi gelanggang tempur kami.

Tak ada reaksi dari para penduduk suku yang menonton, suasana tetap hikmat, aku terengah-engah dalam puncak kenikmatanku. Kepala suku kemudian berdiri, aku respon duduk di hadapan selangkangannya untuk menunggu menu utamanya.

Dia membuka Koteka nya lalu aku tercengang melihat ukuran kontolnya yang sangat besar dan panjang sekali itu, namun indahkan soal ukurannya dulu, karena aku lebih kaget lagi saat melihat bentuk kontolnya yang tak lazim ini, di bagian kepala penisnya ada tindikan yang sepertinya terbuat dari tulang atau tanduk binatang, itu melingkar tepat di atas lubang pipisnya, dan di sekujur batang penisnya di penuhi tonjolan-tonjolan keras berbentuk kotak-kotak yang aku tak tahu apa, teksturnya mirip sekali ban tahu seperti di motor Cross.

Aku bergidik, tak pernah kuliat penis seaneh ini sebelumnya, aku jadi teringat ucapan Tobi tadi, kepala suku menatap ke arahku menungguku untuk mengulum penisnya, tak mau mengecewakan penduduk suku, aku mulai mendaratkan jari lentikku ke batang penis aneh itu, tonjolan ini amat keras seperti tulang! Aku jadi takut sendiri membayangkan tak lama lagi benda ini akan segera keluar masuk di memek yang selalu kurawat ini, bisa-bisa memekku rusak nanti!

Jariku mulai mengocoki kontolnya pelan, lalu kubuka mulutku sambil kutatap wajah kepala sukunya yang tampak memperhatikanku, aku hapus keraguanku dan kulahap langsung penisnya, kepala suku menengadah dan meringis, mulutku hanya sanggup masuk 1/4 nya saja di kontolnya, perasaan aneh kembali menjalar di dalam diriku, kepala penisnya yang bertindik tulang itu seketika membengkak di dalam mulutku, aku mencoba tak tersedak ketika lelaki hitam berbadan besar ini memaju-mundurkan kontolnya di mulutku, tindik tulangnya mengenai langit-langit mulutku sementara tulang persegi yang ada di batangnya membuatku tak bisa Smooth menghisap kontolnya.

Bermenit-menit aku terus mencoba menampung kontol besar itu sekuat yang kubisa, hingga ketika dia menarik keluar kontolnya dari mulutku aku bisa bernafas lega, aku dia tidurkan lagi, aku di penuhi kecemasan yang luar biasa.

“ Ubha key sanifa uentrao.. ” cakapnya ke seseorang di bawah altar.

Dua orang wanita langsung naik ke altar, mereka mengikatkan tali tambang lagi ke tanganku, hingga kini tanganku terbentang terikat di dua arah, lalu kepala suku itu mengoleskan sesuatu yang terlihat seperti madu ke memekku, aku mulai panik dengan situasi ini, aku melirik ke arah Tobi, namun dia diam saja tak memberi komentar apa-apa.

Kepala suku mulai merangsek masuk ke selangkanganku, dia mengoleskan madu tadi juga ke kontol besarnya itu, tampaknya mereka menjadikan madu sebagai pelumas.

“ Fafados Mi-Hera la Hababan... ” teriak kepala suku.

“ Hababan!.. ” jawab warga suku kompak.

“ Fafados Mi-Hera la Hababan... ”

“ Hababan!.. ”

Mereka mengulang itu terus berkali-kali, sebelum akhirnya kepala suku Juno mulai menancapkan kejantanannya masuk ke dalam tubuhku.

Aku mendelik ketika terasa kepala kontol bertindiknya menyeruak masuk ke dalam memekku, di ikuti batang kontolnya yang bertekstur kotak-kotak itu mulai masuk juga, aku berteriak sekuat yang kubisa ketika benda itu mencoba masuk lebih dalam, aku memberontak dan mulai bergetar-getar di atas altar batu ini.

Dia mendiamkan kontolnya di memekku guna memberiku waktu adaptasi, kontolnya hanya bisa masuk setengah bagian saja karena ini sudah mentok hingga ke mulut rahimku, terasa sekali memekku di paksa mengembang untuk menyesuaikan ukuran kontolnya yang seperti kontol kuda ini!

“ Auwww pak sakiiiit... Uughh.. ”

Aku berteriak saat dia mulai mengentotiku, meskipun gerakannya masih pelan namun ini sudah terasa amat sakit! Tonjolan-tonjolan di batang kontolnya mulai memberikan sensasi yang aneh di dalam dinding memekku, aku mulai meronta tapi ikatan di tangan membuatku tak bisa berbuat banyak, kini aku tahu kenapa mereka mengikatku, air mata mulai menetes di sudut mata ini merasakan hujaman kontol besar itu di memekku, ini tak seperti yang kubayangkan, kupikir ini akan mudah untuk kulalui, namun ternyata ritual ini amat menyakitkan, aku yakin setelah ini memekku sudah pasti akan lebar dan jadi longgar.

Bermenit-menit berlalu bak berjam-jam lamanya, kepala suku terus menindih tubuh tak berdayaku di atas altar persembahan ini, tak ada suara lain yang terdengar selain teriakanku yang melengking hingga ke seluruh penjuru hutan, aku tak tahu apa yang di pikirkan para penduduk yang sedang menonton kepala sukunya sedang menyetubuhi gadis berkulit putih yang terikat tak berdaya ini. Aku agak bersyukur madu tadi benar-benar membantu penetrasinya, jika bukan karena madu ini aku yakin rasa sakitnya pasti akan lebih dari ini.

Aku mencoba menatap si kepala suku yang kini sedang menindihku, dia menatapku amat dalam, tubuh kekar hitamnya terus maju-mundur di atas tubuh seksi ku, sekilas kulihat ada tato bergambar bunga di pinggang sebelah kanannya.

Aku merasa seperti tak sedang berhubungan badan dengan manusia, ini lebih seperti sedang di entoti kuda secara tidak langsung! Tonjolan di batang penisnya seperti sikat yang menggaruk isi dalam memekku saja rasanya, memang rasa sakitnya mulai berkurang tak seperti di awal tadi ketika baru masuk, proses adaptasinya tapi benar-benar menguras tenaga.

Di menit-menit berikutnya aku semakin merasa jauh enakan, aku sudah tak berteriak-teriak lagi seperti tadi, dan kini aku mulai mendesah mendapat sensasi lain yang mulai terasa, aku biarkan kepala sukunya terus menggagahiku yang terikat mengangkang di bawahnya, kulihat sekitar tak ada yang berubah dari ekspresi para penduduk suku selain memperhatikan dengan amat tenang prosesi ritual Dewi kesuburan ini.

27713919295cec38e7770ca4266bfb2eca5deff6.jpg

Aku mendapatkan lagi Mood ku, rangkaian situasi yang ada saat ini membuatku kembali bergairah.

Kontol gede, di entoti orang hitam, dan ditonton banyak orang, apalagi yang kini aku inginkan?

15 menit kemudian, sang kepala suku mulai meleguh, dan mempercepat penetrasinya, memekku semakin memproduksi cairan alaminya semakin deras yang menandakan bahwa aku akan segera orgasme lagi, sensasi tusukan kontol jumbo si kepala suku terasa bak baut bergegerigi yang sedang membolongi meja, aku mulai mengunci tatapan mata sayuku ke arah si kepala suku yang tampak semakin dekat dengan ejakulasinya.

“ Molo oa ts’epo... “ teriaknya sesaat dan aku langsung merasakan semburan hangat di dalam memekku.

Menyadari dia ejakulasi, aku pun ikut orgasme, meski terpaut sepersekian detik tapi aku tetap bisa mengejar orgasmeku bersamaan. Dia membeliak ke udara dan terus menyemprotkan air maninya di dalam memekku, aku merasakan semburan dalam jumlah yang besar sekali, mungkin hingga lebih dari 9 kali semburan, sehingga spermanya langsung meleleh keluar karena tak tertampung seluruhnya.

Kemudian kepala suku beranjak, dia berdiri di atasku yang masih terikat tak berdaya, dia meneriakkan sesuatu yang membuat penduduk suku langsung riuh gempita, dua orang wanita naik kembali ke atas altar dan melepaskan ikatan di tanganku, aku menarik nafas sedalam mungkin, ini terasa sangat melelahkan terutama di awal, meskipun sangat menyakitkan tapi menjelang akhir aku mendapat sensasinya, kini aku ingin melihat bagaimana bentuk memekku setelah di hajar oleh penis monster itu tadi, semoga saja tak rusak.

Aku belum bisa duduk, begitu tanganku kembali bebas aku menyeka keringat di dahiku, aku menoleh ke arah samping altar untuk mencari Tobi, Tobi tersenyum ketika melihatku dia memberiku kode jempol yang langsung kubalas dengan salam jempol juga.

“ Zdaj je ona naša boginja.... ”

“ To jeu Sveti obred, naj nas.. ”

“ Bog vedno varuje.. ”

“ Pozdrav Miru-Hera!.. Hababan!! ” teriak sang kepala suku.

27713942f54a3eb6d2dea56923fe28cd5437f12c.jpg

“ Hababan!!!... ” jawab seluruh suku serentak.

Lalu mereka semua kompak berbaris di depan altarku, aku segera duduk untuk mengetahui apa yang mereka lakukan.

“ Miru De-Hera!!!... ” teriak seseorang yang kemudian di susul sembah sujud!

Aku tercengang melihat mereka semua kini bersujud di bawahku, lelehan sperma kepala suku mereka bahkan masih meleleh keluar dari Vaginaku dan kini mereka sudah bertekuk merendahkan kepala di hadapanku, termasuk Tobi.

Setelah bersujud mereka kembali bernyanyi-nyanyi dan mengelilingi api unggun, dalam sekejap keheningan yang tadi sempat hilang menjadi suka cita para penduduk suku, nyanyian dan gendang kembali bertalu-talu bergemuruh memenuhi seluruh pulau.

Aku langsung mencari Tobi dan berjalan turun dari altar ini, Tobi memegang tanganku menuntunku turun dari tangga karena melihatku kesulitan berjalan, aku agak mengangkang karena memekku rasanya lecet akibat kontol besar kepala suku itu.

Aku menatap Tobi yang tersenyum melihatku, kulihat para penduduk sibuk dengan pestanya sementara kepala sukunya kembali masuk ke dalam rumah adat.

“ Selamat Dewi.. Sekarang kamu udah bebas dan suci lagi... ” katanya dengan senyum ramah padaku.

“ Yuk kalo gitu, sekarang sama kamu... ” kataku memeluknya.

Tobi menggeleng dan mendorongku pelan dari dadanya.

“ Ga boleh Dewi... Aku cuma dari kasta rendah di pulau ini... ” katanya memegang bahuku.

“ Apa peduli aku! Aku mau seneng-seneng sama kamu... Yuk.. ” ajakku lagi karena aku masih ingin bersetubuh lagi.

“ Dewi.. Kami di pulau ini ada hierarki dalam tatanan sosial kami.. Dewi harus hormati itu.. Ngerti yah?.. ” ujarnya tersenyum.

Aku mulai bete dengan aturan-aturan yang ada di pulau ini, aku jadi tak bisa bersenang-senang jadinya, padahal nafsuku sedang tinggi-tingginya saat ini, apalagi permainan kepala suku mereka tadi cenderung pasif, yah aku memakluminya karena upacara itu dilakukan bukan untuk memuaskan nafsu, tapi hanya sebagai prosesi adat yang telah berjalan selama berabad-abad.

“ Terus gimana? Aku pengen ngentot sama kamu Bi!!.. ” kataku yang semakin di desak dengan sisi keduaku.

“ Gak bisa.. Aku ada di kasta terbawah di suku ini, aku cuma orang biasa, dalam sebuah pesta kalau mau makan aku mesti nunggu orang dari kasta di atas aku selesai makan, baru aku boleh makan.. ” lanjutnya menjelaskan.

Aku kini mengerti! Jadi maksud Tobi dia tak boleh melangkahi siapapun dalam hal-hal tertentu.

“ Yaudah kalo gitu panggil semua orang yang kastanya di atas kamu.. ”

Tobi terheran dengan ucapanku.

“ Maksudnya?.. ” tanyanya.

“ Iya, panggil semua cowok yang kastanya di atas kamu buat nyetubuhin aku sekarang!!... ” kataku mantap.

“ Ka.. kamu serius? ” Tobi bengong.

“ Cuma ini kan caranya?.. ” kataku langsung menggenggam tangannya kuat.

Tobi menatapku dari ujung kepala ke ujung kaki, lalu meneguk ludah, dia mengangguk, tampaknya dia pun tak bisa mengabaikan kesempatan untuk menjajal tubuh montokku ini. Cowok ganteng ini memutarkan badannya ke arah penduduk.

“ Imeida... Haro sa ampire la De-Hera wi fu... ” teriaknya keras.

Kemudian dia mengulangi lagi beberapa kata-katanya hingga beberapa laki-laki mulai mendekat ke arahku.

“ Shhhhssh!.. ”

Aku mendesis dan kepalaku seketika terasa sakit, gairahku langsung terbakar sadar bahwa aku akan segera di Gangbang oleh semua laki-laki di pulau ini!

Tobi kembali mendekat sambil menunggu yang lainnya berkumpul, aku menggigit bibirku sendiri dan mulai menggosoki memekku.

“ Dewi, apa ini gpp? Loh? Kok muka Dewi gitu? ” tanyanya yang melihat gelagat aneh dan mataku yang mulai redup.

Aku mengangguk, Tobi pasti aneh melihat mataku yang tiba-tiba menjadi sangat sayu ini, aku pegang dada kekarnya dan terus menatapnya.

“ Uhhh... Aku gpp sayang, cepet panggil semuanya aku udah gak tahan lagi!!.. ” rajukku menggodanya.

Tobi berusaha menghindar ketika aku ingin mencium bibirnya, jujur aku sudah tak bisa mengendalikan diriku sendiri saat ini.

“ Engg.. Totalnya ada 12 orang yang kastanya di atas aku, karena Dewi tahu sendiri di pulau ini gak banyak laki-laki, selebihnya juga masih anak-anak.. ”

“ Gpp sayang.. Aku malah seneng di pake rame-rame kok... ” jawabku semakin liar.

“ Ya... yaudah deh, aku bakal nunggu giliran aku, kalau nanti Dewi ga kuat, bilang aja ya.. Jangan dipaksain.. ” tutupnya mundur.

Aku mulai berjalan ke salah seorang laki-laki yang ada di dekatku, mereka sudah mengelilingiku, mungkin ada sekitar 7 orang, dan Tobi bilang ini masih bisa bertambah. Aku tak tahu soal urutan hierarki mereka, yang ada di kepalaku saat ini aku ingin bersenang-senang dengan mereka, kapan lagi aku dapat kesempatan ini, di kota sangat sulit mencari cowok-cowok untuk memuaskanku.

Aku jongkok di laki-laki yang tadi, aku menyingkap Koteka nya, kulihat kontolnya yang besar dan berurat sudah tegang! Memang tak se-ekstrim kepala suku mereka, tapi untuk ukuran yang rata-rata kutemui ini sangat besar.

“ Ummm... ” kataku mulai melahap kontolnya yang seperti pisang.

Dia meringis merasakan permainan mulutku, jariku menggaruki memekku sendiri yang terasa amat gatal ini, teman-temannya tampak hanya menonton, mungkin mereka segan. Melihat keraguan mereka aku berikan isyarat jari untuk segera maju, dan satu persatu dari mereka mulai berani mendekat, aku menyingkap lagi Koteka mereka dan kembali kutemukan ukuran kontol mereka yang besar-besar itu.

“ Aku bener-bener bakal mati keenakan ini !! ” racauku dalam hati.

Kini aku mulai di kepung mereka yang sudah menyodorkan kontol mereka masing-masing ke wajah cantikku, memekku yang gatal ini tak bisa kugaruk karena tanganku penuh menghandel penis hitam mereka, tak mau buang waktu aku tegak dan membungkukkan diri, sambil tetap menghisap kontol mereka aku memberi isyarat ke mereka untuk membentuk lingkaran di sekitarku, setelah mereka membentuknya aku langsung minta untuk segera di gagahiku. Mereka saling pandang satu sama lain, dan tak lama seseorang mengarahkan kontolnya ke memekku, rupanya dialah pemilik hierarki tertinggi setelah kepala suku.

“ Ahhhh... Enaknyaa.... ” desahku mulai merasakan hantaman kontolnya yang besar itu.

Aku memejamkan mataku sambil berpegangan di pinggang cowok yang sedang kuhisapi penisnya, sementara pantatku yang menungging di sodok dari belakang, mereka melakukannya dengan cepat, dan saling bergantian di lingkaran itu.

Aku terus di oper sesuai urutan kasta mereka, aku sangat suka momen ketika aku di gilir sambil di oper-oper dengan cepat begini! Rasa sensasinya sungguh meledakkan gairahku.

Aku melepas kulumanku di kontol salah seorang mereka kemudian menoleh untuk mencari Tobi, rupanya Tobi ikut dalam lingkaran dan sedang menunggu gilirannya, aku tersenyum setelah memastikan bahwa dia ikut serta lalu kembali menyepong kontol yang ada di hadapanku sambil mengatur orgasmeku agar tepat jatuh di giliran Tobi kelak.

Cukup lama juga putaran zina ini, aku bahkan sudah ingin ngecret rasanya tapi masih belum sampai ke Tobi, seperti yang Tobi bilang mungkin ini lebih dari 10 orang yang aku tak tahu pasti jumlahnya, yang jelas kepalaku sudah ngawang-ngawang karena terus di sodok kontol besar mereka.

Aku baru sadar bahwa suasana sekitar masih tetap sama, mereka tetap berpesta seperti tadi dengan nyanyian dan tabuhan gendang, meskipun di dominasi para wanitanya yang seolah tak peduli bahwa suami-suaminya kini sedang berkumpul mengentotiku, bahkan beberapa anak kecil di biarkan saja menontoni langsung aku yang sedang di gilir ramai-ramai oleh bapak-bapaknya.

Aku geleng-geleng kepala saja.

Akhirnya aku di oper ke Tobi ketika titik orgasmeku sudah berada di ujungnya, aku langsung setengah berdiri dan melingkarkan tanganku ke bahunya, aku ingin menatap dan melihat ekspresinya ketika dia mengentotiku untuk pertama kalinya. Tobi mulai menjejalkan kontolnya ke memekku, aku abaikan lelaki yang memintaku mengulum kontolnya karena aku ingin meresapi tusukannya dengan sepenuh hati.

“ Ahhhh.. Entotin aku sayang... ” bisikku di depan wajahnya.

Tobi pun mengerang saat kontolnya yang berukuran besar itu masuk memekku, aku menatapnya dengan pandangan yang amat sayu, Tobi tampak serius menyetubuhiku, wajah murah senyumnya tadi tak tampak lagi.

“ Dewi.. Enak bangeeet.... ” desahnya sebelum kuciumi bibirnya.

Aku menggosok-gosok klitorisku sendiri sambil kontol Tobi keluar masuk di dalamnya, dalam sekejap aku merasa sudah akan meledak.

“ Yang kuat sayang... Aku pengen keluar... ” kataku ke arahnya sambil mempercepat gesekan di itilku.

“ Plok!!...Plokkkk... Ploookkk!!! ” tobi langsung membabat pantatku dengan kekuatan penuhnya.

Dalam satu teriakan akupun Squirt dengan hebat, ini mungkin Squirt terhebatku setelah berbulan-bulan lamanya. Aku bahkan sampai tersungkur ke tanah karena kakiku langsung kehilangan dayanya, Tobi dan yang lainnya tampak panik, mereka mencoba membantuku berdiri lagi, namun kakiku masih gemetar dan aku tak bisa berdiri, dari raut wajah mereka sungguh terlihat sangat cemas, aku memberi isyarat ke mereka bahwa aku baik-baik saja.

Aku paham mungkin mereka tak pernah melihat cewek Squirt, atau mungkin mereka benar-benar khawatir terjadi sesuatu dengan Dewi kesuburan mereka yang baru ini?

Dan akhirnya sepanjang malam itu suku Juno benar-benar berpesta dengan riuh, dimana para wanitanya asik bernyanyi dan berdendang mengelilingi api unggun yang tak pernah padam dan para kaum laki-lakinya yang terus mengerumuni tubuh putih mulusku dan berebut untuk meremas-remas semua bagian montok tubuhku yang bisa diremas, sepanjang malam itu juga aku terus berpesta seks dengan mereka semua dan bahkan membiarkan mereka untuk mengeluarkan benih mereka di memekku.





.............................

Aku terbangun, begitu bergerak terasa tulangku rasanya mau copot semua saat ini, kulihat sekitar aku berada di rumah yang sama seperti kemaren, dirumah Tobi. Dia sedang mengiris-ngiris sayuran di meja depan tungkunya.

“ Pagi Bi.. ” kataku menyapanya yang tak sadar aku sudah bangun.

“ Sore.. ” jawabnya sambil tersenyum.

“ Gimana tidurnya? Aku lagi nyiapin Dewi minuman herbal ini.. ” katanya menunjuk ke apa yang sedang dia kerjakan.

Aku baru sadar sejak tadi malam setelah prosesi ritual itu dia jadi memanggilku Dewi-Dewi.

“ Ya karena emang sekarang kamu udah jadi Dewi kita... ” dia seketika menjawab protesku yang risih dengan panggilan itu.

“ Eh itu minuman herbal apa? ” tanyaku mencoba berdiri.

“ Ini herbal khusus buat stamina dan kesuburan... ” jawabnya memamerkan Ingredients nya padaku.

“ Subur?.. ”

“ Iya... Ini sih terserah aja mau apa engga di minum, soalnya ini salah satu ramuan rahasia turun temurun yang bahkan di cari orang-orang luar... ”

“ Emang apa gitu kasiatnya?.. ” lanjutku.

“ Buat stamina dan kesuburan... Kalau di kami cowok ini bakal menyehatkan sperma dan menambah vitalitas.. ”

“ Yaudah sini aku minum... ”

“ Hmmm temenin aku mandi yuk di sungai... Aku gerah nih, lagian risih sama sperma kering di memek aku ini.. ”

“ Yaudah deh ayuk.. ” Tobi pun meninggalkan pekerjaannya.

Setelah meminum jamu yang dibuatkan Tobi tadi kami pun berjalan keluar dari rumahnya, di sepanjang jalan para penduduk suku yang berpapasan denganku selalu membungkukkan tubuhnya, aku jadi tak enakan di perlakukan begini.

Setibanya di sungai aku mulai membugili diriku dan membilas tubuh putih mulusku ini dengan air yang sangat membuat segar, Tobi menjagaku dari tepian, melihat itu aku panggil dia dan mengajaknya mandi bareng, dia pun mendekatiku, kupeluk dia ketika dia berdiri di depanku, Tobi yang awalnya kaku tampaknya mulai tak bisa menyembunyikan nafsunya padaku. Dia mengelus punggung dan meremas pantatku, dalam pelukan ini, dia juga menciumi leherku dan sekitar kupingku.

“ Ahhh... Bi.. ” lirihku langsung birahi merasakan kecupannya di tengkukku.

Aku suka sekali dengan sikapnya, jika dipaksa berdua-dua terus begini mungkin aku benar-benar akan jatuh cinta dengannya.

“ Aku boleh make kamu lagi non?.. ” tanyanya dengan lugu..

Aku terdiam, kutatap wajahnya yang lugu itu.

“ Gak boleh! ” kataku ketus menunggu responnya.

Dia tertunduk tampak kecewa, namun dia tak memprotesnya, aku tertawa melihat kepolosannya.

“ Gak boleh kalo kamu masih manggil aku Non dan Dewi... ” lanjutku kemudian tersenyum.

Tobi langsung semringah dia memelukku lagi.

“ Iya deh janji ga manggil kamu itu lagi.. Veraaa.. ”

Kami bersetubuh di atas batu di pinggir sungai, dalam kesempatan ini aku akhirnya bisa meluapkan nafsuku secara Fair dengan Tobi, Tobi pun begitu, dia tak lagi segan untuk melampiaskan nafsu seksnya karena aku telah memenuhi semua persyaratan kasta yang menjadi penghalang kami di awal.

Sepanjang malam itu juga aku biarkan tubuh kekar dan langsat Tobi menggagahi tubuh putih mulus seksi ini, dan membiarkannya menembakkan sperma kentalnya yang amat banyak itu berulang kali di dalam memekku.





.............................


Seminggu berlalu aku tetap menetap di desa ini, aku mulai berbaur dengan kehidupan sederhana desa, meskipun aku sudah bisa kembali kapan saja tapi entah kenapa aku malah menemukan titik nyamanku bersama Tobi dan penduduk suku yang memperlakukanku amat ramah.

Aku tinggal di rumah Tobi bak sepasang suami-istri, karena aku lumayan mengerti soal memasak aku jadi mudah membantunya yang berperan sebagai koki di pulau ini.

Aku merasa di pulau ini aku bisa melakukan apapun sebebas-bebasku, sifat liarku dan libidoku bisa kusalurkan dengan amat mudah, kadang jika aku sedang birahi mendadak dan Tobi sedang pergi kehutan mencari temulawak, aku tinggal pergi ke luar dan mencari laki-laki untuk langsung kupaksa ngeseks denganku, para wanitanya hanya tersenyum saja melihatku bersenggama dengan suaminya tanpa mengganggu.

“ Veraaa... Veraaaa “ teriak Tobi sejak tadi mencariku.

“ Ehh.. iyaa.. ” aku langsung keluar dari semak-semak dengan anak ini.

Tobi hanya geleng-geleng kepala melihatku keluar bersama seorang anak kecil dari semak-semak.

“ Tuh.. Bener kan kamu nyusuin di sini.. ” katanya mendekat ke arahku.

“ Iya, udah nyariin dari tadi? ” aku langsung menggandeng Tobi ketika anak laki-laki itu pergi berlari.

Di sepanjang jalan aku senyum-senyum sendiri.

“ Kamu gak nyuruh dia buat ngeseks sama kamu lagi kan Ver pas nyusuin dia tadi?.. ” tanyanya menyadari gelagat anehku.

“ Hmmmmm..... Ga tau.. Hihihi.. ” jawabku senyum-senyum.

“ Yee dasar... ” ujar Tobi tertawa kecil.

Oh iya sejak meminum ramuan herbal yang di berikan Tobi beberapa hari lalu yang ternyata tak hanya sebagai vitalitas, sejak meminum itu payudaraku kini bisa menghasilkan air susu sendiri, awalnya aku agak kaget karena aku tak sedang hamil, Tobi tak tahu bahwa ramuan itu ternyata memiliki efek samping seperti itu kepada wanita karena selama ini hanya di gunakan untuk para prianya saja di pulau ini.

Tapi aku malah amat senang mengetahui bahwa aku sekarang jadi bisa menyusui, apalagi dengan bentuk payudaraku yang terasa semakin membesar dengan puting susunya jadi tambah panjang dan besar.

Sejak meminum ramuan itu pula aku merasa semakin meledak-ledak dan semakin Hyper seksual, seolah aku merasa berada dalam masa suburku terus setiap hari.

“ Jadinya berapa orang Bi buat ntar malem?.. ” tanyaku.

“ Ya sekitar 12 orangan itulah Ver, soalnya sisanya mesti piket jaga malam.. ” lanjutnya merangkulku sambil berjalan kerumah.

“ Yaudah deh gpp.. ”

Setibanya di rumah aku langsung mendorong Tobi keranjang, aku membuka penutup dadaku, Tobi terdiam melihat toket besarku yang masih menitikkan air susu dari putingnya. Aku duduk di atas perutnya, kusingkap rambut panjangku kemudian kucium bibirnya, hari menjelang maghrib tapi aku ingin menyempatkan bercinta dengan Tobi dulu sebagai pemanasan.

Setelah maghrib aku meminta Tobi mengumpulkan semua laki-laki di desa untuk kembali menggauliku lagi.

Aku arahkan tetek bulatku ke kontol Tobi yang sudah tegang sekali, kurapatkan dua buah dada yang berisikan air susu itu menjepit kemaluannya, Tobi meringis, kutatap terus wajahnya yang kini sedang mengentoti toketku.

“ Enak Bi? Kamu lagi ngentotin toket gede aku loh sayang... ” ujarku menggodanya dengan tatapan binal.

“ Augghh Ver, enak banget sayangg.. ” lirihnya memejamkan mata menikmati kocokan toketku.

Sementara payudaraku tengah di belah kontolnya, putingnya terus menyemprotkan susu yang mengenai perut kotak-kotak Tobi. Aku lap air susu yang berceceran itu dengan jariku dan kuusap ke kontolnya sebagai pelumas kemudian kembali melakukan Titsjob untuknya.

Sadar waktu kami singkat, Tobi kemudian menyuruhku menungging, aku memposisikan diriku seperti yang dia minta, Tobi mengarahkan kontol gedenya ke liang anusku, hanya bermodalkan pelumas berupa air susuku, kontol gede itu langsung menembus anusku memulai penetrasinya.

“ Gede banget kontol kamu Bi... Ughhh aku suka banget kalo kontol gede masuk ke pantat aku sayang.. ” jeritku.

Tobi terus menyodomiku di atas ranjang kayu ini, dengus nafasnya tampak cepat memburu ejakulasinya, aku menundukkan kepalaku membiarkannya mengejar puncak orgasmenya. Sambil di sodomi Tobi, toketku terus meneteskan air susunya padahal sedang tak di sentuh dan di pencet.

“ Verrr.. aku pengen keluar sayang... ” jerit Tobi beberapa menit kemudian.

“ Keluarin di memek aku sayang.. Aku pengen ngerasain hangatnya air mani kamu Bi.. ” pintaku.

Tobi mencabut kontolnya dan memindahkan ke memekku, dalam beberapa kali tusukan saja aku langsung merasakan semburan hangat yang banyak di dalam memekku.

“ Ouuwww Fak!! ” lirihku merasakan nikmat hangatnya yang membuat mataku memutih.

Sperma Tobi langsung memenuhi liang senggamaku bercampur dengan sperma anak kecil yang tadi.

“ Gila Verr.... “ leguh cowok ramah ini.

Setelahnya dia langsung roboh menindih tubuh putihku yang tidak terbalut apa-apa ini dan langsung memelukku, aku juga membalasnya dengan memeluknya.

“ Ver sejak ada kamu aku ngerasa beda banget.. Aku puas banget sama kamu cantik.. ” pujinya memelukku.

“ Iya Bi.. Kamu boleh ngelakuin apapun yang kamu mau sama aku... ” jawabku senyum dan mengecup bibirnya.

Aku arahkan puting susuku ke mulutnya, Tobi pun langsung menghisapnya dan menyusu di dadaku. Aku kembali memejamkan mata, terasa beda sekali hisapan menyusu dari pria dewasa dan anak kecil.

Sejak payudaraku bisa mengeluarkan air susu, banyak mama-mama yang membawa anaknya untuk disusui denganku, Tobi bilang mereka menganggap air susuku pembawa keberuntungan, aku tertawa saja dengan itu dan sama sekali tak keberatan ketika mereka memerah payudaraku di atas ember baskom.

277078880c0a0c3fed8500b81c54e8eb530cc291.jpg

27707889dc5ac99d548ad5e215cf4a024c6cadc5.jpg

Kadang ketika sedang di perah-perah oleh mereka aku jadi Horny sendiri, seperti tadi pagi saja ketika para kaum laki-laki bergantian mendatangi dan meminta air susuku aku jadi terangsang saat mereka meremas-remas dada besarku, aku membiarkan dua lelaki hitam itu tiduran di pahaku, kemudian aku arahkan nenenku ke wajah mereka, mereka langsung menyambar putingku lalu mulai menyusu, sambil mereka menyusu aku bermasturbasi sambil merasakan setiap emutan dan hisapan bibir tebal mereka di putingku.

Aku memejamkan mata untuk meresapi kenikmatan setiap denyut-denyut cairan yang di tampung di payudaraku itu ketika terasa mengalir turun dan berpindah masuk ke mulut mereka, kenikmatan proses Lactating nya tak bisa kugambarkan dan itu membuatku langsung orgasme di tempat!

Tak puas dengan itu, tadi setelah mereka puas menyusu denganku mereka memberdirikan dan langsung menggendongku, mereka membawaku masuk jauh ke dalam hutan, setibanya di tempat yang entah dimana itu, aku melihat ada sebuah tunggul besar, kira kira seukuran pahaku, namun di ujung tunggul itu telah di lapisi karet, aku tidak mengerti aku akan diapakan oleh mereka, lalu dengan bahasa kode, mereka menempatkan pantatku tepat di ujung tunggul itu, kini aku mengerti, mereka ingin aku memasukkan tunggul besar tersebut ke lubang pantatku.

Satu minggu saja berada disini, lubang pantat dan memekku sekarang telah mengaga lebar akibat di gilir terus setiap malam oleh mereka semua, I Feel Sorry for Dimas, karena setelah kembali nanti aku bukanlah Vera yang sama seperti sebelumnya.

Aku penasaran sendiri apakah tunggul ini muat untuk pantatku. Setelah berusaha, aku hanya bisa memasukan seperempat tunggul itu di dalam lubang pantatku, aku menaik-turunkan tubuhku sambil berdiri layaknya sedang di setubuhi, namun oleh tunggul kayu besar.

Mereka menontonku sambil mengocok kemaluan mereka masing-masing, melihat kontol mereka yang terhunus tegang itu aku semakin menggila, kucoba terus hingga mentok di dalam lubang pantatku, kadang aku minta mereka untuk menggendongku dan mem-bedil ku dengan menaik-turunkan tubuhku di atas tunggul ini.

Setelah cukup lama dan beberapa kali orgasme, aku langsung tiduran mengangkang di atas semak, tanpa basa-basi lagi mereka langsung bergantian menggilir tubuhku.





.............................

Malam pun tiba, aku sudah tak sabar lagi untuk kembali menyerahkan tubuhku menjadi sarana pelampiasan nafsu kaum laki-laki suku Juno seperti malam-malam sebelumnya.

12 orang laki-laki sudah mengelilingiku termasuk Tobi, mereka membuat alas dari daun-daunan tak jauh dari api unggun yang menjadi sumber penerangan kami malam ini, aku agak kecewa sebenarnya dengan jumlah ini, karena jika bisa aku ingin mencoba rasanya digilir 20 orang atau lebih laki-laki, tapi mau bagaimana lagi, bahkan jumlah pria dewasanya saja di pulau ini tak sampai segitu.

Aku menghisapi penis mereka satu-satu, tenangnya debur ombak dan angin laut yang tak begitu kencang membuat kami memilih suasana di pesisir pantai malam ini.

Sambil aku mengulum kontol mereka dengan telaten dan penuh penghayatan, mereka mulai bergantian meremas payudaraku, mereka tampaknya senang melihat cipratan air susu yang terus memancar di saat toketku mereka remas.

“ Safhu Olech Trani-Sa.. ” celetuk seseorang bapak-bapak yang tengah memencet-mencet toketku.

“ Katanya air susu kamu kok gak habis-habis Ver.. ” ujar Tobi yang menerjemahkannya.

“ Iya berkat ramuan manjur kalian... ” jawabku kembali bergantian melahap kontol mereka.

Semenjak mendapat kasiat dari ramuan itu, aku jadi tak pernah tinggal meminumnya, aku minta Tobi membuatkannya dua kali sehari, yang kuminum pagi dan sore agar tubuhku selalu merasa segar dan bergairah, dan tentu saja memastikan agar air susuku selalu cukup ketika para penduduk suku memintanya.

“ Ver kita mulai ya, aku dah gak sabar nih.. ”

Tobi dan beberapa bapak-bapak menggendongku untuk di rebahkan di alas daun yang mereka susun.

“ Bi kamu duluan... Aku pengen sama kamu dulu... ” kataku mengangkang dan meminta Tobi mengentotiku duluan.

Tobi tak menjawab, dia meludahi memekku lalu mulai mengarahkan kontolnya masuk.

“ Ahhhh ini dia... ” desisku mencoba menikmati sodokannya di tengah sodoran penis mereka di wajahku.

Tobi mulai mengawiniku, sayangnya aku tak bisa menatap wajahnya dan berbagi perasaan dengannya karena aku mesti mengulum kontol-kontol tak sabaran yang antri di mulutku.

“ Kamu cantik bener Ver, kamu kayak reinkarnasi Dewi Hera... Ohhh ” celetuk Tobi.

Aku tak tahu kenapa, sejak mengetahui cerita Dewi Hera itu aku merasa amat tertarik, terlebih setelah aku melalui proses ritual Dewi kesuburan yang terjadi seminggu yang lalu, aku merasa punya keterikatan secara tak langsung dengan para penduduk suku Juno. Agak supranatural memang atau mungkin hanya perasaaanku saja tapi aku merasa Spirit dari Dewi Hera itu kini ada di tubuhku.

“ Kamu mau keluar sekarang atau nanti..? ” tanya Tobi yang tengah menggarapku dengan kecepatan tinggi.

“ Na.. Nanti aja Uhhh.. Aku masih pengen lama-lama Bi, bilangin ke mereka jangan buru-buru, aku ga mau berakhiiir aaahh.. ” desahku kesulitan bicara sambil di goyang.

Tobi langsung berdiri dan di gantikan oleh salah seorang bapak-bapak, Tobi mendekat dan ikut mengantri mulutku.

Memekku langsung diisi dengan cepat oleh bapak-bapak tadi, aku semakin kelimpungan menghadapi banyak laki-laki seperti ini ketika mereka bergantian dengan cepat, tapi inilah yang kusuka, aku suka ketika tubuh seksi ku hanya di jadikan objek pemuas nafsu oleh banyak pria seperti ini.

“ Ver kamu suka banget ya di pake rame-rame gini.. ” celetuk Tobi yang kini berdiri melihatku tengah terbaring di kerubungi banyak laki-laki bagaikan gula yang di kerumbungi semut.

Aku tak menjawab dan terus memejamkan mata berkonsentrasi akan semua kenikmatan yang bisa kuterima, memekku tengah berdenyut-denyut merasakan sodokan kontol hitam yang tengah bergantian keluar-masuk di dalamnya, sementara dua puting payudaraku tengah disapih oleh dua orang laki-laki yang sedang berlomba saling hisap menyedot air susunya, dua genggaman tanganku penuh dengan kontol, belum lagi elusan tangan kasar mereka dan gigitan-gigitan yang kurasakan di paha, betis, lengan, perut, leher dan di sekujur tubuhku, mereka terlihat amat gemas dengan tubuh montok putih mulus dan halus ini seolah benar-benar ingin memakanku hidup-hidup!

Rohku seakan sedang terlepas dari tubuhku, terbang melayang-layang di langit merasakan sensasi luar biasa yang kurasakan, entah dengan kalimat apa lagi harus kugambarkan kenikmatan ini, bahkan jika setelah ini tuhan mencabut nyawaku, aku takkan protes, setidaknya aku mati tanpa penyesalan setelah merasakan kenikmatan yang tak terukur.

Dalam sebuah teriakan keras aku melepaskan kenikmatan itu, aku Squirt hingga terkencing-kencing, lelaki yang tengah menyetubuhiku terpaksa mencabut sejenak kontolnya dan membiarkan memekku mengeluarkan puncak dari kenikmatannya, mataku memutih mereka semua berdiri dan membiarkanku terkejang-kejang di atas pasir yang beralaskan dedaunan, memekku terus memuncratkan cairannya dan dari puting susuku juga memuncratkan air susunya, mereka terdiam menonton sang Dewi kesuburan mereka terus terkejang-kejang di kaki-kaki mereka, ini terjadi selama beberapa saat hingga aku akhirnya menemukan kesadaranku lagi.

“ Ver... Ver... ” Tobi menyadarkanku dengan menepuk-nepuk pipiku pelan.

Aku memandangi sekitar, tubuhku masih kehilangan tenaganya, kulihat wajah mereka memandangiku dengan pandangan cemas, meskipun bukan pertama kalinya mereka melihatku seperti ini tapi mereka tetap saja khawatir padaku.

Aku tersenyum dan menenangkan mereka, aku minta ke Tobi menyampaikan ke mereka untuk terus lanjut saja, karena ini baru awal dari gemuruh badai birahiku yang akan datang di orgasme-orgasme berikutnya, aku meminta mereka tak segan-segan untuk terus menghajar aku sekaligus di memek dan anusku sampai mereka puas!

Seperti yang kuharapkan, sepanjang malam itu aku kembali merasakan perasaan yang sama seperti tadi, untuk wanita hyperseks sepertiku pulau ini adalah surga!

Tubuhku yang sudah letoy tak berdaya itu sudah seperti kapas putih yang terombang-ambing di samudera hitam ketika mereka oper tubuh molek ini kesana-kemari ke teman-temannya, bahkan tak hanya memek, mereka juga menembus anusku dengan dua kontol sekaligus!

Aku seakan ingin menangis bahagia rasanya ketika di satu momen aku menyadari bahwa tiga lobangku di tubuhku diisi oleh 4 kontol besar, dan mereka ejakulasi serentak di dalamnya! Masing-masing satu di mulut dan memekku, sementara dua kontol saling berbagi ruang di dalam satu lobang di pantatku.

Entah sudah berapa kali masing-masing dari mereka mengambil giliran menikmati setiap lobang di tubuhku, entah berapa kali pula kontol yang telah berejakulasi dan menyemburkan air maninya di tubuh ini, yang jelas malam itu menjadi malam yang panjang untukku, mereka terus menerus berdatangan dan mengambil giliran untuk kawin denganku.

Saat terakhir menjelang pagi, mereka menyelesaikannya dengan meludahi anusku dan memasukkan tangan mereka ke lobang pantatku yang sudah menganga lebar bergantian, seolah menutup pesta liar kami di malam itu.

Tobi kembali menggotongku yang terkapar pulang kerumahnya setelah lelaki terakhir selesai mem-Fisting anusku dengan tinjunya yang besar.





.............................

Dua bulan berlalu sejak hari pertama saat aku dikirim sebagai seorang gadis persembahan, rangkaian peristiwa yang terjadi membuatku memutuskan untuk tinggal disini dan meninggalkan dunia sana yang korup.

Aku meminta Tobi untuk ke pulau Bras dengan membawa sobekan pakaian yang kukenakan ketika tiba kesini dan memintanya mengabarkan kepada Dimas bahwa aku telah di makan dan di bunuh oleh iblis jahat itu sebagai tumbal.

Tobi bilang Dimas menangis dan amat terpukul dengan kabar tersebut, aku pun sedih harus meninggalkan kekasih yang sangat kusayangi itu namun aku lega setidaknya kini dia tak harus menungguku lagi dalam ketidakpastian.

Aku benci dengan dunia yang kutinggali, dunia penuh kepalsuan dan kemunafikan dimana setiap orangnya punya banyak topeng dan menjadikan materi sebagai tujuan akhirnya, serta tak ragu untuk menyikut siapapun termasuk saudara dan kawan, terus bicara soal kedamaian namun saling berlomba-lomba membuat senjata pemusnah masal.

Disini aku menemukan kesederhanaan dalam kehidupan baruku, aku ingin melupakan semua bagian diriku dan memulai lagi semuanya dari nol bersama penduduk suku Juno yang amat menyayangiku.

Oh ya, aku kini sudah hamil satu bulan, dan mungkin dalam beberapa minggu kedepan aku akan menikah secara adat dengan Tobi, meskipun aku sendiri tak tahu siapa ayah yang ada di dalam kandunganku ini, karena semua laki-laki di pulau setiap hari membenihiku dan ikut andil dalam proses pembuatannya, tapi Tobi tak mempermasalahkannya.

Aku juga menato tubuhku dengan gambar bunga di pinggang belakang sebelah kananku, tato yang sama seperti sang kepala suku, bunga yang melambangkan sebuah kehidupan dan kesuburan itu sendiri.

Tak hanya itu aku bahkan melakukan ritual ‘sunat’ seperti yang dilakukan setiap wanita di suku ini ketika mereka berusia 14 tahun. Ritual ini sendiri amat sakit dan terkesan sangat primitif, aku diikat menyilang di sebuah batu pipih, mulutku diikat kain yang bertujuan sebagai gigitan ketika proses menyakitkan itu berlangsung.

Kemudian daging Labia ku di sunat menggunakan mata pisau yang sangat tajam, aku sampai meraung-raung dalam tangisanku dan menggigit sekeras-kerasnya kain yang ada di mulutku untuk mengurangi rasa sakitnya ketika pisau itu mengiris daging merah yang selama ini menjuntai di bibir memekku.

Lalu setelah di sunat, ritual itu di akhiri dengan satu tindikan di klitorisku yang langsung di lingkarkan hiasan taring babi sebagai tanda bahwa aku kini telah menjadi bagian dari penduduk suku Juno.

Aku sangat senang menjadi salah satu bagian dari mereka secara sah, meskipun hingga sekarang mereka masih terus menyembahku dan membungkukkan diri ketika berpapasan denganku, mereka sudah terlanjur beranggapan bahwa aku benar-benar titisan Dewi kesuburan mereka.

Aku tidak bisa menghindari itu, kini aku hanya harus mendedikasikan diriku sebagai seorang Dewi kesuburan mereka yang baru, setidaknya begitulah yang mereka percayai.

Dan kehamilanku ini tak menghentikanku untuk tetap melakukan seks dengan mereka, bahkan kalau dipikir-pikir aku jadi tambah Barbar saja dalam urusan ini dan semakin haus akan seks, aku tak pernah lagi mengenakan pakaian selama sehari-hari di desa, tak peduli anak kecil ataupun orang dewasa yang kutemukan di sepanjang jalan, aku akan meminta mereka untuk menggauliku!

277078651fc490f0b4b8f8ea7740686b9f2c6397.jpg

Legenda Dewi kesuburan itu sendiri sudah benar-benar merasuk ke dalam jiwaku, apakah persamaan sifat antara aku dan Hera hanya kebetulan semata atau memang benar-benar rekayasa dari langit? Entahlah yang jelas aku sudah terlanjur membuka kotak Pandora dalam diriku dan menemukan kesenangan yang selama ini kucari.

Takdir yang membawa dan memilihku untuk menjadi seorang Dewi kesuburan mereka yang sesungguhnya, dan setelah takdir itu ditetapkan, tak ada lagi yang bisa menghentikanku untuk terus memuaskan nafsuku kepada mereka, suku Juno.

Hababan!!

2770786852925f98ea14359c72f7e826c4a21538.jpg
 
Terakhir diubah:
Wah gila nih!! Spektakuler bgt sama yg sekali ini... Fantasinya suhu kania emang gila bgt... Ditambah pengetahuan yg mendalam bikin chapter ini superb!!

Berbkat bgt ente nulis cerita.. smpe speecless ane
 
Chapt selingan yg luar biasa sis!! Ini out of the box banget...

Ga nyngka sama alur supernya dgn latar belakang legendanya menarik bgt buat di pahami...

dan terakhir endingnya yg bikin klimaks parah...
Gila pokoknya!
 
Luar biasa seperti biasanya
G tau lagi harus gimana dengan ide dan cara tulisnya , hevatttttt
Terushhhhhh berkarya non kaniaaaaaa
Semangattttt
 
Darn, Sis....
What a filler....
I love your work....
Very detailed....
I love it so much....
Glad Vera get rid of Dimas.... haha... he ain't worth it
 
Bimabet


GADIS PERSEMBAHAN




Catatan : Chapter ini hanya sebuah cerita Filler yang tidak ada hubungannya dengan Main Story (Canon) dari Verani Julie. Karena banyak DM yang memintaku untuk membuat cerita bertemakan Semi-Fantasi, maka setelah mengumpulkan berbagai referensi dan sumber dari cerita lama yang mungkin pernah kalian baca sebagai ide ceritanya, aku mencoba membuat sebuah cerita yang unik dengan gaya penulisanku sendiri dan karakter Vera di dalamnya.


So don’t be so serious and enjoy..






..............................

“ Bugil di sini? tapi kan..… ” tanyaku sedikit keberatan.

“ Udah gpp… Aku pengen liat badan seksi kamu sayang… ” balas Dimas sambil memelukku dari belakang.

Aku dan Dimas sedang pergi liburan di Pulau Bras yang ada di sebelah Timur Indonesia. Di saat orang lain pergi liburan ke Bali, Lombok dan Pulau Komodo sebagai opsi mereka, kami justru memilih pergi ke sebuah pulau terpencil sebagai agenda liburan kami, “Anti mainstream” begitulah kata Dimas.

Pulau Bras sendiri merupakan salah satu dari gugusan Pulau-Pulau terluar di Indonesia yang terletak di Samudera Pasifik dan berbatasan langsung dengan Negara Palau (Palau Republic). Kami tiba tadi subuh setelah menghabiskan waktu 8 jam terbang dengan pesawat Non-Komersil.

“ Ahhh Ver cium aku sayang…. ” Dimas mengesampingkan wajahku dan mendekatkan bibirnya ke bibirku.

“ Jangan sayang nanti aja dikamar…. ” kataku menahan gerakan Dimas yang tengah memelukku penuh nafsu.

Aku mencoba tak ikut terbawa suasana dengannya, memang baru malam ini kami keluar Resort setelah Check-In dan baru menyempatkan melihat-lihat sekitar, karena begitu sampai kami langsung tidur seharian dan mengistirahatkan diri dari lelah, rencananya kami hanya berjalan-jalan mencari angin malam saja, tapi si Dimas rupanya sudah tak sabar saja untuk segera bercinta denganku, cowok ganteng ini tetap memagutku dengan mesra sambil tangannya meremas toketku dari belakang.

“ Mppphmmm Ver, aku udah sange banget seharian gak belai kamu yang… ” katanya disela ciumannya padaku.

Dan seperti yang kutakutkan, aku pun ikut larut dalam cumbuannya yang terasa hangat sekali, Dia membuka resleting jaketku lalu menyingkap kaosku hingga ke leher, sontak angin laut langsung menerpa toket besarku yang saat itu sedang tak ditemani Bra.

“ Dingiiin… ” lirihku begitu merasakan kejamnya angin malam di pesisir pantai.

Bermenit-menit kami terus berpelukan di atas pasir tak memperdulikan apa-apa seolah benar-benar dunia milik kami berdua, nafsuku langsung memuncak karena Foreplay mesra yang Dimas mainkan.

“ Yakin Dim?.. ” tanyaku padanya sesaat sebelum melepas celanaku.

“ Iya sayang aman, ntar kan pulang kita lewat sini… ” ujarnya sambil menyembunyikan jaket dan kaosku di bawah pohon cemara.

Aku pun segera membuka celana pendek yang menjadi kain terakhir yang ada di tubuhku.

“ Nah kan kamu jadi lebih cantik kalo telanjang gitu sayang… ” Dimas mengelus pipiku dan merapikan rambut panjang tergeraiku yang melayang-layang dihembus angin.

Aku semakin Horny sendiri ketika Dimas mengajak aku berjalan dan mencari tempat untuk kami ML, dadaku semakin berdebar-debar dan memekku jadi becek mengingat resiko yang kami hadapi cukup besar jika meninggalkan pakaian di sini, tentunya aku tidak bisa mengenakannya lagi dengan cepat bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun kami mengacuhkan resiko itu dan melanjutkan lagi jalan-jalan malam kami di tepi pantai ini, dengan aku dalam keadaan yang Naked.

“ Yang, kalau baju aku kebawa ombak gimana? ” tanyaku karena tempat baju yang tadi di sembunyikan Dimas tak begitu jauh dari bibir pantainya.

“ Ya udah bugil terus, hehe… ” jawabnya enteng.

“ Yee jangan dong.. ” aku mencubit cowok gantengku ini.

Selama jalan-jalan di sepanjang pantai ini, aku merasa sangat dingin sekali, Dimas menyuruhku merapatkan tubuh dengannya dan menggandeng dia yang masih berpakaian lengkap, aku terus celangak-celinguk seolah memang mencari orang untuk melihat keterlanjanganku ini. Aku merasakan sebuah keseruan apalagi saat akan melewati perahu yang lampunya menyala, karena pasti di dalamnya ada setidaknya seorang nelayan yang sedang bersiap untuk pergi melaut, meskipun mungkin dia tidak bisa melihat karena gelap malam.

“ Kamu mau di atas pasir atau di semak-semak aja ML nya yang? ” tanya Dimas yang terus merangkul bahuku.

“ Ummppp…. Di atas pasir aja deh, kayaknya enak kalo memek aku kamu taburin pasir… ” jawabku manja.

“ Yaudah kita ke bibir pantai sana… ” tunjuk Dimas ke salah satu sudut pantai.

Aku setuju dan malah sekarang aku yang cenderung antusias sekali dan dengan cepat menarik tangan Dimas agar lekas kami tiba ke sana.





.............................


“ Naik Ver.. ” seru Dimas padaku.

“ Heh? Serius kamu yang?.. ” aku menoleh kearahnya ketika dia menunjuk ke sebuah kapal kecil yang kosong.

“ Udah cuek aja gak ada orangnya kok… ”

Dengan tubuh kekarnya Dimas tanpa ragu menggendongku menyamping dan mendudukkanku ke atas kapal ini, aku semakin kalut dalam perasaanku sendiri begitu Dimas mulai ikut naik dan membuka celananya di depanku.

Setelah membuka bagian bawah tubuhnya, Dimas yang tegak di atas perahu ini langsung menyodorkan kontolnya yang masih lemas itu ke mulutku, aku duduk menyamping dan langsung menghisap penis si ganteng ini dengan lembut.

“ Ahhh Ver.. Gak ada lawannya emang emutan kamu sayang… ” lirihnya seketika menikmati hisapanku.

Sambil membangunkan kontol Dimas, aku mulai menggosokkan jari ke memekku, aku melirik Dimas yang tampak gagah tegak di hadapanku di bawah langit malam ini.

Setelah kontol besarnya tegang Dimas langsung mendorongku untuk tengkurap dan dia meludahi memekku sebelum menjejalkan kontolnya masuk ke dalam sana.

“ Aww!!... ” jeritku melotot begitu merasakan kontol besar itu mulai mempenetrasiku.

Aku memejamkan mata menikmati sodokan Dimas dalam keadaan kami sekarang, aku sangat menikmati sensasinya dan justru Dimas yang kini yang kini tampak terburu-buru dan was-was sekali.

“ Ahhh sayanggg… Sodoknya buru-buru banget, nikmatin aja dulu.. Uuh… ” lirihku.

Dimas tak menjawab, dia menggenggam rambut panjang dan sebelah lenganku terus tancap gas menyetubuhiku di atas perahu kecil yang ditambatkan ini, aku tidak segan-segan mengerang dan mendesah akan kenikmatan ini karena debur ombak akan meredam suaraku, dan angin laut akan membawanya terbang entah kemana, kulihat di sekitar banyak kelap-kelip lampu dari beberapa kapal yang menemani kegelapan malam kami yang sedang di musuhi sang rembulan.

Hempasan ombak yang menerpa kapal seolah memberikan efek ayun-ayunan yang menghanyutkan perasaan, percikan-percikan ombak tak bisa kami hindari untuk membuat tubuh kami basah, aku terus memejamkan mata menikmatinya sebisaku, aku tahu aku akan merindukan moment ini kelak ketika di Jakarta nanti, karenanya aku tak ingin moment ini lewat begitu saja.

Namun nafsu setan ini membuat kami terlambat menyadari semuanya, di tengah gelombang badai birahi ini, tiba-tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta teriakan orang di belakang kami.

Bukan main terkejutnya aku ketika menengok ke belakang melihat dua orang memegang senter berlari ke arah kami, begitu juga Dimas, dia langsung tersentak mencabut kontolnya dari memekku lalu bangkit dan mengenakan celana secepat mungkin. Dimas bingung, dia terlihat tak tahu harus melakukan apa karena tak mungkin baginya meninggalkan aku yang kini terduduk masih telanjang bulat.

Kedua orang itu datang, mereka langsung menghunuskan golok ke leher Dimas dan mengucapkan sesuatu yang tak kumengerti bahasanya, tapi dari intonasinya mereka terlihat sangat marah, ini tidak bagus!

Dengan reflek Dimas memeluk dan melindungiku sambil mencoba menenangkan dan berkomunikasi dengan kedua orang ini, aku tak tahu harus berbuat apa, aku terus bersembunyi di dalam pelukan kokoh Dimas sambil berusaha menutupi tubuh telanjangku ini, aku sangat takut sekali.

Mereka memberikan gestur ke arah kami untuk turun dari kapal, segera kami lakukan, kami pun mulai turun dari kapal sambil di kawal mereka dengan masing-masing parang di tangannya.

Dimas kembali membuka komunikasi setibanya di pinggir laut menjelaskan bahwa kami bukan pencuri, kendala bahasa jadi masalah utamanya, mereka tak mengerti bahasa Indonesia dan hanya berbicara dalam bahasa lokal, aku masih dalam takutku di pelukan Dimas yang berusaha mengunakan isyarat tangan ke mereka yang terus saja menunjuk-nunjuk kearahku. Keadaan semakin runyam saat beberapa orang mulai berdatangan mendengar kegaduhan ini.

Beberapa orang yang menghampiri kami ini sepertinya nelayan juga, dua orang yang menemukan kami langsung menjelaskan situasinya kepada mereka dalam bahasa daerah, Dimas tak bergeming sedikit pun, dia mencoba tenang dan menunjukan tanggung jawabnya padaku.

“ Hei dasar kurang ajar!! Apa kalian tidak tahu pantangan di Desa ini?! ” ujar seorang bapak-bapak yang baru datang dan bisa bahasa Indonesia.

Dimas mencoba menenangkan situasi, selagi dia menjelaskan dan bernegosiasi aku terus memepetkan tubuhku di belakangnya, masih menutupi ketelanjanganku. Mereka yang baru datang itu terlihat marah sekali begitu mengetahui apa yang baru kami lakukan setelah mendengar cerita dari dua orang yang memergoki kami.

Dimas masih terus mencoba berbincang dengan sopan, tapi percuma, mereka tak terima dan terus bicara soal peraturan dan pantangan yang ada di pulau ini.

Puncak pembicaraan tak berujung itu terjadi ketika seseorang memukul wajah Dimas, di sambung kemudian terjangan yang membuat Dimas terjelembab, aku memekik melihat Dimas tersungkur di atas pasir dan di kerumuni mereka, namun seseorang menjambak rambutku dan langsung menelikung tanganku kebelakang. Beberapa orang menggebuki Dimas yang memilih tak melawan, aku histeris meminta ke arah mereka untuk berhenti karena tak tega melihat Dimas dipukuli begitu.

Melihat kegaduhan yang ditimbulkan, semakin banyak warga yang mendatangi kami, untunglah beberapa di antara mereka menyuruh berhenti, Dimas terkapar setelah tadi diinjak-injak mereka.

Setelah menyadari bahwa kami orang luar, kemudian mereka menyuruh kami di bawa ke balai desa.

Singkat cerita kami pun dibawa ke balai desanya, Dimas di tidurkan di lantai dan dirawat lukanya, sementara aku kini di pakaikan kemben dan di suruh duduk lesehan di balai desa ini, aku terus melihat ke arah Dimas, aku sangat kuatir dengannya karena dia terlihat tak sadarkan diri.

Aku tak tahu apa yang sedang kutunggu, kami benar-benar bak tontonan dari luar sekarang, terlihat banyak sekali orang yang mengintip dari jendela hanya untuk melihat aku dan Dimas, aku benar-benar tak menyangka akan menciptakan kehebohan seperti ini.

Tak berapa lama 4 orang yang berpakaian adat dan terlihat tua sekali datang sambil dikawal, para warga yang ada di dalam langsung duduk di kiri dan kanan ruangan ini seolah memberi jalan ke empat orang yang terlihat sangat di hormati mereka.

Seseorang bapak-bapak kemudian tampak menjelaskan situasinya kepada 4 petua desa mereka sambil menunjuk-nunjuk kearahku, aku hanya tertunduk dalam duduk bersilaku tak mengerti bahasa mereka.

Cukup lama mereka saling berbincang, hingga kemudian salah seorang mama-mama menyuruhku untuk duduk di tengah-tengah aulanya, mereka seperti mempersiapkan sebuah pagelaran adat ditengah aula tersebut, lalu mereka semua berdiri, sementara aku tetap dibiarkan duduk bersimpuh, empat orang wanita mulai menari-menari dengan pakaian adat lengkap mengitariku diiringi nyanyian dari semua yang ada di aula itu, aku tak tahu apa artinya ini, dan menunduk saja sambil di kelilingi mereka.

Setelah cukup lama berdendang dan menari-nari, mereka semua kemudian ikut duduk bersimpuh sepertiku, aku di tuntun berdiri dan berjalan ke arah salah satu petua desa yang terlihat paling tua di antara mereka berempat, aku menatapnya sambil menundukkan wajahku, terlihat sekali dia amat sepuh, mungkin usianya sekitar 90 tahunan, dia hanya menatapku dari ujung kaki ke ujung rambut dalam ringkihnya.

“ Bafuu ubo Misfag zulufafa fulala… ” ujar petua desa itu sambil menunjuk tubuhku.

Dua orang mama-mama langsung bergerak ke arahku, sepertinya dia tadi menginstruksikan sesuatu, aku kemudian di sodori potongan bawang putih ke mulutku, aku gigit sebelum melihat bahasa isyarat yang diberikan dari wanita itu untuk menelannya, aku kunyah sambil memejamkan mata dengan mengindahkan rasanya yang sepet sekali. Aku tak tahu apa lagi artinya ini, yang kutahu di Jepang sana bawang putih dipercaya bisa mengusir Oni (iblis dan roh jahat).

Lalu tubuhku di balik ke arah belakang dan betapa kagetnya aku begitu melihat mereka yang tadi duduk bersimpuh langsung bersujud ke arahku seakan memujaku, aku melongo dan tak mengerti sambil di tuntun kedua mama-mama tadi ke arah luar melewati tengah-tengah mereka yang seakan memberiku jalan setapak masih dalam posisi sujud itu.

Aku dituntun dua wanita ini ke arah sumur di belakang balai adat tadi, kemudian dia menunjuk-nunjuk ke arah sumur dan meninggalkanku.

Aku menimba air di dalam sumur itu dan mandi saja.





..............................


“ Dik… ” ujar seseorang di belakangku yang membuatku menjerit kaget.

“ Perkenalkan nama saya Amar… ” sambungnya menyodorkan tangan ke arahku yang berjongkok mandi masih memakai kemben ini.

Aku membalas jabatan tangannya dan memperkenalkan diri, akhirnya ada yang bisa berbahasa Indonesia juga karena aku ingin menanyakan banyak hal. Aku langsung menyerangnya dengan pertanyaan terutama tentang Dimas, aku kuatir dengannya sejak di pisahkan mereka tadi.

“ Neng Vera tahu kan kalau neng dan pacar neng sudah melanggar pantangan utama di desa kami?.. ” katanya.

“ Pantangan apa pak? ” tanyaku yang penasaran karena sejak di grebek tadi mereka marah-marah sambil terus bicara soal pantangan dan peraturan.

“ Jadi kalian enggak baca aturan-aturan yang ada di dekat tugu selamat datang itu?.. ”

“ Kalian juga gak nanya-nanya sama tur guide atau sama orang resortnya?.. ” katanya lagi.

Aku menggeleng, karena memang kami datang sendiri tanpa Agency dan kami tiba tadi subuh ketika suasana masih gelap jadi aku tak memperhatikan tulisan-tulisan apalagi nanya-nanya karena kami merasa lelah sekali dan ingin cepat-cepat tidur.

Dia menarik nafas, tampak tak percaya dengan keteledoran kami, kemudian mulai membuka ceritanya.





..............................

“ Begini neng…. Neng mesti tahu terlebih dahulu bahwa kami suku Juno tinggal di dua pulau berbeda, satu di Pulau Bras ini dan satu di pulau Arkazan yang berada di selatan... ”

“ Akan menjadi cerita yang panjang kalo saya menceritakan semuanya tapi akan saya memberi tahu garis besarnya saja supaya neng paham dan mengerti… “

“ Sudah sejak dari leluhur kami dulu selalu menyembah Dewa dan Dewi yang kami percayai menjaga kami hingga saat ini.. ”

277078649de296469b42629afa188307025181aa.jpg

“ Desa kami dan suku Juno di Arkazan saling berbagi dengan sumber daya alamnya masing-masing… Pulau kami, Pulau Bras ini punya kekayaan laut yang luar biasa, namun kami tidak bisa menanam apapun karena tidak ada tanah yang bisa dipakai untuk bercocok tanam, semuanya pasir.. ”

“ Sedangkan suku Juno di pulau Arkazan punya tanah yang subur dan hutan hijau yang luas, namun sayangnya pulau mereka di kelilingi karang dan batu-batuan sehingga mustahil untuk melaut.. ” cerita Amar padaku.

“ Kami hidup damai dan sejahtera berkat limpahan rezeki dari Dewa yang melindungi kami di atas sana, setidaknya terus begitu sampai salah seorang Dewi melanggar aturan yang ada di kalangan keluarga para Dewa.. ”

“ Dewi ?.. ” tanyaku.

“ Iya… Dulunya, kami suku Juno terkenal punya seorang Dewi yang bernama Hera atau dijuluki juga sebagai Dewi kesuburan.. Hera sendiri amat cantik, bahkan di legenda dikatakan bahwa kecantikan Hera bisa membuat minder seorang Putri Duyung ketika melihat paras cantik sang Dewi.. ”

2770788156dd169270862823d5678b89c6014789.jpg

“ Hera juga punya kepribadian yang sangat berbeda dengan para Dewa dan Dewi lainnya, di saat para Dewa dan Dewi lain nyaman mengontrol kesimbangan dari atas kayangannya, Hera justru lebih suka turun ke bumi dan berbaur dengan kami para masyarakat suku.. “

“ Karena keramahannya itulah Yang-Mulia Hera sangat dekat dengan kami, dia dipuja dan sangat disembah, dia jugalah yang membuat masyarakat Arkazan selalu panen raya, rumor berkembang bahwa apapun yang di sentuh Hera akan menjadi hijau.. ”

27707862111cdce8e079223a6dacf64eabf78f64.jpg

“ Kultus sang Dewi ini bahkan sampai terdengar hingga ke ujung samudera, kapal-kapal mulai berlabuh di pulau kami dan mencari tahu langsung akan kecantikan dan kekuatan ajaib sang Dewi ke masyarakat kami…. ”

“ Tentu saja kami menolak memberi tahu, karena kami sangat-sangat sensitif tiap kali orang asing menanyakan soal Dewa dan Dewi kami .. ” sambung Amar mulai masuk ke benang merahnya.

Aku mengangguk-angguk, aku memang pernah mendengar legenda Dewi kesuburan atau The Goddess of Fertility itu sendiri di berbagai belahan dunia, seperti Venus di cerita Romawi, Dewi Demeter di Yunani, dan Freya dalam mitologi Norse, bahkan di Indonesia sendiri punya Dewi Shri sebagai Dewi kesuburan yang ada di kepercayaan masyarakat Jawa kuno.

277078606cc738c05a04f868912d799985388db1.jpg

“ Namun di suatu kejadian Hera di katakan menghilang! Seluruh kayangan geger dan keluarga Dewa pun panik akan berita itu, kami segera mencari ke pelosok Pulau baik di Pulau Bras maupun di Pulau Arkazan.. ”

“ Sebelum kejadian, memang Dewi Hera mendatangi para pendatang itu di pulau ini… Yang-Mulia memang aneh, di saat dia tahu banyak perompak berdatangan untuk menculiknya namun dia malah mendatangi mereka.. ”

27707861ff9aa85fe00482fcd502d873c123fcb0.jpg

“ Seperti biasa, sifat ramahnya membuat dia akrab dengan para pendatang tersebut… Dewi kemudian jatuh cinta dengan salah seorang bajak laut dari Persia, hingga ketika itulah awal dari malapetaka yang terjadi.. ”

“ Terus pak apa yang terjadi?… ” kataku setelah pak Amar menghentikan ceritanya.

“ Masyarakat suku kami menemukan Dewi Hera sedang bersetubuh dengan salah seorang perompak itu di atas karang… ” lanjutnya.

“ Inilah membuat kemarahan Brigha, The Mother of Nature atau sang Dewa pencipta yang merupakan ibu langsung dari Dewi Hera benar-benar memuncak… Karena Hera telah melanggar aturan dan pantangan di kalangan para Dewa yaitu melakukan hubungan seks dengan manusia… ”

“ Langit seketika berubah menjadi gelap, hujan dan petir menggelegar, angin kuat langsung menerpa seisi pulau, menerbangkan rumah, pohon, dan bahkan laut pun surut hingga ke tengah, Tsunami tinggal menunggu waktu saja ”

“ Leluhur kami langsung menyerang dan membunuh para perompak yang masih tinggal di desa ketika itu, namun anehnya Dewi Hera mencoba melindungi mereka.. ”

“ Melihat kekacauan yang terjadi Hera kembali terbang ke kayangan untuk bicara dengan sang ibunda untuk menghentikan amarahnya, namun dia terlanjur melanggar aturan paling berat… “

“ Tiada maaf untuknya!.. ”

The Mother of Nature pun mengutuk Dewi Hera menjadi manusia biasa dan mencabut semua kekuatan ajaibnya, Hera tak keberatan, dia yang sudah di lepas statusnya pun keluar dari kayangan dan menjalani hidup normal di dua pulau ini.. ”

“ Namun kehidupan para penduduk desa yang hidup tanpa seorang Dewi kesuburannya sangat terasa berbeda, baik di pulau Bras dan utamanya di pulau Arkazan yang seketika tak lagi menjadi pulau hijau.. ”

“ Suku Juno yang tinggal di Arkazan mulai sengsara, hutan kering, hujan tak pernah membasahi tanah mereka, dan hasil tani mereka habis dicuri para Goblin yang semakin merajalela… “

“ Kelaparan dan wabah penyakit menjangkit mereka, anak-anak terkena busung lapar.. Bahkan kami terus mengirimi pasokan logistik dari pulau Bras untuk menopang mereka... ”

“ Hera yang sangat mencintai para penduduknya merasa terpukul atas musibah itu, namun dia sudah tak memiliki kekuatan apapun lagi untuk mengakhiri paceklik itu… ”

“ Berbulan-bulan korban jiwa terus berjatuhan, hingga akhirnya Hera membuat perjanjian dengan Goro, Raja Goblin jahat penguasa dunia bawah belantara Arkazan.. Hera segera meminta penduduk untuk menumbalkan dirinya di malam purnama penuh ketika gerhana merah terjadi… ”

“ Penduduk sebenarnya enggan melakukannya karena mereka amat menyayangi Hera, namun mereka sadar tak ada jalan lain untuk menghentikan hama Goblin yang tak terkendali, dan mantan Dewi ini pun akhirnya di tumbalkan dengan cara di ikatkan di sebuah karang di pinggir hutan Arkazan.. ”

2770787934c0a8931dc8beff1f8cbb4fc0b108c6.jpg

“ Kasih sayang Hera yang tulus kepada penduduknya akan selalu menjadi panutan untuk kami “

“ Menurut cerita setelah mereka meninggalkan Hera di karang itu, Hera di jemput oleh segerombolan Goblin lalu di seret masuk ke belantara hutan dan setelahnya …... ”

“ Sang Dewi pun tak pernah terlihat lagi... ” tukas Amar dengan nada sedih setelah terdiam beberapa saat.

“ Pulau kembali hijau, dan Goblin tak lagi mencuri hasil panen… ”

27707883cc77153ceca9eb3891ecacc448a823ba.jpg

Mendengar cerita itu aku bisa merasakan sebuah kebanggaan yang luar biasa darinya, aku pun salut akan ketulusan sang Dewi yang layak di teladani. Ini pertama kalinya aku begitu tersentuh dengan sebuah Folk Story, tapi aku masih tak mengerti apa hubungan cerita itu dengan ini semua.

“ Terus hubungan ceritanya ama Vera apa pak? ” tanyaku.

“ Itu dia dik.. Sebelum Yang-Mulia mengorbankan diri, dia memberikan kami wasiat, untuk tidak mengulang kesalahan yang sama dengannya, atau langit akan kembali murka.. ”

Tutup pak Amar menirukan inti wasiat itu, yang membuatku terdiam.

“ Nah neng mengertikan sekarang? Itulah pantangan yang neng lakukan… ”

“ Karena trauma akan kejadian itu terulang, setelahnya para petua suku di pulau Bras dan Arkazan setuju untuk menerapkan pantangan itu kepada orang luar seperti yang tertera di tugu selamat datang… ”

“ Dan neng Vera dan pacar neng malah bersetubuh di alam yang kami sakralkan ini selama berabad-abad!! ” Amar menaikkan nada bicaranya.

Aku menunduk, tak ada yang bisa kulakukan, aku sadar bahwa ini benar-benar kesalahan yang amat fatal. Ternyata benar kata pepatah, masuk kandang kambing mengembiklah, masuk kandang kerbau menguaklah.

“ Sekarang cepat mandi pakai air kembang itu, kita akan mulai ritualnya… ”

“ Ritual? Ritual apa pak?.. ” aku menoleh ke arah bapak ini.

“ Ritual Dewi kesuburan… ”

“ Neng Vera akan kami persembahkan ke penduduk suku Juno di Arkazan, untuk menjalani ritual pensucian agar para Goblin tidak bangkit kembali, dan kemudian jadi makanan Goro, iblis penjaga hutan.. ”

“ Pak… Jangan pak, Vera gamau pak, Vera takut… ” aku langsung memegangi tangannya dan langsung berlutut di kakinya.

“ Maaf neng, ini sebuah keharusan! Karena kami gak mau malapetaka menimpa kami lagi akibat amarah sang Dewa pencipta… ” pak Amar kemudian meninggalkanku yang hanya bisa terduduk meratapi nasibku.





..............................

Aku bersiap keluar dari balai adatnya setelah di dandani dan di sirami air kembang langsung oleh kepala sukunya di dalam tadi, kini aku di pakaikan baju tipis transparan tanpa kancing dan rok pendek yang terbuat dari anyaman jerami dan tanaman jalar. Dengan pakaian seadanya seperti ini aku merasa seperti sedang telanjang saja.

Tanganku diikat kedepan dan aku mulai berjalan, aku di sambut dengan para penjaga yang ada di pintu pelataran balai adat ini, mereka terdiam menatapku terkesima akan kecantikanku yang klasik sekali seperti sekarang dan langsung membungkukkan diri.

27707882e77461b6fa828e4c80ec80d2cab4f213.jpg

Di luar terlihat seperti sedang ada pesta rakyat besar-besaran, sejak di dandani tadi aku memang sudah mendengar tabuh gendang dan nyanyian yang terus menggema di seisi pulau, aku terus berjalan perlahan di ikuti 4 wanita di pelataran balai adat yang di kiri dan kanannya di penuhi banyak sekali orang!

Semua warga tampaknya sedang berkumpul di titik ini, aku terus menunduk saja memperhatikan jalannya, aku tampak bak seorang kriminal seks yang sedang menjalani ritual cuci kampung dan di arak dalam keadaan seperti ini, ah bukan tampaknya, memang itulah yang sedang terjadi.

Namun setiap kali aku berjalan melewati mereka, mereka langsung membungkukkan diri kepadaku, aku tak tahu apa artinya ini tapi kini mereka seperti menganggapku seorang ratu saja.

Kami tiba di sebuah tiang salib besar, salah seorang pemuka adat yang sudah menunggu dari tadi memakaikanku mahkota yang terbuat dari tanaman yang di jalin hingga melingkar, setelah benda itu melingkar di kepalaku, kemudian beberapa lelaki dewasa mengangkatku ke tiang dan aku pun mereka salib.

“ Udre la hasa, Mi Hera ji zufu hababan!!.. ” teriak seseorang yang tadi memakaikanku mahkota tanaman ini.

“ Hababan!!!.. ” teriak penduduk dengan kompak langsung menyalakan api unggun yang amat besar.

Mereka menari-nari sambil bernyanyi bak berpesta mengitari api unggun yang sangat besar itu, dalam ketinggian seperti ini aku bisa melihat suka cita mereka yang tampak amat lepas dalam pesta, baik orang dewasa, pemuda-pemudi dan anak-anak tampak menikmati pesta ini, seketika aku menjadi takut ketika melihat mereka membakar patung berwujud iblis ke tengah kobaran apinya.

277078678535010714fb52c2aa246d9e8086cd4d.jpg

277078667aae8de2dd09c7c7440c3dfb6f5b934b.jpg

Seolah menyiratkan bahwa yang mereka lakukan sekarang adalah upacara pemusnahan iblis atau roh jahat itu sendiri, aku takut jika api yang tengah mereka persiapkan itu akan di gunakan untuk membakarku, aku menutup mataku dan pasrah dalam ikatan yang tengah membelengu tubuhku di tiang ini.





..............................

Berjam-jam pesta ini terus berlangsung, mereka tampak menunggu sesuatu sambil membiarkan asap hitamnya terus mengepul, aku masih mereka biarkan di salib di tiang yang tinggi, aku tak memikirkan apa-apa lagi soal Dimas, karena nasibku sendiri mungkin lebih buruk dari padanya.

277078803e3294479a235c00b824491a238ca48e.jpg

Namun di saat bulan purnama muncul mereka menurunkanku, aku panik takut ini akan menjadi momen mereka melemparkanku ke kobaran api besar itu, namun mereka menuntunku ke arah lain menjauh dari balai desa.

“ Pak Vera mau di kemanain pak?.. ” tanyaku kepada pak Amar karena dia kali ini ikut bersama 3 orang lain menggiringku.

“ Bahkan alam pun merespon ritual ini, neng lihat sekarang purnama penuh… ” katanya menunjuk ke arah langit.

Kulihat bulan memang tiba-tiba menjadi purnama, padahal tadi ketika aku sedang berzina dengan Dimas tak terlihat ada tanda-tanda akan muncul.

“ Sudah neng, pokoknya sekarang tanggung jawab dan silahkan jalani peran neng sebagai seorang Dewi kesuburan… Nanti neng akan mengerti… ” ujarnya kemudian mendudukkanku di sampan kecil.

Aku kemudian naik ke sampan di temani salah satu dari mereka, dan kami pun berlayar menjauh dari Pulau Bras menuju ke Pulau Arkazan.





..............................


Kurang dari satu jam pulau yang dimaksud mulai terlihat, aku mulai panik dengan nasibku, aku tak tahu apa yang akan terjadi denganku, dalam pikiranku terus berkecamuk berbagai kemungkinan yang membuatku gila memikirkannya, terbesit kengerian bayangan akan kanibalisme yang saat ini sangat kental di dalam ketakutanku, aku takut jika nanti suku Juno yang ada di pulau itu jauh lebih primitif ketimbang saudara mereka yang ada di pulau Bras.

Aku bergelut terus dengan rasa takutku yang semakin menjadi-jadi ketika kapal ini mendekat ke daratannya, si pengantar kemudian menarik tanganku untuk turun dari sampan, dia mengikat tanganku di batu karang, aku menggeleng-gelengkan kepalaku sadar ini semua sudah amat nyata, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut si pengantar yang sepertinya tak mengerti bahasa Indonesia, setelah mengikatku dia naik lagi ke sampan nya dan meninggalkanku sendirian di pulau yang dipenuhi hutan lebat yang sangat gelap ini.

Aku menangis dalam ketakutanku kini aku benar-benar sendirian menanti ajal sebagai seorang gadis persembahan. Aku masih tersedu-sedu dalam kesendirianku, namun tak perlu waktu lama hingga aku sadar bahwa aku tengah diawasi.

2770786383c052cb71c45c87edbc9b773e95f03d.jpg

Aku mencoba melihat sekitar, entah perasaanku saja atau bukan tapi aku melihat bayangan hitam mulai berseliwer di kegelapan hutan.

“ Siapa itu?… Pergi kaliaaan… Aku ga mauuu kayak gini.. ” jeritku panik.

Itu bukan halusinasiku! Aku semakin melihat seliweran-seliweran itu yang terasa semakin mendekat, teringat akan cerita iblis hutan belantara yang tadi di ceritakan Amar membuatku bergidik dan tanpa sadar terkencing-kencing.

Kemudian benar saja, empat orang langsung melompat keluar dari semak-semak dan berlari ke arahku dengan sangat cepat, masing-masing mereka membawa tombak!

“ Plisss tinggalin aku sendiri, aku mau pulaaang… Toloong ” jerit tangisku pecah saat mereka dalam sekejap sudah mengitariku saja.

Aku menangis dan meronta sekuat tenaga mencoba melepaskan tali tambang yang mengikat pergelangan tanganku, tanganku sampai berdarah saking kuatnya rontaanku karena melawan ikatan ini, aku tak peduli jika tanganku harus putus sekalipun, aku hanya ingin berlari dari sini!

Mereka empat orang ini merundukkan badan dan berputar mengitariku seolah memastikan sesuatu, aku baru menyadari bahwa keempat orang ini semuanya adalah wanita! Aku tambah ngeri melihat dandanan mereka yang aneh, mereka mengecat tubuh mereka dengan cat putih membentuk pola seperti tengkorak di tubuh mereka.

“ Pergiiiii!!!!!.... ” jeritku menendang-nendang saat seseorang dari mereka mengendus-endus tubuhku seolah sedang merasakan aroma dan rasa dari dagingku.

Mereka terus menatapku dengan pandangan yang aneh, aku memejamkan mata menghindari tatapan mengerikan itu, kemudian mereka melepaskan ikatan tanganku dari batu ini, seketika aku mencoba berlari ke laut saat aku tak terikat lagi, dalam pikiranku lebih baik aku hanyut mati di laut dari pada di makan mereka.

Namun mereka menangkapku dengan mudah, aku terjelembab di pasir, mereka mengikat lagi tangan dan kakiku, aku mencoba meronta tapi aku kalah tenaga, mereka wanita tapi tenaga mereka amat kuat.

Aku kembali menangis, dan meminta ampun saat mereka berempat menggotong tubuhku membawaku masuk ke dalam hutan yang gelap ini, menyadari tak ada lagi yang bisa kulakukan akupun pingsan dan tak sadarkan diri sambil terus dibawa masuk ke dalam hutan yang lengang oleh mereka bak seekor hewan buruan.

27707878b25dda11210f6def4eedb173bb8e3308.jpg





.............................

Kokok ayam membangunkanku, aku terbangun dan tengah berada di sebuah rumah jerami, aku langsung reflek mengecek bagian-bagian tubuhku apakah masih lengkap atau tidak, aku bingung apa yang baru saja terjadi tadi malam, jika mimpi maka ini terasa sangat nyata.

Aku melihat ada perban di pergelangan tanganku, aku ingat ini luka akibat rontaanku tadi malam, seseorang merawatku rupanya.

Belum habis tanda tanya dalam diriku seketika fokusku teralih ke sebuah tungku besar yang ada di tengah kamar ini, aku kembali ketakutan, terlintas lagi di bayanganku akan kanibalisme yang sejak malam tadi terlalu menghantuiku.

Bagaimana jika mereka suku kanibal yang selama ini terisolasi dari dunia luar dan gemar menculik gadis-gadis muda berkulit putih untuk dijadikan korban mereka, aku bergidik ketika membayangkan mereka akan membunuhku dengan menusukkan pisau ke perutku kemudian mengeluarkan isi perutku dan menjadikannya sebagai lauk mereka.

27707877c2eaf0766421fff560c301bb27dfe56a.jpg

Pengaruh Film membuatku terus membayangkan hal-hal mengerikan yang akan terjadi, dan tungku besar yang tengah dipanaskan di dekatku membuat perasaan itu amat nyata.

Aku takut jika ternyata mereka justru tak langsung membunuhku, melainkan menyiksaku dulu pelan-pelan dengan memakan bagian-bagian di tubuh indahku yang sangat kurawat ini, aku tak bisa membayangkan seperti apa rasanya ketika mereka benar-benar memakanku hidup-hidup.

27707876def0531aa74d27972262183401db576b.jpg

Atau selama ini ternyata ritual Dewi kesuburan itu hanyalah sebuah skema mereka untuk mencari gadis-gadis muda yang seksi kemudian di jadikan korban dari organisasi gelap perdagangan organ tubuh manusia yang semakin marak terjadi.

Aku pernah membaca berita ini sebelumnya, di negara Ukraina dan Ceko dilaporkan banyak gadis-gadis yang berusia 19-25 tahun diberitakan hilang tak berbekas yang di duga dilakukan oleh organisasi gelap itu, anehnya semua gadis-gadis yang hilang memiliki ciri-ciri yang sama, berkulit putih bersih, berambut pirang, bermata biru dan memiliki tubuh seksi.

Dugaan berkembang bahwa organisasi ini berafiliasi langsung dengan ISIS yang memang menculik gadis-gadis berambut pirang dan bermata biru untuk di jadikan budak seks, dan masuk akal jika Eropa Timur menjadi area operasi penculikan mereka yang terkenal memiliki gadis-gadis dengan ciri-ciri seperti yang tadi disebutkan.

Banyak yang masih menduga-duga apa sebenarnya tujuan organisasi ini, apakah mereka benar-benar melakukan perdagangan organ tubuh manusia di dunia bawah? tapi untuk apa dan untuk siapa? Untuk apa potongan tubuh manusia disuplai bahkan dipasok dalam jumlah besar?

Apakah untuk medis? Lalu siapa pula yang membutuhkan jeroan manusia? Atau barangkali ada sekelompok orang di luar sana yang berpikir jika empedu manusia bisa menyembuhkan asma, dan mungkin air rebusan tulang iga gadis pirang menurunkan kadar gula dalam darah? Konyol!

Investigasi dengan skala Internasional terus dilakukan untuk menguak motif mereka, hingga di simpulkan beberapa hipotesis, pertama mereka hanyalah sekelompok Psychopath yang memang membunuh dan menyiksa hanya untuk kesenangan saja, dan yang kedua, seperti namanya, mereka memang melakukan perdagangan organ tubuh manusia itu dan dijual ke orang yang memiliki kelainan untuk benar-benar di makan sebagai menu makanan mereka atau sedang memperdalam aliran tertentu saja.

Terdengar sangat mengerikan bukan? Namun ini benar-benar ada dan terjadi!

Pikiranku semakin kemana-mana, aku tak bisa membayangkan nasib mereka yang menjadi korban dari organisasi tak beradab itu, mendengar jeritan menyayat hati yang keluar dari mulut gadis-gadis itu ketika bagian tubuh seksi mereka diiris-iris sebilah pisau dan potongan dagingnya di hidangkan ke piring makan tamu-tamu sakit jiwa itu sebagai menu Dinner mereka.

277078752c6ed970d3e00250340b31183a3052a8.jpg

Masih dari sumber yang sama dari artikel yang kubaca, rumornya para gadis-gadis itu juga menerima siksaan-siksaan yang biadab sekali, jari-jari mereka di mutilasi dan di potong bak wortel kemudian di rebus, para pelaku juga mencabut bola mata biru mereka dan menjadikannya kudapan!

27707874b577d7f1c0c912e905a08ec5032febbc.jpg

Hingga kini investigasi terus dilakukan untuk membongkar sindikat gila itu, aku tidak tahu bagaimana pergerakan mereka untuk mengungkapkan ini, yang jelas organisasi itu sendiri bergerak sangat rapi, biasanya dari 20 gadis yang hilang hanya 2 yang ‘sisa’ mayatnya bisa ditemukan, bahkan dengan skala Internasional seperti ini pun, tetap tak bisa menghasilkan apapun kecuali dugaan-dugaan karena minimnya bukti, tak ada yang bisa mereka lakukan dengan hanya bermodalkan bukti potongan tubuh manusia, Dead Body Tell No Tales!

Dan kini kengerian itu akan segera aku rasakan, aku mencoba memasrahkan diriku, sudah tak ada yang bisa menolongku, aku akan menjadi salah satu dari mereka, Welcome to the League Ver!





.............................

Derit pintu terbuka, aku langsung menoleh dan berteriak ketika seseorang masuk.

“ Jangan bunuh aku…. Tidak, aku gak mau dimakan!!.. ” pekikku melemparkan gelas kayu yang ada di dekatku.

“ Upsss… Hei tenang saja gadis muda.. ”

“ Kami tidak akan membunuhmu apalagi memakanmu.. ” ujar seseorang itu.

Aku terkejut pemuda ini berbicara dalam bahasa Indonesia.

“ Ka.. Kamu? Bisa bahasa Indonesia? ”

“ Jadi kalian tidak akan memakanku?.. ” tanyaku memastikan.

“ Hahaha tentu saja, jangan terlalu banyak nonton film horror.. ” katanya tertawa ramah sembari memungut gelas kayu yang tadi aku lempar.

“ Perkenalkan nama saya Tobi, saya salah seorang juru masak di pulau ini, selamat datang di Pulau Arkazan… ” ujarnya tersenyum mengulurkan tangan.

“ Ve.. Veraa… ” kataku ragu-ragu membalas jabatan tangannya.

Tobi ini masih muda, mungkin seumuran denganku, tubuhnya atletis sekali namun dia tidak terlihat seperti gambaran umum suku-suku pedalaman yang berkulit hitam dan berambut keriting, dari wajahnya dia malah terlihat seperti orang Amerika Latin, berhidung mancung dan berkulit coklat.

Kemudian pemuda yang hanya memakai Koteka ini melangkah menuju tungku besar itu, dia membuka penutupnya lalu uap panas pun langsung membumbung, dia mengambil sendok besar dan mencicipi rasa air rebusan itu, kemudian mulai mengaduk-aduknya, aku kembali cemas karena tak mau begitu saja mempercayainya.

“ Ii.. itu bukan buat ngerebus aku kan?... ” tanyaku gugup.

“ Ngg…? ” dia melirik kearahku.

“ Oh ini? Ini buat acara nanti, karena akan ada pesta.. ” lanjutnya ramah.

Aku kembali gemetar, aku betul-betul sensitif dengan kata-kata pesta, perayaan, dan ritual saat ini karena sungguh keadaan ini tak normal untukku.

“ Non Vera tenang aja, saya tahu non pasti mikir macem-macem kan?.. ” sambungnya mengetahui ketakutanku.

“ Apa yang dikatakan sama warga Bras pas ngirim non kesini?.. ” tanyanya.

“ Aku bakal jadi Dewi kesuburan dan dipersembahkan sebagai tumbal Goro iblis hutan ” jawabku.

“ Hahahahaha…. Goro? Iblis hutan? Hahahaha ” Tobi tertawa lepas setelah terdiam beberapa saat.

Aku terheran, dan menatap kearahnya, tak paham kenapa dia malah menertawakan Urban Legend mereka sendiri.

“ Non, Goro dan Iblis hutan itu cuma cerita usang masyarakat dulu buat nakut-nakutin anak kecil supaya gak masuk hutan terlalu dalem… “

“ Saya gak tau kenapa masyarakat di Pulau Bras sampai sekarang masih mempercayai itu.. ”

“ Dan Dewi kesuburan itu cuma cerita masyarakat berabad-abad yang lalu… ” katanya meneruskan ucapannya.

Aku terdiam dan perasaanku seakan lega, meskipun belum sepenuhnya tapi setidaknya ucapannya barusan menghilangkan sedikit rasa Paranoid ku.

“ Non sekarang ikut saya jalan-jalan, biar saya ceritain semuanya… ” ajak Tobi padaku sambil menutup tungku masakannya.





.............................


Aku berjalan keluar dengan Tobi, saat itu aku hanya memakai kain pengikat untuk menutupi dadaku, dan Koteka adat sebagai rok yang tadi Tobi suruh kenakan.

Suasana perkampungan adat langsung tersaji di hadapanku, udara disini segar sekali, pohon-pohon besar mengelilingi perkampungan, kini aku baru tahu ternyata pulau ini memiliki gunung berapi, pantaslah tanahnya subur sekali.

Aku berbincang santai dengan Tobi sambil berjalan mengelilingi kampung, anak-anak kecil bermain-main sambil melihat dan tersenyum ke arahku, lalu kami melewati warga yang tampak sedang mempersiapkan persiapan menumbuk.

2770788757aebdc5b5821942fb3081532ed57fae.jpg

Mereka melihatku, aku harap-harap cemas menanti apa yang akan terjadi, mereka justru tersenyum ke arahku ramah, aku pun membalas senyuman mereka, dan aku kaget dengan respon mereka selanjutnya, mereka serentak membungkukkan diri di hadapanku, lalu kembali melakukan aktifitas seperti biasa.

Aku langsung melirik ke arah Tobi seolah memintanya untuk menjelaskan.

Kami lanjutkan perjalanan, Tobi mengajakku semakin ke bagian dalam hutannya, lalu kami tiba di pinggir sungai yang berarus dangkal dan amat jernih, di dekatnya ada sebuah pohon yang amat besar.

Tobi mengajakku duduk di batu di depan pohon ini, aku tak pernah melihat pohon sebesar ini sebelumnya, mungkin usianya sudah beratus-ratus tahun, tapi aku suka dengan suasana di sekitar sini, benar-benar sangat menenangkan pikiran.

“ Bentar-bentar, saya bisa habis nafas kalau ngejelasinnya sambil jalan kayak tadi.. ” kata Tobi yang dari tadi terus kuberondong pertanyaan.

“ Memang hampir semua cerita yang non denger itu bener, sampai sekarang kami memang amat menghormati soal Dewi kesuburan itu ”

“ Tapi non tahu kalau Dewi Hera tak sebaik yang non kira… ”

Aku menatapnya dari samping.

“ Dewi Hera itu Dewi yang haus seks… ” lanjutnya.

“ Huh? ” kataku terperangah.

“ Iya, Yang-Mulia memang ramah, tapi keramahannya itu sebenarnya cuma cara dia buat ngerayu para laki-laki untuk mau tidur dengannya, hampir semua laki-laki di pulau ini dulu terpaksa menjadi babu pemuas nafsu seksnya… ”

“ Puncaknya ya ketika itu, ketika dia jadi manusia.. ”

“ Sebenarnya kutukannya bukan itu… ”

“ Apa non memperhatikan kalau penduduk di desa kami hampir semuanya wanita?.. ” tanyanya padaku.

Aku berpikir sejenak, memang benar, empat orang yang menggotongku tadi malam semuanya wanita, anak-anak kecil yang bermain-main tadi wanita, dan ketika di jalan kesini pun bisa di bilang aku jarang sekali melihat laki-lakinya.

Tobi tersenyum melihat anggukanku.

“ Itulah, kami pun tak tahu apa itu kutukan atau bukan, mungkin sang Dewa murka karena dulunya penduduk kami di pulau Arka ini sangat gila sekali dengan seks, mungkin karena ketularan sifat Dewi Hera… ” katanya.

“ Kaget ya? Memang begitulah, kami lebih tahu dari masyarakat Bras karena sang Dewi lebih banyak tinggal di pulau kami.. ”

Aku tak berkedip memandanginya ketika mendengar Tobi bercerita, entah ini waktu yang tepat atau tidak, tapi kalau dilihat-lihat Tobi tampan juga, dan dia sangat murah dengan senyum.

“ Biar saya tebak, non dikirim kesini karena ketahuan ngeseks di tempat umum kan?.. ” dia penasaran.

“ Iya Bi.. ” jawabku.

“ Hahaha, udah saya tebak, soalnya akhir-akhir ini makin banyak yang dihukum kesini karena itu.. ”

“ Hah? Jadi ini bukan yang pertama kalinya? ” tanyaku baru tahu.

“ Umpp.. Dari 26 tahun saya hidup kayaknya udah 9 orangan ada deh.. ”

“ Terus mereka di apain..? ”

“ Cuma dilakuin upacara ritual Dewi kesuburan sama kepala suku, itu kayak membersihkan roh-roh jahat dari dalam diri non… ”

“ Non ngerti maksud saya kan?.. ”

Aku menggeleng.

“ Ya non mesti berhubungan badan sama kepala suku kami, mau gimana lagi itulah aturannya… ” jelasnya.

Aku langsung menghela nafas lega, beban di bahuku seakan langsung hilang, syukurlah ini Clear bukan seperti yang paling aku takutkan.

Tobi melihat ekspresiku itu, dan sepertinya dia kaget aku malah tak keberatan.

“ Non gpp sama itu?.. ” tanyanya menatapku dari samping.

“ Gpp.. Aku malah suka kok.. hihihi… ” senyumku girang sekali ke arahnya.

“ Tapi soal pacar saya gimana ya?.. ” karena tinggal soal Dimas saja yang menjadi sisa kekuatiranku saat ini.

“ Oh.. Cowoknya non bakal tetap di pulau Bras kok, dia cuma bakal di hukum kerja aja sampai non menyelesaikan ritual dengan kepala suku kami, setelahnya non bebas bisa kembali ke pulau Bras lagi… Nanti saya yang antar sendiri.. ”

Aku kembali lega mendengar ini, aku langsung merebahkan badanku di batu saking merasa leganya, aku terlalu berlebihan menanggapi cerita dari pak Amar rupanya.

“ Hahaha, saya ngerti kok non, ketakutan orang luar soal cerita Goro itu.. ” ujarnya kembali menertawakanku.

“ Non sekarang lihat…. Pohon besar yang ada di depan kita… ”

Aku kembali bangkit dan melihat pohon besar yang ada di depan kami.

“ Iya pohonnya besar banget ya.. “ aku memang takjub sekali dengan pohon besar ini.

“ Iya dan inilah Dewi Hera… ” kata Tobi menatap pohon itu.

Aku mengernyitkan dahi, tak mengerti lagi.

“ Setelah di culik oleh para Goblin, kami percaya Dewi Hera ber-reinkarnasi menjadi pohon ini, inilah pohon pelindung kami dan menjadi representasi dari sang Dewi kesuburan yang sekarang terus memperhatikan kami.. ” lanjutnya dengan bangga.

Aku tersenyum mendengar kisah mengesankan ini, sungguh.

“ Oh jadi itu maksud kamu ngajak aku kesini.. ” lirikku ke arah Tobi.

“ Iya.. Karena tadi malem ketika mereka membawa non yang lagi pingsan ke saya untuk dirawat saya kaget ngeliat non.. ”

“ Kaget kenapa?… ” tanyaku.

“ Entah kebetulan atau engga, non Vera bener-bener persis seperti gambaran Dewi Hera, berambut pirang panjang, cantik dan bermata biru… ” ujarnya melihatku.

Kami saling bertatap-tatapan, aku tersenyum kepadanya karena pujian itu, wajah Tobi yang tampan dan ramah ini membuat sifat nakalku kembali bangkit.

“ Siapa yang tau…. ” kataku langsung menyosor bibirnya.

Kami berciuman di atas batu itu, aku melumat mulut Tobi penuh nafsu, setelah semua yang kutakutkan sirna, aku akhirnya bisa menjadi diriku lagi, bahkan aku tak perlu kuatir soal Dimas.

“ Ahh non.. ” katanya ketika aku mulai duduk di pangkuannya.

“ Jangan panggil aku non lagi… ” kini aku memegangi wajahnya.

“ Iiiya.. iya… ”

Aku kembali memagut bibirnya, aku memejamkan mataku, tanganku mulai meraba-raba badan kekar Tobi yang tampak terbiasa bekerja berat itu, lalu kuteruskan dengan menyingkap kotekanya, Tobi ingin protes tapi mulutnya terus kubungkam dengan ciumanku.

Aku langsung melotot begitu menyadari Tobi punya kontol yang besar dan keras, aku melompat dari pangkuannya lalu mulai turun duduk depan dihadapan kemaluannya.

“ Ahhh… Gila Bi, kontol kamu besar banget… ” kataku terpukau mulai membandingkannya dengan lengan tanganku.

27707884a161d0ef13ed66086a3748701b7aebbd.jpg

Tapi saat aku memulai ancang-ancang bersiap mengulum kontol besar itu, Tobi menolak.

“ Jangan non… Non mesti harus jalani ritual dulu… ” ujarnya polos.

Aku terus membujuknya, karena aku paling tidak kuat kalau sudah melihat kemaluan laki-laki, namun Tobi terus menolaknya karena ini memang menyoal ke adat mereka sih, jadi aku tidak bisa memaksakan nafsuku.





.............................

Kami kembali berjalan pulang, kami menyusuri sungai yang jernih ini. Aku berhenti di anakan sungainya, sementara kuminta Tobi menungguiku sebentar. Aku mulai membasuh diriku dengan air sungai yang mengalir, terasa dingin dan segar sekali airnya, kulihat ke arah Tobi yang memperhatikanku dari pinggir, melihat itu ide nakalku mulai muncul, aku lepas kain yang membalut dadaku dan juga Koteka yang menutupi pinggangku, sontak aku benar-benar telanjang bulat sekarang, kemudian aku membelakangi Tobi sambil membasahi dan mengurai rambut pirangku yang tergerai panjang, aku membasuh tubuhku seperti biasa sambil sesekali aku menoleh ke arahnya dan memberikannya senyuman centil.

Setelah cukup segar aku kembali memakai pakaianku tadi dan menghampirinya lagi lalu kami melanjutkan jalan.

Tobi jadi terasa makin kaku, mungkin tadi itu jadi pemandangan pertamanya melihat tubuh putih montok dari seorang wanita cantik yang membasuh diri dengan air, itu terlihat dari ekspresinya yang seperti baru saja melihat hantu.

“ Mesti sama kepala suku dulu ya?.. ” tolehku ke arahnya sembari kami berjalan.

“ I..iiya, mesti kepala suku dulu non.. ” jawabnya kikuk.

“ Tuh kan manggilnya gitu lagi.. ”

“ Eh iyaiya, Ver… ”

“ Emangnya kenapa Ver? ” lanjutnya.

“ Mmmm.. Aku pengen kamu yang pertama nyicipin tubuh aku Bi.. ” aku kemudian memeluk lengannya yang kokoh.

“ Engg.. ngg ga boleh Ver… Kamu mesti ritual dulu.. ”

“ Abis itu baru boleh sama kamu?... ” tanyaku To The Point.

“ Aaa.. Ahmmm… Ga.. Ga tau aku Ver… Aku cuma tukang masak, mana pantes sama kamu yang secantik Dewi ini… ”

Seolah tak mau mendengar alasannya aku kemudian menurunkan kain di dadaku lalu mengarahkan tangannya ke arah toketku.

“ Ehh Ver, kamu ngapainn.. Jangan, nanti diliat orang… ” refleknya menarik tangan ketika kuarahkan ke dadaku.

“ Udah, cuma ngeremes doang kok… ” aku kembali mengarahkan tangannya.

Tobi terdiam, wajahnya terlihat bingung sekali, aku terus menatap wajahnya, aku suka sekali dengan tipe cowok yang lugu begini.

“ Gimana?... ” tanyaku padanya.

“ Da.. Dada kamu montok banget Ver, putingnya juga mencuat banget.. ” celetuknya mulai berani meremas-remas dadaku.

Aku membiarkan Tobi meremas toketku hingga kami tiba di pinggiran desa, kulihat para penduduk mulai sibuk, beberapa mama-mama juga mulai mempersiapkan sesuatu tampaknya pesta ritual itu akan segera dimulai. Tobi kembali ke rumah lalu mempersiapkan masakannya agar tepat waktu selesai sebelum gelap.

Malam pun tiba, mereka mulai menari dan bernyanyi-nyanyi bersama, aku pun makan bareng bersama mereka, entah kenapa saat itu aku merasa dekat sekali dengan para penduduk suku, mereka sangat-sangat ramah, dan ini berbeda jauh dengan persepsiku kemarin. Aku merasa perlakuan mereka amat baik dan tak membeda-bedakan diri denganku, mereka sudah menganggapku bagian dari mereka begitu saja, padahal secara fisik kami amat kontras.

Melihat kepribadian mereka yang seperti ini, membuatku malu dengan warga kota yang punya pendidikan tinggi namun masih saja bertingkah memalukan dengan meributi masalah suku, agama dan ras.

Mama-mama mulai menuntunku masuk ke salah satu rumah adat, aku ikut saja, setidaknya kini aku sudah tenang dan tak berpikiran buruk lagi.

“ Ver semangat ya.. Semoga kamu kuat.. ” Tobi menghampiriku.

“ Semoga kuat?.. ” tanyaku padaku.

Tobi kemudian mendekatkan wajahnya ke kupingku.

“ Penis kepala suku itu besar banget, ya semoga kamu tahan aja.. ” katanya berbisik-bisik.

Wow, aku jadi semakin bersemangat saja setelah sekali mendengar itu, Tobi mungkin belum tahu seperti apa aku.

“ Heh? Tenang aja.. ” balasku mengerlingkan mata ke arahnya lalu masuk ke dalam rumah adat untuk di dandani lagi..





RITUAL DIMULAI


Singkat cerita, ketika aku selesai di dandani, aku langsung di sambut oleh para laki-lakinya di luar rumah adat ini, tubuhku di angkat dengan kayu lalu di panggul oleh dua orang yang membawaku ke tiang kayu yang sangat besar dan terletak di atas tempat yang seperti panggung, lagi-lagi aku merasa seperti hewan buruan saja di panggul seperti ini.

27707886020967e4d66bf59bf5fe737bf66c5ebf.jpeg

Sama seperti ritual di pulau Bras, api unggun raksasa mereka sajikan untuk nantinya mereka kelilingi. Setelah tiba di tiang besarnya mereka kembali mengikat pergelangan tangan dan kakiku lagi di tiang kayu itu, pakaianku mereka buka, aku hanya mengenakan penutup di pinggangku saja saat ini, setelah mengikatku dan menyalibku kedua orang hitam itu turun dari panggung dan siap di posisi mereka lagi.

Tabuhan gendang kembali di tabuh dengan nada yang sangat bersemangat sekali, mereka membentuk jalan tepat di depan rumah, lalu beberapa saat keluarlah seseorang dengan pakaian adat yang tampak beda dari yang lainnya, dengan mahkota yang terbuat dari bulu merak, dan ada hiasan gading panjang di hidungnya, sepertinya dialah sang kepala sukunya.

Tarian adat pun kembali di lakukan, aku melihat kepala sukunya tampak memperhatikan aku yang tengah disalib di ketinggian, dadaku berdebar melihat sekuat apa lawan mainku ini, meskipun usianya tampak sudah 60 tahunan tapi aku yakin dia punya stamina yang oke.

Sementara penduduk suku sambil terus menari dan bernyanyi, aku tetap seperti ini tersalib dan menjadi tontonan di atas oleh mereka yang semakin riuh.

277078855d339f61b24c811c7538bc35f31eba45.jpg

Tubuhku yang putih mulus dengan toket besar yang tak tertutup apa-apa ini pasti dapat di nikmati dengan jelas oleh mereka, dan karena penutup bawah tubuh mereka tidak seberapa tertutup, aku bisa melihat penis para lelaki hitam itu mulai menegang melihat tubuh seksi ku yang sangat menjadi rebutan orang-orang kota ini.

Sama seperti di Pulau Bras, upacara ini lumayan lama, setelah sekitar dua jaman barulah aku diturunkan, Tobi ikut melepaskan ikatan di tanganku.

“ Vera, sekarang kamu bakal mulai di sucikan sama kepala suku, ini bagian terakhir dari ritual Dewi kesuburannya… Semoga kamu kuat yah? ” ujar Tobi mengkhawatirkanku.

Aku memandangi wajahnya yang melihatku sangat dalam, aku mengangguk ke arahnya sambil melemparkan senyum.

“ Abis ini aku janji kamu bakal nyicipin tubuh aku ini sayang.. ” kataku memegangi wajahnya.

Aku lalu di tuntun ke arah altar berbentuk panggung yang beralaskan kulit hewan, sepanjang langkah kaki menuju altar itu, suara nyanyian dan gendang tadi seketika berhenti, mereka semua hikmat akan proses sakral ini, kini hanya terdengar bunyi kayu yang sedang dilahap si jago merah, keheningan ini membuatku merasa berdebar-debar dan menjadi agak gugup, padahal sejak di salib tadi aku sudah sangat terangsang dan ingin cepat-cepat mulai.

Kemudian aku di tuntun naik ke atas altar ini, yang menuntunku menyerahkan tanganku ke kepala sukunya yang sudah menunggu, aku kini berhadap-hadapan dengan kepala suku pulau Arkazan di sebuah altar suci.

Kepala suku mulai mengelus-elus rambutku, aku memegangi dadanya yang terasa keras dipenuhi otot, aku memandanginya penuh penghayatan, aku tak begitu melihat jelas wajahnya karena penerangan kami hanya bersumber dari api unggun yang berjarak 20 meter di depan kami, belum lagi coretan-coretan riasan adat membuat wajahnya sulit kuingat.

Aku memberanikan diri dengan menciumnya duluan, agak sulit mencari posisi yang pas karena aku harus mengesampingkan wajahku agar tak menyentuh hiasan gading yang ada di hidungnya, dia mulai membalas ciumanku dengan melumat bibirku yang mungil.

Sekejap dia membalikkan situasi menjadi amat dominan menciumku dengan bibir tebal dan hitam miliknya, kepala suku memainkan lidahnya di dalam rongga mulutku, lidah kepala suku ini terbelah dua seperti lidah ular, aku membalasnya dengan memainkan sapuan lidah juga sehingga lidah kami saling membelit menggelitik.

Aku terus menikmati momen ini, meski tak lama kami berciuman, dia mulai menurunkan ciumannya ke leher jenjangku, aku meleguh dengan menutup mataku untuk lebih meresapinya. Ciumannya terus turun hingga sampai di payudaraku yang kencang, kepala suku melumat senti demi senti dari bongkahan bulat payudaraku, dia memencet toketku lalu dengan mulutnya yang besar itu dia mencoba melahap sebelah toket putihku masuk ke mulutnya.

“ Gilaa!! ” leguhku ketika toket montokku itu masuk setengahnya ke mulutnya.

Sementara putingku di hisap-hisap dan di gigitnya terus hingga membuatku kesakitan, aku melotot dan agak menahan wajahnya ketika dia menggigit putingku dengan amat gemas seolah ingin merobeknya dari toketku.

“ Zafi Lire Joatei… ” celetuknya di sela gigitannya di puting susuku.

“ Kepala suku bilang puting susunya kamu panjang banget Ver... ” ujar Tobi mengagetkanku.

Aku agak kaget juga sih dia ada di sebelah panggung, rupanya dia berperan sebagai translater untukku, aku tak memperhatikannya tadi.

Kepala suku Juno bergerak lagi, dia mulai menurunkan ciuman dan jilatannya lagi, aku bisa melihat bekas-bekas merah di kulit putih payudaraku, ciuman kepala suku sampai di pusarku, dia menggelitikku dengan memainkan lidah bercabang duanya di sekitar pusarku.

Suara-suara gendang tadi hilang lagi, hanya terdengar patahan kayu yang dimakan api yang semakin membesar di tiup semilir angin dari gunung. Orang-orang termasuk Tobi sangat serius memperhatikan ke arah altar ini, mereka dengan hikmatnya menatap kepala suku mereka yang sedang mensucikan tubuh putih penuh dosa seorang gadis persembahan yang sangat cantik ini, bagi mereka mungkin ini merupakan ritual suci yang sangat sakral, namun bagiku sekarang ini hanyalah Another Days To Having Fun.

Akhirnya aku di tidurkan olehnya di atas altar ini, aku membuka kain penutup di pinggangku lalu mengangkangkan kaki, kepala suku mulai merangsek masuk ke memekku, dia lepaskan aksesoris gading di hidungnya agar dia bisa membenamkan wajahnya ke memekku. Dan dengan segera bibirnya yang tebal itu langsung melahap memek tebal merah mudaku.

“ Ahhh.. Bangsat.. Enak banget!... ” jeritku mulai menggelinjang.

Aku mencengkram karpet yang terbuat dari kulit hewan ini dengan kuat karena kepala suku ini benar-benar Barbar sekali melahap kewanitaanku.

“ Sluurpp.. Sluuurrrpp... ” suara hisapan dan jilatannya di memekku.

Aku memejamkan mataku, mataku serasa tertelan ke dalam karena aku begitu kegelian ketika merasakan lidahnya yang bercabang dua itu mulai menggelitiki itilku, ini sensasi yang luar biasa!

Dan tak sampai dua menit aku tak kuasa menahan ledakan orgasmeku akibat jilatan sang kepala suku, aku pun langsung memekik dan ledakan orgasmeku langsung banjir keluar membasahi gelanggang tempur kami.

Tak ada reaksi dari para penduduk suku yang menonton, suasana tetap hikmat, aku terengah-engah dalam puncak kenikmatanku. Kepala suku kemudian berdiri, aku respon duduk di hadapan selangkangannya untuk menunggu menu utamanya.

Dia membuka Koteka nya lalu aku tercengang melihat ukuran kontolnya yang sangat besar dan panjang sekali itu, namun indahkan soal ukurannya dulu, karena aku lebih kaget lagi saat melihat bentuk kontolnya yang tak lazim ini, di bagian kepala penisnya ada tindikan yang sepertinya terbuat dari tulang atau tanduk binatang, itu melingkar tepat di atas lubang pipisnya, dan di sekujur batang penisnya di penuhi tonjolan-tonjolan keras berbentuk kotak-kotak yang aku tak tahu apa, teksturnya mirip sekali ban tahu seperti di motor Cross.

Aku bergidik, tak pernah kuliat penis seaneh ini sebelumnya, aku jadi teringat ucapan Tobi tadi, kepala suku menatap ke arahku menungguku untuk mengulum penisnya, tak mau mengecewakan penduduk suku, aku mulai mendaratkan jari lentikku ke batang penis aneh itu, tonjolan ini amat keras seperti tulang! Aku jadi takut sendiri membayangkan tak lama lagi benda ini akan segera keluar masuk di memek yang selalu kurawat ini, bisa-bisa memekku rusak nanti!

Jariku mulai mengocoki kontolnya pelan, lalu kubuka mulutku sambil kutatap wajah kepala sukunya yang tampak memperhatikanku, aku hapus keraguanku dan kulahap langsung penisnya, kepala suku menengadah dan meringis, mulutku hanya sanggup masuk 1/4 nya saja di kontolnya, perasaan aneh kembali menjalar di dalam diriku, kepala penisnya yang bertindik tulang itu seketika membengkak di dalam mulutku, aku mencoba tak tersedak ketika lelaki hitam berbadan besar ini memaju-mundurkan kontolnya di mulutku, tindik tulangnya mengenai langit-langit mulutku sementara tulang persegi yang ada di batangnya membuatku tak bisa Smooth menghisap kontolnya.

Bermenit-menit aku terus mencoba menampung kontol besar itu sekuat yang kubisa, hingga ketika dia menarik keluar kontolnya dari mulutku aku bisa bernafas lega, aku dia tidurkan lagi, aku di penuhi kecemasan yang luar biasa.

“ Ubha key sanifa uentrao.. ” cakapnya ke seseorang di bawah altar.

Dua orang wanita langsung naik ke altar, mereka mengikatkan tali tambang lagi ke tanganku, hingga kini tanganku terbentang terikat di dua arah, lalu kepala suku itu mengoleskan sesuatu yang terlihat seperti madu ke memekku, aku mulai panik dengan situasi ini, aku melirik ke arah Tobi, namun dia diam saja tak memberi komentar apa-apa.

Kepala suku mulai merangsek masuk ke selangkanganku, dia mengoleskan madu tadi juga ke kontol besarnya itu, tampaknya mereka menjadikan madu sebagai pelumas.

“ Fafados Mi-Hera la Hababan... ” teriak kepala suku.

“ Hababan!.. ” jawab warga suku kompak.

“ Fafados Mi-Hera la Hababan... ”

“ Hababan!.. ”

Mereka mengulang itu terus berkali-kali, sebelum akhirnya kepala suku Juno mulai menancapkan kejantanannya masuk ke dalam tubuhku.

Aku mendelik ketika terasa kepala kontol bertindiknya menyeruak masuk ke dalam memekku, di ikuti batang kontolnya yang bertekstur kotak-kotak itu mulai masuk juga, aku berteriak sekuat yang kubisa ketika benda itu mencoba masuk lebih dalam, aku memberontak dan mulai bergetar-getar di atas altar batu ini.

Dia mendiamkan kontolnya di memekku guna memberiku waktu adaptasi, kontolnya hanya bisa masuk setengah bagian saja karena ini sudah mentok hingga ke mulut rahimku, terasa sekali memekku di paksa mengembang untuk menyesuaikan ukuran kontolnya yang seperti kontol kuda ini!

“ Auwww pak sakiiiit... Uughh.. ”

Aku berteriak saat dia mulai mengentotiku, meskipun gerakannya masih pelan namun ini sudah terasa amat sakit! Tonjolan-tonjolan di batang kontolnya mulai memberikan sensasi yang aneh di dalam dinding memekku, aku mulai meronta tapi ikatan di tangan membuatku tak bisa berbuat banyak, kini aku tahu kenapa mereka mengikatku, air mata mulai menetes di sudut mata ini merasakan hujaman kontol besar itu di memekku, ini tak seperti yang kubayangkan, kupikir ini akan mudah untuk kulalui, namun ternyata ritual ini amat menyakitkan, aku yakin setelah ini memekku sudah pasti akan lebar dan jadi longgar.

Bermenit-menit berlalu bak berjam-jam lamanya, kepala suku terus menindih tubuh tak berdayaku di atas altar persembahan ini, tak ada suara lain yang terdengar selain teriakanku yang melengking hingga ke seluruh penjuru hutan, aku tak tahu apa yang di pikirkan para penduduk yang sedang menonton kepala sukunya sedang menyetubuhi gadis berkulit putih yang terikat tak berdaya ini. Aku agak bersyukur madu tadi benar-benar membantu penetrasinya, jika bukan karena madu ini aku yakin rasa sakitnya pasti akan lebih dari ini.

Aku mencoba menatap si kepala suku yang kini sedang menindihku, dia menatapku amat dalam, tubuh kekar hitamnya terus maju-mundur di atas tubuh seksi ku, sekilas kulihat ada tato bergambar bunga di pinggang sebelah kanannya.

Aku merasa seperti tak sedang berhubungan badan dengan manusia, ini lebih seperti sedang di entoti kuda secara tidak langsung! Tonjolan di batang penisnya seperti sikat yang menggaruk isi dalam memekku saja rasanya, memang rasa sakitnya mulai berkurang tak seperti di awal tadi ketika baru masuk, proses adaptasinya tapi benar-benar menguras tenaga.

Di menit-menit berikutnya aku semakin merasa jauh enakan, aku sudah tak berteriak-teriak lagi seperti tadi, dan kini aku mulai mendesah mendapat sensasi lain yang mulai terasa, aku biarkan kepala sukunya terus menggagahiku yang terikat mengangkang di bawahnya, kulihat sekitar tak ada yang berubah dari ekspresi para penduduk suku selain memperhatikan dengan amat tenang prosesi ritual Dewi kesuburan ini.

Aku mendapatkan lagi Mood ku, rangkaian situasi yang ada saat ini membuatku kembali bergairah.

Kontol gede, di entoti orang hitam, dan ditonton banyak orang, apalagi yang kini aku inginkan?

15 menit kemudian, sang kepala suku mulai meleguh, dan mempercepat penetrasinya, memekku semakin memproduksi cairan alaminya semakin deras yang menandakan bahwa aku akan segera orgasme lagi, sensasi tusukan kontol jumbo si kepala suku terasa bak baut bergegerigi yang sedang membolongi meja, aku mulai mengunci tatapan mata sayuku ke arah si kepala suku yang tampak semakin dekat dengan ejakulasinya.

“ Molo oa ts’epo... “ teriaknya sesaat dan aku langsung merasakan semburan hangat di dalam memekku.

Menyadari dia ejakulasi, aku pun ikut orgasme, meski terpaut sepersekian detik tapi aku tetap bisa mengejar orgasmeku bersamaan. Dia membeliak ke udara dan terus menyemprotkan air maninya di dalam memekku, aku merasakan semburan dalam jumlah yang besar sekali, mungkin hingga lebih dari 9 kali semburan, sehingga spermanya langsung meleleh keluar karena tak tertampung seluruhnya.

Kemudian kepala suku beranjak, dia berdiri di atasku yang masih terikat tak berdaya, dia meneriakkan sesuatu yang membuat penduduk suku langsung riuh gempita, dua orang wanita naik kembali ke atas altar dan melepaskan ikatan di tanganku, aku menarik nafas sedalam mungkin, ini terasa sangat melelahkan terutama di awal, meskipun sangat menyakitkan tapi menjelang akhir aku mendapat sensasinya, kini aku ingin melihat bagaimana bentuk memekku setelah di hajar oleh penis monster itu tadi, semoga saja tak rusak.

Aku belum bisa duduk, begitu tanganku kembali bebas aku menyeka keringat di dahiku, aku menoleh ke arah samping altar untuk mencari Tobi, Tobi tersenyum ketika melihatku dia memberiku kode jempol yang langsung kubalas dengan salam jempol juga.

“ Zdaj je ona naša boginja.... ”

“ To jeu Sveti obred, naj nas.. ”

“ Bog vedno varuje.. ”

“ Pozdrav Miru-Hera!.. Hababan!! ” teriak sang kepala suku.

“ Hababan!!!... ” jawab seluruh suku serentak.

Lalu mereka semua kompak berbaris di depan altarku, aku segera duduk untuk mengetahui apa yang mereka lakukan.

“ Miru De-Hera!!!... ” teriak seseorang yang kemudian di susul sembah sujud!

Aku tercengang melihat mereka semua kini bersujud di bawahku, lelehan sperma kepala suku mereka bahkan masih meleleh keluar dari Vaginaku dan kini mereka sudah bertekuk merendahkan kepala di hadapanku, termasuk Tobi.

Setelah bersujud mereka kembali bernyanyi-nyanyi dan mengelilingi api unggun, dalam sekejap keheningan yang tadi sempat hilang menjadi suka cita para penduduk suku, nyanyian dan gendang kembali bertalu-talu bergemuruh memenuhi seluruh pulau.

Aku langsung mencari Tobi dan berjalan turun dari altar ini, Tobi memegang tanganku menuntunku turun dari tangga karena melihatku kesulitan berjalan, aku agak mengangkang karena memekku rasanya lecet akibat kontol besar kepala suku itu.

Aku menatap Tobi yang tersenyum melihatku, kulihat para penduduk sibuk dengan pestanya sementara kepala sukunya kembali masuk ke dalam rumah adat.

“ Selamat Dewi.. Sekarang kamu udah bebas dan suci lagi... ” katanya dengan senyum ramah padaku.

“ Yuk kalo gitu, sekarang sama kamu... ” kataku memeluknya.

Tobi menggeleng dan mendorongku pelan dari dadanya.

“ Ga boleh Dewi... Aku cuma dari kasta rendah di pulau ini... ” katanya memegang bahuku.

“ Apa peduli aku! Aku mau seneng-seneng sama kamu... Yuk.. ” ajakku lagi karena aku masih ingin bersetubuh lagi.

“ Dewi.. Kami di pulau ini ada hierarki dalam tatanan sosial kami.. Dewi harus hormati itu.. Ngerti yah?.. ” ujarnya tersenyum.

Aku mulai bete dengan aturan-aturan yang ada di pulau ini, aku jadi tak bisa bersenang-senang jadinya, padahal nafsuku sedang tinggi-tingginya saat ini, apalagi permainan kepala suku mereka tadi cenderung pasif, yah aku memakluminya karena upacara itu dilakukan bukan untuk memuaskan nafsu, tapi hanya sebagai prosesi adat yang telah berjalan selama berabad-abad.

“ Terus gimana? Aku pengen ngentot sama kamu Bi!!.. ” kataku yang semakin di desak dengan sisi keduaku.

“ Gak bisa.. Aku ada di kasta terbawah di suku ini, aku cuma orang biasa, dalam sebuah pesta kalau mau makan aku mesti nunggu orang dari kasta di atas aku selesai makan, baru aku boleh makan.. ” lanjutnya menjelaskan.

Aku kini mengerti! Jadi maksud Tobi dia tak boleh melangkahi siapapun dalam hal-hal tertentu.

“ Yaudah kalo gitu panggil semua orang yang kastanya di atas kamu.. ”

Tobi terheran dengan ucapanku.

“ Maksudnya?.. ” tanyanya.

“ Iya, panggil semua cowok yang kastanya di atas kamu buat nyetubuhin aku sekarang!!... ” kataku mantap.

“ Ka.. kamu serius? ” Tobi bengong.

“ Cuma ini kan caranya?.. ” kataku langsung menggenggam tangannya kuat.

Tobi menatapku dari ujung kepala ke ujung kaki, lalu meneguk ludah, dia mengangguk, tampaknya dia pun tak bisa mengabaikan kesempatan untuk menjajal tubuh montokku ini. Cowok ganteng ini memutarkan badannya ke arah penduduk.

“ Imeida... Haro sa ampire la De-Hera wi fu... ” teriaknya keras.

Kemudian dia mengulangi lagi beberapa kata-katanya hingga beberapa laki-laki mulai mendekat ke arahku.

“ Shhhhssh!.. ”

Aku mendesis dan kepalaku seketika terasa sakit, gairahku langsung terbakar sadar bahwa aku akan segera di Gangbang oleh semua laki-laki di pulau ini!

Tobi kembali mendekat sambil menunggu yang lainnya berkumpul, aku menggigit bibirku sendiri dan mulai menggosoki memekku.

“ Dewi, apa ini gpp? Loh? Kok muka Dewi gitu? ” tanyanya yang melihat gelagat aneh dan mataku yang mulai redup.

Aku mengangguk, Tobi pasti aneh melihat mataku yang tiba-tiba menjadi sangat sayu ini, aku pegang dada kekarnya dan terus menatapnya.

“ Uhhh... Aku gpp sayang, cepet panggil semuanya aku udah gak tahan lagi!!.. ” rajukku menggodanya.

Tobi berusaha menghindar ketika aku ingin mencium bibirnya, jujur aku sudah tak bisa mengendalikan diriku sendiri saat ini.

“ Engg.. Totalnya ada 12 orang yang kastanya di atas aku, karena Dewi tahu sendiri di pulau ini gak banyak laki-laki, selebihnya juga masih anak-anak.. ”

“ Gpp sayang.. Aku malah seneng di pake rame-rame kok... ” jawabku semakin liar.

“ Ya... yaudah deh, aku bakal nunggu giliran aku, kalau nanti Dewi ga kuat, bilang aja ya.. Jangan dipaksain.. ” tutupnya mundur.

Aku mulai berjalan ke salah seorang laki-laki yang ada di dekatku, mereka sudah mengelilingiku, mungkin ada sekitar 7 orang, dan Tobi bilang ini masih bisa bertambah. Aku tak tahu soal urutan hierarki mereka, yang ada di kepalaku saat ini aku ingin bersenang-senang dengan mereka, kapan lagi aku dapat kesempatan ini, di kota sangat sulit mencari cowok-cowok untuk memuaskanku.

Aku jongkok di laki-laki yang tadi, aku menyingkap Koteka nya, kulihat kontolnya yang besar dan berurat sudah tegang! Memang tak se-ekstrim kepala suku mereka, tapi untuk ukuran yang rata-rata kutemui ini sangat besar.

“ Ummm... ” kataku mulai melahap kontolnya yang seperti pisang.

Dia meringis merasakan permainan mulutku, jariku menggaruki memekku sendiri yang terasa amat gatal ini, teman-temannya tampak hanya menonton, mungkin mereka segan. Melihat keraguan mereka aku berikan isyarat jari untuk segera maju, dan satu persatu dari mereka mulai berani mendekat, aku menyingkap lagi Koteka mereka dan kembali kutemukan ukuran kontol mereka yang besar-besar itu.

“ Aku bener-bener bakal mati keenakan ini !! ” racauku dalam hati.

Kini aku mulai di kepung mereka yang sudah menyodorkan kontol mereka masing-masing ke wajah cantikku, memekku yang gatal ini tak bisa kugaruk karena tanganku penuh menghandel penis hitam mereka, tak mau buang waktu aku tegak dan membungkukkan diri, sambil tetap menghisap kontol mereka aku memberi isyarat ke mereka untuk membentuk lingkaran di sekitarku, setelah mereka membentuknya aku langsung minta untuk segera di gagahiku. Mereka saling pandang satu sama lain, dan tak lama seseorang mengarahkan kontolnya ke memekku, rupanya dialah pemilik hierarki tertinggi setelah kepala suku.

“ Ahhhh... Enaknyaa.... ” desahku mulai merasakan hantaman kontolnya yang besar itu.

Aku memejamkan mataku sambil berpegangan di pinggang cowok yang sedang kuhisapi penisnya, sementara pantatku yang menungging di sodok dari belakang, mereka melakukannya dengan cepat, dan saling bergantian di lingkaran itu.

Aku terus di oper sesuai urutan kasta mereka, aku sangat suka momen ketika aku di gilir sambil di oper-oper dengan cepat begini! Rasa sensasinya sungguh meledakkan gairahku.

Aku melepas kulumanku di kontol salah seorang mereka kemudian menoleh untuk mencari Tobi, rupanya Tobi ikut dalam lingkaran dan sedang menunggu gilirannya, aku tersenyum setelah memastikan bahwa dia ikut serta lalu kembali menyepong kontol yang ada di hadapanku sambil mengatur orgasmeku agar tepat jatuh di giliran Tobi kelak.

Cukup lama juga putaran zina ini, aku bahkan sudah ingin ngecret rasanya tapi masih belum sampai ke Tobi, seperti yang Tobi bilang mungkin ini lebih dari 10 orang yang aku tak tahu pasti jumlahnya, yang jelas kepalaku sudah ngawang-ngawang karena terus di sodok kontol besar mereka.

Aku baru sadar bahwa suasana sekitar masih tetap sama, mereka tetap berpesta seperti tadi dengan nyanyian dan tabuhan gendang, meskipun di dominasi para wanitanya yang seolah tak peduli bahwa suami-suaminya kini sedang berkumpul mengentotiku, bahkan beberapa anak kecil di biarkan saja menontoni langsung aku yang sedang di gilir ramai-ramai oleh bapak-bapaknya.

Aku geleng-geleng kepala saja.

Akhirnya aku di oper ke Tobi ketika titik orgasmeku sudah berada di ujungnya, aku langsung setengah berdiri dan melingkarkan tanganku ke bahunya, aku ingin menatap dan melihat ekspresinya ketika dia mengentotiku untuk pertama kalinya. Tobi mulai menjejalkan kontolnya ke memekku, aku abaikan lelaki yang memintaku mengulum kontolnya karena aku ingin meresapi tusukannya dengan sepenuh hati.

“ Ahhhh.. Entotin aku sayang... ” bisikku di depan wajahnya.

Tobi pun mengerang saat kontolnya yang berukuran besar itu masuk memekku, aku menatapnya dengan pandangan yang amat sayu, Tobi tampak serius menyetubuhiku, wajah murah senyumnya tadi tak tampak lagi.

“ Dewi.. Enak bangeeet.... ” desahnya sebelum kuciumi bibirnya.

Aku menggosok-gosok klitorisku sendiri sambil kontol Tobi keluar masuk di dalamnya, dalam sekejap aku merasa sudah akan meledak.

“ Yang kuat sayang... Aku pengen keluar... ” kataku ke arahnya sambil mempercepat gesekan di itilku.

“ Plok!!...Plokkkk... Ploookkk!!! ” tobi langsung membabat pantatku dengan kekuatan penuhnya.

Dalam satu teriakan akupun Squirt dengan hebat, ini mungkin Squirt terhebatku setelah berbulan-bulan lamanya. Aku bahkan sampai tersungkur ke tanah karena kakiku langsung kehilangan dayanya, Tobi dan yang lainnya tampak panik, mereka mencoba membantuku berdiri lagi, namun kakiku masih gemetar dan aku tak bisa berdiri, dari raut wajah mereka sungguh terlihat sangat cemas, aku memberi isyarat ke mereka bahwa aku baik-baik saja.

Aku paham mungkin mereka tak pernah melihat cewek Squirt, atau mungkin mereka benar-benar khawatir terjadi sesuatu dengan Dewi kesuburan mereka yang baru ini?

Dan akhirnya sepanjang malam itu suku Juno benar-benar berpesta dengan riuh, dimana para wanitanya asik bernyanyi dan berdendang mengelilingi api unggun yang tak pernah padam dan para kaum laki-lakinya yang terus mengerumuni tubuh putih mulusku dan berebut untuk meremas-remas semua bagian montok tubuhku yang bisa diremas, sepanjang malam itu juga aku terus berpesta seks dengan mereka semua dan bahkan membiarkan mereka untuk mengeluarkan benih mereka di memekku.





.............................

Aku terbangun, begitu bergerak terasa tulangku rasanya mau copot semua saat ini, kulihat sekitar aku berada di rumah yang sama seperti kemaren, dirumah Tobi. Dia sedang mengiris-ngiris sayuran di meja depan tungkunya.

“ Pagi Bi.. ” kataku menyapanya yang tak sadar aku sudah bangun.

“ Sore.. ” jawabnya sambil tersenyum.

“ Gimana tidurnya? Aku lagi nyiapin Dewi minuman herbal ini.. ” katanya menunjuk ke apa yang sedang dia kerjakan.

Aku baru sadar sejak tadi malam setelah prosesi ritual itu dia jadi memanggilku Dewi-Dewi.

“ Ya karena emang sekarang kamu udah jadi Dewi kita... ” dia seketika menjawab protesku yang risih dengan panggilan itu.

“ Eh itu minuman herbal apa? ” tanyaku mencoba berdiri.

“ Ini herbal khusus buat stamina dan kesuburan... ” jawabnya memamerkan Ingredients nya padaku.

“ Subur?.. ”

“ Iya... Ini sih terserah aja mau apa engga di minum, soalnya ini salah satu ramuan rahasia turun temurun yang bahkan di cari orang-orang luar... ”

“ Emang apa gitu kasiatnya?.. ” lanjutku.

“ Buat stamina dan kesuburan... Kalau di kami cowok ini bakal menyehatkan sperma dan menambah vitalitas.. ”

“ Yaudah sini aku minum... ”

“ Hmmm temenin aku mandi yuk di sungai... Aku gerah nih, lagian risih sama sperma kering di memek aku ini.. ”

“ Yaudah deh ayuk.. ” Tobi pun meninggalkan pekerjaannya.

Setelah meminum jamu yang dibuatkan Tobi tadi kami pun berjalan keluar dari rumahnya, di sepanjang jalan para penduduk suku yang berpapasan denganku selalu membungkukkan tubuhnya, aku jadi tak enakan di perlakukan begini.

Setibanya di sungai aku mulai membugili diriku dan membilas tubuh putih mulusku ini dengan air yang sangat membuat segar, Tobi menjagaku dari tepian, melihat itu aku panggil dia dan mengajaknya mandi bareng, dia pun mendekatiku, kupeluk dia ketika dia berdiri di depanku, Tobi yang awalnya kaku tampaknya mulai tak bisa menyembunyikan nafsunya padaku. Dia mengelus punggung dan meremas pantatku, dalam pelukan ini, dia juga menciumi leherku dan sekitar kupingku.

“ Ahhh... Bi.. ” lirihku langsung birahi merasakan kecupannya di tengkukku.

Aku suka sekali dengan sikapnya, jika dipaksa berdua-dua terus begini mungkin aku benar-benar akan jatuh cinta dengannya.

“ Aku boleh make kamu lagi non?.. ” tanyanya dengan lugu..

Aku terdiam, kutatap wajahnya yang lugu itu.

“ Gak boleh! ” kataku ketus menunggu responnya.

Dia tertunduk tampak kecewa, namun dia tak memprotesnya, aku tertawa melihat kepolosannya.

“ Gak boleh kalo kamu masih manggil aku Non dan Dewi... ” lanjutku kemudian tersenyum.

Tobi langsung semringah dia memelukku lagi.

“ Iya deh janji ga manggil kamu itu lagi.. Veraaa.. ”

Kami bersetubuh di atas batu di pinggir sungai, dalam kesempatan ini aku akhirnya bisa meluapkan nafsuku secara Fair dengan Tobi, Tobi pun begitu, dia tak lagi segan untuk melampiaskan nafsu seksnya karena aku telah memenuhi semua persyaratan kasta yang menjadi penghalang kami di awal.

Sepanjang malam itu juga aku biarkan tubuh kekar dan langsat Tobi menggagahi tubuh putih mulus seksi ini, dan membiarkannya menembakkan sperma kentalnya yang amat banyak itu berulang kali di dalam memekku.





.............................


Seminggu berlalu aku tetap menetap di desa ini, aku mulai berbaur dengan kehidupan sederhana desa, meskipun aku sudah bisa kembali kapan saja tapi entah kenapa aku malah menemukan titik nyamanku bersama Tobi dan penduduk suku yang memperlakukanku amat ramah.

Aku tinggal di rumah Tobi bak sepasang suami-istri, karena aku lumayan mengerti soal memasak aku jadi mudah membantunya yang berperan sebagai koki di pulau ini.

Aku merasa di pulau ini aku bisa melakukan apapun sebebas-bebasku, sifat liarku dan libidoku bisa kusalurkan dengan amat mudah, kadang jika aku sedang birahi mendadak dan Tobi sedang pergi kehutan mencari temulawak, aku tinggal pergi ke luar dan mencari laki-laki untuk langsung kupaksa ngeseks denganku, para wanitanya hanya tersenyum saja melihatku bersenggama dengan suaminya tanpa mengganggu.

“ Veraaa... Veraaaa “ teriak Tobi sejak tadi mencariku.

“ Ehh.. iyaa.. ” aku langsung keluar dari semak-semak dengan anak ini.

Tobi hanya geleng-geleng kepala melihatku keluar bersama seorang anak kecil dari semak-semak.

“ Tuh.. Bener kan kamu nyusuin di sini.. ” katanya mendekat ke arahku.

“ Iya, udah nyariin dari tadi? ” aku langsung menggandeng Tobi ketika anak laki-laki itu pergi berlari.

Di sepanjang jalan aku senyum-senyum sendiri.

“ Kamu gak nyuruh dia buat ngeseks sama kamu lagi kan Ver pas nyusuin dia tadi?.. ” tanyanya menyadari gelagat anehku.

“ Hmmmmm..... Ga tau.. Hihihi.. ” jawabku senyum-senyum.

“ Yee dasar... ” ujar Tobi tertawa kecil.

Oh iya sejak meminum ramuan herbal yang di berikan Tobi beberapa hari lalu yang ternyata tak hanya sebagai vitalitas, sejak meminum itu payudaraku kini bisa menghasilkan air susu sendiri, awalnya aku agak kaget karena aku tak sedang hamil, Tobi tak tahu bahwa ramuan itu ternyata memiliki efek samping seperti itu kepada wanita karena selama ini hanya di gunakan untuk para prianya saja di pulau ini.

Tapi aku malah amat senang mengetahui bahwa aku sekarang jadi bisa menyusui, apalagi dengan bentuk payudaraku yang terasa semakin membesar dengan puting susunya jadi tambah panjang dan besar.

Sejak meminum ramuan itu pula aku merasa semakin meledak-ledak dan semakin Hyper seksual, seolah aku merasa berada dalam masa suburku terus setiap hari.

“ Jadinya berapa orang Bi buat ntar malem?.. ” tanyaku.

“ Ya sekitar 12 orangan itulah Ver, soalnya sisanya mesti piket jaga malam.. ” lanjutnya merangkulku sambil berjalan kerumah.

“ Yaudah deh gpp.. ”

Setibanya di rumah aku langsung mendorong Tobi keranjang, aku membuka penutup dadaku, Tobi terdiam melihat toket besarku yang masih menitikkan air susu dari putingnya. Aku duduk di atas perutnya, kusingkap rambut panjangku kemudian kucium bibirnya, hari menjelang maghrib tapi aku ingin menyempatkan bercinta dengan Tobi dulu sebagai pemanasan.

Setelah maghrib aku meminta Tobi mengumpulkan semua laki-laki di desa untuk kembali menggauliku lagi.

Aku arahkan tetek bulatku ke kontol Tobi yang sudah tegang sekali, kurapatkan dua buah dada yang berisikan air susu itu menjepit kemaluannya, Tobi meringis, kutatap terus wajahnya yang kini sedang mengentoti toketku.

“ Enak Bi? Kamu lagi ngentotin toket gede aku loh sayang... ” ujarku menggodanya dengan tatapan binal.

“ Augghh Ver, enak banget sayangg.. ” lirihnya memejamkan mata menikmati kocokan toketku.

Sementara payudaraku tengah di belah kontolnya, putingnya terus menyemprotkan susu yang mengenai perut kotak-kotak Tobi. Aku lap air susu yang berceceran itu dengan jariku dan kuusap ke kontolnya sebagai pelumas kemudian kembali melakukan Titsjob untuknya.

Sadar waktu kami singkat, Tobi kemudian menyuruhku menungging, aku memposisikan diriku seperti yang dia minta, Tobi mengarahkan kontol gedenya ke liang anusku, hanya bermodalkan pelumas berupa air susuku, kontol gede itu langsung menembus anusku memulai penetrasinya.

“ Gede banget kontol kamu Bi... Ughhh aku suka banget kalo kontol gede masuk ke pantat aku sayang.. ” jeritku.

Tobi terus menyodomiku di atas ranjang kayu ini, dengus nafasnya tampak cepat memburu ejakulasinya, aku menundukkan kepalaku membiarkannya mengejar puncak orgasmenya. Sambil di sodomi Tobi, toketku terus meneteskan air susunya padahal sedang tak di sentuh dan di pencet.

“ Verrr.. aku pengen keluar sayang... ” jerit Tobi beberapa menit kemudian.

“ Keluarin di memek aku sayang.. Aku pengen ngerasain hangatnya air mani kamu Bi.. ” pintaku.

Tobi mencabut kontolnya dan memindahkan ke memekku, dalam beberapa kali tusukan saja aku langsung merasakan semburan hangat yang banyak di dalam memekku.

“ Ouuwww Fak!! ” lirihku merasakan nikmat hangatnya yang membuat mataku memutih.

Sperma Tobi langsung memenuhi liang senggamaku bercampur dengan sperma anak kecil yang tadi.

“ Gila Verr.... “ leguh cowok ramah ini.

Setelahnya dia langsung roboh menindih tubuh putihku yang tidak terbalut apa-apa ini dan langsung memelukku, aku juga membalasnya dengan memeluknya.

“ Ver sejak ada kamu aku ngerasa beda banget.. Aku puas banget sama kamu cantik.. ” pujinya memelukku.

“ Iya Bi.. Kamu boleh ngelakuin apapun yang kamu mau sama aku... ” jawabku senyum dan mengecup bibirnya.

Aku arahkan puting susuku ke mulutnya, Tobi pun langsung menghisapnya dan menyusu di dadaku. Aku kembali memejamkan mata, terasa beda sekali hisapan menyusu dari pria dewasa dan anak kecil.

Sejak payudaraku bisa mengeluarkan air susu, banyak mama-mama yang membawa anaknya untuk disusui denganku, Tobi bilang mereka menganggap air susuku pembawa keberuntungan, aku tertawa saja dengan itu dan sama sekali tak keberatan ketika mereka memerah payudaraku di atas ember baskom.

277078880c0a0c3fed8500b81c54e8eb530cc291.jpg

27707889dc5ac99d548ad5e215cf4a024c6cadc5.jpg

Kadang ketika sedang di perah-perah oleh mereka aku jadi Horny sendiri, seperti tadi pagi saja ketika para kaum laki-laki bergantian mendatangi dan meminta air susuku aku jadi terangsang saat mereka meremas-remas dada besarku, aku membiarkan dua lelaki hitam itu tiduran di pahaku, kemudian aku arahkan nenenku ke wajah mereka, mereka langsung menyambar putingku lalu mulai menyusu, sambil mereka menyusu aku bermasturbasi sambil merasakan setiap emutan dan hisapan bibir tebal mereka di putingku.

Aku memejamkan mata untuk meresapi kenikmatan setiap denyut-denyut cairan yang di tampung di payudaraku itu ketika terasa mengalir turun dan berpindah masuk ke mulut mereka, kenikmatan proses Lactating nya tak bisa kugambarkan dan itu membuatku langsung orgasme di tempat!

Tak puas dengan itu, tadi setelah mereka puas menyusu denganku mereka memberdirikan dan langsung menggendongku, mereka membawaku masuk jauh ke dalam hutan, setibanya di tempat yang entah dimana itu, aku melihat ada sebuah tunggul besar, kira kira seukuran pahaku, namun di ujung tunggul itu telah di lapisi karet, aku tidak mengerti aku akan diapakan oleh mereka, lalu dengan bahasa kode, mereka menempatkan pantatku tepat di ujung tunggul itu, kini aku mengerti, mereka ingin aku memasukkan tunggul besar tersebut ke lubang pantatku.

Satu minggu saja berada disini, lubang pantat dan memekku sekarang telah mengaga lebar akibat di gilir terus setiap malam oleh mereka semua, I Feel Sorry for Dimas, karena setelah kembali nanti aku bukanlah Vera yang sama seperti sebelumnya.

Aku penasaran sendiri apakah tunggul ini muat untuk pantatku. Setelah berusaha, aku hanya bisa memasukan seperempat tunggul itu di dalam lubang pantatku, aku menaik-turunkan tubuhku sambil berdiri layaknya sedang di setubuhi, namun oleh tunggul kayu besar.

Mereka menontonku sambil mengocok kemaluan mereka masing-masing, melihat kontol mereka yang terhunus tegang itu aku semakin menggila, kucoba terus hingga mentok di dalam lubang pantatku, kadang aku minta mereka untuk menggendongku dan mem-bedil ku dengan menaik-turunkan tubuhku di atas tunggul ini.

Setelah cukup lama dan beberapa kali orgasme, aku langsung tiduran mengangkang di atas semak, tanpa basa-basi lagi mereka langsung bergantian menggilir tubuhku.





.............................

Malam pun tiba, aku sudah tak sabar lagi untuk kembali menyerahkan tubuhku menjadi sarana pelampiasan nafsu kaum laki-laki suku Juno seperti malam-malam sebelumnya.

12 orang laki-laki sudah mengelilingiku termasuk Tobi, mereka membuat alas dari daun-daunan tak jauh dari api unggun yang menjadi sumber penerangan kami malam ini, aku agak kecewa sebenarnya dengan jumlah ini, karena jika bisa aku ingin mencoba rasanya digilir 20 orang atau lebih laki-laki, tapi mau bagaimana lagi, bahkan jumlah pria dewasanya saja di pulau ini tak sampai segitu.

Aku menghisapi penis mereka satu-satu, tenangnya debur ombak dan angin laut yang tak begitu kencang membuat kami memilih suasana di pesisir pantai malam ini.

Sambil aku mengulum kontol mereka dengan telaten dan penuh penghayatan, mereka mulai bergantian meremas payudaraku, mereka tampaknya senang melihat cipratan air susu yang terus memancar di saat toketku mereka remas.

“ Safhu Olech Trani-Sa.. ” celetuk seseorang bapak-bapak yang tengah memencet-mencet toketku.

“ Katanya air susu kamu kok gak habis-habis Ver.. ” ujar Tobi yang menerjemahkannya.

“ Iya berkat ramuan manjur kalian... ” jawabku kembali bergantian melahap kontol mereka.

Semenjak mendapat kasiat dari ramuan itu, aku jadi tak pernah tinggal meminumnya, aku minta Tobi membuatkannya dua kali sehari, yang kuminum pagi dan sore agar tubuhku selalu merasa segar dan bergairah, dan tentu saja memastikan agar air susuku selalu cukup ketika para penduduk suku memintanya.

“ Ver kita mulai ya, aku dah gak sabar nih.. ”

Tobi dan beberapa bapak-bapak menggendongku untuk di rebahkan di alas daun yang mereka susun.

“ Bi kamu duluan... Aku pengen sama kamu dulu... ” kataku mengangkang dan meminta Tobi mengentotiku duluan.

Tobi tak menjawab, dia meludahi memekku lalu mulai mengarahkan kontolnya masuk.

“ Ahhhh ini dia... ” desisku mencoba menikmati sodokannya di tengah sodoran penis mereka di wajahku.

Tobi mulai mengawiniku, sayangnya aku tak bisa menatap wajahnya dan berbagi perasaan dengannya karena aku mesti mengulum kontol-kontol tak sabaran yang antri di mulutku.

“ Kamu cantik bener Ver, kamu kayak reinkarnasi Dewi Hera... Ohhh ” celetuk Tobi.

Aku tak tahu kenapa, sejak mengetahui cerita Dewi Hera itu aku merasa amat tertarik, terlebih setelah aku melalui proses ritual Dewi kesuburan yang terjadi seminggu yang lalu, aku merasa punya keterikatan secara tak langsung dengan para penduduk suku Juno. Agak supranatural memang atau mungkin hanya perasaaanku saja tapi aku merasa Spirit dari Dewi Hera itu kini ada di tubuhku.

“ Kamu mau keluar sekarang atau nanti..? ” tanya Tobi yang tengah menggarapku dengan kecepatan tinggi.

“ Na.. Nanti aja Uhhh.. Aku masih pengen lama-lama Bi, bilangin ke mereka jangan buru-buru, aku ga mau berakhiiir aaahh.. ” desahku kesulitan bicara sambil di goyang.

Tobi langsung berdiri dan di gantikan oleh salah seorang bapak-bapak, Tobi mendekat dan ikut mengantri mulutku.

Memekku langsung diisi dengan cepat oleh bapak-bapak tadi, aku semakin kelimpungan menghadapi banyak laki-laki seperti ini ketika mereka bergantian dengan cepat, tapi inilah yang kusuka, aku suka ketika tubuh seksi ku hanya di jadikan objek pemuas nafsu oleh banyak pria seperti ini.

“ Ver kamu suka banget ya di pake rame-rame gini.. ” celetuk Tobi yang kini berdiri melihatku tengah terbaring di kerubungi banyak laki-laki bagaikan gula yang di kerumbungi semut.

Aku tak menjawab dan terus memejamkan mata berkonsentrasi akan semua kenikmatan yang bisa kuterima, memekku tengah berdenyut-denyut merasakan sodokan kontol hitam yang tengah bergantian keluar-masuk di dalamnya, sementara dua puting payudaraku tengah disapih oleh dua orang laki-laki yang sedang berlomba saling hisap menyedot air susunya, dua genggaman tanganku penuh dengan kontol, belum lagi elusan tangan kasar mereka dan gigitan-gigitan yang kurasakan di paha, betis, lengan, perut, leher dan di sekujur tubuhku, mereka terlihat amat gemas dengan tubuh montok putih mulus dan halus ini seolah benar-benar ingin memakanku hidup-hidup!

Rohku seakan sedang terlepas dari tubuhku, terbang melayang-layang di langit merasakan sensasi luar biasa yang kurasakan, entah dengan kalimat apa lagi harus kugambarkan kenikmatan ini, bahkan jika setelah ini tuhan mencabut nyawaku, aku takkan protes, setidaknya aku mati tanpa penyesalan setelah merasakan kenikmatan yang tak terukur.

Dalam sebuah teriakan keras aku melepaskan kenikmatan itu, aku Squirt hingga terkencing-kencing, lelaki yang tengah menyetubuhiku terpaksa mencabut sejenak kontolnya dan membiarkan memekku mengeluarkan puncak dari kenikmatannya, mataku memutih mereka semua berdiri dan membiarkanku terkejang-kejang di atas pasir yang beralaskan dedaunan, memekku terus memuncratkan cairannya dan dari puting susuku juga memuncratkan air susunya, mereka terdiam menonton sang Dewi kesuburan mereka terus terkejang-kejang di kaki-kaki mereka, ini terjadi selama beberapa saat hingga aku akhirnya menemukan kesadaranku lagi.

“ Ver... Ver... ” Tobi menyadarkanku dengan menepuk-nepuk pipiku pelan.

Aku memandangi sekitar, tubuhku masih kehilangan tenaganya, kulihat wajah mereka memandangiku dengan pandangan cemas, meskipun bukan pertama kalinya mereka melihatku seperti ini tapi mereka tetap saja khawatir padaku.

Aku tersenyum dan menenangkan mereka, aku minta ke Tobi menyampaikan ke mereka untuk terus lanjut saja, karena ini baru awal dari gemuruh badai birahiku yang akan datang di orgasme-orgasme berikutnya, aku meminta mereka tak segan-segan untuk terus menghajar aku sekaligus di memek dan anusku sampai mereka puas!

Seperti yang kuharapkan, sepanjang malam itu aku kembali merasakan perasaan yang sama seperti tadi, untuk wanita hyperseks sepertiku pulau ini adalah surga!

Tubuhku yang sudah letoy tak berdaya itu sudah seperti kapas putih yang terombang-ambing di samudera hitam ketika mereka oper tubuh molek ini kesana-kemari ke teman-temannya, bahkan tak hanya memek, mereka juga menembus anusku dengan dua kontol sekaligus!

Aku seakan ingin menangis bahagia rasanya ketika di satu momen aku menyadari bahwa tiga lobangku di tubuhku diisi oleh 4 kontol besar, dan mereka ejakulasi serentak di dalamnya! Masing-masing satu di mulut dan memekku, sementara dua kontol saling berbagi ruang di dalam satu lobang di pantatku.

Entah sudah berapa kali masing-masing dari mereka mengambil giliran menikmati setiap lobang di tubuhku, entah berapa kali pula kontol yang telah berejakulasi dan menyemburkan air maninya di tubuh ini, yang jelas malam itu menjadi malam yang panjang untukku, mereka terus menerus berdatangan dan mengambil giliran untuk kawin denganku.

Saat terakhir menjelang pagi, mereka menyelesaikannya dengan meludahi anusku dan memasukkan tangan mereka ke lobang pantatku yang sudah menganga lebar bergantian, seolah menutup pesta liar kami di malam itu.

Tobi kembali menggotongku yang terkapar pulang kerumahnya setelah lelaki terakhir selesai mem-Fisting anusku dengan tinjunya yang besar.





.............................

Dua bulan berlalu sejak hari pertama saat aku dikirim sebagai seorang gadis persembahan, rangkaian peristiwa yang terjadi membuatku memutuskan untuk tinggal disini dan meninggalkan dunia sana yang korup.

Aku meminta Tobi untuk ke pulau Bras dengan membawa sobekan pakaian yang kukenakan ketika tiba kesini dan memintanya mengabarkan kepada Dimas bahwa aku telah di makan dan di bunuh oleh iblis jahat itu sebagai tumbal.

Tobi bilang Dimas menangis dan amat terpukul dengan kabar tersebut, aku pun sedih harus meninggalkan kekasih yang sangat kusayangi itu namun aku lega setidaknya kini dia tak harus menungguku lagi dalam ketidakpastian.

Aku benci dengan dunia yang kutinggali, dunia penuh kepalsuan dan kemunafikan dimana setiap orangnya punya banyak topeng dan menjadikan materi sebagai tujuan akhirnya, serta tak ragu untuk menyikut siapapun termasuk saudara dan kawan, terus bicara soal kedamaian namun saling berlomba-lomba membuat senjata pemusnah masal.

Disini aku menemukan kesederhanaan dalam kehidupan baruku, aku ingin melupakan semua bagian diriku dan memulai lagi semuanya dari nol bersama penduduk suku Juno yang amat menyayangiku.

Oh ya, aku kini sudah hamil satu bulan, dan mungkin dalam beberapa minggu kedepan aku akan menikah secara adat dengan Tobi, meskipun aku sendiri tak tahu siapa ayah yang ada di dalam kandunganku ini, karena semua laki-laki di pulau setiap hari membenihiku dan ikut andil dalam proses pembuatannya, tapi Tobi tak mempermasalahkannya.

Aku juga menato tubuhku dengan gambar bunga di pinggang belakang sebelah kananku, tato yang sama seperti sang kepala suku, bunga yang melambangkan sebuah kehidupan dan kesuburan itu sendiri.

Tak hanya itu aku bahkan melakukan ritual ‘sunat’ seperti yang dilakukan setiap wanita di suku ini ketika mereka berusia 14 tahun. Ritual ini sendiri amat sakit dan terkesan sangat primitif, aku diikat menyilang di sebuah batu pipih, mulutku diikat kain yang bertujuan sebagai gigitan ketika proses menyakitkan itu berlangsung.

Kemudian daging Labia ku di sunat menggunakan mata pisau yang sangat tajam, aku sampai meraung-raung dalam tangisanku dan menggigit sekeras-kerasnya kain yang ada di mulutku untuk mengurangi rasa sakitnya ketika pisau itu mengiris daging merah yang selama ini menjuntai di bibir memekku.

Lalu setelah di sunat, ritual itu di akhiri dengan satu tindikan di klitorisku yang langsung di lingkarkan hiasan taring babi sebagai tanda bahwa aku kini telah menjadi bagian dari penduduk suku Juno.

Aku sangat senang menjadi salah satu bagian dari mereka secara sah, meskipun hingga sekarang mereka masih terus menyembahku dan membungkukkan diri ketika berpapasan denganku, mereka sudah terlanjur beranggapan bahwa aku benar-benar titisan Dewi kesuburan mereka.

Aku tidak bisa menghindari itu, kini aku hanya harus mendedikasikan diriku sebagai seorang Dewi kesuburan mereka yang baru, setidaknya begitulah yang mereka percayai.

Dan kehamilanku ini tak menghentikanku untuk tetap melakukan seks dengan mereka, bahkan kalau dipikir-pikir aku jadi tambah Barbar saja dalam urusan ini dan semakin haus akan seks, aku tak pernah lagi mengenakan pakaian selama sehari-hari di desa, tak peduli anak kecil ataupun orang dewasa yang kutemukan di sepanjang jalan, aku akan meminta mereka untuk menggauliku!

277078651fc490f0b4b8f8ea7740686b9f2c6397.jpg

Legenda Dewi kesuburan itu sendiri sudah benar-benar merasuk ke dalam jiwaku, apakah persamaan sifat antara aku dan Hera hanya kebetulan semata atau memang benar-benar rekayasa dari langit? Entahlah yang jelas aku sudah terlanjur membuka kotak Pandora dalam diriku dan menemukan kesenangan yang selama ini kucari.

Takdir yang membawa dan memilihku untuk menjadi seorang Dewi kesuburan mereka yang sesungguhnya, dan setelah takdir itu ditetapkan, tak ada lagi yang bisa menghentikanku untuk terus memuaskan nafsuku kepada mereka, suku Juno.

Hababan!!

2770786852925f98ea14359c72f7e826c4a21538.jpg
Mantap hu ceritanya. Lain kali bikin lagi hu.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd