Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
bravo bro... Gila banget ceritanya, cara nya menulis mengarahkan emosi pembaca, sumpah jadi terhanyut. Keren banget. koq malah lebih seneng baca pas bagian fighting and pride as a man nya ya. Gentle banget
 
Chapter XX
The Games of Power


Aku dan Nita tiba di salah satu kedai bakso yang cukup ramai, salah satu tempat makan kesukaanku, dan kami duduk di meja kosong dekat tumpukan air mineral di sudut ruangan, yes tempat ini simple banget, diluar tempat makan mewah, awalnya kedai bakso ini hanya berada di depan garasi, gini sudah lebih bagus, sudah berbentuk ruko.

Saat kami tiba sudah waktu makan malam sekitar pukul 1845, sehingga memang tempat ini penuh sesak dan para pengunjung saling berbincang sehingga ruangan ini sangat riuh dan para pelayan berlalu lalang.

Nita lalu membuka ikatan rambutnya membuatnya terurai, dan wajah polosnya begitu cantik dan manis. Sambil menunggu bakso kami datang, Nita dan Aku memperhatikan sekitar, semua orang sering sibuk dengan makanan dan kegiatan masing-masing.

“Apa nih bonusku sayang?”, aku bertanya kepada Nita menagih bonus yang dia janjikan padaku.

“Just wait for it honey”, terdengar suara Nita dengan suaranya yang lembut dan manja, yang langsung mengarahkan pikiranku ke hal sexual tentunya. Aku tentunya akan berpikir hal-hal yang aneh untuk bonusku.

“Hmmm, aku ingin kamu melepas bramu disini sayang…Apa kamu berani?”, ku ucapkan pada Nita sambil setengah berbisik. Mata Nita langsung membelalak melihatku, kemudian melihat sekitar kami.

“Di sini!?”, dengan suara terkejut dan tertahan setengah berbisik. Aku tidak menjawabnya aku hanya mengangguk sambil tersenyum pada Nita.

“Tuanmu memerintahkanmu sayang, Kamu takut?”, sambungku pada Nita sambil memainkan alisku, menantang Nita, dan setelah memperhatikan sekitar selama beberapa waktu, tangan Nita menyelip ke balik bajunya, ke arah punggungnya dia berkutat sejenak kemudian dari kiri dan kanan lenganya dia menarik keluar tali branya dengan cepat dan memasukkannya kembali kedalam bajunya, kemudian tangannya sekali lagi di selipkan ke tengah bajunya, dan walah sebuah bra telah terlepas dan dia lipat dan dia masukkan ke dalam tasnya.

“Puas Tuan?”, sambil Nita merapatkan kedua lengannya, menekan payudaranya merapat di balik kaosnya, terlihat samar kedua puting payudaranya dari balik kaosnya itu. Aku hanya tersenyum kepada Nita dan mengangguk. Nita lalu mengerutkan dahinya dan menjulurkan lidahnya kepadaku, seperti anak kecil yang sedang marah.

Ternyata Nita berani juga membukanya langsung disini, padahal sedang cukup ramai, walau sekitar sedang sibuk sendiri, hal itu tentunya cukup membuat Nita deg-degan, karena aku saja cukup berdebar melihatnya melakukan itu.

Saat pelayan datang, Nita seolah menyilangkan tangan berusaha menutup payudaranya. Nita terlihat gugup juga ketika pelayan itu masih tinggal sejenak untuk menanyakan minum apa, dan akhirnya pergi juga, Nita terlihat langsung lega, dia takut jika ketahuan tidak mengenakkan bra saat ini. Hal itu juga membuatku bedebar debar.

Setelah kami selesai makan, kami akan kembali ke apartement dan Nita bisa pulang untuk beristirahat sehabis latiha. Saat naik di motor, payudara Nita menempel dengan langsung ke punggungku, rasanya lebih kenyal karena dia tidak menggunakan bra, lebih terasa di punggungku. Jadi selama berkendara aku sesekali mengerem agar payudara Nita tergencet di punggungku, sampai Nita sempat memukul manja pundakku, karena sedikit kesal.

Akhirnya tidak lama kemudian kami tiba di apartementku, sekitar pukul 1930 malam.

“Sayang, mau naik dulu sebelum pulang?”, tanyaku pada Nita yang baru saja melepas helmnya.

“Kalau naik, di atas olahraga lagi Tuan”, sambil memelukku manja, dan tersenyum kepadaku, sangat menggoda deh pokoknya. Aku tanpa bicara mengecup bibirnya, walau ada cctv harusnya tidak telihat karena posisiku menutupi Nita dari kamera.

“Ayo Naik sayang, aku akan membakar kalorimu lagi”, sambil berbisik pada Nita, lalu sambil menggandeng tangganku kami berjalan menuju lift.

***

Aku mencium bibir Nita begitu kami masuk kedalam apartementku, aku memeluknya dengan erat, dan Nita mulai menarik pakaianku ke atas, dia berusaha melepaskannya. Aku juga membantunya melepaskan kaosnya, dan langsung saja kami berdua topless.

Payudara Nita yang sudah tidak mengenakkan bra dari tadi langsung melompat saat kaosnya melewatinya, pemandangan yang menggoda. Aku menyandarkan Nita ke Bar table apartementku dan langsung melumat payudaranya, mengisapnya dengan lembut dan memberikannya sedikit gigitan di putingnya. Nita hanya bisa mendesah menikmatinya dan menjambak rambutku, dengan kedua tangannya.

Aku kemudian mengangkat tubuh Nita dengan kedua tanganku, ku gendong dalam posisi terbalik, sehingga payudaranya masih tetap menempel di bibirku, Nita berpegang pada kelaku dan kakinya melingkar di punggungku. Aku mengangkat Nita menuju kamarku, walau sedikit berkutat membuka gagang pintu akhirnya kami masuk ke kamar.

Aku membanting tubuh Nita turun seperti sedang bermain gulat, membuat Nita terkejut tapi dia malah tertawa. Aku lalu melompatnya ke kasur dengan gaya gulat juga lalu aku berusaha menarik jinsnya, hingga lepas, alhasil Nita hanya tinggal menggunakan celana dalam, celana dalam berwana putih.

Nita kemudian berdiri di kasur dan mengambil posisi seperti siap bergulat dengan ku, dan aku dengan posisinya yang setengah berlutut langsung di sambar oleh Nita, dipeluk dan kami berusaha saling mengunci satu sama lain, berganti posisi, dan membuat bantal-bantal ku berserakan ke lantai dan juga seprei ku acak-acakan. Akhirnya aku berhasil mengunci Nita dengan four lock, kakiku melingkar di antar pinggang dan telapak kaki mengunci selakangannya, dan tangan mengitari lehernya dan bertahan disana, hal ini membuat Nita tidak bisa bergerak.

“Ampun Tuan”, terbisik suara Nita dengan lembut, posisi hand lock ku berubah menjadi menggenggam payudara Nita dan meremasnya. Membuat Nita mendesah dengan halus, tangan kiriku bergerak menurun menuju selangkangannya yang ku buka lebar dengan kedua kakiku. Aku mengelus-ngelus melalui luar celana dalam Nita, membuat Nita menggeliat berusaha lepas.

Setelah puas bermain dengan payudara Nita akhirnya ku lepaskan kunciaku dari tubuhnya dia lalu berguling mejauhi ku, aku lalu menariknya kembali dan memeluknya. Aku mengecup bibirnya dan memainkan lidahku di mulutnya. Dan tannganku bergerilya keseluruh tubuhnya, begitu juga sebaliknya. Nita kemudian menindih tubuhku, membuat dia sekarang berada di atasku.

Perlahan dia menuruni tubuhku, hingga sampai ke perutku Nita menarik celaku sekaligus calana dalamku, membuat penisku yang sudah tegang melopat keluarakibat sentakan celana dalamku.

“Santailah Tuan, biar Nita melayani Tuan”, lalu Nita mulai menjilati penisku yang tegang, rasa hangat dan permainan lidah yang nikmat dan nyaman. Hisapan-hisapan lembut di kepala penisku memberikan rasa linu yang nikmat.Air liur Nita mulai membasahi penisku, semakin terasa hangat dan becek.

Aku mulai meremas payudara Nita, walaupun sulit di raih, aku tetap berusaha. Saat sedang asik dengan Nita, tiba-tiba handphone ku berdering, saluran kantor yang berbunyi, siapa yang menelfon di jalur kantor di hari minggu dan jam segini, saat ini sekitar pukul 2010 malam. Aku berjalan menuju ruang tamu, karena tas Nita tertinggal di ruang tamu tadi saat kami masuk.

Nita menyuruhku menjawab telfon itu, sebenarnya aku tidak ingin menjawabnya, tapi mungkin saja penting. Aku berjalan keluar tanpa busana, dan mengangkat telfon itu, di layar tertulis nama Pak Stany, ada apa dia menelfon. Nita tidak jauh dibelakang mengikutiku hanya menggunakan celana dalam putihnya.

“Malam Pak”, aku menjawab telfon itu, di sisi lain terdengar suara dari Pak Stanly.

“Ted, kamu dimana sekarang”, tanyanya to the point, ya begitulah kami.

“Di apartment pak, ada apa?”, aku ingin segera mengakhiri pembicaraan ini agar bisa segera kembali bersama Nita.

“stengah jam lagi kita ketemu di warkop Jabrik di Komplek Mawar”, kata Pak Stanly dengan serius, ada apa sebenarnya, dia ingin segera bertemu denganku.

“Tidak boleh ada yang tahu kamu bertemu dengan ku, are we clear?”, sepertinya ini masalah rahasia, tapi ada apa ya.

“Baik Pak!”, kemudian pak Stanly menutup telfonnya dan aku kembali menatap Nita yang sedang bersandar di pintu kamarku, siap untuk ku garap, tapi aku harus meninggalkannya. SHIT!

“Siapa Tuan?”, sambil Nita menghampiriku dan meraba dadaku, mebuatku sulit meninggalkannya.

“Pak Stanly, katanya mau bertemu dengan ku sekarang”, sambil ku angkat dagunya dan kukecup bibir manis Nita.

“You gone leaving me?”, sambil memelukku erat dan menyandarkan kepalanya di pundakku.

“Sepertinya penting, dan dia tidak ingin siapapun tahu aku menemuinya”, sambil aku menarik lembut rambut Nita ke belakang, membuat wajahnya menghadap padaku.

“You should keep the secreat honey”, lalu ku kecul bibir Nita.

“Yes Master”, sambil aku mengecup Nita lagi dan meremas bokongnya.

Ya mau tidak mau harus berhenti dulu disini dan aku harus menemui Pak Stanly, jadi aku akan mandi dulu, aku mengajak Nita untuk mandi bersama, tapi Nita mengatakan dia ingin merapikan kamarku dulu, karena berantakan. Jadi aku meninggalkannya mandi, karena waktuku hanya sebentar.

Sesaat sebelum aku selesai mandi, Nita masuk ke kamar mandi, sudah tanpa benang sehelaipun di tubuhnya. Dia memelukku dari belakang dan mengecup punggungku, lalu aku membalikkan tubuhku dan mencium keningnya. Tanganku mulai nakal dan bergerilya di tubuh Nita, namun Nita menurunkan tanganku dengan perlahan.

“Tuan, ingat ada janjian dengan pak Stanly, nanti malah bablas loh”, sambil mencubit kecil penisku yang sudah mulai menegang.

“Kalau sudah pergilah duluan, biar aku nanti pulang sendiri sayang”, sambung Nita dalam guyuran air. Ya akhirnya, merelakan yang tengan telanjang di hadapanku, sangat mengecewakan. Dan akupun mulai bersiap, hanya dengan jins dan baju kaos biasa aku sudah siap, dan Nita belum selesai mandi. Akhirnya aku hanya berpamitan dengan Nita dari luar kamar mandi, aku pun meninggalkan Nita di Apartement ku.

***

Warkop Jabrik Pukul 2100

“Pak, sudah lama?”, aku tiba dan langsung menyamperi Pak Stanly yang duduk di pojok warkop, tempat ini tidak begitu ramai, mungkin karena malam Senin, makanya tidak banyak pengunjung.

“Baru juga tiba dan mesen, mau pesan apa?”, sambil pak Stanly memberikan selembar menu kepadaku. Sambil melihat-lihat menu tersebut seorang pelayan datang menghampiri kami membawakan pesanan pak Stanly, secangkir kopi, di malam hari, luar biasa sih kalau masalah Kopi Pak Stanly jagonya.

“Pesan es teh tawarnya satu ya”, kataku pada pelayan tersebut, dan dia pun berlalu.

“Ada apa mendadak memanggilku Pak?”, langsung saja ke pokok permasalahan mengapa malam ini aku berada di sini, tidak usaha basa basi.

“Saat ini aku sedang dalam masa evaluasi untuk National Legal Division Head”, wajah pak Stanly tampak serius sambil menyeruput kopinya.

“bukannya itu kabar gembira itu kan pak”, aku tidak sedikit bingung dengan ekspresi pak Stanly menyampaikan itu.

“Saat ini ada dua kandidat, Aku dan Stephen dari regional 4”, wajahnya serius menatapku, dan dia meletakkan cangkir kopinya.

“Kami berdua berada dalam pertimbangan yang sama dalam management, tapi aku masih di unggulkan karena pengalaman dan beberapa keputusan yang menyelamatkan regional kita”, sambil dia merapatkan duduknya ke meja kami.

“Tapi yang sekarang aku khawatirkan, sejak evaluasi itu di mulai, kantor pusat terus mendorong aku untuk menambah staf, staf admin, hingga akhirnya aku menyetujuinya dan muncullah Elly”, dia tampak serius menyampiakan, dan aku hanya bisa memperhatikannya dulu, aku belum tahu aranya akan kemana.

“Kamu tahu kan Elly tidak di interview langsung olehku? Dia diterima dan diinterview di regional 4, karena dulu dia pernah bekerja di wilayah itu, dan dia juga memperoleh rekomendasi dari kantor pusat”, sepertinya aku sudah tahu pembicaraan ini akan mengarah kemana.

“Kamu sudah mengerti maksudku kan Ted?”, Pak Stanly bertanya padaku, ya aku sudah paham, kemungkinan Elly adalah orang yang dikirim dari pak Stephan untuk menyusup di regional kami dan di bantu oleh orang di kantor pusat.

“Elly, kamu ingin memintaku mengorek informasi dari Elly?”, jawabku kepada Pak Stanly.

“Yes, sementar ini, temanku juga sedang berusaha mencari tahu informasi lain di kantor pusat”, dia menyilangkan jari-jarinya sambil berbicara denganku, ini juga adalah gaya yang sering di perlihatkan pak Stanly jika dia sedang sedikit risau.

“I just want to make sure, who she working for, and if we can use her, we can win this game”, kata Pak Stanly dengan yakin, dia ingin memanfaatkan Elly, ini seperti permainan mata-mata yang harus kita menangkan, antara divisi pasti ada persaingan dan saling sikut, semakin tinggi jabatan seseorang semakin keras permainan ini, this is the Game of Power.

“Aku mengerti sekarang mengapa bapak menyuruh aku dan Nita menjaga rahasia kami, agar tidak bisa di manfaatkan”, saat aku mengatakan itu, pak Stanly hanya mengangguk sambil kembali menyeruput kopinya. Walau Inggird merupakan bagian dari masa laluku, aku tidak tahu seberapa banyak dia berubah selama ini, people change, tapi itu masih spekulasi, aku harus mencari tahunya sendiri.

“but why me?”, aku kemudian bertanya pak Stanly kenapa harus aku yang mencari tahu mengenai Inggird atau sebut saja Elly jika ini urusan kantor.

“You know I good at reading people, but Elly, I cannot read her. Tapi kemarin saat makan malam, ketika dia membicarakanmu, I can READ her, poker facenya menghilang ketika membicarakanmu”, sambil dengan menunjukku dia berbicara dengan wajah yang sangat serius.

“She fall for you!”, dan Pak Stanly tersenyum, seolah dia telah memegang ekor Elly, dan tidak akan melepaskannya dengan mudah. Kadang pak Stanly sangat menakutkan jika dia sedang mengejar apa yang dia inginkan, mungkin semua manusia seperti itu, akan berusaha dengan berbagai cara mencapai tujuannya, so never trust anyone, even your self.

“Let’s see what can I get from her”, kemudian aku meminum es teh yang ada di hadapanku.

***
bersambung Chapter XXI
 
Terakhir diubah:
Chapter XX

The Games of Power


Aku dan Nita tiba di salah satu kedai bakso yang cukup ramai, salah satu tempat makan kesukaanku, dan kami duduk di meja kosong dekat tumpukan air mineral di sudut ruangan, yes tempat ini simple banget, diluar tempat makan mewah, awalnya kedai bakso ini hanya berada di depan garasi, gini sudah lebih bagus, sudah berbentuk ruko.

Saat kami tiba sudah waktu makan malam sekitar pukul 1845, sehingga memang tempat ini penuh sesak dan para pengunjung saling berbincang sehingga ruangan ini sangat riuh dan para pelayan berlalu lalang.

Nita lalu membuka ikatan rambutnya membuatnya terurai, dan wajah polosnya begitu cantik dan manis. Sambil menunggu bakso kami datang, Nita dan Aku memperhatikan sekitar, semua orang sering sibuk dengan makanan dan kegiatan masing-masing.

“Apa nih bonusku sayang?”, aku bertanya kepada Nita menagih bonus yang dia janjikan padaku.

“Just wait for it honey”, terdengar suara Nita dengan suaranya yang lembut dan manja, yang langsung mengarahkan pikiranku ke hal sexual tentunya. Aku tentunya akan berpikir hal-hal yang aneh untuk bonusku.

“Hmmm, aku ingin kamu melepas bramu disini sayang…Apa kamu berani?”, ku ucapkan pada Nita sambil setengah berbisik. Mata Nita langsung membelalak melihatku, kemudian melihat sekitar kami.

“Di sini!?”, dengan suara terkejut dan tertahan setengah berbisik. Aku tidak menjawabnya aku hanya mengangguk sambil tersenyum pada Nita.

“Tuanmu memerintahkanmu sayang, Kamu takut?”, sambungku pada Nita sambil memainkan alisku, menantang Nita, dan setelah memperhatikan sekitar selama beberapa waktu, tangan Nita menyelip ke balik bajunya, ke arah punggungnya dia berkutat sejenak kemudian dari kiri dan kanan lenganya dia menarik keluar tali branya dengan cepat dan memasukkannya kembali kedalam bajunya, kemudian tangannya sekali lagi di selipkan ke tengah bajunya, dan walah sebuah bra telah terlepas dan dia lipat dan dia masukkan ke dalam tasnya.

“Puas Tuan?”, sambil Nita merapatkan kedua lengannya, menekan payudaranya merapat di balik kaosnya, terlihat samar kedua puting payudaranya dari balik kaosnya itu. Aku hanya tersenyum kepada Nita dan mengangguk. Nita lalu mengerutkan dahinya dan menjulurkan lidahnya kepadaku, seperti anak kecil yang sedang marah.

Ternyata Nita berani juga membukanya langsung disini, padahal sedang cukup ramai, walau sekitar sedang sibuk sendiri, hal itu tentunya cukup membuat Nita deg-degan, karena aku saja cukup berdebar melihatnya melakukan itu.

Saat pelayan datang, Nita seolah menyilangkan tangan berusaha menutup payudaranya. Nita terlihat gugup juga ketika pelayan itu masih tinggal sejenak untuk menanyakan minum apa, dan akhirnya pergi juga, Nita terlihat langsung lega, dia takut jika ketahuan tidak mengenakkan bra saat ini. Hal itu juga membuatku bedebar debar.

Setelah kami selesai makan, kami akan kembali ke apartement dan Nita bisa pulang untuk beristirahat sehabis latiha. Saat naik di motor, payudara Nita menempel dengan langsung ke punggungku, rasanya lebih kenyal karena dia tidak menggunakan bra, lebih terasa di punggungku. Jadi selama berkendara aku sesekali mengerem agar payudara Nita tergencet di punggungku, sampai Nita sempat memukul manja pundakku, karena sedikit kesal.

Akhirnya tidak lama kemudian kami tiba di apartementku, sekitar pukul 1930 malam.

“Sayang, mau naik dulu sebelum pulang?”, tanyaku pada Nita yang baru saja melepas helmnya.

“Kalau naik, di atas olahraga lagi Tuan”, sambil memelukku manja, dan tersenyum kepadaku, sangat menggoda deh pokoknya. Aku tanpa bicara mengecup bibirnya, walau ada cctv harusnya tidak telihat karena posisiku menutupi Nita dari kamera.

“Ayo Naik sayang, aku akan membakar kalorimu lagi”, sambil berbisik pada Nita, lalu sambil menggandeng tangganku kami berjalan menuju lift.

***

Aku mencium bibir Nita begitu kami masuk kedalam apartementku, aku memeluknya dengan erat, dan Nita mulai menarik pakaianku ke atas, dia berusaha melepaskannya. Aku juga membantunya melepaskan kaosnya, dan langsung saja kami berdua topless.

Payudara Nita yang sudah tidak mengenakkan bra dari tadi langsung melompat saat kaosnya melewatinya, pemandangan yang menggoda. Aku menyandarkan Nita ke Bar table apartementku dan langsung melumat payudaranya, mengisapnya dengan lembut dan memberikannya sedikit gigitan di putingnya. Nita hanya bisa mendesah menikmatinya dan menjambak rambutku, dengan kedua tangannya.

Aku kemudian mengangkat tubuh Nita dengan kedua tanganku, ku gendong dalam posisi terbalik, sehingga payudaranya masih tetap menempel di bibirku, Nita berpegang pada kelaku dan kakinya melingkar di punggungku. Aku mengangkat Nita menuju kamarku, walau sedikit berkutat membuka gagang pintu akhirnya kami masuk ke kamar.

Aku membanting tubuh Nita turun seperti sedang bermain gulat, membuat Nita terkejut tapi dia malah tertawa. Aku lalu melompatnya ke kasur dengan gaya gulat juga lalu aku berusaha menarik jinsnya, hingga lepas, alhasil Nita hanya tinggal menggunakan celana dalam, celana dalam berwana putih.

Nita kemudian berdiri di kasur dan mengambil posisi seperti siap bergulat dengan ku, dan aku dengan posisinya yang setengah berlutut langsung di sambar oleh Nita, dipeluk dan kami berusaha saling mengunci satu sama lain, berganti posisi, dan membuat bantal-bantal ku berserakan ke lantai dan juga seprei ku acak-acakan. Akhirnya aku berhasil mengunci Nita dengan four lock, kakiku melingkar di antar pinggang dan telapak kaki mengunci selakangannya, dan tangan mengitari lehernya dan bertahan disana, hal ini membuat Nita tidak bisa bergerak.

“Ampun Tuan”, terbisik suara Nita dengan lembut, posisi hand lock ku berubah menjadi menggenggam payudara Nita dan meremasnya. Membuat Nita mendesah dengan halus, tangan kiriku bergerak menurun menuju selangkangannya yang ku buka lebar dengan kedua kakiku. Aku mengelus-ngelus melalui luar celana dalam Nita, membuat Nita menggeliat berusaha lepas.

Setelah puas bermain dengan payudara Nita akhirnya ku lepaskan kunciaku dari tubuhnya dia lalu berguling mejauhi ku, aku lalu menariknya kembali dan memeluknya. Aku mengecup bibirnya dan memainkan lidahku di mulutnya. Dan tannganku bergerilya keseluruh tubuhnya, begitu juga sebaliknya. Nita kemudian menindih tubuhku, membuat dia sekarang berada di atasku.

Perlahan dia menuruni tubuhku, hingga sampai ke perutku Nita menarik celaku sekaligus calana dalamku, membuat penisku yang sudah tegang melopat keluarakibat sentakan celana dalamku.

“Santailah Tuan, biar Nita melayani Tuan”, lalu Nita mulai menjilati penisku yang tegang, rasa hangat dan permainan lidah yang nikmat dan nyaman. Hisapan-hisapan lembut di kepala penisku memberikan rasa linu yang nikmat.Air liur Nita mulai membasahi penisku, semakin terasa hangat dan becek.

Aku mulai meremas payudara Nita, walaupun sulit di raih, aku tetap berusaha. Saat sedang asik dengan Nita, tiba-tiba handphone ku berdering, saluran kantor yang berbunyi, siapa yang menelfon di jalur kantor di hari minggu dan jam segini, saat ini sekitar pukul 2010 malam. Aku berjalan menuju ruang tamu, karena tas Nita tertinggal di ruang tamu tadi saat kami masuk.

Nita menyuruhku menjawab telfon itu, sebenarnya aku tidak ingin menjawabnya, tapi mungkin saja penting. Aku berjalan keluar tanpa busana, dan mengangkat telfon itu, di layar tertulis nama Pak Stany, ada apa dia menelfon. Nita tidak jauh dibelakang mengikutiku hanya menggunakan celana dalam putihnya.

“Malam Pak”, aku menjawab telfon itu, di sisi lain terdengar suara dari Pak Stanly.

“Ted, kamu dimana sekarang”, tanyanya to the point, ya begitulah kami.

“Di apartment pak, ada apa?”, aku ingin segera mengakhiri pembicaraan ini agar bisa segera kembali bersama Nita.

“stengah jam lagi kita ketemu di warkop Jabrik di Komplek Mawar”, kata Pak Stanly dengan serius, ada apa sebenarnya, dia ingin segera bertemu denganku.

“Tidak boleh ada yang tahu kamu bertemu dengan ku, are we clear?”, sepertinya ini masalah rahasia, tapi ada apa ya.

“Baik Pak!”, kemudian pak Stanly menutup telfonnya dan aku kembali menatap Nita yang sedang bersandar di pintu kamarku, siap untuk ku garap, tapi aku harus meninggalkannya. SHIT!

“Siapa Tuan?”, sambil Nita menghampiriku dan meraba dadaku, mebuatku sulit meninggalkannya.

“Pak Stanly, katanya mau bertemu dengan ku sekarang”, sambil ku angkat dagunya dan kukecup bibir manis Nita.

“You gone leaving me?”, sambil memelukku erat dan menyandarkan kepalanya di pundakku.

“Sepertinya penting, dan dia tidak ingin siapapun tahu aku menemuinya”, sambil aku menarik lembut rambut Nita ke belakang, membuat wajahnya menghadap padaku.

“You should keep the secreat honey”, lalu ku kecul bibir Nita.

“Yes Master”, sambil aku mengecup Nita lagi dan meremas bokongnya.

Ya mau tidak mau harus berhenti dulu disini dan aku harus menemui Pak Stanly, jadi aku akan mandi dulu, aku mengajak Nita untuk mandi bersama, tapi Nita mengatakan dia ingin merapikan kamarku dulu, karena berantakan. Jadi aku meninggalkannya mandi, karena waktuku hanya sebentar.

Sesaat sebelum aku selesai mandi, Nita masuk ke kamar mandi, sudah tanpa benang sehelaipun di tubuhnya. Dia memelukku dari belakang dan mengecup punggungku, lalu aku membalikkan tubuhku dan mencium keningnya. Tanganku mulai nakal dan bergerilya di tubuh Nita, namun Nita menurunkan tanganku dengan perlahan.

“Tuan, ingat ada janjian dengan pak Stanly, nanti malah bablas loh”, sambil mencubit kecil penisku yang sudah mulai menegang.

“Kalau sudah pergilah duluan, biar aku nanti pulang sendiri sayang”, sambung Nita dalam guyuran air. Ya akhirnya, merelakan yang tengan telanjang di hadapanku, sangat mengecewakan. Dan akupun mulai bersiap, hanya dengan jins dan baju kaos biasa aku sudah siap, dan Nita belum selesai mandi. Akhirnya aku hanya berpamitan dengan Nita dari luar kamar mandi, aku pun meninggalkan Nita di Apartement ku.

***

Warkop Jabrik Pukul 2100

“Pak, sudah lama?”, aku tiba dan langsung menyamperi Pak Stanly yang duduk di pojok warkop, tempat ini tidak begitu ramai, mungkin karena malam Senin, makanya tidak banyak pengunjung.

“Baru juga tiba dan mesen, mau pesan apa?”, sambil pak Stanly memberikan selembar menu kepadaku. Sambil melihat-lihat menu tersebut seorang pelayan datang menghampiri kami membawakan pesanan pak Stanly, secangkir kopi, di malam hari, luar biasa sih kalau masalah Kopi Pak Stanly jagonya.

“Pesan es teh tawarnya satu ya”, kataku pada pelayan tersebut, dan dia pun berlalu.

“Ada apa mendadak memanggilku Pak?”, langsung saja ke pokok permasalahan mengapa malam ini aku berada di sini, tidak usaha basa basi.

“Saat ini aku sedang dalam masa evaluasi untuk National Legal Division Head”, wajah pak Stanly tampak serius sambil menyeruput kopinya.

“bukannya itu kabar gembira itu kan pak”, aku tidak sedikit bingung dengan ekspresi pak Stanly menyampaikan itu.

“Saat ini ada dua kandidat, Aku dan Stephen dari regional 4”, wajahnya serius menatapku, dan dia meletakkan cangkir kopinya.

“Kami berdua berada dalam pertimbangan yang sama dalam management, tapi aku masih di unggulkan karena pengalaman dan beberapa keputusan yang menyelamatkan regional kita”, sambil dia merapatkan duduknya ke meja kami.

“Tapi yang sekarang aku khawatirkan, sejak evaluasi itu di mulai, kantor pusat terus mendorong aku untuk menambah staf, staf admin, hingga akhirnya aku menyetujuinya dan muncullah Elly”, dia tampak serius menyampiakan, dan aku hanya bisa memperhatikannya dulu, aku belum tahu aranya akan kemana.

“Kamu tahu kan Elly tidak di interview langsung olehku? Dia diterima dan diinterview di regional 4, karena dulu dia pernah bekerja di wilayah itu, dan dia juga memperoleh rekomendasi dari kantor pusat”, sepertinya aku sudah tahu pembicaraan ini akan mengarah kemana.

“Kamu sudah mengerti maksudku kan Ted?”, Pak Stanly bertanya padaku, ya aku sudah paham, kemungkinan Elly adalah orang yang dikirim dari pak Stephan untuk menyusup di regional kami dan di bantu oleh orang di kantor pusat.

“Elly, kamu ingin memintaku mengorek informasi dari Elly?”, jawabku kepada Pak Stanly.

“Yes, sementar ini, temanku juga sedang berusaha mencari tahu informasi lain di kantor pusat”, dia menyilangkan jari-jarinya sambil berbicara denganku, ini juga adalah gaya yang sering di perlihatkan pak Stanly jika dia sedang sedikit risau.

“I just want to make sure, who she working for, and if we can use her, we can win this game”, kata Pak Stanly dengan yakin, dia ingin memanfaatkan Elly, ini seperti permainan mata-mata yang harus kita menangkan, antara divisi pasti ada persaingan dan saling sikut, semakin tinggi jabatan seseorang semakin keras permainan ini, this is the Game of Power.

“Aku mengerti sekarang mengapa bapak menyuruh aku dan Nita menjaga rahasia kami, agar tidak bisa di manfaatkan”, saat aku mengatakan itu, pak Stanly hanya mengangguk sambil kembali menyeruput kopinya. Walau Inggird merupakan bagian dari masa laluku, aku tidak tahu seberapa banyak dia berubah selama ini, people change, tapi itu masih spekulasi, aku harus mencari tahunya sendiri.

“but why me?”, aku kemudian bertanya pak Stanly kenapa harus aku yang mencari tahu mengenai Inggird atau sebut saja Elly jika ini urusan kantor.

“You know I good at reading people, but Elly, I cannot read her. Tapi kemarin saat makan malam, ketika dia membicarakanmu, I can READ her, poker facenya menghilang ketika membicarakanmu”, sambil dengan menunjukku dia berbicara dengan wajah yang sangat serius.

“She fall for you!”, dan Pak Stanly tersenyum, seolah dia telah memegang ekor Elly, dan tidak akan melepaskannya dengan mudah. Kadang pak Stanly sangat menakutkan jika dia sedang mengejar apa yang dia inginkan, mungkin semua manusia seperti itu, akan berusaha dengan berbagai cara mencapai tujuannya, so never trust anyone, even your self.

“Let’s see what can I get from her”, kemudian aku meminum es teh yang ada di hadapanku.

***


trima kasih updatenya om
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd