Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Chapter VI

Safe, Sane, and Consensual.


Imlek sudah berlalu, sekarang waktunya untukku kembali bekerja. Pukul 18:00, Pesawatku baru saja mendarat di bandara Kota M, memang tidak banyak juga oleh-oleh yang ku bawa untuk rekan-rekan, tapi paling tidak adalah untuk mereka. Beberapa makan tradisional dari kotaku, agar mereka bisa menikmatinya bersama Senin besok. Setelah selesai mengambil bagasiku, saya berjalan menuju pintu keluar. Ternyata Nita telah menungguku di depan.


Hari ini dia tampak casual, dengan rambut panjangnya yang terikat dibelakang dan kaos t shirt putih dipadukan dengan kardigans hitam membungkus tubuhnya, dan celana panjang joging berwarna hitam serta sendal jepit. Yup hari ini dia pakai sendal jepit, dia memang lebih senang mengendarai mobil sambil nyeker, makanya jika dia akan berkendara sendiri dia lebih memilih menggunakan sendal jepit. Tapi walaupun tanpa makeup dia tetap cantik.

Saya sendiri hanya mengenakkan baju kaos, dan celana jins, serta sepatu kets, biar lebih nyaman untuk penerbangan, rasanya lebih cozy berpakaian seperti ini. Barang bawaankupun hanya satu buat backpack dan sebuah kotak oleh-oleh, kardus.


Begitu saya keluar dia langsung memelukku, seperti sudah pergi lama, padahal cuman seminggu doang. Dulu waktu saya dinas keluar kota hampir dua minggu, balik kantor dia cuman “Udah balik lu nyet”, tapi itu dulu, sekarang mah sudah beda.

Tercium aroma tubuhnya, dia baru selesai mandi baru datang menjemputku. Baru teringat hari minggu adalah waktu latihan Thaiboxingnya. Saya sangat menyukai wangi sabun yang dia gunakan, lupa mereknya apa, tapi nyaman saya hirup.


Kami meninggalkan area bandara, Nita yang menyetir kali ini, dia bilang saya baru pulangkan masih jetleg, biar dia saja yang menyetir, Saya biarkan saja dia yang menyetir. Dia melepaskan kardigansnya saat menyetir, sekarang dia hanya mengenakkan t-shirnya. Saya bisa melihat dengan samar-sama bra biru muda dengan renda yang dia kenakkan di balik t-shirt itu, apalagi dadanya terbelah dengan adanya safetybelt. Muncul ide bejad dikepalaku, sangat inginku nikmati payudara itu lagi. Tapi kami masih di tol dan berkendara dengan kecepatan tinggi, tentu saja saya tidak ingin cari mati.


Suara manja Nita yang begitu kurindukan, seolah telah memberikanku semangat kembali, saya sudah siap menghadapi pekerjaan lagi. Kami berencana makan terlebih dulu, karena setelah latihan Nita belum makan. Kami memutuskan untuk makan di dekat apartmentku, karena dekat apartementku banyak tempat makan. Akhirnya kami memutuskan makan di salah satu restoran lesahan dekat dengan apartementku.


Tempat makan lesehan ini cukup luas, investasinya sepertinya cukup besar, karena untuk tanah daerah sana harganya pasti mahal, tempat ini dibuat per gazebo-gazebo, yang diantaranya ada taman dan ada seperti sungai buatan yang mengalir. Jadi suasana pedesaan, tapi dengan setiap gazebo dilengkapi dengan lampu serangga, agar tidak ada serangga yang mengganggu pengunjung.


Kami memilih tempat yang agak pojok, jauh dari perhatian orang. Kami masih harus memperhatikan sekitar, apakah ada orang yang kami kenal, karena masih harus menjaga rahasia hubungan kami, karena kantor kami tidak boleh ada hubungan pacaran ataupun perkawinan. Jadi bagaimanapun kami harus menjaga kerahasianya, atau tetap bersikap biasa di tempat umum.


Kebanyakan di tempat umum jika Nita bersamaku, dia akan bersikap seperti biasanya, tidak bermanja-manja padaku. Kami hanya berjalan seperti biasa, dan tidak saling bergandengan. Harus kelakuan kami dengan baik di tempat umum. Kami mulai memesan makanan, Nita memesan Ayam Lalapan, dan saya sengaja memesan Nasi goreng biar tanganku tidak kotor. Restoran ini makanannya lumayan enak, dan suasananya juga nyaman, kadang kala saya juga kesini untuk makan sendiri. Hari minggu seperti ini cukup ramai juga karena dekat dengan pusat perbelanjaan.


Sudah pukul 20:00 lewat tapi masih ramai juga tempat ini, banyak keluarga juga yang sedang makan disini. Mereka semua sepertinya semua sedang menikmati maka mereka, hiruk-pikuk saling bercerita, jadi tempat itu terasa rame banget. Mungkin banyak orang yang menyukai suasananya atau juga masakkannya. Karena saking ramenya tempat ini, makanan kami menjadi sedikit terlambat keluarnya, sekitar 20 menit kemudian baru keluar, kalau bukan karena malas kami mungkin sudah mencari tempat lain.


Sembari makan kami bercerita, apa saja yang kami lakukan selama tidak bersama, walaupun sebenarnya sebagian besar telah kami cerita melalui chat kami setiap harinya, walau ada juga yang tidak di ceritakan. Saya lebih dulu menyelesaikan makanku, karena memang saya selalu makan lebih cepat dari Nita. Nita saat ini masih berkutat dengan ayam lalapannya, masih sibuk mengunyah. Sayapun melihat ada kesempatan nih.


Saya merangkulkan tangan kananku kepinggang Nita, kemudian Dia hanya balik menatapku dengan senyum kemudian melanjutkan makannya. Sembari mengelus-elus pinggulnya, kuselipkan tanganku kebalik kaos putihnya itu. Tanganku bersihloh, tadi makan nasi goreng pake sendok dan garpu. Tanganku terus mengusap-usap kulit Nita secara langsung, perasaan lembut di jemariku ini, mengingatkan malam itu.

Saya mulai menaikkan tanganku, saya beruaha tetap berada di bawah kaos Nita dan tidak menyebabkan kaosnya terangkat. Tanganku bergerilya naik, naik hingga menyentuh payudaranya yang masih terbungkus bra. Saya mulai meremasnya dengan perlahan, dan lembut tentunya, saya takut Nita terkejut dan tersedak. Dengan tangan kirinya dia menarik kardigansnya biar lebih menutupi dadanya, biar aktifitasku tidak terlihat oleh pengunjung yang lain. Terdengar nafasnya mulai berat dan tidak beraturan, sesekali malah terdengar desahan kecil yang tertahan dari mulutnya.

Berberapa saat kemudian setelah menikmati remasan-remasan dari luar bra Nita, saya merasa tidak cukup, tanganku harus menyelip masuk kedalam bra itu. Nita dengan penuh perjuangan berakhir menyelesaikan makanannya, sekarang dia hanya pasrah saja tetap duduk dimeja, dengan tangan yang belepotan.

Sekarang tangan kiriku juga mulai bergerak, tangan kiriku berupaya menyusup kedalam celana joging Nita. Cukup ketat tapi akhirnya berhasil juga, kini tanganku sudah masuk dan berada di depan area kewanitaannya. Mengelus-elus dari celana dalam yang Nita kenakkan, rasanya celana dalam ini berenda, dan sama motifnya dengan bra yang Nita kenakkan, sepasang nih sepertinya. Nita melebarkan duduknya, agar tanganku lebih mudah bergerak di daerah itu, benar-benar pacar yang pengertian. Dengan terus mengusap daerah selangkangan Nita, daerah itu semakin hangat dan semakin lembab, Nita sudah mulai becek.

Nafas Nita semakin berat, dan mulai terdengar lebih jelas desahan-demi desahan dari mulut Nita, sepertinya dia sudah ON. Tapi bahaya juga kalau Nita mulai kalap di sini. Dan yang ku takutkan mulai. Nita mulai menjilati tangannya dengan gaya yang nakan sambil menatapku, sepertinya dia bersiap melakukan perlawanan setelah membersihkan tanggannya.


Setelah Nita menyelesaikan jilatan-demi jilatan di jarinya, saya segera menarik tanganku keluar, dia terkejut dan kecewa. Matanya menatapku, seperti memohon, meminta lagi.

“Cuci tangan sayang”, kataku padanya, tetap saja dia menatapku dengan kecewa. Lalu saya mulai mendekatkan diriku ketelinganya.

“Kita lanjut di apartementku”, bisikku ketelinganya, wajahnya langsung sumringah mendengarkan itu, dan Nita langsung berusaha berdiri.

Setelah melakukan pembayaran dan menyelesaikan transaksi, saya baru teringat, kartu kreditku masih di Restoran itu, apa mungkin kartu kredit Nita juga masih disana, harusnya sih aman. Akhirnya kami selesai makan dan akan menuju apartementku, dan saya putuskan saya yang menyupir kembali ke apartement.


Saat tiba di Apartement, saya tanyakan pada resepsionis di loby apakah saya ada kiriman, dan ternyata paket yang ku pesan secara online sudah ada. Nita pun heran, barang apasih yang ku pesan dan harus kirim express. Apa isi paket itu tetap tidak kuberitahukan kepada Nita, dan dia mulai penasaran, ya kami berdua memang mudah dibuat penasaran.

Saat memasuki lift, saya langsung menyosor bibir Nita dengan tiba-tiba, Nita terkejut, namun pasrah menikmatinya. Sambil berpelukan kami tetap berciuman, dan bibir kami terus terpaut hingga berada di depan pintu apartementku. Saat memasuki apartementku, kuberitahukan apa pin Apartementku, jadi jika sewaktu-waktu Nita ingin datang, dia bisa langsung masuk. Nita sangat senang dengan hal itu, berarti dia bisa kapan saja mengunjungiku, bahkan memberi kejutan.


“Nita, kamu mau melakukan semua perintahku?” kutanyakan itu pada Nita, sambil memegang dagunya dan membuatnya menengadah padaku.

“Iya Tuan, Kehendakmu adalah perintahku”, sambil metanapku dengan sayu.

“Buka baju dan celanamu, aku ingin melihat pakaian dalammu”, perintahku kepadanya.

“Yes, Master”, lalu Nita mulai melepaskan kardigandsnya, dengan perlahan dia lepaskan juga kaos putihnya, terlihatlah bra biru muda, berrenda-renda yang dari tadi saya penasaran penampakannya. Rupanya motifnya sangat imut, dan menggoda. Lalu dia meraih celana trainingnya dan mulai menurunkannya, dan ternyata benar dugaanku, bra dan celana dalam ini sepasang, sama-sama biru muda dan memiliki motif renda yang sama.

Nita kemudian meletakkan pakaiannya yang telah dia lipat dengan rapi di Coffee table di ruang tamu ku. Nita dengan malu-malu meletakkan tangannya di belakang dan menggerak-gerakkan tubuhnya kekiri dan kekanan, seperti gerakan anak kecil yang malu-malu. Penampilan Nita yang berdiri hanya mengenakkan pakaian dalam langsung membuatku ereksi, penisku sudah memberontak di balik celanaku.

Karena merasa ruangan ini agak sempit, aku mengangkat coffee table itu lebih merapa ke pinggiran, agar tidak mengganggu aktifitas kami nanti. Saya meminta Nita untuk mencepol rambutnya kebelakang, agar tidak mengganggu aktifitas kami nanti.

“Nita, berlutulah disini, dengan tegak”, sambil mengarahkan Nita ketengah ruangan, lalu Nitapun menurut dan berlutu di atas karepetku, walaupun berlutut lama saya rasa lututnya tidak akan sakit karena karpetku saya rasa cukup telahlah.

“Tutup matamu, dan jangan buka hingga ku suruh”,

“Baik Tuan”, dia pun memejamkan matanya dan tetap berlutut di tengah ruangan.

Saya dengan segera membuka paket yang saya terima tadi, dan paket itu adalah sebuah choker, berwarna biru dengan sebuah loceng kecil ditengahnya, karena ada loncengnya saya berusaha memegang loncengnya agar tidak menimbulkan suara. Hampir saja saya lupa, saya letakkan chocker itu kembali ketempatnya. Saya pindahkan cermin dari kamarku, tepat di hadapan Nita sekarang.

il_570xN.869532663_1z3t.jpg



Perlahanku dekati lagi Nita dengan choker itu, perlahan karena saya tidak ingin loncengnya berbunyi. Kupakaikan perlahan choker itu di lehernya dan Nita jelas merasakannya tapi dia tidak bergerak dan membuka matanya.

“Buka Matamu Nit”, lalu dia pun membuka matanya. Melihat choker yang telah terpasang di lehernya dia tersenyum, dia terlihat sangat senang.

“Kamu suka Nit?” ku dekatkan wajahku kewajahnya, dan saya berjongkok di sampingnya dan wajahku dan wajahnya kini sejajar.

“Tentu Tuan”, dengan cepat dia mengecup pipiku, sambil terus memegangi choker itu, dia terlihat sangat senang. Ini adalah pemberian pertamaku pada Nita, dan saya pun sangat senang melihat dia menyukainya.

“Tampak serasih dengan pakaian dalammu, aku tahu kau senang dengan warna biru, makanya ku pilihkan warna ini”, lalu ku kecup bibir Nita yang lembut dengan perlahan.

Sebenarnya choker ini kubelikan untuk Nita, sekaligus untuk membuktikan bahwa memang Nita itu in to BDSM tapi belum tahu seberapa besar, mesti di tes lebih lanjut nih. Jadi selama di kota asalku, saya sempat membaca beberapa artikel BDSM untuk menambah ilmuku yang masih dangkal tentang ini, dan semoga ini bermanfaat untuk hubunganku dengan Nita.

Nita tampak senang dan memainkan lonceng pada chocker itu, dia terus tersenyum dan meliatnya terus dalam cermin yang kuletakkan depannya. Sungguh imutnya wajah Nita saat ini, rasanya gimana gitu, tidak tega saya memperlakukannya dengan BDSM. Tapi sebenarnya saya juga takut mencobanya, karena ada beberapa hal yang merupakan kekerasan, seperti menampar, mengikat, dan lain-lain, rasanya tidak tega kulakukan pada Nita. Tapi selain itu juga, ada rasa penasaran pada diriku, bagaimana rasanya mendominasi seseorang, terlebih lagi seseorang itu adalah Nita, yang begitu tangguh diluar dan berbeda saat ini.


Yang harusku pastikan bahwa Saya bisa bermain safe, sane and consesual dengan Nita. Karena itulah prinsip dasarnya, kalau tidak bisa tentu saja tidak akan ku lakukan. Maka saya dan Nita harus membicarakannya terlebih dahulu sebelum saya memulainya, karena saya tidak ingin menyakiti Nita, karena Aku mencintainya.


Nita masih berlutut dengan wajah yang sangat senang memainkan lonceng kecil pada Chockernya. Sangat lucu dan imut melihatnya seperti itu. Wajahnya yang tanpa make up dan rambutnya yang tercepol dibelakang, kulit yang kecoklatan dan bersih itu membuatku ingin menjamahnya dan memuaskan hasratku dengan segera. Tapi, saya mulai merasakan kepuasan tersersendiri bisa mendominasi Nita, bisa menguasai Nita, bisa menjadi Tuannya.


Selama ini saya tidak pernah menyangka akan mendapatkan kesempatan ini, terlebih lagi bersama Nita. Nita yang selalu menjadi panutan dan disegani di kantor oleh para lelaki, saat ini sedang berlutut di hadapanku, setengah telanjang, dan tunduk pada semua perintahku. Terasa sangat bangga pada diriku sendiri, merasa sangat jantan ketika ini terjadi, tapi terasa juga taku. Saya bisa saja menyalahgunakan penyerahan diri Nita ini, bagaimana jika saya menjadi abusive, karena seperti Spid*r-man “With Great Power Comes Great Responsibility”, bagaimana jika saya melukai Nita?


Saya merasa masih kurang untuk memainkan peran Tuan ini bagi Nita, saya takut melukainya, saya mesti belajar lebih banyak lagi, dan berdiskusi lebih banyak lagi dengan Nita. Kembali bahwa hubungan ini harus berdasarkan pada 3 prinsip utama, safe, sane and consesual. Kalau tidak ini sama saja dengan abusive.

“Nita, Aku mencintaimu!”, kataku pada Nita, Dia menatapku dengan matanya yang indah itu.

“Aku juga mencintaimu Ted”,

“Ajari aku menjadi tuanmu yang baik, ajari aku memuaskanmu!”, sambil ku raih dagunya dan mengecup bibir merahnya.

Nita memejamkan matanya, kami berdua menikmati kecupan kami, kupeluk Nita, kudekap Dia. Kurebahkan tubuhnya di karepet dan terus mengecup bibirnya, sesekali Nita menggit bibirku, dan tentu saja juga ku balas dengan gigitan kecil dibibirnya. Saya sekarang berada di atas tubuh Nita, menikmati setiap detik bersamanya, mengecupnya, merasakan kehangatan tubuhnya, merasakan halusnya kulitnya, mendengarkan tiap hembus nafasnya. Saya sangat menikmati waktu-waktu ini.

bersambung Chapter VII
 
Terakhir diubah:
wow klo ada adegan bdsm dan drama nya mirip mirip film donk

mantepp
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter VII

Pride of the Sin


Ruangan apartementku yang dingin membuat dekapan kami semakin erat, semakin rama semakin erat. Kecupan demi kecupan kami semakin panas, semakin menjadi-jadi. Lidah Nita dan Lidah ku saling bergulat dalam mulutkami berdua. Saling bertukar liur, saling bertukar rasa dan asa. Walau udara disekitar kami dingin, tubuh kami mulai mengeluarkan bulir-bulir keringat, mulai basah dengan peluh kami.


Kami bergulat di atas karpet ruang tamuku, sekarang Nita berada di atasku, kami tetap berciuman dengan erat. Tanganku berusaha meraih kait bra yang dia kenakkan, saya berusaha melepasnya. Akhirnya dengan sedikit usaha, pengaitnya terbuka, ku tarik branya keluar dari kedua tangannya, Nita juga membatuku dengan menggerakkan tangannya dan membiarnyakannya lolos.


Nita tidak mau kalah dariku, kini jemarinya yang lentik tengah berusaha menarik baju kaosku. Jadi ku angkat tanganku agar mudah terlepas dariku, kini kami berdua telah sama-sama topless. Tubuh kami saling bergesakan. Payudara Nita, bergesekan dengan dadaku, memberikan sensasi tersendiri. Payudara yang kenyal dan padat ini seolah menjadi bantalan, yang sangat nyaman dan lembut, memberikan pijatan-pijantan yang lembut di dadaku.


Ku balik tubuh Nita, sekarang saya lagi yang berada di atasnya. Ku hentikan ciuman kami, dan mata nita terbuka memandangku. Lalu mulai kucium lehernya, dari sisi kiri menuju ke bawah, menuju bahunya, dan perlahan ku kecup payudaranya. Kubiarkan lidahku bertualang di seluruh permukaan payudaranya, tapi kubiarkan putingnya yang sudah mengacung. Lidahku menyusuri sekitaran putting kiri Nita, tetapi tidak menyentuh putingnya sedikitpun. Tangan kiriku mulai menjamah payudara kanan Nita, hal yang sama pun kulakukan, tangan kiriku tidak menjamah puting pink Nita.


Tubuh Nita mulai menggeliat karena jilatan-jilatan dan pijitan-pijitan pada payudaranya, mulai terdengar desahan-desahan halus dari bibirnya. Nafasnya menjadi berat dan tidak beraturan, tubuh Nita yang sedang ku tindih mulai menggeliat-geliat berusaha menahan rangsangan yang menyerang tubuhnya itu. Tangannya mulai menekan-nekan, menjambak-jambak kepalaku yang tidak henti-hentinya menyusuri payudaranya.


Desahan-demi desahan semakin keras terdengar dari mulut Nita, memecah keheningan ruangan, mengisi telingaku dengan merdu.

Tanganku mulai bergerilya, menuju lembah surga Nita. Lubang kenikmatan Dunia, tempat para kesatria takluk dan tak berdaya. Jariku menyelinap melalui celana dalamnya, mencari, mencari celah suci itu. Melewati rambut-rambut halus Nita, menuju celah vaginanya. Terasa hangat, dan terasa sudah basah, ku elus dengan perlahan, naik dan turun.


Baru saja saat kulakukan itu, Nita mendesah, tubuhnya menggeliat semakin hebat, berusaha menghindari sentuhanku. Namun dengan tubuhku, ku kunci pergerakkan pinggulnya, sehingga dia tidak bisa dari dari sentuhan jariku. Saya berusaha mencari sebuah tonjolan pada bagian atas celah vaginanya, mengelusnya dengan melingkar, untung saja vagina Nita telah banjir oleh cairan kewanitaannya, sehingga di tidak merasa perih ketika kusentuh.


“Ted… jangan siksa Aku…”, desah Nita merancuh, tubuhnya menggeliat semakin kencang.

“Ted… Aku ingin Ted…”, desah Nita dengan suara manjanya, dia menarik wajahku untuk menatapnya.

“Tuan… Perawani Aku…”, oh tuhan, Nita tentu saja akan kulakukan itu, tanpa kamu minta pun akan kulakukan.

Tapi seolah tidak mempedulikannya, aku terus memberikan rangsangan ke tubuh Nita, di vaginanya, dipayudaranya, dan diseluruh kulitnya yang bisa ku jangkau.

Tubuh Nita semakin menggeliat dengan hebat, dia makin berusaha keras menghindari jariku dari vaginanya.

“Ah… ah… ah…Aaaahhh….”, sebuah desahan tidak karuan yang panjang dan tiba-tiba melemas dari Nita. Tubuhnya mengejang hebat kali ini, tidak lagi ada upaya untuk menghindariku. Dia orgasme, pinggulnya masih mengejang setiap kali ku sentuh permukaan vaginanya. Tanganku dipenuhi cairan hangat dan sedikit lengket, masih ada cairan yang terus mengalir dari vaginanya, Nita sepertinya squirt.


“Kamu tega Ted…”, tatap Nita padaku dengan wajah yang lemas dan memelas. Dia kelelahan, tubuhnya terlihat terbaring lemah di atas karpetku. Kucabut tanganku dari vaginanya, lalu kusodorkan di wajahnya. Nita yang mengerti maksudku, langsung menjilat jari-jariku hingga bersih dari caritan kewanitaannya sendiri.

“Aku baru mulai Nit, kamu sudah keluar”, kataku pada Nita. Sambil mengecup bibirnya. Nita hanya bisa tersenyum dan tersipu malu. Tubuhnya terasa gontai dan lemas, hingga dia kesulitan berdiri. Aku lalu membopong tubuh Nita, kuangkat dia ku bawa dia kekamarku. Ku baringkan Nita di atas ranjangku.

Aku menatap seluruh tubuh Nita, kini hanya tinggal sebuah celana dalam biru berrenda dan chocker yang melekat di lehernya. Tubuhnya begitu mulus, tanpa cacat, kulitnya kecoklatan dan begitu halus, tapi dalam kemolekan tubuh ini terdapat kekuatan, tidak boleh lengah dengan kemolekannya, Nita adalah seorang olahragawan, seorang petarung. Sebuah tubuh yang komplit, lembut dan juga tangguh. Nita, oh Nita, akhirnya akan ku miliki kau sepenuhnya.

Handphone Nita kemudian berdering, membuyarkan lamunanku. Siapa lagi nih menelfon di saat seperti ini, saya berteriak dalam hati. Ku ambil handphone Nita dalam tasnya diruang tahu, ternyata itu Ibunya yang menelfon. Ku ambil dan ku serahkan pada Nita, kemudian Nita langsung mengangkatnya dengan speaker.

“Nita, kamu lagi di mana?” membuka pembicaraan, memang ibunya terkesa to the point, dan tidak muluk-muluk. Sembari Nita menelfon, saya merebahkan diri disamping Nita, sambil merangkulkan tanganku ketubuhnya.

“Lagi jalan sama Tedy Mah” jawab Nita masih dengan suara yang lemas.

“kok suaramu gitu?” tiba-tiba Ibunya bertanya, dan sepertinya wajah Nita menegang.

“cape saja mah, tadi habis latihan langsung keluar lagi”, jawabnya berusaha mengeles dari cercaan pertanyaan ibunya.

“Ingat ya titipan Mama”, sepertinya Ibu Nita menitip sesuatu untuk dibeli oleh Nita, entah apa itu, keperluan rumah sepertinya.

“Sudah kok tadi Mah, sebelum jemput Tedy”, jawab Nita dengan santai.

“Ok lah kalau gitu, jangan pulang malam-malam ya, salam untuk Tedy”, kata Ibunya kemudian menutup telfon, sepertinya sifat Nita memang turunan dari Ibunya yang to the point, tidak ada basa-basi.

Selesai menelfon, Nita meletakkan handphonenya di end table di samping tempat tidurku. Kembali Nita menatapku yang sudah berbaring di sampingnya. Perlahan ku kecup bibirnya, kembali bibir kami tertaut, dan lidah kami menari-nari bersama. Kami kembali berpelukan, mendekap dengan hangat.

Saya berusaha meraih celana dalam yang dia kenakkan, satu-satunya penutup terakhir di tubuhnya. Ku selipkanjariku, lalu perlahan dengan gerakan mengelus yang perlahan, ku tarik turun bersama dengan tanganku. Saya telah berhasil menurunkan hingga setengah paha, namun tanganku kurang panjang, dan mustahil juga bisa kuturnkan hingga lepas dari kakinya. Maka saya harus berganti posisi, sambil berpikir dan mencari akan, akhirnya saya mulai berpindah dari ciuman dibibir, saya mulai menulusuri leher jenjang Nita, kecup-kecup kecil dan sedikit jilatan di lehernya, membuat Nita kembali mendesah halus.


Sekarang saya sudah turun hingga payudaranya, ku kecup perlahan putingnya, kuberikan jilatan-jilatan kecil, hisapan dan gigitan perlahan di putingnya. Hal itu membuat Nita semakin mendesah, bergantian ku serang payudara Nita, kiri dan kanan. Tangan Nita mulai mengacak-ngacak rambutku, dan kadang menjambaknya menarik dan menekan kepalaku.


Perlahan saya turun lagi ke bawah, menuju pusarnya, kujilat seluruh permukaan perutnya yang bidang, ada sedikit belahan otot di perutnya, Nita memang sangat sering berolahraga dan bentuk tubuhnya sangat terjaga. Ku masukkan lidahku kedalam lubang pusarnya, ku mainkan di dalamnya, hal ini memberikan rasa geli bagi Nita. Desahan Nita semakin tidak karuan, dan Tubuh Nite berusaha menghindari jilatan itu, pinggulnya bergerak ke kiri dan kekanan berusaha menghindari lidahku, namun sayapun terus memburunya dan berusaha menahan pinggunya.


Saya pun turun lagi ke bawah, ku tarik celana dalam Nita hingga lepas, dan saat ini wajahku tepat di daerah kewanitaanya. Tertutup rambut halus yang tertata rapi, dan begitu bersih, sungguh sangat menggoda ketika dilihat dari dekat. Dengan cepat ku lebarkan kaki Nita dan ku angkat hingga lututnya menyentuh payudaranya. Kini vagina Nita terexpose di hadapanku,vagina berwarna pin dan cantik,begitu bersih dan terawan, aroma khas wanita yang wangi menyebar dari sana.


Rasanya ingin segera ku penetrasi, tapi saya berusaha menahan diri, akan kuberikan kepuasan tersendiri dulu buat Nita. Ku dekatkan wajahku pada vagina Nita, ku jilat dengan perlahan seluruh permukaan vagina Nita. Lalu kuangkat lagi wajahku dan melihat Nita, dia terlihat berupaya menutup wajahnya namun ingin mengintip juga.

“Tedy, jangan jilat, aku ngak suka kamu ada di bawahku, yang pantas di bawah itu Aku Ted, biar aku yang berlutut di hadapan Tuan”, kelihatannya Nita tidak suka lelaki yang dia lihat lebih unggul darinya, berada di daerah kewanitaannya, menjilatinya.

Tapi saya tidak mempedulikan itu, tetap saya serang dengan jilatan-jilatan, tetap saya kecup bibir vagina itu, rasanya begitu berbeda, ada cairan yang keluar, apakah ini sisa orgasme tadi, terasa begitu Nikmat. Setiap jilatan setiap kecupan membuat Nita semakin mendesah dan menggila, tubuhnya menggeliat tidak karuan berusaha melepaskan diri dariku.

“Jangan Ted… jangan Tuan…”, Nita semakin merancuh, Tanggan Nita tidak karuan menjambak rambutku menariknya menjauh, tapi juga menekannya turun. Nita merasa tidak senang melihatku di menjilatinya, tapi dia tidak bisa menahan keinginannya untuk di oral. Tubuh Nita semakin-lama semakin menggeliat, entah sudah berapa lama saya memberikannya sensasi oral, kini kakinya telah melingkar di leherku dan tangannya memegangi kepalaku.

Posisi seperti ini, membuatku serasa sedang dikunci, cengkraman paha Nita tiba-tiba mengeras, membenamkan wajahku semakin dalam kedalam vaginanya, lengungan keras menyusulnya, dan tubuh Nita mulai mengejang. Cairan hangat bertambah banyak keluar dari vaginanya, rasanya gurih dan khas, sulit di gambarkan. Kaki Nita dan tanggannya melonggar, tapi saya tidak melonggarkan seranganku. Saya tetap menjilat vagina Nita, dalam oragasnya tubuhnya semakin kejang dan meronta, ku pegang pinggulnya, agar dia tidak bisa lari dariku.

“Ah… Ah… Ted, ampun Ted…” rancaunya sambil berusaha menarik pinggulnya, tapi tidak ku peduli, dan terus menjilatinya.

“Ah… ah… Ted… aku pi... pisss…” vaginanya menyemprotkan cairannya, Nita sekali lagi squirt, kali ini tepat di wajahku, membasahinya. Aku sedikit terkejut, bokongnya mengejang dan mengangkat keatas, kujauhkan wajahku dari vagina Nita. Ku susul dengan jariku yang terus memainkan permukaan vaginanya. Tubuhnya terus mengejang dan menyemportkan cairan cintanya, bersama dengan desahan yang keras.

Tubuh Nita terjatuh, nafasnya tidak beraturan, lemas dan tidak berdaya. Seprei dan tempat tidurku basah oleh cairan cintanya, wajah dan dadaku juga basah olehnya. Ku sekah wajahku dengan tenganku, aroma nya masih tetap melekat, aku merasa seperti mabuk, mabuk oleh nafsu.


Saya turun dari tempat tidur, dan menuju toilet untuk membasuh wajahku, ku biarkan Nita beristirahat sejenak. Kalau tidak ku basuh, saya takut permainanku menjadi tidak terkendali karena dikuasai nafsu. Saat kembali ke kamar, Nita masih berbaring, masih berusaha mengatur nafasnya. Dia menatap ke langit-langit kamarku, entah apa yang dia pikirkan. Tubuh polosnya, tidak mengenakkan apapun kecuali chocker yang kuberikan padanya.


Saya merasa kasihan dengan Nita, ada perasaan takut saya akan mengecewakannya. Bagaimana jika saya bukan orang yang tepat buat Nita, bagaimana jika saya menyakitinya, saya bukan orang yang baik dan Nita adalah gadis yang polos dan kuat, jika kulakukan apa yang akan terjadi padanya. Pikiran itu terus berputar-putar dalam kepalaku. Perasaan ini sungguh berbeda ketika saya sedang berhadapan dengan wanita-wanita lain.


Saya kemudian duduk disamping Nita yang masih berbaring, Nita menatapku dengan matanya yang penuh kasih. Wajahnya begitu cantik di bawah lampu redup dalam kamarku. Ku seka rambutnya yang berantakan, ku rapikan dan ku belai. Nita meraih tanganku dan meletakkannya di pipinya, lalu mengecupnya, diikuti dengan senyumnya yang manis. Dari tatapannya, Nita telah siap memberikan apapun padaku, telah menyerahkan jiwa, hati, dan pikirannya padaku, apalah arti tubuhnya jika jiwanya pun telah dia berikan padaku.


“Ted… I love you…” kata-kata itu meluncur dari mulut Nita, mendengarkannya saja membuat tubuhku merinding, perasaan tulus yang dia berikan dalam setiap kata, setiap huruf yang dia ucapkan.

“Nita… I love you…” sambil ku dekatkan wajahku padanya dan ku kecup bibir manisnya, dengan lembut. Nita merangkulkan tangannya di leherku, dan membenamkan wajahku semakin dalam, ciuman kami pun semakin erat.

Saya merubah posisiku, berusaha naik ke atas tempat tidur dan berada di atas tubuh Nita, kini saya berada di atas tubuh Nita, kami terus saling bercumbu. Tapi Nita menjauhkan wajahku darinya.

“Ted, kamu curang…”, kata Nita dengan nada suaranya yang manja dan lembut.

“Curang? Curang apa?” tanyaku binging pada Nita.

“Masa Aku sudah ter-exposes begini, kamu masih pakai celana”, saya baru tersadar, memang dari tadi saya masih mengenakkan celana, walaupun memang celana yang ku kenakkan agak longgar tetap saja sebenarnya rasanya cukup nyesek. Mungkin saya terlalu bersemangat menggerayangi tubuh Nita, hingga saya sendiri lupa.

Saya pun turun dari tempat tidur dan berusaha melepaskan celanaku, Nita pun langsung berlutut di hadapanku.

“biar saya saja Tuan…”, Nita langsung menggapai celanaku, dan mulai membuka kancingnya. Tidak perlu waktu lama, celana panjangku sudah terbuka dan langsung dia pelorotkan ke bawah. Hari ini saya menggunakan boxer karena lebih nyaman untuk bepergian, sehingga tonjolan penisku terlihat dengan jelas dan mengacung kokoh di depan wajah Nita.

Nita membuka perlahan boxerku, dia meriknya kedepan agar tidak mengenai penisku ketika diturunkan nanti, wajahnya seperti menengadah mengintip apa isi boxerku. Sambil jarinya dengan perlahan menariknya turun, lidah Nita telah mulai mengecap-ngecap kepala penisku, dan memberikannya ciuman-ciuman kecil di sekeliling kepalanya. Mata Nita terpejam, dia seperti menikmatinya, setiap kecupan dan jilatannya.

Sensasi bibir Nita membuatku semakin terangsang, apalagi melihat wajahnya yang imut, semakin membuatku bernafsu. Dia menjilat kiri dan kanan batang penisku dengan lembut, lalu perlahan dia menjilat kantong zakarku, dia selipkan wajahnya di bawah zakarku, dia jilat dan sedot. Sensasi yang luar biasa, membuatku tanpa sadar mendesah.

Sekarang Nita mencoba memasukkan penisku kedalam mulutnya, walau agak sulit, dia berusaha memasukkan seluruhnya kedalam mulutnya. Rasa hangat dan basah yang kurindukan, sensasi lidah dan gigi-gigi Nita yang mengenai penisku, walau sedikit sakit, memberikan sensasi tersendiri. Nita mulai memegangi bokongku dan menggerakkan kepalanya maju mundur dengan perlahan. Nita sangat berusaha memberikanku kepuasan.


Saya terus membelai rambut Nita yang halus dan hitam, rasanya ada kebanggan tersendiri ketika wanita setangguh Nita sekarang berlutu di hadapanku, dan mengulum penisku. Ada rasa superior dalam diriku, rasa penuh kekuasaan, kesombongan, pride, sungguh berbeda rasanya. Selang beberapa menit, sepertinya Nita sudah mulai lelah memberiku blowjob, karena gerakannya sudah mulai melambat.

Kutarik kepala Nita menjauh dari penisku, terdengar bunyi “POP” karena Nita masih terus menghisapnya hingga ke ujung. Nita menatapku dengan manja, dan membelai penisku dengan jarinya.

“Tuan, maaf Nita belum bisa membuat Tuan puas…” sambil mengelus-ngelus manja penisku dekat wajahnya, sambil sesekali menjilatinya. Imut sekali wajahnya, membuatku ingin langsung menerkamnya.

Ku tarik tubuh Nita untuk berdiri, ku kecup bibirnya, dan kurebahkan dia ke ranjang. Perlahan tanganku mulai lagi bergerilya di payudaranya dan tangan satunya di daerah kewanitaannya. Mulai ku usap dan ku pilin-pilin, Nita tidak bisa menahan desahannya walau sedang berciuman denganku.

Setelah beberapa saat, Saya kemudian menghentikan aktifitasku. Saya menatap mata Nita, dia menatapku dengan lembut, cantiknya senyum di bibirnya.

“Ted, ku serahkan jiwaku, hatiku dan tubuhku padamu…” dengan tatapan yang sendu, dan dalam.

Ku kecup keningnya, dan kemudian bibirnya. Perlahan tanganku mengelus-elus pangkal pahanya. Aku lebarkan paha Nita, kita sudah terpampang jelas belahan vagina Nita yang diselimuti rambut tipis kemaluannya. Bentuknya rambutnya tertata rapi, tidak tebal tidak juga tipis, warna belahan vaginanya yang pink dan masih sangat rapat. Ingin segera ku eksekusi.

Aku mulai merapatkan tubuhku pada tubuh Nita, perlahan ku arahkan penisku tepat di hadapan celah itu.

“Tahan ya Nita…” perlahan berusaha ku dorong masuk, tapi karena celah itu sempit, hanya sedikit yang terbuka ketika kepala penisku menyentuhnya, karena licin penisku terbelok ke atas. Beberapakali ku coba tetap saja bergerak ke atas. Padahal penisku sudah ngaceng maksimal dan nafsu sudah di Ubun-ubun.

“Ted, jangan siksa aku Ted… Perawani Aku Ted…” wah Nita kira aku bercanda nih sama dia, lagi usaha loh saya ini. Akhirnya ku pegang penisku dengan tanganku dan ku arahkan lurus pada celah itu. Perlahan celah itu terbuka, sedikit demi sedikit ku tekan masuk. Wajah Nita terlihat meringis, bahkan belum seluruh kepalanya masuk, wajahnya sudah kesakitan. Setelah seluruh kepala penisku masuk, ku hentikan dulu, aku khawatir Nita kesakitan jika ku teruskan. Vaginanya seperti menegang dan menjepit kepala penisku, rasa hangat dan lembut membuatku terbawa ke awang-awang.

“kamu tidak papa Nit?”, kataku sedikit Khawatir padanya, tapi dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya, walau dengan wajah tetap meringis.

Aku mulai melanjutkan lagi setelah Nita lebih relax, ku dorong pinggulku sedikit demi sedikit, perlahan lahan. Semakin sulit untuk masuk, ¼ batangku sudah masuk tapi kembali wajah Nita meringis, jadi ku hentikan. Perlahan kutarik dan Nita langsung mencengkram lenganku sambil menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin di cabut. Perlahan ku masukkan lagi, ku coba menggerakkan kekiri dan kekanan. Sepertinya gerakan itu cukup efektif, rasanya rongga vagina Nita menjadi lebih basah.

Aku mendorongnya semakin dalam, terasa vagina Nita semakin kencang mencengram penisku. Ku gerakkan keluar masuk dan kekiri kekanan perlahan, menunggu lebih relax. Lalu ku dorong lagi, sedikit demi sedikit, setengah batang penisku telah berhasil masuk dalam liang senggah Nita. Terasa penisku menjadi lebih basah dan hangat, lalu tercium aromah darah segar. Aku telah merenggut perawan Nita. Rasanya penuh,rasanya vagina Nita makin mencengram erat. Tubuhnya menegang, sepertinya rasa perih memenuhi tubuhnya, wajahnya meringis.

Ku dekap dia, ku kecup bibirnya, dia menjadi lebih relax dari sebelumnya. Tubuhnya sudah mulai tidak mengunci lagi, saat dia lengah ini, langsung ku hujamkan penisku dengan kencang kedalam.

“AHHHH….” Rintihnya dengan keras, bibirnya terlepas dari bibirku, matanya terbelalak, lengannya mencengkramku dengan erat, kuku-kukunya menancap di tunggunku. Tiba-tiba dia menggigit bahuku, aku pun juga ikut meringis namun ku tahan.

“Nita…”, bisikku padanya.

“Teruskan Ted…”, Nita merangkul tubuhku, memeluk ku semakin erat.

Aku mulai menggerakkan pinggulku dengan berhati-hati mulai dengan maju mundur yang pelan. Setiap gerakanku diiringi oleh desahan dari bibir Nita. Dengan wajah yang masih meringis menahan sakit, Nita memelukku dengan erat, ku cium bibirnya. Membiarkan lidah kami bermain, dengan pinggulku yang terus ku gerakkan dengan pelan namun berirama.

“ah…ah…ah.. Ted...”

Perlahan tubuh Nita sudah semakin rilex, dia sudah menikmati irama-pinggulku, aku mulai mempercepat gerakanku, sesekali masih terlihat wajahnya meringis. Aku berani untuk mempercepat tempoku, perlahan tapi terus bertambah cepat. Nita semakin mencengkraku erat, nafas dan desahannya merancuh, aku mulai merasakan ada beberapa cakaran lagi yang dilakukan oleh Nita di punggungku.

Tubuh Nita dan tubuhku mulai dipenuhi peluh, walau ac kamarku terasa dingin, tubuh kami tetap berkeringat. Setiap gerakan kami, setiap sentuhan kulit kami memberikan sensasi tersendiri bagi kami berdua. Semakin erat semakin menyatu, Nita menjadi milikku sepenuhnya.

Selang beberapa saat dalam posisi ini tubuh Nita mulai mengencang, dia merangkulku semakin erat, pinggulnya rasaya mulai mengejang,

“ah… ah… Ted… Aku nyampe…” di lanjutkan dengan kejang pada pinggulnya, menyebabkan batang penisku terbenam semakin dalam. Tubuh Nita semakin mengejang hebat, dan mengencang. Nita akhirnya orgasme, orgasmenya yang pertama kali dengan penetrasi penisku.

Kini tubuh Nita terkulai lemas dalam pelukanku, ku biarkan tetap penisku berada dalam liang senggamahnya dan tidak bergerak. Nita masih berusaha mengatur nafasnya, dan mengembalikan kesadarannya. Pinggulku mulai bergerak maju mundur lagi, Nita hanya bisa memejamkan matanya, pasrah dengan tiap rajaman pinggulku.


Aku sadar Nita sudah sangat lelah, sehabis latihan Thaiboxing, dan sekarang dia telah tiga kali orgasme. Tapi tubuhku menolak untuk membiarkannya beristirahat, rasanya ingin ku tuntaskan hasratku selama ini. Aku ingin menanamkan benihku kerahim Nita, aku tidak peduli lagi, aku ingin membuahinya. Tidak ingin ku lepaskan Nita dari hidupku.

Aku terus memompa penisku dalam penisku dalam vaginanya, Nita terus mendesah, walau tubuhnya tidak ada tenaga lagi untuk bergerak. Nita pasrah terusku rajam dengan penisku. Selang beberapa menit, Nita mulai mengejang lagi dan melengung panjang, dia telah orgasme lagi. Tubuh Nita benar-benar sensitif, dan menggairahkan. Akhirnya tidak lama kemudian aku merasakan dorongan hasrat ku yang semakin besar, sebentar lagi aku akan orgasme.

“Nita… Aku mau keluar…” bisikku pada Nita, aku ingin melihat apa reaksinya. Ternyata Nita malah merangkulku dan kakinya melingkar di pinggulku, walaupun tanpa tenaga lagi, tanpa kata Nita ingin aku mengeluarkannya di dalam rahimnya.

Aku gerakkan pinggulku makin cepat, semakin cepat, Nita berusaha menahan hujaman demi hujamanku. Akhirnya ku semprotkan spremaku kedalam rahim Nita. Rasanya puas sekali, akhirnya bisa menuntaskannya bersama Nita. Akhirnya Nita bisa menjadi milikku sepenuhnya.

Ku cabut penisku dari vagina Nita, terdengar bunyi plok, seperti kemasan vakum yang baru saja dibuka. Cairan cinta Nita mengalir, bersama dengan spermaku dan darahnya, semua bercampur menjadi satu. Saya baru kembali tersadar, apa yang telah kuperbuat, seharusnya saya menjaga Nita, tapi saya telah merenggut perawannya, saya telah menodai Nita.

Tedapat rasa sesal dalam hatiku, tapi ada juga kebanggan sebagai seorang lelaki bisa menaklukkan Nita. Ini adalah kebanggan atas dosa [Pride of the Sin]

bersambung Chapter VIII
 
Terakhir diubah:
Suhu sekalian mohon kritik dan saran untuk Hamba yang hina ini...
Saya tunggu ya sarannya
:banzai::banzai::banzai:
 
Luar binasa gan, sdh takhluk betul tu Nita, Jiwa raga sdh di dapat. Kalau begitu bakalan nempel kayak perangko dah. Bakalan nambah dk wanita ny gan.
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd