Chapter 5
Desire
Aku menoleh ke sekitar, tidak terlihat tanda-tanda Sinka. Sial, aku terlalu fokus melihat pergumulan gila itu sehingga tidak sadar Sinka tidak ada. Bagaimana kalau terjadi apa-apa padanya? Aku berpikir ke mana Sinka mungkin pergi dan terpikir mungkin dia kembali ke hotel. Aku pun bergegas pergi dari tempat itu dan kembali ke hotel karena khawatir dengan Sinka.
“Pak, temen saya udah masuk?” Tanyaku kepada salah satu penjaga hotel
“Udah kang, tadi waktu masuk kayak yang gelisah. Mukanya juga keliatan merah gitu, apa temennya sakit? Ga ngomong apa-apa juga langsung lari aja.” Jelas penjaga itu.
“Oh gitu pak. Ya udah pak, saya mau susul temen saya dulu, makasih pak.” Ucapku kepada penjaga tersebut sembari pergi menuju kamar. Kulihat waktu di arlojiku menunjukkan pukul 00.20.
Aku bersyukur, berarti Sinka ada di dalam hotel. Namun perkataan penjaga hotel tadi membuatku khawatir, apa Sinka tidak enak badan? Aku pun segera mendorong pintu suite kamar yang kami tempati dengan cepat, khawatir akan keadaan Sinka.Aku mendorong pintu
suite kamar yang kami tempati dengan cepat, khawatir akan keberadaan Sinka. Didalam terlihat Sinka sedang berbincang dengan Anin. Anin dan Sinka langsung melihat kearahku ketika aku membuka pintu. Anin tersenyum kepadaku, sedangkan Sinka hanya memandangku dengan tatapan kosong, mukanya merah padam, matanya sayu. “Datang juga akhirnya Kak. Tadi pergi kemana? Kak Sinka juga baru dateng,” tanya Anin kepadaku.
“Eh, emangnya Sinka ga ngasih tau ya kami perginya barengan?” jawabku sambil melirik kepada Sinka.
“E-eh iya Nin, tadi aku minta Kak Al buat nemenin aku nyariin Desy sama Angel. HHhhhh… Aku khawatir...” lirih Sinka pelan. Nafasnya terdengar berat. Ia memalingkan muka seakan mencoba untuk tidak melakukan kontak mata denganku.
“Oh gitu... tapi pulangnya kok bisa beda ya Kak?” tanya Anin sambil melirik tajam kepadaku. Lirikan yang sama ketika Ia bertanya tentang Celine.
“I-itu tadi Sinka...” Aku yang bingung tidak bisa meneruskan perkataanku.
“Aku ga enak badan Sin, jadi aja hhhh… aku pulang duluan. Katanya Kak Al mau terus nyari mereka,” tetiba Sinka menjawab pertanyaan Anin.
“Iya, tapi saya khawatir sama Sinka, jadi saya susul juga. Gimana keadaan kamu sekarang Sin?” Tanyaku kepada Sinka. Terlihat Sinka tidak mau menceritakan kejadian yang tadi kami lihat.
“Aku masih pusing, hhhh... Aku istirahat dulu di kamar ya Kak, Nin...” Ucap Sinka terhuyung masuk ke dalam kamar meninggalkan diriku dan Anin di ruang tengah.
“Jadi tadi diluar gimana Kak? Ceritain dong...” Ujar Anin sembari menarikku ke sofa untuk duduk disampingnya, dekat sekali. Anin memeluk lenganku. Payudaranya terasa sangat empuk menekan lenganku. Bau dari sampo yang Ia gunakan seakan menusuk hidung membangkitkan gairahku. Sepertinya dia sudah mandi. Pakaiannya pun sudah berganti menjadi kaus putih bertuliskan JKT48 dan celana jeans yang sangat pendek. Payudaranya yang cukup berisi terlihat menyembul dari kausnya, serta celananya yang sangat pendek memperlihatkan pahanya yang mulus tanpa cacat. Rambutnya yang diikat
ponytail seakan memamerkan tengkuknya yang putih bersinar. Aku terpana melihat kecantikan Anin, lagi.
“Kak, malah bengong… kepikiran Kak Sinka ya?” ujar anin memecah lamunanku. “E-eh iya Nin, kamu cantik banget… Eh maksudnya iya saya kepikiran Sinka, kasian…” Wajahku memerah karena malu, begitu pula Anin yang mencoba memalingkan wajah malunya.
“hihihi… makasih Kak. Jadi gimana tadi keadaan diluar?” Anin bertanya kembali. Aku lantas bercerita tentang apa yang kulihat diluar, meskipun tidak dapat konsentrasi karena menahan nafsuku ini. Anin tampak antusias mendengar ceritaku. Terkadang lenganku dipeluknya erat ketika dia ketakukan akan ceritaku. “Udah Kak, mending ceritain yang lain aja, serem aku dengernya.” Ucap Anin sembari menyenderkan kepalanya di lenganku. “Aku beneran bersyukur bisa ketemu sama Kakak. Entah gimana jadinya malam itu kalo Kakak gak ada…”
Clek
Terdengar pintu kamar ini dibuka. Aku dan Anin langsung menoleh ke arah pintu masuk. Terlihat Desy masuk dengan membawa 1 plastik besar ditemani Frans yang sedang membopong Angel.
“Langsung dibawa ke kamar aja
Mas’e.” Pinta Desy kepada Frans.
“Ci Desy? Angel kenapa kak? Kok dia dibopong gitu?” Tanya Anin khawatir.
“
Ndak apa-apa kok. Tadi dia kaget gitu liat zombie-zombie lagi makan mayat. Soalnya kan dia waktu kejadian emang lagi di kamar, jadi belum liat. Trus lemes aja gitu pingsan. Karena di luar bahaya, jadi yaudah aku minta tolong mas ini buat bopongin dia pulang. Gitu.” Desy berusaha menjelaskan, walaupun aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ralat, aku dan Sinka.
“Iiiihhh, serem dong Ci,” ucap Anin sambil bergidik. “Tapi untung cuma liat aja. Aku kira Angel kenapa-napa..” Ucap Anin sambil menarik nafas lega.
“Oiya Nin, ini ada makanan, kalo kamu lapar dimakan aja duluan. Tapi jangan langsung diabisin ya” Ujarnya sambil memberikan plastik besar itu kepada Anin.
“Wiiih, makasih Ci Des. Tapi aku kan ga serakus itu,” sungutnya sambil mengembungkan pipinya yang
chubby, lucu.
“Eh Kak Al udah bangun, hihihi...” tetiba Desy cekikikan ketika melihatku.
“Eh iya Kak, aku belum ngenalin Kakak ke Ci Desy. Kak Desy tadi balik ke kamar waktu Kak Al lagi tidur.” Jelas Anin kepadaku.
“Kenalin Kak, Aku Desy” ujarnya sembari mengulurkan tangan. “Tadi kak Sinka udah cerita tentang kakak, makasih ya Kak udah nolongin Anin sama Celine.” Tambahnya.
Tak lama Frans keluar dari kamar tidur. “Makasih ya
Mas’e,” Ucap Desy kepada pria itu lalu dibalas anggukan kecil olehnya. “Kita... harus lapor” Ujar Frans sambil menunjuk ke arah luar ruangan.
“Oh iya Mas, kita harus ngasih tau keadaan di luar ke temen-temen yang lain. Tunggu bentar ya
Mas’e” ucap Desy kepada Frans. “Aku pergi keluar dulu ya Nin, Kak Al. Jangan nakalin Anin ya, hihihi…” lanjut Desy sambil terkikih yang kemudian langsung pergi bersama Frans meninggalkan kami berdua.
“Fyuuhh…” Aku menghela nafas panjang. Ingatan tentang pergumulan hebat yang mereka lakukan tadi masih tidak bisa hilang dibenakku. Sungguh, syahwat yang sudah diujung ini harus diselesaikan dengan segera. Aku menoleh kepada Anin yang berada disampingku. Ternyata Anin menatapku tajam.
“Mikirin apa Kak? Hayoo… pasti mikirin yang aneh-aneh ya sama Ci Desy?” ujarnya sembari mencubit perutku.
“Adu-duh Nin, saya ga mikirin apa-apa kok” aku mengaduh karena cubitan keras itu.
“Yang bener Kak? Awas lho kalo mikirin yang enggak-enggak sama ke Ci Desy!” ancam Anin sambil mengerinyitkan dahinya. Matanya masih menatap tajam kepadaku. “Udah kak, aku mau meriksa Angel dulu sama istirahat. Awas ya jangan nakal!” Ancamnya kembali sembari masuk ke dalam kamar. Tinggalah aku sendiri di ruang tengah ini sembari mencoba tenang untuk menurunkan nafsu syahwat yang sudah mengbumbung tinggi. Suasana menjadi hening seketika.
Cukup lama aku menenangkan diri. Terasa syahwatku sudah dapat kukendalikan.
“Mmmhhh…”
Samar-samar terdengar erangan wanita dari salah satu pintu kamar yang sedikit terbuka.
“mMmh… ah…. Mmmh…”
Aku mengintip sejenak dari celah pintu dan menemukan pemandangan yang luar biasa. Kulihat Sinka sedang duduk di ranjang. Baju terusan yang ia gunakan itu sudah tersingkap dan terlihat celana dalamnya sudah basah oleh cairan cintanya. Telunjuk tangan kanannya perlahan menyentuh organ kewanitaannya dari balik celana dalam. Sementara tangan kirinya meremas-remas payudaranya yang terlihat sekal. Gadis cantik ini sedang masturbasi.
“Hhhahh… ah…”
Perlahan tangan kanannya mulai masuk ke dalam celana dalamnya, memainkan organ kewanitaannya. Sementara tangan kirinya semakin cepat meremas payudaranya sambil sesekali menyentuh putingnya dari luar baju.
Glek, aku menjadi semakin tidak karuan dengan situasi ini. Diberi tontonan seperti ini terus menerus membuat nafsuku membuncah kembali. Tanpa sadar tanganku mulai mengelus penisku yang mulai bangun.
“Fokus amat Kak ngintipnya?” Tiba-tiba terdengar bisikan ke telingaku. Aku menoleh dan terkejut melihat Desy sudah berada dibelakangku.
“E-eh Des, mau ngap- Aaahhhh…” desahku seketika Desy meremas penis yang masih terbungkus oleh celana. “
Wis kak diem aja
yo, mau dikasih enak ini,
ojo protes,” ucap Desy sembari perlahan membuka resleting celanaku. Perlahan tangannya masuk ke dalam celanaku, mencari adikku yang sudah mulai bangun. Setelah itu perlahan gadis itu menurunkan celana dalamku. “Punya kak Al ini
guedhe juga nya, hehe.” Bisiknya hangat di telingaku sambil mulai mengelus-ngelus penisku dengan lembut.
Desy kemudian ikut mengintip ke dalam kamar, sambil tangannya terus mengelus penisku. “Kak Sinka badannya bagus ya? Padat banget... Hmm... pasti ini adek kecil pengen masuk ngacak-ngacak memeknya Kak Sinka nih, sampe jadi gede gini...” Tangan lembutnya kemudian memegang erat penisku yang semakin menegang.
Grep, “A-aduh Des, jangan diremes gitu” aku mengaduh saat Desy tiba-tiba meremas batang penisku.
“Siapa yang nyuruh tutup mata Kak?” ucap Desy sembari tersenyum sinis. “Didalem kamar kak Sinka juga lagi main sendirian ya, apa aku tarik aja supaya Kakak sama bisa entotin kak Sinka? Supaya kita bisa main bertiga?” bisiknya dengan erotis menggodaku sambil meremas-remas batang penisku. Sensasi antara sakit dan nikmat ini sungguh menyiksaku.
“Aaahhhh… Mmmmhh...”
Desahan kecil dari dalam kamar membuat aku dan Desy kembali mengintip kedalam kamar. Sinka semakin panas memainkan vaginanya. Ia mengulum telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, lalu memasukkan kedua jari tersebut kedalam vaginanya maju mundur. Ekspresi dari mukanya yang sedang meresapi kenikmatan sungguh terlihat sangat erotis. Sinka menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahnya.
Tiba-tiba saja Desy mengocok penisku dengan kasar. “Aaahhh… Adu-duduh…”
“Kaya gini Kak rasanya ngentot kak Sinka” Bisik Desy yang selanjutnya menjilati telingaku. Kocokannya yang kasar ini membuat sperma yang sedari tadi ingin keluar mulai berkumpul di ujung kepala penisku, akupun kembali menutup mata.
“Udah yah Kak, hihihihi” ucap Desy sembari tiba-tiba menghentikan semua aktivitasnya. Dia menarik kembali celana dalamku ke atas dan menutup resleting celanaku kembali ”Loh, loh, Des?” Aku bertanya kepada Desy sambil berbalik menghadapnya, nafsuku yang sudah diujung membuatku ingin mencium dan memeluknya.
“Jangan macem-macem deh Kak, kalau macem-macem aku teriak nih.” ancam Desy yang langsung membuatku ciut sambil mendorong badanku pelan ke samping. “Salah sendiri suka ngintipin orang, ini hukuman buat Kakak, yang udah intipin Aku tadi, hihihi. Udah ah, sekarang aku mau hukum Kak Sinka Juga” tambahnya sambil menjulurkan lidahnya.
Desy kemudian mengetuk pintu kamar dengan keras lalu membuka pintu tersebut. “KAK SINKA AKU MASUK YA!!!” teriaknya sembari tersenyum licik kearahku.. “Daah kak Al, selamat makan kentaang~” bisik Desy mengejekku seraya masuk dan menutup pintu kamar.
Aku hanya bisa terdiam melihat pintu kamar yang tertutup rapat. Sial, Desy benar-benar meninggalkan aku yang sedang tanggung ini. Sudah diujung namun belum juga sampai, aku mencoba menuntaskannya dengan tangan kiriku sambil mencoba mengintip ke dalam kamar lagi. Namun apa daya, pintu kamar Desy dan Sinka benar-benar sudah tertutup rapat dan tidak ada celah sama sekali bagiku untuk mengintip. Tidak ada jalan lain, aku harus segera menuntaskan hal yang tidak tuntas ini, sendirian. Aku pun bergegas berjalan menuju toilet.
Aku terburu-buru masuk kedalam toilet. Didalam toilet, aku menyalakan keran kamar mandi kemudian mencuci muka untuk menenangkan diri. Sial, bayangan tentang pergumulan panas Desy tadi tidak dapat menghilang dari benakku. Penisku kembali berdiri tegak. Sungguh, syahwat ini harus kuselesaikan dengan segera. Aku membuka celanaku, kemudian duduk di kloset duduk. Kemudian aku mulai mengocok penisku.
“Ssshh.. Aahh... ya.. gitu... kalian berdua hebat. Sinka... Desy... ahh... Terus Des, emut terus. Jilat Sin.. ahhh.” Aku membayangkan kedua gadis cantik yang hanya terpisah beberapa ruangan denganku sedang melayaniku. Aku pun terus mengocok penisku sambil terus membayangkan berbagai kejadian yang baru saja terjadi hari ini. Aku membayangkan kembali adegan permainan Desy dengan tiga lelaki dan permainan sendiri Sinka di kamar.
“BRAK!”
Tiba-tiba saja pintu WC terbuka dan tampak sesosok gadis berdiri di depan pintu. Gadis itu tersenyum sinis sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“Hmm gitu ya, kakak ternyata ngebayangin main sama kita... Dasar kakak mesum.”
Gadis itu kemudian masuk ke dalam toilet kemudian menguncinya.
“Hhhhhh” Tiba-tiba saja kaki gadis itu menginjakkan kakinya ke penisku yang sudah berdiri tegak.
“Kak Al harus dikasih pelajaran. Biar ga mesum terus.” Senyumnya sadis sambil terus mempermainkan penisku dengan kakinya. Tatapan matanya tampak seperti akan memangsaku. Gadis yang kukenal sejauh ini tidak pernah berbuat hingga seperti ini.
Tampaknya aku baru saja menginjak ranjau yang berbahaya.
tbc