Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Belom mau di abdet ya suhu...cuma mau numpang lewat .. permisi
 
Jejak dulu lah... efek 3 update sekaligus nih....​
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Semoga nita and ingrid bersatu menyiksa tedy... Hehehe bdsm lover
 
suka fantasi femdom yah om.



lah kan Nita emang slave dan submissive nya si Tedy.
Hehehe sekarang bikin terbalik... Tedy jadi slave dan submissivenya nita (karena cemburu) kerja sama dgn inggrid.... Hahaha
*bikin pusing TS mode
 
Chapter XV
Next…

Sejak bertemu dengan Shu Yacob dan Ai Xing, dan juga Elly, bukan Elly tapi Inggrid, some things drove us closer. Mungkin karena dulu kami tidak pernah sempat dekat seperti sekarang ini, pada masa lalu kami berkumpul because something bad happened. Kami tidak tidak pernah berkumpul dengan tenang, setiap pertemuan harus membahas tentang persidangan, tapi sekarang kami bisa menikmati waktu kami bersama.

Aku masih tidak tahu harus berbuat apa mengenai hubungan ku dengan Nita dan juga bagaimana hubungan ku dengan Inggrid. Aku berada dalam kondisi yang sangat aneh dan tidak nyaman. Aku tidak bisa menjauhkan diriku dari mereka berdua, aku tidak bisa berkata jujur kepada mereka berdua, aku tidak tahu apa yang kupikirkan dan ku inginkan sekarang.

Aku jatuh cinta kepada Nita, semangatnya, kepribadiannya, perhatiannya, dan kebaikan. Tapi dengan Inggird, aku merasa berbeda, aku merasa dekat dengan hati dengannya, apakah ini nostalgia yang tidak pernahku ku dapatkan bersamanya. Kesempatan yang baru kami dapatkan saat ini, tapi tidak tahu apakah ini akan bertahan lahan, ataukah akan berlalu begitu saja.

Aku memikirkan itu semalam sehabis bertemu kembali dengan keluar Shu Yacob, keluarga itu tampak bahagia, usaha mereka juga telah membuahkan hasil yang cukup memuaskan, setelah membanting tulang selama 9 tahun, usaha mereka akhirnya boleh dibilang berhasil. Pasti bukan perjuangan yang mudah karena mereka mesti mulai dari nol lagi di tempat yang baru ini.

Aku berusaha menjaga hubunganku tetap rahasia bersama Inggrid, demi keamanannya juga dan juga demi hubunganku dengan Nita, aku tidak bermaksud membohongi Nita mengenai hal ini, tapi menurutku belum saatnya saja ku beritahukan padanya. Begitupula sebaliknya, aku tidak ingin Inggrid tahu tentang hubunganku dengan Nita, harapannya sudah terlanjur terlalu besar padaku, aku berada dalam posisinya yang serba salah.

Akhirnnya setelah sekian lama, setelah sekian tahun aku tidak pernah menginjakkan kakiku ke tempat ibadah, akhirnya aku menuju sebuah vihara kecil, di daerah pinggiran kota, tempat itu cukup sepi, tidak banyak pengunjung ketika bukan hari raya Buddhis.

Hari Sabtu 23 Mei 2015, aku memasuki ruang altar utama vihara itu, aku berlutut di hadapan altar. Merapatkan kedua belah telapak tanganku. Aku sudah sangat lama tidak melakukan ini, aku tidak yakin aku masih mengingatnya dengan benar atau tidak, ku ucapkan syair penghormatan, ternyata masih bisaku lafalkan dengan baik. Aku merebahkan tubuhku, untuk bersujud dengan lima titik menyentuh: dahi, telapak tangan, siku, lutut dan jari kaki, sebanyak tiga kali. Kulanjutkan dengan membaca penghormatan awal dan dilanjutkan syair perlindungan.

Setelah itu aku berganti ke posisi bersilah, dan mengambil nafas yang dalam, mengolah nafasku menjadi tenang, perlahan berkonsentrasi dan berusaha merenungkan apa yang telah terjadi selama ini dalam hidupku, selama ini apakah yang kulakukan sudah benar, adakah jalan bagiku di masa depan untuk memberikan kebahagiaan bagi semuanya. Aku terhanyut dalam meditasiku, terhanyut dalam pikiranku sendiri, berputar berpikir dan menghayati semuanya.

Apakah ini adalah takdir yang harus kulalui, apakah ini adalah pertanda dari Tuhan untukku, aku tidak mengerti semua itu, aku bukanlah orang yang religius, aku bukan orang yang beriman, karena iman bagiku hanya sebuah kepercayaan membuta tanpa dasar dan tujuan. Tapi, hari ini aku berada disini, merenungkan takdirku di tempat ini.

“Janganlah percaya pada sebuah takdir yang didapatkan manusia bagaimanapun dia berlaku, tapi percayalah pada sebuah takdir yang didapatkan manusia dengan bertindak”, seorang bhikkhu tiba-tiba sudah berdiri di sisiku, dan mengucapkan kalimat itu. Seperti sudah mengetahui apa yang sedang ku hadapi, perkataan itu tidak ku mengerti dan tidak ku pahami, yang aku tahu ini berhubungan dengan takdir yang ku pertanyakan. Aku berdiri dan memberikan salam pada Bhikkhu itu, dengan kedua telapak tanganku merapat di depan dadaku.

“Sotthi hotu Bhante”, sambil sedikit membungkuk padanya.

“Pulanglah dan renungkan itu anak muda, ketika kamu sudah tahu jawabannya kembalilah padaku”, aku menatap bhikkhu itu, wajahnya terlihat tua, namun bijak, tubuhnya masih tegap dan berwibawah, mungkin dia adalah pimpinan di Vihara ini. Kehidupan pertapaan memang sulit untuk dimengerti, mereka selalu berbicara dengan syair-syair yang tidak mudah dimengerti dan harus di tafsirkan sendiri.

“Kalau begitu Ananda pamit dulu Bhante, Anumodana”, kataku sambil beranjak pergi dari hadapan Bhikkhu itu dan meninggalkan vihara.

***

Aku telah ditakdirkan untuk lahir di keluargaku ini, memperoleh orangtua yang baik, kakak yang menyangiku, hidup yang berkecukupan, ini adalah takdir yang ku peroleh dari bagaimanapun aku berlaku dan berbuat, ini adalah karuniaku buah dari kehidupan laluku, tapi takdir ini pernah membuatku terlena, membuatku terhanyut dalam surga dunia. Inikah yang beliau maksud tidak dapat dipercaya, takdir ini bisa menghancurkanku.

Jalan yang saat ini ku pilih adalah takdir yang terbentuk dari tindakan yang kupilih, aku memilih untuk membantu mereka yang membutuhkan, aku ingin menjadi penegak hukum bagi mereka, aku ingin melindungi mereka yang terzolimi oleh hukum negeri ini, apakah takdir ini yang harusku percayai karena ini adalah adalah hasil dari tindakanku, apakah takdir ini yang menjadi jalanku nantinya.

Sepanjang perjalanan pulang aku terus memikirkan hal itu, aku merenungkannya dalam perjalananku, aku memperhatikan sekitarku, dunia begitu penuh dengan hiruk-pikuk, penuh dengan berbagai macam manusia, ada yang baik, ada yang buruk, ada yang jujur dan ada yang munafik, ada yang penuh cinta menolong sesama adapun yang egois, dunia ini penuh dengan pilihan. Kini sudah tiba lagi waktuku untuk memilih jalan mana yang harus ku lalui.

***

Hari Senin 25 Mei 2015, selama hari Sabtu dan Minggu, hanya menjalanku rutinitasku, aku berusaha menghindari Nita dan Inggrid, aku tidak ingin menemui mereka dulu, aku hanya ingin berpikir apa yang harus kulakukan selanjutnya, dan akhirnya sudah kuputuskan apa yang akan kulakukan selanjutnya, putusan ini harus dilaksanakan, aku masih punya janji dan tujuan yang harus ku capai, bukan berhenti di sini.

Hari ini seperti biasa Nita ke apartementku, hari aku tidak menghindarinya lagi, aku menyambutnya di apartementku.

“Ted, apa yang terjadi, mengapa beberapa hari ini kamu menghindariku? Apa ada sesuatu yang salah yang telah ku perbuat?”, Nita memelukku dan tampak sangat khawatir dengan hubungan kami, walau dikantor tidak bisa dia tunjukkan, dia terus berusaha menghubungi dan menemuiku diluar kantor.

“Nita, maaf beberapa hari ini pikiranku teralihkan, ada sesuatu yang kupikirkan dan ingin ku bicarakan denganmu”, aku memegang bahunya dan menatap matanya, aku serius saat itu, sangat serius. Suasana kami menjadi tegang, di mata Nita terlihat ke khawatiran.

“Nita, aku ingin melanjutkan pendidikkanku, aku ingin melanjutkan ke S2”, kataku kepada Nita, dia terlihat senang tapi juga terlihat sedih.

“Apakah kamu akan berhenti kerja untuk kuliah lagi?”, dia tampak resah dan tidak rela jika aku harus berhenti bekerja.

“Tidak, aku masih mencari beberapa kampus yang memiliki jam extended yang bisa kuliah di malam hari dan sabtu minggu”, ku yakinkan Nita, ku tatap dia sambil tetap tersenyum, walau aku tidak yakin, apakah otakku ini masih sanggup untuk kuliah lagi atau tidak.

Nita kemudian mendekapku dengan erat, memelukku dengan hangat, terasa sepertinya ada rasa lega dalam dirinya, mungkin dia berpikir ada yang salah dengan hubungan kami.

“Aku akan selalu mendukung seluruh keputusanmu, jika kamu merasa itu yang terbaik untukmu maka lakukanlah”, Nita kemudian mengecup bibirku dengan ringan dan menatapku dengan senyuman, akupunmembalasnya dengan senyuman dan mengecup bibirnya.

Hari ini suasana hatiku dan suasana hat Nita lebih ceria, lebih riang, kami sudah kembali seperti biasanya. Kami berangkat seperti biasa ke kantor, terpisah dengan kendaraan kami masing-masing.

Hari Senin yang cukup padat bagi kami, banyak pekerjaan dan dari cabangpun banyak yang masuk, sehingga berkas tersebut harus di bagikan kepada kami seluruh tim untuk membantu memeriksa dan memproses data-data tersebut.

Sebenarnya ingin ku utrakan juga maksudku untuk melanjutkan pendidikanku kepada Elly, tentu saja di kantor aku harus tetap memanggilnya Elly. Suasana sibuk kami tidak memberikanku kesempatan untuk berbicara kepada Inggrid, jika diketahui Nitapun, tidak ada penjelasan dariku mengapa harus ku beritahukan rencana pendidikanku kepada Inggrid, yang notabennya masih rekan kerja baru kami, jadi ku urungkan dulu niatku.

Akhirnya akan ku utarakan kepada Pak Stanly sebagai mentorku disini, dan sebagai sosok ayah dalam tim kecil kami, ketika rekan-rekan lain sedang break makan siang, inilah kesempatanku dalam waktu yang kecil ini sebelum Pak Stanly pulang untuk makan siang.

“Pak, Aku ingin membicarakan sesuatu”, aku menyapa pak Stanly yang hanya tinggal sendiri di ruangan, pak Stanly sadar, ini adalah hal serius, maka dia menghentikan seluruh pekerjaannya dan menatapku. Aku menarik kursi dan duduk di samping pak Stanly, dan kami berdua saling berhadapan.

“Say it”, kata pak Stanly sambil bersandar di kursinya dan melihatku dengan serius.

“Saya ingin melanjutkan pendidikanku ke jenjang Magister”, kataku dengan tegas kepada Pak Stanly, aku menatapnya dan dia tidak mengalihkan pandangannya dariku.

“Kamu mau berhenti kerja?” Pak Stanly langsung to the points dan menatapku serius.

“Tidak pak, Aku masih mencari beberapa kampus yang punya jam extensi, agar bisa kuliah sambil kerja”, jawabku pada pak Stanly, dan jawabanku itu membuat pak Stanly lebih sedikit relax.

“Kalau begitu tidak ada masalah, selama tidak mengganggu performance mu dan kuliahmu tetap lancar, Aku sih setuju saja jika ada tim ku yang ingin berkembang!”, jawabnya sambil tersenyum padaku dan memberikan restunya untuk aku meneruskan pendidikanku ini. Paling tidak sudah ku sampikan pada team leaderku, masalah nanti akan mengganggu kerja atau kuliah, ya harus di coba dulu.

***

bersambung Chapter XVI
 
Terakhir diubah:
Terima kasih banyak atas kesabaran para suhu untuk menunggu update ane...
:ampun::ampun::ampun:

Mohon maaf abis ada urusan, rencananya besok baru update, tapi sudah sempat sekarang ya saya update lah...
 
Thanks for apdet suhu
Cuma.. Kali ini konflik sepertinya dipendam... Mmmh ok
 
Welcome back gan.
teddy berada di titik tengah, bingung memilih antara a atau b, kedua ny punya peran penting dalam kehidupan ny, lebih bijak jalani apa yg telah terjadi jangan coba untuk menghindari, dan kalau sdh yakin dengan pilihan ny jujur lah kepada mereka berdua, di tunggu next ny gan..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd