Chapter XXX - 2
After Dinner 2
Kini mata Nita tertutup, ku tutup dengan salah satu dasiku yang berwarna hitam, tanggannya terikat di belakang karena ikat pinggangku, dan ku buat dasi dan ikat pinggang itu saling mengait, sehingga membuat wajahnya menengadah. Aku biarkan tubuh telanjang Nita menikmati dinginnya ac apartementku, membuat tubuhnya terasa sedikit dingin.
Aku diam tanpa suara, membuat Nita tidak tahu apa yang akan aku lakukan selanjutnya, terlebih matanya yang tertutup dantangannya yang terikat. Aku kemudian mengambil potongan es dari dalam kulkasku, mengambil beberapa keping dan ku letakkan dalam mangkuk.
Aku kemudian setengah mengendap menghampiri Nita. Dia masih tenang, sepertinya berusaha mendengarkan sekitarnya. Tapi tentunya langkahku di atas karpetku tidak akan mudah terdengar olehnya.
Aku kemudian berjongkok di belakang Nita, masih dengan memegangi mangkuk berisi es tersebut. Aku mengecup telinganya, membuat Nita terkejut dan menjerit kecil dan juga menggeliat, kemudian aku hanya tertawa.
“Ah….ah…” terdengan lenguhan panjang dari bibir Nita, ketika aku menempelkan es pertamaku di punggungnya. Nafasnya pun terbatah batah menahan kejutan dingin di punggungnya itu. Sentuhan es itu dan aliran air yang mengalir dari es itu membuat Nita semakin menggeliat. Dia berusaha berdiri, namun segera ku letakkan mangkukku dan ku tahan bahunya.
Nita mendesah dan berusaha melepaskan tubuhnya, mungkin dia kegelian, tapi aku tetap berusaha menahannya, membuat tubuhnya kini menggeliat hingga terbaring di atas karpet. Aku tetap menekan tubuh Nita, sehingga membuatnya tidak berdaya menahan serangan esku, terdengar juga tawa dari bibir nita, tapi juga di saat bersamaan terus mendesah.
Saat es pertamaku habis, Nita sepertinya tampak lega dan berhenti menggeliat, walau punggungnya masih basah, dan terasa dingin, setidaknya tidak akan sedingin es tadi. Nita kini berusaha mengatur nafasnya kembali dan menenangkan dirinya.
Aku kemudian menarik tubuh Nita untuk kembali berlutut, dan Nita seolah masih lunglai dan berusaha mengatur nafasnya. Lalu ku kecup bibirnya dengan buas, membuatnya kembali kesulitan bernafas. Aku mendekapnya walau tangannya masih terikat kebelakang dan lehernya tetap menengadah, itu memberikan kepuasan tersediri bagiku. Tubuhnya yang pasrah dan tidak berdaya ini, tubuh yang sepenuhnya milikku, bukan hanya tubuhnya tapi juga hatinya milikku sepenuhnya.
Aku menarik bibirku dari Nita, tapi bibir Nita masih terbuka lebar, masih menanti ciumanku dengan nafas yang masih memburu. Ku raih wajahnya dengan tangan kiriku dan kuselipkan dua jariku ke dalam mulutnya. Nita pun mengatupkan bibirnya dan mulai menghisap kedua jariku, dengan lidahnya yang bermain-main diantara jemariku itu. Ku masukkan jariku semakin dalam, hingga menyentuh pangkal lidahnya, membuatnya sedikit tersedak, lalu ku tarik lagi keluar, dan ku ulangi terus menerus. Jariku kini sudah di penuhi liur Nita, dan bahkan mengalir keluar dari bibirnya dan mulai membasahi dagunya. Akupun kemudian berdiri, tentunya dengan jariku masih bermain dengan bibir manis Nita.
“Are you ready for the main course?”, tanyaku pada Nita dengan suara yang berat dan keras.
“Yes, master”, jawab Nita dalam deru nafasnya, dia sudah di penuhi nafsunya, Nita benar-benar menikmati permainan ini. Sambil jariku tetap bermain di bibirnya, tangan kananku membuka celanaku, dan ku pelorotkan hingga selutut, begitu juga dengan celana dalamku. Penisku yang sudah tegang dari tadi kini telah bebas, dan siap memuaskan Nita.
Aku perlahan mendekat ke wajah Nita dan menempelkan penisku ke pipinya, Nita yang merasakan batang hangat itu menempel di pipinya melepaskan kulumannya pada jariku dan mulai menjilat sisi penisku. Seperti mendapatkan mainan favoritnya, mainan lainnya dia tinggalkan.
Nita yang mulai menjilati penisku, berusaha mencari dimana kepala penisku dengan lidahnya. Tentunya tidak perlu waktu lama untuk Nita menemukannya, kini dia berusaha memasukkan penisku kedalam mulutnya. Setelah memposisikan tubuhnya lebih baik dan tepat di hadapan penisku, Nita membuka mulutnya lebar dan menjulurkan lidahnya, dan berusaha memasukkan seluruh penisku kedalam mulutnya.
Walau tidak berhasil memasukkan seluruh penisku dalam mulutnya, penisku sudah mennyentuh seperti dinding dalam mulut Nita. Nita pun tersedak, tapi dia berusaha menahannya, dan berusaha menghisap penisku lagi. Nita benar- benar berusaha mengulum penisku, dia memang wanita yang pekerja keras.
Nita memaju mundurkan kepalanya perlahan, dan aku hanya berdiri tegak menunggu tiap hentakan kepalanya ke penisku. Rasa Nikmat ini, rasa mendominasi ini, rasa berkuasa akan Nita ini membuatku semakin terbuai dalam kenikmatan.
Liur Nita semakin mengalir keluar dari bibirnya dan juga membasi kantung zakarku, membuat nafas Nita juga semakin memburu, dan akhirnya dia harus melepaskan penisku dari kuluman bibirnya untuk mengatur nafasnya.
“Bagus sayang, mulutmu melakukan tugasnya dengan baik”, kupuji Nita dan ku belai rambutnya, dan terlihat senyuman di wajahnya, Nita benar-benar senang dengan pujian itu.
“Terima kasih tuan”, jawab Nita sambil menikmati elusan tanganku di rambutnya.
“Nita, sekarang katakan padaku, apa tugas mulut manismu ini?”, sambil ku belai bibirnya dan mencubit sedikit pipinya.
“Untuk memuaskan Tuan”, jawabnya dengan lembut dan lirih, tapi bukan itu yang ingin ku dengarkan Nita, aku ingin jawaban yang lebih nakal, lebih cabul dari bibir manismu.
“Bagaimana cara bibir ini memuaskanku sayang?”, sambi kembali ku tempelkan sedikit kepala penisku ke bibir lembut Nita, tapi ketika lidahnya menjulur ingin menjilatnya aku menarik kembali pinggulku. Terlihat raut kecewa di bibir Nita ketika dia tidak berhasil melakukannya, dan kembali ku tempelkan dan ku tarik kembali ketika dia berusaha menjilatnya lagi. Tentunya Nita wanita yang cerdas, dia tahu apa yang ingin aku dengarkan.
“Bibirku ini, untuk mengecup bibir mu, juga penismu, lidahku ini untuk menjilat p…”, aku menghentikan ucapan Nita dengan jariku di bibirnya. Kemudian ku tundukkan badanku mendekatkan bibirku pada telinganya dan berbisik padanya.
“Bukan penis sayang, Kontol”, bisikanku itu membuat Nita menarik nafas panjang, kami memang selalu memilih bahasa yang halus dan menggunakan bahasa yang sopan di lingkukan kerja dan keseharian kami.
“Jadi, apa tugas mulut manismu Nita?”, kembali ku tegakkan badanku dan bertanya pada Nita.
“Mulut ini, untuk mengulum KONTOL-mu Tuan”, jawaban dengan suara manis dan kata yang nakal dari mulut Nita, rasanya sangat senang mendengarkan itu, rasanya sangat puas telah mendengar itu dari mulutnya.
“Pakailah Mulutku Tuan, rajam Kontolmu dalam mulutku!”, sambung Nita dengan suara manjanya dan dia akhiri dengan gertakan giginya, lalu dia membuka lebar mulutnya dan menjulurkan Lidahnya.
“say please”, kataku pada Nita, aku ingin dia meminta dengan baik, semua permintaan harus di dasarkan kata tolong atau please tentunya.
“Please Maseter, use my mouth”, terdengar lirih dan manja disertai berakan tubuh Nita yang mengayun kekiri dan kekanan seperti memanja memohon padaku, aku menyukainya, karena itu akan kuberikan dia penisku.
Ku sentuhakn penisku kelidah Nita yang sudah menjulur lalu perlahan ku majukan, dan terus dan terus hingga hampir 2/3 dari penisku masuk dan tidak bisa lagi, dan terrasa Nita sedikit tersedak. Akupun menariknya mundur dan memajukannya kembali, kali ini pinggulku yang bergerak dan kedua tangaku menahan kepala Nita agar tetap di tempatnya.
Aku bergerak semakin cepat, dan cepat, sesekali Penisku berhasil masuk sepenuhnya dalam mulutnya, dan Nitapun tersedak, tapi tidak kupedulikan lagi, air liur nya dia biarkan mengalir keluar membasahi lehernya yang jenjang dan juga menetes hingga karpetku, penis ku juga sudah basah dan mengkilap karena liur Nita.
Tapi kalau seperti ini aku tidak akan mencapai puncakku, begitupun dengan Nita, akhirnya ku benamkan penuh penisku dalam mulut Nita, dan membuatnya kesulitan bernafas dan beberapa kali tersedak. Kini dia berusaha meronta, karena sepertinya penisku menutup jalan nafasnya, dan ku tarik dengan kencang penisku keluar dari mulut Nita, terdengar bunyi becek, dari penisku yang melesat keluar dari mulut Nita.
Nita kini berusaha mengatur nafasnya kembali, walau mulutnya tetap terbuka lebar, dan liurnya terus menetes, seperti dia akan muntah, tapi dia berhasil menahannya. AKu melihat penisku yang masih tegap juga penuh dengan liur Nita dan terasa hangat, dan penis ini masih berkedut, masih belum terpuaskan.
***
bersambung