Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT VIRDA

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 

PART 11


POV VIRDA

Bagiku, awalnya yang terpenting adalah kebahagiaan orang-orang terdekat, karena mereka adalah segalanya. Kebanyakan hal yang aku lakukan, biasanya selalu memprioritaskan mereka. Sampai akhirnya aku berada di satu titik, di mana aku merasa bahwa membahagiakan diri sendiri juga penting, sama pentingnya dengan membahagiakan orang lain, atau bahkan kadang jauh lebih penting. Membahagiakan diri sendiri adalah hal yang aku butuhkan saat ini. Mungkin sedikit terlambat, karena sebenarnya aku harus melakukan ini sedari dulu. Sekarang aku harus berekspektasi secukupnya dan fokus terhadap apa yang bisa membahagiakan diriku sendiri.

Setelah keluar dari gedung kantor Deqwo, aku tidak kembali ke kantor sebagaimana sarannya tetapi lajuku menuju rumah. Bagiku, rumah adalah tempatku berlindung, tempatku mendapat kasih sayang, tempatku mencari jati diri dan tempat di mana aku bisa bereksepresi tanpa harus malu dan takut. Ya, rumah adalah tempatku pulang, di mana aku dapat merasakan hangatnya pelukan orang-orang yang memberiku cinta dengan sangat berlimpah.

Aku pulang ke rumah, karena rumah adalah tempatku pulang untuk mengistirahatkan rasa lelahku. Aku rebahkan tubuhku di atas tempat tidur, aku pejamkan mata hanya sekedar untuk mengingat-ingat cerita hidupku di masa lalu, sehingga senyuman lahir bersama cerita hidup yang aku ingat. Aku menggeliat kecil di atas kasur empuk yang sedari dulu sudah menjadi alas tidur ternyaman. Dan mata terlelap untuk memulai mimpi indah yang aku rencanakan.

Entah berapa lama aku tertidur, tiba-tiba aku merasakan sentuhan hangat di pipiku. “Bangun, sayang ... Itu teman-temanmu datang ...” Aku berusaha membuka mata. Mama tengah duduk di pinggir tempat tidurku.

“Ya ampun ... Jam berapa ini, Mah?” Terbangun dengan mata masih tertutup sebelah dan menengok ke arah jam.

“Jam tujuh malam, sayang ... Cepet bangun ... Anta dan Deqwo menunggumu ...” Kata ibu sambil mengusap-usap keningku.

Aku bangun dan segera mencium tangan dan pipi ibu. Kemudian turun dari tempat tidurku dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Setelah itu, kurapihkan penampilan sekedarnya. Secara hati-hati dan tidak terburu-buru, aku menuruni anak tangga lantai bawah untuk menemui Anta dan Deqwo. Kedua sahabatku menyambutku dengan senyuman yang mengembang di wajah mereka dan aku balas dengan senyuman termanisku.

“Selamat pagi Nyonya ...” Canda Anta padaku.

“Hi hi hi ... Sore Om ...” Balasku sambil tertawa pelan.

“Sore-sore tidur ... Pamali perawan tidur sore-sore.” Ucap Deqwo sambil mengambil tanganku dan mendudukan aku di sampingnya.

“Gue ngantuk banget, Wo ... hi hi hi ...” Jujur, aku sedikit malu pada kedua sahabatku ini.

“Kamu lagi gak sakit kan?” Tanya Anta yang kini duduk di sampingku juga. Aku sedikit heran melihat tingkah kedua sehabatku ini yang agak berbeda. Mereka menggenggam tanganku erat sekali.

“Enggak ... Aku baik-baik saja.” Jawabku sambil memperhatikan wajah kedua sahabatku bergantian penuh keheranan. “Ada apa dengan mereka?” Gumamku dalam hati.

“Vir ... Gue dan Anta mau minta maaf ... Karena kami berdua udah banyak nyusahin lu ...” Kata-kata Deqwo semakin membuatku penasaran.

“Kalian nggak pernah nyusahin gue ... Kenapa kalian tiba-tiba bilang gini?” Aku semakin tidak mengerti dengan apa yang mereka ungkapkan.

“Ha ha ha .... Nggak apa-apa ... Aku sama Deqwo mau ngajak kamu makan malam di luar ...” Tiba-tiba Anta menarikku berdiri.

“Mandi dulu dan berdandan yang cantik ya?” Sahut Deqwo padaku. Aku pandang lagi wajah keduanya silih berganti. Kenapa rasanya aneh sekali saat mereka memperlakukanku seperti ini.

Aku pun segera menuju kamarku yang ada dilantai dua. Lalu secepatnya aku mandi dan berdandan secantik mungkin seperti yang kedua sahabatku sarankan. Sudah lama sekali aku tidak makan malam bersama dengan mereka. Walaupun perasaan hatiku diliputi keheranan, namun tentu saja tawaran mereka membuatku exciting. Tak lama kemudian, aku menghampiri lagi kedua sahabatku di ruang depan.

“Ayo!” Kataku mengajak Anta dan Deqwo segera pergi.

“Yuppzz ...!” Sahut Anta sambil menggandeng tanganku keluar rumah.

“Eh ... Sebentar ... Aku pamit dulu sama Mamah ...” Kataku dengan menahan laju Anta.

“Udah gak perlu ... Orangtuamu sudah aku beritahu ...” Kata Anta lagi.

“Ya, Vir ... Bonyok lu, udah dikasih tau kok ...” Sambung Deqwo yang berjalan mendahului aku dan Anta.

Deqwo membukakan pintu mobilnya untukku, dan aku masuk setelahnya. Deqwo dan Anta masuk dari pintu depan lalu Deqwo mulai mengemudikan mobilnya. Aku, Anta dan Deqwo sudah dalam perjalanan menuju cafe yang biasa kami gunakan untuk makan malam bersama, sepanjang perjalanan kami bernyanyi bersama. Terkadang aku yang bernyanyi begitupun sebaliknya. Kegembiraan dan keriangan yang kurasakan adalah hal-hal yang kudapat sepanjang perjalanan hingga tak terasa kami pun sampai di cafe yang kami tuju.

Aku pun melangkah keluar dari mobil dan berjalan bersama kedua sahabatku untuk menuju ke dalam cafe. Langkahku tertahan karena melihat cafe yang kami tuju dalam keadaan tutup. Aneh memang, cafe yang selalu ramai setiap malamnya, hari ini terlihat lengang. “Kenapa Anta dan Deqwo membawaku ke sini?” Gumamku dalam hati.

“Lu kenapa bawa gue kesini? Ini lagi, kayaknya cafenya tutup, Wo ...” Kataku pada Deqwo yang sedang menarik-narik tanganku.

“Yuk, masuk!” Anta mendorong tubuhku dari belakang sesaat kami telah di depan pintu cafe.

“Ini kan tutup, Antaaaaa. Kamu gak mau ketuk pintunya dulu?” Ketusku pada Anta sambil menahan laju tubuhku.

“Ahh, gak perlu. Ayo cepet lu yang buka!” Sahut Deqwo sambil menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Aku dengan hati-hati membuka pintu cafe. Ketika pintu terbuka, lampu tiba-tiba menyala.

“Surpriseee .....!” Aku melihat teman-teman kantorku di sini, termasuk Naya dan Dona.

Aku tidak percaya Anta dan Deqwo bisa memberiku kejutan seperti ini, tapi dalam rangka apa? Apakah mereka akan menyatakan perasaannya di depan banyak orang. Dan apa itu? Tumpukan besar kado-kado yang tersusun rapi di atas meja. Dan, ada sebuah kue ulang tahun yang besar di samping tumpukan kado yang diatasnya terletak angka 24.

“Happy birthday to you .... happy birthday to you .... happy birthday... happy birthday... happy birthday Virda.” Suara riuh nyanyian selamat ulang tahun yang ditujukan padaku dari semua yang hadir di sini.

Anta dan Deqwo mengapitku dan mengajak ke depan kue besar itu. Mereka menyadarkanku dari kejutan yang memang adalah kejutan bagiku. Sedetik kemudian aku mengutuk diriku sendiri saat menyadari kalau aku berulang tahun hari ini. Namun, momen ini yang aku tunggu, yang aku idamkan, yang aku banggakan. Bertambahnya usia bukan sekedar berganti hari, ada momentum di dalamnya, yang hanya bisa aku rasakan sendiri, meski kadang aku bahkan tidak ingin merasakannya.

Aku sekali lagi hanya bisa memandang wajah kedua sahabatku bergantian, tak bisa berkomentar apapun karena rasa bahagia itu sangat jelas terasa. Setelah itu, keheningan menyelimuti kami sebelum akhirnya aku mulai mengumpulkan tenaga untuk mengeluarkan suara. Kedua tangan lelaki itu kugenggam erat.

“Anta ... Deqwo ... Terima kasih ...” Lirihku.

“Selamat ulang tahun ...!” Seru Anta dan Deqwo hampir bersamaan. Beberapa detik kemudian ...

“Selamat ulang tahun.” Aku mengerjap ketika lagi-lagi suara khas itu menyapa gendang telingaku. Hatiku mencelos, rasanya raga dan tubuhku berpisah jauh saat mataku menatap mata pria ini.

“Nick ...” Aku bergumam sangat lirih nyaris tak terdengar.

Nick menghampiriku, sementara itu Anta dan Deqwo mundur beberapa langkah. Senyum Nick masih membekas saat ia membiarkan mataku menatap bola mata indah miliknya. Bibirku tak mampu mengeluarkan satu kata protes sedikit pun. Aku terdiam terpaku, semua inderaku melemah. Suasana cafe pun tiba-tiba hening, tidak ada satupun diantara sekian banyak orang memulai berbicara. Sampai akhirnya Nick mengangkat suara.

“Aku benar-benar mencintaimu, sangat mencintaimu ... Maukah kau menjadi istriku, ibu dari anak-anakku.” Ucap Nick begitu jelas. Aku menahan nafas, tak terasa airmata sudah jatuh dari sudut mataku.

“Sayaaang ... Jangan menolakku ya...?” Ucap Nick lagi. Tangannya terulur dihadapanku dengan kotak cincin yang terbuka. Wajah Nick memelas lucu membuatku mau tak mau tertawa.

Aku menghela nafas panjang lalu mengangguk. Wajah berseri terpancar darinya. Nick langsung memasukkan cincin yang berhiaskan permata tersebut ke jariku lalu segera bangkit dan meraih wajahku dan menciumnya dengan tidak sabar, mengabaikan suara siulan, tepukan bahkan protes dari orang-orang sekeliling kami. Aku bahkan sampai memukul lengan Nick karena hampir kehabisan nafas.

“Sabar dong, Boss ... Maen nyosor aja ... Ha ha ha ...!” Kata Anta. Tiba-tiba Anta dan Deqwo sudah berada di samping kami. Dan Nick tersenyum malu pada Anta dan Deqwo.

“Kita masuk acara selanjutnya ... Dona ... Naya ...!” Perintah Deqwo pada kedua wanita itu.

Naya dan Dona segera pergi ke belakang, entah apa yang akan mereka lakukan. Tetapi yang jelas, hatiku semakin tidak karuan. Mataku tak pernah lepas pandang ke arah perginya Naya dan Dona. Aku hanya mampu menahan hati ini yang kian meronta dan memberontak. DEUGG!!! Kini jantungku berdebar sangat kencang saat melihat Naya sedang menggandeng tangan kedua orangtuaku sementara Dona menggandengan tangan kedua orangtua Nick. Naya dan Dona mendudukan kedua orangtua kami di meja agak panjang saling berhadapan.

“Ayo ...!” Kata Anta seraya memeluk bahuku dan menghampiri meja orangtua kami. Begitu pun Deqwo yang mengawal Nick untuk duduk bersama di meja itu. Beberapa saat kemudian, aku duduk di antara ibu dan ayahku sedangkan Nick duduk di antara kedua orangtuanya.

“Sekarang ... Dipersilahkan untuk kedua orangtua berdiskusi menentukan hari pernikahan Virda dengan Nick ...” Celoteh Anta tanpa beban. Aku memandang wajah Anta dalam yang dibalasnya dengan sebuah senyuman.

“Sayang ... Apakah kamu menerima Nick sebagai suamimu?” Tanya ayah padaku.

“......” Aku jawab dengan anggukan kepala sambil menunduk.

“Nick ... Apakah kamu benar-benar menginginkan Virda menjadi istrimu?” Tanya ayah Nick.

“Ya ....” Jawabnya sangat lugas.

“OK ... Sekarang kita mau menentukan hari pernikahan kalian ...” Sambung ayah Nick.

“Ibu Cindy ... Kira-kira kapan akan kita laksanakan pernikahan mereka?” Kini giliran ibu nya Nick bertanya pada ibuku.

“Bagaimana kalau minggu depan?” Sahut ibuku.

“Bagaimana, Pah?” Tanya ibunya Nick pada suaminya.

“Setuju ... Lebih cepat lebih baik ...” Jawab ayahnya Nick.

Entah apa yang para orangtua bicarakan selanjutnya, aku saat ini benar-benar tidak bisa fokus, pikiranku melayang kemana-mana. Aku kehabisan kata-kata untuk mewakili seluruh perasaanku saat ini. Menggingat aku akan mengakhiri masa lajangku. Dan membangun sebuah mahligai rumah tangga bersama Nick. Tak bisa dipunggkiri aku bahagia melihat kedua orangtuaku begitu bahagia atas rencana pernikahan ini.

“Sayang ... Potong dulu kue ulang tahunmu!” Tiba-tiba ibu mengejutkan aku.

“Oh ... Ya ... Ayo, sayang ... Kita potong kuenya ...” Dan Nick merespon segera ucapan ibuku.

Aku dan Nick berjalan ke arah kue besar di tengah ruangan cafe. Suara riuh kembali membahana di seluruh ruangan. Aku berdiri persis di depan kue ulang tahunku, sebelum aku meniup lilin itu, hatiku berkata, “Aku harap, aku gak akan pernah kehilangan kebahagiaan ini. Aku harap, aku gak akan kehilangan orang-orang yang menyayangi aku ini. Hanya yang pasti, berkatilah mereka juga dengan kebahagiaan dari-Mu.”

Aku meniup lilin itu hingga padam. Teman-teman kantorku bertepuk tangan dengan antusias. Anta memberikan pisau padaku untuk memotong kue besar itu. Aku memotongnya dengan hati-hati. Menaruhnya dipiring kecil. Mereka memintaku memberikan potongan kue pertama pada seseorang yang berarti bagiku. Aku terdiam untuk sejenak. Setelah agak lama diam, aku memberikannya untuk Nick.

“Happy Birthday,” ucap Nick sambil mengambil piring yang kuberikan. Dia menaruh piringnya lagi di atas meja lalu mencium keningku agak lama. Aku memejamkan mataku dan tidak hentinya tersenyum dengan kebahagiaan ini.

Malam ini, malam yang sangat membahagiakan bagiku. Mungkin ini acara terbaik yang pernah ada sepanjang sejarah perayaan ulang tahunku. Seakan alam pun ingin turut memberikan partisipasinya pada malam perayaan ulang tahunku ini. Hari yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku.

###


POV DEQWO

Aku melihat kebahagiaan Virda terpancar dari wajahnya. Dari tatapannya saja sudah terlihat kalau Virda sangat mencintai Nick. Kulihat sepanjang acara ulang tahun Virda ini, mereka terus bercerita dan tertawa bersama. Indahnya melihat pemandangan ini. Pasti bahagia berlipat-lipat dirasakan oleh mereka yang akan menghabiskan har-harinya dengan orang yang dicintai. Anganku berhalusinasi liar membangun cerita fantasi sendiri di pikiranku. Timbul bayangan aku dan Dona saat menghabiskan waktu bersama hingga tua nanti.

“Sayang ... Kamu masih suka ya sama Virda?” Aku membolak terkejut saat tiba-tiba ucapan Dona terdengar di telingaku seiring dengan kedua kelopak mata indahnya yang terus menatapku.

“Eh ... Nggak ... Aku sudah punya kamu ...” Rayuku padanya agar Dona tidak mencurigaiku lagi.

“Dari tadi mata kamu terus melihat dia.” Kata Dona sembari cemberut.

“Aku cuma melihat kalau dia begitu bahagia ...” Kilahku sambil mengambil jemari tangannya.

“Aku juga ingin bahagia ...” Lirih Dona.

“Kamu akan bahagia bersamaku ...” Ucapku sambil mengecup tangannya.

“Janji ...!” Dona minta penegasan.

“Ya, aku janji ...” Jawabku.

“Kapan?” Tanyanya yang sungguh membuatku terkejut.

“Maksud kamu?” Aku pura-pura tidak mengerti arah pembicaraannya.

“Kapan kamu akan melamarku?” Itulah kata-kata yang sebenarnya aku hindari dari Dona.

“Secepatnya ...” Kataku bingung.

“Ya, kapan??” Dona mendesakku.

“Eem ... Maunya kapan?” Kini aku pasrah saja dengan keinginannya.

“Besok ya, sayang ... Aku mau kamu menemui orangtuaku.” Jawab Dona manja.

“Ya ... Besok ... Besok aku akan bilang sama orangtuamu ...” Jawabku.

“Makasih ya sayang ....” Dona memelukku dan mencium pipiku.

Semua terjadi sangat cepat dan tanpa sadar, hubunganku dengan Dona akhirnya menimbulkan perasaan yang entah harus dikatan apa. Setiap hari yang kulalui kini terasa sangat berbeda, Dona membawa dampak perubahan yang besar di keseharianku. Semua hal yang biasa menjadi luar biasa ketika bersamanya. Aku tidak mengerti semua terjadi melampaui batas kemampuanku. Aku peluk terus tubuhnya seakan takut kehilangannya.

“Duh ... Dari tadi peluk-pelukan terus ...” Naya berkata sambil duduk di depan kami.

“Udah gak nahan ya ...?” Anta pun ikut berkomentar sambil duduk di samping kekasihnya.

“Ya nih, Nta ... Dona udah ngajak kawin terus ...” Celotehku sekenanya.

“Ah ... Beneran tuh?” Pekik Naya dengan mata melototnya pada Dona.

“Deqwo besok akan ngelamar aku, sis ...” Ucap Dona pada Naya.

“Ahhh ... Gak mau ... Hey, aku juga pingin ...!” Seru Naya sambil menggoyang-goyang tubuh Anta.

“Iya sayang ... Nanti aku akan melamarmu ...” Sahut Anta sedikit grogi.

“Ha ha ha .... Rasain lu ...” Ledekku pada Anta yang terlihat pucat.

“Besok ya ...!” Pinta Naya pada kekasihnya.

“Ahk ... Nggak ... Jangan besok!” Anta memekik kaget.

“Pokoknya harus besok ... Aku akan bilang sama mamah kalau kamu besok akan datang melamarku ...” Kata Naya yang membuat aku dan Dona tertawa sementara Anta semakin pucat wajahnya.

Aku dan Dona semakin tertawa terbahak-bahak saat Naya terus memaksa Anta untuk melamarnya. Aku terus memanasi Naya agar Anta bersedia bertandang menghadap orangtua Naya. Perdebatan kecil mereka pun tak terelakan membuat aku semakin bersemangat mendukung keinginan Naya. Dan akhirnya Anta pun pasrah dan menyetujui Naya untuk melamarnya. Beberapa saat kemudian, Dona dan Naya meninggalkan aku dan Anta untuk mengambil makanan yang disediakan dalam acara ulang tahun Virda di cafe ini.

“Ah ... Aku kok rasanya belum siap jadi suami ... Aku belum punya apa-apa.” Keluh Anta padaku.

“Tenang aja, bro ... Gue yakin loe akan dibantu virda ama calon suaminya ...” Kataku mencoba meneguhkan hatinya.

“Mana bisa?” Sanggahku.

“Ha ha ha ... Pertunangan Virda sama Nick terjadi karena rencana lu, Nta ... Gue yakin, Nick akan berterima kasih sama lu ... Belum lagi, Virda akan bantu lu juga ...” Jelasku.

“Hhhhmm ... Gak tau lah ...” Keluhnya lagi.

“Virda datang tuh ...!” Kataku sambil menatap Virda yang sedang menghampiri kami. Dan beberapa saat kemudian.

“Makasih ya ... Ternyata kalian yang merencanakan ini semua.” Kata Virda sambil duduk di meja kami.

“Semuanya ... Anta yang mengaturnya, Vir ...” Kataku.

“Ahk ... Gak juga ... Kamu juga ikut, Wo ... Malah kamu yang banyak kerja ...” Kata Anta.

“Pokoknya ... Gue sangat berterima kasih sama kalian berdua ... Kalian memang sahabatku paling setia ...” Ucap Virda lagi.

“He he he ... Ya Vir ... Tapi sebenarnya aku ingin curhat sama kalian berdua.” Tiba-tiba Anta menggeser duduknya lebih merapat ke meja.

“Apaan tuh?” Tanyaku.

“Dengerin ya ... Virda ... Taukah kamu ... Sejak pertama kali aku melihatmu, jantungku berdegup kencang. Dulu aku tak mengerti apa yang telah aku rasakan. Maka dari itu aku selalu mengikutimu. Dan semenjak kita bersahabat, aku senang karna aku bisa lebih dekat denganmu. Makin lama makin kesini aku yakin apa yang telah aku rasakan. Wajah cantikmu, sikap baikmu. Sungguh sulit aku artikan dengan kata-kata.” Ucapan Anta sedikitnya membuat dadaku sesak.

“Tetapi ... Aku pun dekat dengan Deqwo ... Aku tau kalau dia juga mencintaimu ...” Lanjut Anta sambil menepuk-nepuk pundakku.

“Akhirnya aku memutuskan hanya ingin menjadi sahabatmu yang sesungguhnya. Alasanku adalah karena sejak awal kita menjalin persahabatan dan yang kedua aku tidak ingin Deqwo terluka karena aku mencintaimu ...” Ucap Anta lagi.

“Nta ....” Aku sangat terkejut, tangan Anta kugenggam sangat erat.

“Bener, Wo ... Aku juga mengalami perang batin, antara cinta dan persahabatan ... Sampai akhirnya aku tersadar kalau persahabatan lebih penting daripada mengikuti perasaanku sendiri.” Lirih Anta.

“Gue gak nyangka kalau lu setulus itu, Nta ... Gue jadi merasa bersalah sama lu ... Gue minta maaf, Nta ...” Kataku yang kini memeluk tubuh Anta.

“Udah ah ... aku geli dipeluk kamu, Wo ...” Seru Anta menepis pelukanku.

“Hi hi hi ... Masa cowok sama cowok pelukan ...” Virda tertawa geli. Akhirnya aku urung memeluk Anta.

“Hhhhhmm ... Bener, Vir ... Aku mencintaimu dan aku tau kalau kamu saat itu hanya mencintai Anta ... Sejujurnya, aku cemburu sekali saat itu.” Jujurku pada kedua sahabatku.

“Maaf telah mengecewakanmu. Kurasa menjadi sahabat lebih baik daripada menjadi lebih dari itu. Karena sahabat selalu mengerti dalam keadaan kita masing-masing.” Ucap Virda pelan.

“Terima kasih Vir ... Selama ini kamu telah berbuat baik padaku.” Kataku.

“Itulah gunanya sahabat. Ha ha ha ...” Kata Anta sambil tertawa terbahak-bahak.

Tanpa kami sadari, entah siapa yang memulai. Kami bertiga sudah berpelukan, melepas semua perasaan yang telah dipendam. Mencurahkan semuanya tanpa memperdulikan tatapan orang-orang di sekitar kami. Dan kami ingin menunjukkan pada semua orang bahwa sampai saat ini hubungan kami adalah sahabat dan tetap sahabat. Kami adalah sahabat, kami adalah teman yang saling melempar tawa dan duka, dan kami tidak ingin berada lebih dari ini. Kami adalah sahabat yang akan selalu ada untuk menopang dan menolong satu sama lain. Sampai tiba waktunya untuk kami harus berpisah, entah karena waktu ataupun keadaan.

TAMAT

###

EPILOG

Cinta dan persahabatan adalah teman terbaik, karena di mana ada cinta, persahabatan selalu ada di sampingnya. Dan dimana persahabatan berada, cinta selalu tersenyum ceria dan tidak meninggalkan persahabatan. Tetapi, terkadang cinta dan persahabatan tidak sejalan. Karena, terkadang kita berpikir cinta lebih menarik dibandingkan persahabatan. Terkadang kita juga berpikir cinta tidak bisa bersahabat. Tetapi, semua itu kembali ke diri kita masing-masing bagaimana menempatkan cinta dan persahabatan.

Saling mencintai bukan berarti harus bersama sebagai sepasang kekasih. Terkadang menjadi sahabat lebih baik, karena dapat saling menguatkan satu sama lain. Memiliki sahabat bukan saja memiliki satu atau beberapa orang untuk membagi cerita. Sahabat yang baik adalah mereka yang selalu berusaha membagikan contoh paling baik bagi hidup. Sahabat menjadi inspirasi bagi kita untuk berkembang. Ketika mereka berkembang, mereka akan mendorong kita untuk ikut berkembang. Karena itu adalah hal yang manis ketika suatu persahabatan mampu sukses bersama.

###




Special Thanks for akang @Nicefor disaat kesibukan RL masih menyempatkan diri untuk membantu menyelesaikan "Virda".
Nuhun nya kang. :ampun:

Dan Terima Kasih kepada 'bang @jodoaNG dan om @deqwo yang sedari awal membantu menulis dan mensupport. :ampun::ampun:

Update ini didedikasikan untuk kakak syantikku @merah_delima , doa eneng terbaik selalu...
Maacih juga atas supportnya. :ampun:

Dan terakhir untuk The Cegars...
@rad76 , @RSP27 , @Cinthunks , @BL4CKDEV1L maacih atas ide, nasehat, dan supportnya :ampun::ampun::ampun:

Kelupaan yg kasep atu, terima kasih untuk my bro @D 805 KI atas supportnya selama ini..:ampun:
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd