Part XVII: Just a Couple Things.
One month later.
"...Kami telah mengetahui dan mengerti tujuan bapak dan ibu semuanya datang jauh-jauh ke sini..."
Ya, sekarang aku dah keluarga besarku sedang berada di rumahnya Viny, keluarga besar yang selalu mendukung dan membantu keluargaku ketika kesusahan dulu, dengan Viny yang juga bersama kedua orangtuanya dan keluarga besarnya.
"...untuk mengantarkan anak lali-lakinya melamar anak perempuan kami, Ratu Vienny Fitrilya..."
Gue deg-degan anjir. Terakhir kali gue deg-degan kek gini pas dulu gue berangkat ke luar angkasa. Gue di sini duduk diapit oleh kedua orang tua gue, sementara di depan gue terdapat Viny yang duduk di samping ayahnya itu. Posisiku kini berhadapan dengan ayahnya Viny, sementara Viny berhadapan dengan ibuku. Viny kini memakai gaun putihnya itu, yang terlihat sangat cantik sekali, ah Viny.
"...maka dari itu, saya sebagai perwakilan dari keluarga, sekaligus ayah dari Viny, merestui saudara Anggara Widodo untuk melamar Viny."
LEGA GUE ANJIR. Rasanya pen nangis gue denger itu. Gue sekarang ga bisa nahan ekspresi senang gue yang terpancar dengan jelas di wajah gue. Ya semua orang di sini sebenarnya juga pada senang sih, apalagi mama gue yang udah sangat menantikan cucu ini.
Aku dan Viny bangkit, dan kami berdua kini saling berhadap-hadapan. Aku mengambil kotak cincin yang diberikan oleh saudaraku dan mengambil cincin dari dalam kotak itu. Aku pun meraih tangan kiri Viny yang langsung dia buka lebar telapak tangannya itu dan langsung memasangkan cincin itu di jari manis Viny dengan perlahan namun pasti. Wajahku dan wajah Viny yang tersenyum kini memandang ke arah tangan kami. Setelah cincin telah terpasang, sontak ruangan ini pun dipenuhi oleh tepuk tangan dan sambutan dari keluarga besar kami. Apalagi saudara sepupuku yang masih SMA yang kini menyoraki kami berdua dengan sorakan khas ABG itu. Yah tapi aku tidak bisa berbuat banyak, kini aku dan Viny hanya bisa saling bertatapan dengan menunjukkan wajah kami yang sangat berbahagia ini.
Two Weeks Later
Sekarang adalah hari Sabtu, dan kini aku berada di dalam DB11 milikku yang terparkir di lantai basement parkiran FX Sudirman. Sudah pasti lah tujuanku di sini untuk menjemput Viny dari teater show 1, aku memang menyuruhnya untuk memberikan penampilan terbaiknya sebelum dia akan berhenti dari pekerjaannya itu sekitar lima bulan lagi. Ngomong-ngomong, nanti malam Viny akan tidur di rumahku. Yah walaupun Viny masih tinggal di rumah orangtuanya, namun dia sudah mulai sering tidur di rumahku apalagi jika dia pulang malam. Viny juga sudah memiliki kunci rumahku. Yaa kami berdua sudah membuat komitmen kok, walaupun tidak tertulis.
"Halo sayang." Seperti biasa, Viny langsung masuk ke dalam mobilku dengan badan letihnya itu.
"Iyaa. Ini mau langsung ke rumahku atau bagaimana?"
"Jalan-jalan dulu dong ke mall sambil makan-makan gitu."
"Yaudah kamu pakai sabuk pengamannya ya."
Viny kini memakai sabuk pengamannya, sementara aku mulai menjalankan mobilku keluar dari gedung ini. Ga mungkin lah kami makan di mall ini, bisa-bisa gue dihajar sama wtbgzt. Selama di perjalanan menembus jalanan ibukota yang macet, aku dapat melihat Viny yang kini sedang memakai cincin tunanganku itu di jari manis kirinya. Memang cincin itu memiliki diameter yang kebetulan pas di jari manis kiri Viny sehingga Viny dapat dengan mudah melepas dan memasangnya pada jarinya.
Sesampainya di sebuah mall yang cukup besar, aku langsung memarkirkan mobilku di sebuah parkiran khusus dekat lobi utama. Buat yang belum tahu, beberapa mall memang menyediakan parkiran khusus untuk mobil mewah di dekat lobi utama. Katanya sih biar orang-orang berduit jadi sering ke mall dan 'ngebuang' duitnya. Yah aku sih hanya akan membelanjakan uangku untuk hal-hal yang aku perlukan saja, ga tau dah kalau sebelah gue udah ngerengek minta dibeliin. Setelah mobil terparkir, kami pun keluar dari mobil lalu berjalan menuju ke dalam mall sambil bergandengan tangan. Yah memang bucin, berdoa aja supaya ga ada wt yang memergoki kami berdua.
Kami pun menuju ke sebuah restoran favorit Viny. Itu loh restoran makanan Jepang yang prasmanan dan dagingnya harus dipanggang sendiri itu, kalian tahu lah ya. Seperti biasanya, di akhir pekan seperti ini restoran ini sangat penuh. Kami saja harus menunggu untuk mendapatkan tempat duduk, dan itu tiga puluh menit lagi. Yah gitu deh.
"Vin, ini kita nunggu tiga puluh menit. Mau ngapain sekarang?"
"Yaa jalan-jalan lah, masa nungguin aja di sini."
Yaudah lah ya, turutin aja. Kini aku yang bergandengan tangan dengan Viny ini berjalan menjauhi restoran tersebut. Kami terus berjalan hingga Viny membawaku ke dalam sebuah toko yang berisikan baju-baju, yah ini berarti aku harus siap-siap ngeluarin kartu kredit atau kartu debitku. Namun, beberapa saat setelah aku sudah memasuki toko ini, aku menyadari sesuatu hal yang janggal. Di dalam toko ini aku hanya melihat baju-baju bayi beserta peralatan-peralatan untuk bayi. Seketika itu juga aku baru saja menyadari bahwa aku sekarang berada di toko baju bayi.
"Vin, ini mau beli baju bayi? Buat siapa dah?"
"Enggak kok. Emang kenapa?"
"Yaa kita kan masih lama. Nikah aja belum."
"Ih aku kan cuman pengen liat-liat aja masa ga boleh?!" Kalau nggak ngegas ya bukan Viny.
"Yaampun baru juga dilamar udah keluar aja naluri keibuannya."
"Sesuai umur dan keadaan dong. Emangnya kamu yang masa kecilnya kurang bahagia, jadinya sekarang udah tua ga keluar naluri bapak-bapaknya."
Nusuk banget rasanya Viny ngomong gitu. Ya emang bener sih, cuman ya ga usah ngomong juga kali. Kalau masa kecilku ga seperti itu ya sekarang aku ga akan bisa seperti sekarang. Viny jahat banget sih.
Selama di toko itu, Viny hanya melihat-lihat baju bayi yang terpajang di toko tersebut sambil membayangkan baju-baju yang akan dipakai anak kami nanti. Beruntung Viny tidak membelinya. Yah masih lama kok, paling cepat setahun lagi dia baru melahirkan. Kami berada di toko ini selama dua puluh menit sebelum akhirnya kami keluar dari toko tersebut dan kembali ke restoran yang kursinya telah kami pesan sebelumnya. Perutku kini sudah terasa sangat lapar.
At the next day.
PLOK!!!
PLOK!!!
PLOK!!!
“MMMMHHHH....!!!!”
Suara tabrakkan antara selangkanganku dengan selangkangan Viny itu kini memenuhi kamarku. Ya, di pagi hari ini kami melakukan morning sex, walaupun kemarin malam aku sudah 'menghajarnya' sebanyak dua ronde berturut-turut. Namun ya, tetap saja aku masih ingin menyetubuhinya lagi. Persetubuhanku dengan Viny sebelum kemarin adalah saat kami berada di Inggris hampir dua bulan yang lalu. Hal ini dikarenakan aku menginginkan siklus haid Viny normal kembali setelah aku memberinya pil KB darurat.
"Ahh... Sayang... Hmmmhhh...!!!"
Sudah sekitar dua puluh menit aku menyetubuhi Viny yang sudah dua kali orgasme di hari ini. Badanku pun sudah mulai terasa pegal. Ya, kemarin kami berdua sangat produktif sekali. Rasanya spermaku telah terkuras habis tak mau keluar-keluar. Penisku pun sudah mulai terasa perih. Namun lobidoku telah mengalahkan segalanya, ketika tadi aku melihat Viny yang tak memakai sehelai benang apapun tidur di sebelahku ini.
"Ssshhhh..... Sayang..... Oohhh...."
Tubuh kami kini sudah terasa sangat basah akibat peluh kami yang membasahi badan kami. Nampak tubuh Viny kini terlihat mengkilat, yang membuat kedua payudara yang bergoyang-goyang itu terasa amat menggoda. Puting berwarna merah muda itu mengacung dengan tegak dan amat keras di ujung payudara Viny, membuat payudara yang tidak besar itu nampak amatlah sempurna bagiku. Kini aku pun mulai bermain dengan payudara itu, memilin puting tersebut. Aku sudah mulai merasakan spermaku yang mulai mengalir menuju ke ujung penisku, yang tentunya aku tahan.
"MMMHHHHHH......!!!!"
Vagina Viny sangat sigap dalam melayani penisku ini. Pijatan lapisan epitel vagina Viny selalu saja membuatku bertambah nafsu untuk terus menjangkau jauh lebih dalam dari vagina ini. Tak terhitung sudah beberapa kali ujung kepala penisku ini bertabrakkan dengan mulut rahimnya itu, yang membuat rasa sensasi nikmat yang luar biasa bagi kami. Apalagi rasa lembab vagina Viny yang sangat khas ini juga selalu membuatku merasa melayang. Rasa dari Vagina Viny memang sangat enak sekali, tak pernah berubah dari dulu.
"NGGAAAHHHHHH...!!! SAYANG...!!! MMMHHHHH.....!!!!"
Tiba-tiba tubuh Viny pun menggelinjang. Viny telah mendapatkan orgasmenya yang ketiga kalinya untuk hari ini. Sementara itu, penisku yang sudah menahan muntahan spermaku ini merasakan cairan hangat yang mengalir di dalam vaginanya. Seketika pertahananku runtuh.
"Aaarrgghhh... Viny...!!!"
Penisku pun akhirnya menyemprotkan spermaku di dalam vagina Viny. Terasa tiga semprotan panjangku yang penisku semprotkan tepat di ujung vaginanya itu. Aku dapat merasakan dari ujung penisku ini spermaku yang berhasil aku tembakkan pas di mulut rahimnya yang terbuka sangat lebar itu. Tentunya sekarang Viny sedang dalam masa tidak subur, jika tidak sudah dipastikan Viny akan positif hamil apabila Viny tidak mau meminum pil KB darurat lagi. Ga mau lagi pokoknya gue.
Aku mencabut penisku dari vaginanya itu. Nampak spermaku yang meluber dari dalam vagina Viny saking banyaknya sehingga menetes di atas kasur. Terlihat kini penisku dan vagina Viny berwarna amat merah, sudah sangat ekstrim sekali kami melakukan persetubuhan. Kini aku mengambil posisi di sebelah kiri Viny, tengkurap menghadap Viny sambil tangan kiriku mengusap-usap perut Viny yang rata ini.
"Hah... Hah..."
"Hah.. Vin... Makasih banyak ya sayang... Hhh..."
"Hah... Iyaa... Hah... Banyak banget... Dari kemaren... Hhh..."
"Hhh.... Iyaahh... Rasanya spermaku udah habis... Hhh..."
"Hah... Kita produktif banget... dari kemarin... Jadinya lecet kan... Haahhhh..."
"Hah... Hah... Hah... Iyah nih aku juga... Hhh... Untung kamu lagi ga subur... Hhh..."
"Hah... Hah... Kamu beraninya... Haahhh... pas aku lagi ga subur aja... Sekalinyah lagi subur... Panik... Nyuruh minum pil KB... Isshh..."
"Hhh... Bukannya ga siap... tapi lihat keadaan... Hhh..."
"Hah... Aku kan udah pengen bangethhh... Haahhh... jadi ibu... Hhh..."
"Heeehhhhhh.... Hhh..."
"Iiiiihhhhhhhh......"
"Udah udah... Haahh... Bangun yuk... Terus sarapan... Hhh..."
"Hah... Iyah yang... Haaahhhh..."
"Hhh... Aku duluan yah... Hah..."
"Iyah..."
Dengan sisa tenagaku, aku bangkit dari tempat tidurku. Aku tatap jam yang menggantung di kamarku ini, ternyata sudah jam 8 pagi. Yah baguslah, nanti siang aku dan Viny akan makan siang bareng Bimo dan Shani di restoran tempat biasanya lalu aku dan Bimo akan mengantarkan Viny dan Shani untuk Show 2 pukul 4 sore nanti. Kini aku mengambil bajuku beserta handuk lalu masuk ke kamar mandi yang berada di kamarku ini.
Sepuluh menit kemudian diriku sudah selesai membersihkan diri, seperti biasanya. Kini aku sudah bersih dan sudah berpakaian lengkap. Aku keluar dari kamar mandi, dan mendapati Viny yang sudah tertidur di atas tempat tidur dengan tubuhnya yang masih terbungkus selimutku ini, hadeeehhhh...
"Hey Viny bangun."
"Emmhhh...."
"Katanya calon ibu, masa masih manja kek gini sih."
"Mmhh... Iyah iyah ini bangun..."
Viny pun kini bangkit dari tidurnya dan mengambil posisi duduk di atas tempat tidur.
"Nih handuk sama jubah mandinya."
"Ga usah pakai jubah mandi. Aku mau ambil baju dulu."
"Pakai bajunya nanti aja aku ambilin. Kamu langsung masuk ke kamar mandi aja."
"Make bajunya disini gitu? Ga mau, nanti yang ada nanti kamu mesumin aku lagi."
"Apa-apaan, aku udah laper tau. Kamu kan mandi udah lama ditambah ngambil baju jadi tambah lama."
"Hmm..."
"Lagian kamu juga suka kan aku mesumin? Ehe.
"
"IIIHHHHHHHH.....!!!!!"
"Iya iya kamu langsung mandi aja sudah."
"Hmm... Yaudah deh yang.."
Viny pun mengambil handuk dan jubah mandi yang aku pegang lalu bangkit dari tempat tidur masuk ke dalam kamar mandi dengan telanjang bulat. Viny berjalan membelakangiku, sehingga saat dia berjalan terlihat kedua daging pantatnya yang berwarna putih kemerah-merahan itu bergoyang-goyang seirama dengan jalannya. Rasanya sangat menggoda sekali, penisku pun mulai bangun ketika melihatnya, aarggghhhh....
Viny sekarang sudah berada di kamar mandi. Sementara itu aku mulai mengambil baju yang akan Viny kenakan ini. Viny memang sudah menyimpan beberapa pakaiannya di rumahku, yah katanya biar ga usah repot-repot bawa pakaian. Yah gitu deh. Aku mengambil sebuah kemeja putih dengan sebuah blazer santai berwarna hitam yang dipadukan dengan celana jeans non-skinny berwarna biru. Tak lupa juga aku mengambil sebuah bra putih milik Viny yang berukuran tidak besar ini. Namun aku telah menyiapkan sebuah celana dalam dan sebuah safety pants khusus yang keduanya berwarna hitam untuk Viny pakai di hari ini, karena...
Dua puluh menit menunggu, Viny pun keluar dari kamar mandi. Biasalah betina, mandinya lama. Kini dia sudah memakai jubah mandi yang aku berikan. Rambutnya pun terlihat cukup basah, dan tubuhnya pun sudah sangat wangi. Memang Viny sangat merawat tubuhnya walaupun jadwalnya sangat padat, tidak seperti cowoknya *sad.
"Nih yang aku beliin safety pants, biar kamu ga usah pakai lagi yang punyanya teater."
"Wah makasih ya sayang. Terus ini celana dalam?"
"Iya sekalian aja aku belinya."
"Emang kamu belinya di mana yang?"
"Ya toko pakaian dalam wanita lah, emang di mana lagi dah."
"Terus? Dilihatin orang-orang dong."
"Ya jelas lah aku diketawain orang-orang. Untung belinya bareng sama Bimo, jadi ga malu sendiri. Tadinya mau sekalian beli BH juga, tapi makin diketawain orang."
"Ih ada dua orang laki-laki mesum yang masuk ke dalam toko pakaian dalam wanita, hihihi" Malah gue diketawain Viny, bukannya bilang terimakasih
"Makanya pakai, biar ga sia-sia gitu aku diketawain orang-orang."
Yah sukses juga gue ngarang cerita, padahal sih bukan itu maksudnya, ehehe
. Viny pun kini memakai celana dalam dan safety pants yang aku berikan.
"Yang, kok ada tonjolannya sih. Keras lagi."
"Yaa aku gak tau. Dikirain aku kamu tau itu apaan."
Beruntung Viny tidak curiga dengan tonjolan itu. Setelah celana dalam dan safety pants terpasang, Viny melanjutkan dengan memakai pakaian-pakaian lainnya yang telah aku ambilkan. Setelah terpakai, kami pun keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk membuat menu sarapan kami.
Four hours later
Kini aku dan Bimo beserta pacar-pacar kami sudah berada di dalam restoran langganan kami. Posisi kami kini saling berhadap-hadapan dengan pacar masing-masing, sehingga aku bersebelahan dengan Bimo dan Viny bersebelahan dengan Shani. Kini makananku dan makanan Bimo sudah habis, namun makanan para betina di depan kami masih juga cukup banyak. Mereka lebih fokus untuk bergosip daripada untuk menghabiskan makanan mereka. Dasar cewek, emang tukang ngeghibahin orang.
"Hey cepetan habisin makanannya. Bukannya makan malah ngegosip."
"Ih apaan sih sabar dong."
"Sabar apaan kita udah hampir tiga jam di sini loh. Sekarang udah jam satu."
"Masih lama."
"Ya kan nanti kena macet."
"Ih deket kok macet paling cuman sebentar."
Nyerah gue sama Bimo kalau dua cewek ini udah ngegosip. Seperti ga ada waktu lain aja.
"Bim, si Shani udah make celana dalamnya kan?"
"Udah udah. Kalau Viny?"
"Jelas udahlah. Sekarang aja kali ya?"
"Yaudah."
Three days ago, in a restaurant.
"Nih Bim. Gue ada mainan baru." Gue pun memberi sebuah kotak kecil kepada Bimo.
"Apaan tuh?"
"Vibrating panties."
"Terus ngapain?"
"Ya lo suruh Shani pake lah, terus kerjain doi."
"Maksudnya?"
"Ya temenin gue lah ngerjain si Viny."
"Jadi maksudnya si Shani pake ini terus kita ajak jalan, terus pas di keramaian baru dinyalain, gitu?"
"Iya. Namun bukan buat di keramaian sih tujuan utama gue, tapi di teater."
"Gile lu ndro."
"Halah cuk dulu kita bisa kok ngajakin mereka sex party. Sepik-sepik lah, lo yang ngajarin gue masa ga bisa. Gue abis liat Youtube, jadi kepengen gue."
"Oke gue ikut."
"Nih gue kasih juga safety pants biar sepik-sepik lo tambah mulus."
"Oke makasih ya, gue udah ga sabar pen liat wajah cewe gue sange di depan orang."
"Mesum lo goblog."
"Lu juga anjir."
"Ehehe..."
"Ehehe..."
Back to present time.
Kami berdua kini mengeluarkan sebuah remote kecil berwarna hitam dari saku kami.
"Viny, Shani, tau ga ini apa?"
"Itu... remote kan?"
"Tau ga ini remote apa?"
"Gak tau, emangnya apaan?"
Aku pun menepuk paha Bimo sebagai kode. Kini kami menekan tombol daya untuk menyalakan alat itu pada remote kami masing-masing. Sontak Viny dan Shani pun kaget menerima rangsangan yang luar biasa itu pada daerah sensitifnya. Terlihat dari wajah mereka yang langsung berubah memasang wajah menahan rangsangan bercampur wajah memelasnya itu. Sementara itu, kami berdua pun tertawa kecil akibat tingkah laku mereka berdua itu.
"Emash... Mmmhh...."
"Mmmh... Sayang...."
Kini tangan mereka berdua berusaha meraih remote yang kami pegang, walaupun itu hal yang sia-sia.
"Iya iya kita matiin."
Kami pun menekan tombol daya pada remote sehingga vibrator yang terpasang pada celana dalam Viny dan Shani pun mati. Kini Viny dan Shani kini memasang wajah cemberutnya, walaupun sesaat setelah kami mematikan alat tersebut merek berdua nampak menunjukkan wajah lega.
"Ih apa-apaan sik."
"Iya. Makanya aku heran tumben-tumbenan ngebeliin daleman. Ternyata ada maksudnya."
"Makanya cepetan habisin makannya."
Kini Viny dan Shani mulai menghabiskan makanannya. Yah walaupun mereka menghabiskan makanannya dengan lambat sambil cemberut, namun tetap saja sebuah kemajuan. Sekitar lima belas menit kemudian makanan pun habis. Akan tetapi kini mereka mulai memberes-bereskan barang bawaan mereka ke dalam tas mereka dengan wajah yang masih saja cemberut.
"Hey kalian mau ke mana?"
"Kita mau jalan-jalan dulu mau liat-liat baju. Kalian tunggu aja di mobil." Kini mereka berdua sudah dalam keadaan berdiri.
"Kok ninggalin sih?"
"Bodo, mas sama kak Dodo nyebelin."
Kini mereka sudah berjalan pergi meninggalkan kami yang masih terduduk di kursi kami. Beruntung aku sudah membayar pesanan kami saking lamanya mereka menggosip, sehingga kami tidak harus pergi ke kasir terlebih dahulu. Beberapa saat setelah mereka berdua pergi, kami pun pergi untuk mengikuti mereka dari belakang tanpa mereka ketahui.
Sekarang mereka berdua sedang berada di tengah-tengah atrium mall yang ramai ini. Kami yang mengikuti di belakang mereka lantas mengambil posisi sembunyi. Setelah dirasa cukup aman, kami berdua kini menekan tombol daya pada remote kami. Seketika itu pula Viny dan Shani memberhentikan jalan mereka. Mereka berdua kini tidak bisa berdiri dengan tegak akibat getaran pada kemaluan mereka itu. Kedua tangan mereka kini sudah berada di selangkangan mereka demi menahan getaran yang dihasilkan alat tersebut. Melihat tingkah laku Viny dan Shani sekarang ini tentunya membuat kami tertawa kecil nan jahat, wkwkwk. Kami pun mematikan alat tersebut setelah Viny berusaha meraih ponselnya untuk meneleponku, yah ini bukan acara utama. Setelah dimatikan, kini Viny dan Shani dapat berdiri dengan tegak sambil melihat ke sekeliling untuk mencari keberadaan kami, beruntung mereka tidak menemukan kami. Tak kunjung membuahkan hasil, kini mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju ke dalam sebuah toko baju dengan wajah yang menunjukkan rasa dongkol mereka itu. Tentunya kami masih mengikuti mereka dong, ehehe.
Kini Viny dan Shani sedang asyik melihat dan memilih baju-baju yang sedang dipajang di dalam toko ini. Yah toko baju ini tidak terlalu ramai, namun kami berhasil menemukan sebuah posisi di mana kami dapat melihat cukup jelas kedua betina tersebut namun sepertinya tetap sulit untuk dilihat oleh mereka. Saat Viny dan Shani sedang asyik memilih-milih baju, kami pun kembali menyalakan alat tersebut.
"MMMMMHHHHHHH...!!!!"
Seketika itu pula mereka berdua mendesah bersamaan. Kini terlihat Viny dan Shani yang berusaha mati-matian menahan desahan kenikmatan mereka. Tangan mereka kini berada di selangkangan mereka dan mereka tidak bisa berdiri dengan tegak. Terlihat pula wajah mereka yang menahan rangsangan yang mendera area sensitifnya itu. Kami yang melihatnya kini menahan rasa tawa jahat kami akibat melihat reaksi mereka itu. Tak cukup sampai di sini, kami mengganti mode getaran yang dihasilkan alat tersebut, sehingga kini mereka makin menahan rangsangan yang diberikan alat tersebut. Bahkan, Shani sampai terjatuh jongkok akibat menahan rangsangan hebat yang mendera kemaluannya itu. Viny pun juga demikian, kini dia menjadi oleng akibat rangsangan yang diberikan oleh alat yang menempel pada kemaluannya itu sehingga tanpa sengaja Viny menjatuhkan tumpukkan baju yang menjadi penghalang mereka berdua melihat kami. Ya jelas dong kami terlihat oleh mereka berdua. Kedua betina yang menyadari keberadaan kami kini mendatangi kami sambil memasang wajah marah bercampur terangsang itu, waduh bahaya ini.
"KALIAN BERDUA NGAPAIN SIH?!! MMMHHHHH....!!!"
Ya jelas dong Viny dan Shani memukuli kami dengan tas yang mereka bawa. Mana mereka rada teriak lagi. Untungnya sepi, kalau ramai ya kami jadi tontonan publik.
"Iya iya iya ini dimatiin."
Kami berdua menekan tombol daya yang berada di remote, dan alat tersebut pun mati. Sesaat setelah kami mematikan alat tersebut, Viny dan Shani memasang wajah leganya itu walaupun tak lama kemudian mereka kini memasang wajah betenya itu.
"Udah ah kita berdua langsung ke teater."
"Hey ini pakaian jatuh ga kalian beresin?"
"Bodo, beresin aja sendiri."
Sebelum Viny dan Shani meninggalkan kami, kami menunjukkan remote yang kami pegang kepada kedua cewek itu.
"IIHHHHH....!!!"
"Makanya sini beresin."
"Iyah iyah."
Memang pakaian yang jatuh cukup banyak, akan tetapi kami berempat bisa membereskannya dengan cukup cepat. Yah walaupun Viny dan Shani masih menunjukkan wajah kesalnya itu kepada kami. Setelah kami membereskan tumpukkan baju yang jatuh, kami berempat kini menuju ke parkiran mobil karena kami menyadari sebentar lagi Viny dan Shani sudah harus bekerja kembali. Sekarang aku dan Viny sudah berada di dalam Honda S660 milikku dengan Viny yang masih saja menunjukkan wajah betenya itu, yah pasti Shani juga demikian di dalam Mini Cooper milik Bimo.
Setelah perjalanan yang cukup lama akibat membelah jalanan ibukota yang macet, kami pun tiba di FX Sudirman tempat kedua cewek ini bekerja. Setelah aku mendapatkan parkir yang aman, Viny langsung keluar dari mobilku tanpa menyapa menyapa diriku terlebih dahulu, jahat
. Yah aku juga melihat Shani yang melakukan hal yang serupa kepada Bimo sih. Setelah mematikan mesin mobil, kami berdua kini mengikuti langkah pacar kami itu.
"Kalian mau ngapain?!"
"Ya mau nonton lah."
"Iiiihhhhh ngapain sih nonton?!"
"Emangnya kenapa? Kita udah beli tiket kok. Udah kalian jalan sana, nanti diliatin wt."
Viny dan Shani melanjutkan langkah mereka itu dengan wajah cemberutnya itu. Tentunya kami tetap mengikuti mereka dong, walaupun kami tetap menjaga jarak agar tidak dicurigai para wt. Kami memakai lift yang berbeda untuk naik ke lantai F4, di mana Viny dan Shani memakai lift yang terletak di sebelah teater dan langsung masuk ke dalam teater sementara kami berdua menggunakan lift utama dan langsung menukarkan tiket kami.
Setelah menunggu beberapa lama dan berdesak-desakan dengan para wt yang bau badannya amat menyengat itu, akhirnya kami masuk ke dalam teater. Seperti biasa, kami duduk di barisan pertama, memang racap membre ditakdirkan untuk selalu duduk di baris pertama. Tak perlu waktu yang lama, akhirnya pertunjukkan pun dimulai. Kini nampak Viny dan Shani yang menunjukkan wajah cerianya itu tak seperti beberapa puluh menit yang lalu.
"Do, kira-kira si doi masih pake ga ya?"
"Makanya gue kasih lo safety pants biar doi masih pake pas teater. Udah coba aja sekarang."
Kami pun menekan tombol daya yang berada di remote kami. Seketika Viny dan Shani yang sedang asyik menyanyi dan menari itu pun kaget menerima rangsangan yang luar biasa itu pada daerah sensitifnya. Terlihat dari gerakan tarian mereka yang berantakkan dan wajah mereka yang mulai menunjukkan ekspresi menahan rangsangannya itu. Ternyata masih dipakai oleh mereka, ehehe.
“Udah udah matiin dulu Bim.”
“Oke oke.”
Kami berdua menekan tombol daya yang berada di remote, dan alat tersebut pun mati. Sesaat setelah kami mematikan alat tersebut, Viny dan Shani kembali memasang wajah cerianya itu seperti tidak terjadi apa-apa.
Kini sesi MC pun tiba, sesi yang kami berdua sepakat bahwa ini adalah sesi ngegosip. Sesuai rencana, saat Shani akan berbicara maka Bimo menekan tombol daya yang berada di remote yang sedang dia pegang sehingga vibrator yang menempel pada selangkangan Shani pun aktif. Saat dinyalakan, terlihat Shani yang kaget akibat menerima rangsangan pada selangkangannya itu.
"Halo semuahh... Semanis Coklath... Selembut Sutrah... Haloo aku Shanii... Mmhhh..."
Shani kini berusaha mati-matian menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Nampak wajahnya yang kini mulai memerah dan mulai panik ini dan tubuh Shani yang sedikit membungkuk. Memang untuk saat ini kami hanya memilih mode getaran yang paling ringan, namun itu sudah cukup membuat para wanita menggelinjang hebat jika dilakukan dengan lama. Ya, Bimo menyalakan vibrator itu selama Shani berbicara dan baru mematikannya setelah Shani selesai berbicara. Selama alat ini masih menyala, Shani sering melirik ke arah Bimo dengan tatapan memohonnya agar Bimo mematikan alat yang menempel pada kemaluannya itu. Viny yang mengetahui perlakuan Bimo terhadap Shani kini menatapku tajam seperti menyuruhku untuk tidak melakukan hal yang serupa, namun ya ga mungkin lah ya, wkwkkw.
Kini giliran Viny yang berbicara. Tentunya kini giliranku juga dong untuk menyalakan alat itu. Sebelum Viny sempat berbicara, aku menekan tombol daya pada remote control sehingga kini alat yang menempel pada selangkangan Viny pun aktif. Sontak Viny pun kaget dengan getaran yang mendera pas di kemaluannya itu.
"Halo semuahh.. Akuh.. Si gadish artistik... yang berjuang meraih mimpih... Haloo aku Viny... Sshhhh..."
Sama seperti Shani, kini Viny berusaha mati-matian menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Nampak wajahnya yang kini mulai memerah dan mulai panik ini dengan tubuhnya yang sedikit membungkuk. Sama seperti perlakuan Bimo kepada Shani, aku menyalakan vibrator itu selama Viny berbicara dan baru mematikannya setelah Viny selesai berbicara. Selama berbicara, Viny juga sering melirik ke arahku dengan tatapan memohonnya agar aku mematikan alat yang menempel pada kemaluannya itu. Rasanya asyik banget gue lihat mereka berdua menahan rangsangan hebat di depan para fans mereka, awkawkawk.
Pertunjukkan berlanjut hingga pada sebuah lagu yang Viny dan Shani bawakan. Tentunya dong kami memainkan vibrator yang menempel pada selangkangan mereka berdua itu. Di sini kami menyalakan dan mematikan alat tersebut dengan sesuka hati kami masing-masing sehingga Viny dan Shani tidak secara bersamaan menahan rangsangan pada kemaluannya itu. Namun tetap saja hal tersebut tetap mengganggu mereka berdua, terlihat dari nyanyian dan gerakan mereka yang berantakkan dan wajah mereka yang cukup jelas menahan rangsangan itu. Di bagian akhir lagu tersebut, mereka kini berlutut di depan kami, yah memang terdapat sedikit dialog antara Viny dan Shani di akhir lagu ini.
"Kakkhh... Tolonginhhh..."
"Tolongin apaahhh..."
"Mmhh... Ituh..."
"Mmhh.. Ih Shani... Tolongin apaan... Hhh..."
Yah sepertinya mereka sudah memberikan kode yang cukup kuat untuk kami. Terlihat dari wajah mereka yang sangat memelas memohon menatap kami. Kami pun menekan tombol daya yang berada di remote yang kami pegang. Kini mereka nampak normal lagi seperti biasanya
"Hmm... Tolongin apa ya..."
"Iihhhh Shani kok ga jelas gitu?! Aku pergi nih." Viny pergi menuju ke dalam backstage.
"Ih kak Viny, tungguin..." Shani pun mengikuti Viny menuju ke dalam backstage.
Pertunjukkan selanjutnya pun kini tengah berlangsung. Pada saat ini, kami masih ingin mengerjai mereka berdua karena sekarang belum puncaknya. Pada tiap lagu, kami menyalakan alat tersebut. Walaupun hanya beberapa detik, namun kami memilih mode rangsangan yang sedang sehingga hal ini cukup mengganggu mereka berdua, wkwkwk.
Pada lagu terakhir, kami berdua tentunya menyalakan kembali alat tersebut. Namun, untuk kali ini kami menyalakannya dari awal lagu hingga akhir lagu dengan mode rangsangan yang paling intensif. Ya, di sinilah puncak keisengan kami ini. Viny dan Shani kini sangat berusaha sekuat tenaga menahan rangsangan pada selangkangannya itu, tetapi hal tersebut sepertinya sia-sia. Terlihat Viny dan Shani kini berada di belakang panggung tertunduk dan terdiam sambil membungkuk memegang selangkangannya itu. Telingaku pun dapat mendengar lenguhan Viny dan Shani di tengah-tengah lagu yang cukup keras ini. Dengan sekuat tenaga, mereka mencoba kembali mengikuti gerakan lagu yang tak terlalu banyak gerakan ini hingga lagu berakhir. Ketika lagu berakhir, Viny dan Shani langsung berlari menuju backstage. Yah sepertinya mereka berdua sudah tak tahan lagi untuk menahan orgasme yang sedari tadi mereka tahan. Padahal masih ada acara lagi sehabis acara berakhir. Yausahlah kami juga sudah keterlaluan, kami pun menekan tombol daya sehingga alat tersebut kini seharusnya sudah mati. Karena pertunjukkan sudah habis, kami pun langsung keluar dari teater dan langsung menuju ke mobil kami, ya ngapain juga.
Sekitar satu jam menunggu, tibalah Viny di dalam S660 milikku ini. Nampak wajahnya yang menunjukkan ekspresi kesal dan marahnya itu kepadaku.
"Halo sayang."
"Kamu nyebelin banget ya!"
"Ehe.
" Aku pun menunjukkan remote yang aku pegang di hadapan Viny, yah untuk mengancamnya lah ya.
"Nyalain aja! Udah aku buang kok. Sekarang aku cuman pakai safety pants yang kamu kasih aja."
"Hey aku beli mahal itu."
"Bodo! Gara-gara kamu aku jadi ga bisa ngerayain MVP fans. Aku juga ga bisa ikutan hightouch sama twoshoot."
"Iya iya aku minta maaf deh yang."
"Kamu emangnya ngapain sik?!"
"Yaa kemaren aku ga sengaja nonton di Youtube cowok ngerjain ceweknya pake vibrating pants di depan umum. Aku kan jadi pengen nyobain."
"Emangnya aku kelinci percobaan apa?!"
"Iya iya aku ga akan ngulangin lagi deh yang. Udah kamu pakai sabuk pengamannya."
"Hih!"
Setelah kami berdua memakai sabuk pengaman, kini aku mulai menjalankan mobilku menuju ke rumah Viny yang lebih tepatnya rumah orang tuanya Viny. Tak perlu waktu yang lama, Viny pun sudah tertidur. Sepertinya dia sangat letih akibat pekerjaannya yang disertai orgasmenya itu. Memang sepertinya hari ini aku sudah keterlaluan mengerjainya, namun, yah sudahlah, sepertinya besok Viny sudah mulai kembali bisa tersenyum kepadaku seperti biasanya.