Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
Bimabet
-Ending it All-

Hani


Bella


======

[Bayu's POV]

"BAY, BELAKANG LU!!"

Hah? Ada apa di belakangku?

Akupun langsung berputar ke belakang, dan betapa terkejutnya aku melihat anak buah Derrick berlari kearahku sembari mengayunkan golok kearah kakiku.

Dengan cepat pun, aku langsung menghindar sebisaku. Namun dengan kondisi tubuhku yang tidak seimbang saat ini pun aku tetap terkena serangan itu yang mengenai pahaku meski tidak begitu dalam.

"URGHH!!"

Aku nyaris terjatuh berhubung kondisi tubuhku yang tidak seimbang, dan kaki yang kujadikan pijakan merupakan kaki yang baru saja tertebas tadi sehingga aku merasakan rasa sakit yang begitu dalam. Namun, jika aku tidak menahannya, aku akan mati disini di tangan mereka. Aku tak bisa membiarkan hal itu terjadi.

Selagi aku yang masih berusaha berdiri tegak pun, dengan cepat orang itu kembali menghunuskan goloknya kearah perutku. Namun, aku dapat lebih cepat menghindari tusukan itu dan di saat yang bersamaan, aku langsung mengincar lengan bawah orang itu dan menjepitnya kencang menggunakan lutut dan sikuku.

*BUUGGG...*

"AKHHH!!"

Tentu saja pasti dia merasakan rasa sakit yang begitu dalam, karena tulangnya ditekan oleh dua tulang keras di titik yang sama dari dua arah.

Orang ini pun terjatuh karena tak kuat menahan sakitnya, dan aku langsung memanfaatkan momentum tubuhnya yang masih melayang ini dan memukul belakang kepalanya cukup kencang hingga membuat dia langsung terjatuh ke bawah.

*BUGGG...*

Tak hanya itu, aku langsung memanfaatkan kesempatan ini dan aku langsung menginjak pergelangan tangannya yang masih menggenggam erat golok itu beberapa kali hingga dia menjerit-jerit kencang.

*BUGGG... BUGGG... BUGGG...*

"AKHAKHHHHHH!!!!...."

Genggamannya pada golok itupun lepas, dan bisa kupastikan kalau dia tidak akan bisa menggenggam golok lagi untuk saat ini karena kuyakin pasti ada beberapa tulang jarinya yang patah saat aku menginjaknya begitu keras.

Namun, baru ketika aku berbalik arah lagi, kini aku melihat ketiga sisa dari anak buahnya berlari menghampiriku membawa balok kayu yang cukup tebal, dan aku juga langsung mengeluarkan pisau yang kusembunyikan dibalik lengan jaketku selama ini.

"MATI LO!!" teriak salah satu dari mereka yang berlari menghampiriku.

Mereka pun langsung mengayunkan balok kayu itu kearahku, dan beberapa ayunannya ada yang bisa kuhindari, namun salah satunya ada yang mengenai lengan atasku cukup keras.

*BUUGGG...*

Tentu saja, ada perbedaan range yang jauh antaraku dengan mereka yang menggunakan senjata panjang, sehingga satu-satunya caraku untuk tetap bisa bertarung adalah bertahan dan melancarkan serangan balik. Pisau yang kugenggam terbalik inipun juga kumanfaatkan sebagai tameng untuk melindungi sebagian tanganku, mengamankannya supaya aku bisa menahan balok itu menggunakan tangan kanan yang menggenggam pisau ini dan menyerang balik menggunakan tangan kiriku.

Tapi tak jarang juga aku gagal menghindar, dan beberapa kali pula serangan mereka mengenai bagian-bagian tubuhku, namun entah karena andrenalin atau apa, aku bisa menahan rasa sakit itu semua dan tetap melawan.

Mereka terus menyerangku secara membabi-buta, namun aku terus bertahan dan melindungi bagian-bagian vitalku untuk tetap bertahan.

Sampai akhirnya, salah satu dari mereka mengayunkan balok kayu itu ke kepalaku meski tak begitu cepat ayunannya, dan dengan cepat pun, aku langsung menutup kepalaku dengan tangan kiriku, tapi bukan untuk bertahan.

Dengan sekuat yang kubisa, aku melancarkan pukulan backhand mengincar balok kayu itu, dan karena tenagaku yang lebih besar, balok kayu itulah yang terpental ke belakang. Dalam kesempatan yang sempit ini pula, aku bisa membalikkan keadaan.

Dengan cepat aku langsung membalik pisauku, dan aku langsung meloncat dn menyayat pergelangan tangan yang dia gunakan untuk menggenggam balok kayu itu cukup dalam sehingga dia melepaskan genggamannya.

"AKHHH!!"

Aku pun juga tidak membuang kesempatan ini, dan dengan cepat aku langsung mengambil balok kayunya dan mengincar kakinya.

*BUUUGGG...*

Aku memukul kaki kirinya kencang, dan aku langsung memukul kaki kanannya yang kemudian kusambung dengan memukul tangan kirinya.

*BUGGG... BUUGGGG... BUUGGG...*

Setelah itu, orang ini mulai terjatuh, dan aku langsung memanfaatkan situasi ini untuk menyerang kepalanya, dan menggunakan balok kayu ini, aku memukul kepalanya beberapa kali dan cukup kencang, dan aku mengakhirinya dengan memukul bisep kanannya selagi dia tersungkur.

*BUUUGGG... BUUGGG... BUUUGGG... BUUGGG...*

Satu orang lagi sudah tumbang, dan aku juga menyadari kalau ada yang mengayunkan balok kayu lagi kearahku, namun aku langsung berbalik dan melancarkan ayunan backhand mengenai kepalanya.

*BUUGGG...*

Selagi dia terpukul mundur pun, dengan menggunakan pola yang sama, aku langsung memukul belakang kedua lututnya, yang kemudian kusambung dengan memukul pergelangan tangannya dan kepalanya.

*BUGGG... BUUGGG... BUUGGG... BUUGGG...*

Dengan cepat pula, orang ini tumbang, dan saat dia sedang tersungkur pun aku dengan membabi-buta memukulinya menggunakan balok kayu ini dan serangan terakhirku di punggungnya mematahkan balok kayu yang kugunakan.

*KRAKKK...*

Kini, tinggal sisa seorang, dan setelah aku membuang balok kayu yang sudah patah ini, aku langsung berhadapan dengan orang ini. Orang ini pun langsung mengincar kepalaku, namun aku bisa menghindari serangan itu, dan melihat kepalanya yang tak terjaga, dengan sekuat mungkin aku menggunakan punggung pergelangan tanganku untuk memukul belakang kepalanya.

*BUUGGG...*

Keseimbangan orang ini pun tergoyahkan, dan memanfaatkan momentum ini, aku langsung menyelengkat kakinya, bersamaan dengan aku mendorong kepalanya ke bawah menggunakan tanganku, dan orang itu langsung terjatuh dengan kepalanya yang terbentur keras ke jalan.

*BRUKK...*

Terjadi benturan yang membuat kepalanya kembali terangkat sedikit, dan aku yang sudah tak mempunyai rasa ampun pun langsung menendang kepala orang ini menggunakan tumitku, dan kepalanya lagi-lagi terbentur keras ke aspal.

*BUGGG...*

"Hhhhh.... Hhhhh...."

Akhirnya, semuanya sudah rata. Dengan sempoyongan aku berjalan dan menyandar ke tiang lampu di dekatku. Aku begitu kelelahan, dan selagi aku terdiam ini, aku merasa sangat tenang sampai-sampai rasanya aku tak mendengar sedikitpun suara. Akupun langsung mengambil napas panjang beberapa kali, dan ketika andrenalinku mulai stabil, akhirnya aku merasakan rasa sakit di sekujur tubuhku, terutama di kaki kananku.

Karena khawatir pun, aku langsung melihat ke arah kakiku, dan aku langsung melihat paha kananku sudah bersimbuh darah sampai ke betisku. Aku juga langsung melihat kearah lukaku, dan setelah memeriksanya, lukanya tidak dalam, tapi aku sudah kehilangan cukup banyak darah, dan melihat kondisi lukaku yang masih mengucurkan darah, aku harus bertindak.

"Hhhhh... Hhhhh...."

Akupun langsung membuka jaketku, dan aku langsung memotong bagian lengan jaketku. Setelah terpotong, aku langsung mengikatkan kain itu ke luka di pahaku. Entah aman atau tidak, tapi aku harus segera mengambil tindakan.

Selagi aku memerban lukaku, tiba-tiba, aku mendengar suara tawaan dari sekitarku. Apakah mungkin itu hantu?

Akupun langsung melihat ke arah sumber suara, dan ternyata suara itu berasal dari arah anak buah Derrick, sang pembawa golok yang masih terkapar di tanah.

"Ngetawain apa lu?" Tanyaku yang sudah selesai memerbankan kakiku.

"Nggak... Gua... bangga aja sama bos..." Jawabnya.

"Hah?"

"Bos... Emang... Kapten yang sempurna... Dia... Nggak takut untuk mengorbankan..."

"Bro, stop licking his arsehole, apa yang udah Derrick kasih ke lu sampe lu bisa loyal banget sama dia?" Ucapku kebingungan bagaimana ceritanya ada orang yang seloyal ini dengan Derrick.

"Hahahahha... Cuma karena lu menangin pertarungan... Bukan berarti lu juga yang menang perang..." Kembali ucap orang itu.

"Lu baru gua pukul sekali kenapa tiba-tiba jadi filosofis gini, si?" Tanyaku yang sangat kebingungan dan tidak mau berpikir karena rasanya kepalaku saat ini sedang berputar.

"Apa lu lupa... Tujuan akhir bos kemana??..." Kembali ucap orang itu, dan seketika, pikiranku kembali lurus.

Setelah mendengar dia berkata seperti itu pun, aku langsung melihat ke sekitar, dan aku memerhatikan jumlah orang yang sudah terkapar.

"Satu... Dua... Tiga... Empat.."

Loh, loh, kenapa hanya ada empat? Derrick kan kesini tadi berlima? Selain itu juga, dimana Andre? Apa dia sudah pergi bersama Bella?

Baru ketika aku berpikir seperti itu, aku langsung mendengar seseorang berteriak.

"DERRICK STOPPP!!!!"

Itu kan... Suara... BELLA?!?!

Aku yang begitu terkejut pun langsung menoleh ke asal suara Bella, dan hal yang pertama kali aku lihat adalah Derrick yang sedang menodongkan pistolnya ke Andre yang sedang terbaring tak berdaya, dan Bella yang kini sudah berada di luar mobilnya.

Aku benar-benar panik, dan aku langsung kembali mengambil pisauku dan beranjak ke mereka.

"DERRICKK!!!"

Namun sayangnya, kaki kananku langsung kujadikan sebagai penopang, dan kaki kananku tak kuat menopang beban seluruh tubuhku karena kaki kiriku masih belum berpijak, dan alhasil, aku juga langsung terjatuh.

*BRUKK...*

"AKKHHH!!... DERRICKK!!...." Teriakku selagi aku terjatuh tak bisa melakukan apa-apa.

Namun, Derrick sama sekali tidak melihat kearahku. Pandangannya tertuju hanya ke Bella seorang, dan perlahan, Bella pun berjalan mendekati Derrick.

"BELLA!!... BALIK KE MOBIL SEKARANG!!..."

Namun, Bella juga tidak mendengarkan ucapanku, dan Bella terus berjalan mendekati Derrick.

"Rick... Tolong... Jangan sakitin kak Andre... Dan jangan sakitin kak Bayu..." Ucapnya selagi berjalan mendekati orang yang menjadi mimpi buruknya.

"Rick... Kalo lu emang sayang sama gue... Pasti lu mau nurutin apa yang gue minta, kan??..." Kembali ucap Bella selagi Derrick masih terdiam kaku seperti patung.

"Tolong Rick... Ambil gue... Tapi biarin kak Andre sama kak Bayu pergi..." Sambungnya yang sangat tidak bisa kuterima.

"BELLAAAA!!!!..."

Bella pun langsung menengok kearahku, dan aku melihat matanya yang sudah berkaca-kaca.

"Kak, maafin aku, cuma ini cara buat mastiin kita semua bisa baik-baik aja" Ucapnya kepadaku.

"Bella..." Ucap Derrick yang akhirnya membuka suara.

"DERRICK!! LU BERANI SEDIKIT AJA NYENTUH BELLA, LU BAKA--" teriakku yang kemudian kembali dipotong Bella.

"Kak, tolong, nggak ada cara lain selain ini" Ucap Bella.

"Dek... Tolong... Jangan..." Ucapku pelan yang dia hiraukan.

"Bella... Kalo aku ngelepas Bayu sama pacar kamu... Apa kamu mau janji kalo kamu akan jadi milik aku lagi sepenuhnya?..." Ucap Derrick begitu lembut, tak pernah aku mendengar dia berbicara selembut ini.

"..... Aku janji..." Jawab Bella dan Derrick perlahan kembali menaruh pistolnya di balik celananya selagi Bella berjalan menghampirinya.

Kini, Bella dan Derrick sudah berhadapan di depan Andre yang sedang terkapar tak berdaya, dan tiba-tiba, Bella langsung mengelus-elus wajah Derrick yang berlumuran darah.

"Bella... Jangan..." Ucap Andre lirih yang ternyata masih sadar.

"Kak, maaf, there is no other way" Balas Bella, dan tiba-tiba, Bella mengecup bibir Derrick lembut.

Rasanya, jiwaragaku benar-benar hancur. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi. Apa yang seharusnya kulindungi sampai rela mengorbankan nyawaku sekali pun kini malah diberi secara cuma-cuma, dan hal terburuknya adalah aku sudah terlambat dan tidak ada yang bisa kulakukan.

"ARRGGGHHHHH!!!..."

Aku hanya bisa teriak sambil memukul-mukul aspal ini karena aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi, dan Andre juga kulihat menangis melihat pujaan hatinya mencium pria lain tepat di depannya.

Kini, mereka sudah saling membalas ciumannya, dan Derrick benar-benar bernafsu menciumi Bella seperti sedang merayakan kemenangannya.

Cukup lama mereka berdua berciuman, dan akhirnya, Bella melepaskan ciumannya. Entah karena apa, aku tidak bisa melihatnya karena posisi Bella saat ini tertutupi oleh Derrick.

"Kenapa, sayang? Kenapa kamu nangis?" Ucap Derrick yang seketika membuatku ingin muntah.

"Hiksss... Hiksss..."

"Kamu pasti merasa bersalah karena kamu harus begini di depan orang yang masih kamu sayang, kan?" Kembali ucap Derrick, dan tiba-tiba, Derrick memeluk Bella.

"Nggak papa, sayang, itu namanya pengorbanan, pelan-pelan kita buang perasaan kamu ke orang lemah ini, oke?" Lanjut Derrick yang kemudian menendang kaki Andre.

"Rick, udah dong jangan kasar, ah!" Ucap Bella yang berusaha melindungi Andre.

"Kan, sayang, ayo pelan-pelan buang perasaan kamu, jangan pikirin dia lagi, kamu udah milik aku sekarang" Balas Derrick, dan lagi-lagi, Derrick langsung menarik Bella dan mereka kembali berciuman.

Ini tidak seharusnya terjadi. Aku benar-benar sangat jijik melihat pemandangan ini. Namun, aku begitu bingung harus melakukan apa lagi. Andre sudah tidak berdaya, dan jika aku menyerang Derrick sekarang, ada kemungkinan juga Derrick akan menyakiti Bella atau Andre. Rasanya kami sudah di skakmat, dan tak ada yang bisa kulakukan selain terdiam melihat semua kekacauan ini.

Tak terasa juga, aku mulai menangis. Meski rencanaku untuk menghabisi Derrick dengan kedua tanganku sendiri sudah berhasil, tapi tetap saja Derrick sudah mempernainkan aku, Bella, dan juga Andre.

"Hiksss... Hikssss... Fuuucckkk!!!!...."

Sampai akhirnya, terdengar suatu suara dari kedua arah jalan.

Suara ini.... SIRINE!!!

Aku yakin kalau ini adalah sirine. Meski masih terdengar sangat samar, tapi aku sudah mengetahui kalau bala bantuan akan datang kesini.

Akupun kembali mengangkat kepalaku, dan melihat Bella dan Derrick yang masih berciuman dan bahkan mulai sedikit liar ini, terbesit sesuatu di kepalaku.

Apa jangan-jangan... Bella sudah mengkalkulasi ini semua?

Perlahan, suara sirine ini makin terdengar, dan kulihat juga Derrick mulai menyadarinya. Derrick pun berusaha untuk melepaskan ciumannya dan mengajak Bella pergi, namun, Bella terus menciumi Derrick tak membiarkan Derrick melepaskan pagutannya.

Tapi, akhirnya Derrick pun bisa melepaskan ciumannya, dan setelah itu, Derrick langsung menggenggam kedua tangan Bella.

"Sayang, ayo, kita harus pergi dari sini" Ucap Derrick yang mulai panik.

"Kenapa?"

"Aku denger ada sirine, pasti polisi ada yang kesini, ayo, kita tinggal mereka, dan kita berdua bisa hidup bahagia selamanya" Jelas Derrick, dan kemudian, Bella pun membalas menggenggam lengan Derrick.

"Sayang, ayoo!!" Teriak Derrick panik, namun, Bella tetap tidak ingin bergerak.

"Kenapa? Aku lebih suka disini" Jawab Bella.

"Sayang, liat, itu ada suara sirine, kamu pasti denger, kan?!" Kembali ucap Derrick begitu panik.

Tapi, Bella tetap tidak mau bergerak, dan perlahan, Derrick mulai merasakan ada sesuatu yang aneh, dan aku mulai memahami apa yang sedang terjadi.

"Sayang, kamu..."

"Skakmat" Ucap Bella pelan.

Dugaanku benar, Bella hanya ingin mengulur waktu supaya bala bantuan bisa datang tepat waktu. Tapi apa alasan dia melakukan ini semua?

"...... Kenapa??...." Ucap Derrick lirih seolah tidak percaya.

"Cinta itu.... Senjata yang paling mematikan, karena cinta bisa ngendaliin seseorang, sekuat apapun orang itu" Jelas Bella.

"Kamu... KAMU MANFAATIN CINTA AKU KE KAMU?!?! GIMANA DENGAN CINTA KITA?!?" teriak Derrick yang mulai lepas kendali.

"Rick, setelah apa yang udah lu buat ke keluarga guea, apa yang ngebuat lo berpikir kalo gue cinta sama lo? Ngga ada yang cinta sama lu, Rick, lu hidup di dalem obsesi dan imajinasi" Jawab Bella, dan tiba-tiba, Derrick lepas kendali dan dia langsung mendorong Bella hingga terjatuh kencang ke aspal.

*BRUKKK...*

"AKHHHH!!!..." teriak Bella kesakitan.

Setelah Bella terjatuh pun, Derrick hanya menatap ke tanah, dan perlahan, tangan yang dia gunakan untuk mendorong Bella dia pindahkan ke kepalanya.

Derrick memegangi kepalanya, dan tiba-tiba, Derrick teriak begitu histeris.

"AAAAARRGHHH!!!!! AAAAAARRRGGHHHH!!!!"

Sepertinya, ucapan Bella begitu menyakiti Derrick. Dia terlihat seperti sedang merasakan sakit kepala yang begitu berat sampai dia terlihat begitu kencang memegang kepalanya, dan mendengar teriakannya, sepertinya kondisi psikisnya juga ikut terluka.

Bella pun kini sudah bangkit dan berdiri, dan sepertinya, Bella mulai khawatir dengan kondisi Derrick yang seperti kesurupan ini. Bella pun perlahan mendekati Derrick yang posisi tubuhnya kini mulai menurun, namun, ketika Bella berusaha menyentuh Derrick, tiba-tiba Derrick melempar tangan Bella, dan tiba-tiba Derrick kembali mengeluarkan pistolnya dan menodongkannya ke Bella.

Melihat situasi ini pun, aku begitu panik dengan apa yang akan terjadi, dan aku langsung bangkit sebisaku untuk menghadang Derrick.

"RICK, UDAH RICK!!!" teriakku sembari aku berusaha berdiri, namun sayangnya, kaki kananku rasanya sudah menyerah dan sudah tidak kuat menopang tubuhku lagi sehingga aku kembali terjatuh.

*BRUKKK...*

"AKHAKHH!!..."

Meskipun aku teriak dan mengerang kesakitan begitu kencang pun, Derrick tidak melihat kearahku, maupun menurunkan tangannya. Tapi yang kulihat, Derrick bergetar begitu hebat, mungkin dia sedang merasakan dilema yang begitu berat.

"Rick... Stop Rick..."

"Ooooo no, no, no, lu yang minta ini, Bel, LU YANG MINTA INI!!!" teriak Derrick dipenuhi emosi.

"Gua udah berusaha selama empat tahun bangsat ini untuk akhirnya impian gua akan tercapai, EMPAT TAHUN DEMI NGEBUAT LU JADI MILIK GUA SEPENUHNYA!!!" teriak Derrick.

Aku tidak bisa tinggal diam, dan perlahan, aku bangkit dan kali ini aku menggunakan kaki kiriku. Kondisi tubuhku yang benar-benar lemas ini juga membuatku kesusahan untuk bangkit, namun kini aku sudah berdiri.

"Rick... Lo lagi nggak sehat di kepala... Tenangin diri lo dulu, Rick... Oke??... Pasti ada jalannya kok..." Ucap Bella membujuk Derrick.

Bella pun perlahan menghampiri Derrick, namun setiap dia melangkah mendekatinya, Derrick makin mengarahkan kekerannya ke Bella, dan kulihat Derrick terlihat bergetar hebat.

"APA JALANNYA?!? DENGAN GUA HARUS MASUK KE PENJARA NGELIAT ORANG YANG GUA CINTA HIDUP BAHAGIA DENGAN ORANG LAIN?!?" teriak Derrick yang kembali menyatakan 'cinta tak sehat' nya ke Bella.

"Rick, ini bukan cinta, Rick... Ini obsesi..."

"GUA NGGAK PEDULI!!"

Tiba-tiba pun, Derrick memindahkan tangannya dan kini Derrick mengincar Andre yang masih terkapar.

"RICK!!! JANGAN!!" teriak Bella berusaha menahan Derrick.

"SEKARANG LU PILIH, LU MATI MALEM INI ATAU LU PILIH, KAKAK LU, ATAU PACAR LU, SEBELUM LU GUA BAWA DAN JADI LONTE GUA SEUMUR HIDUP LU!!!" teriak Derrick selagi menodong Andre.

Akupun juga begitu panik melihat situasi ini, karena satu langkah yang salah, akan ada yang kehilangan nyawa malam ini diantara aku, Bella, dan Andre. Aku ingin memasang badan, tapi posisiku jauh dari mereka bertiga, dan Derrick pasti akan mengincar mereka.

Akupun perlahan berjalan menghampiri mereka, dan sembari aku berjalan, aku melihat di kiriku ada batu yang berukuran kira-kira sekepalan penuhku. Akupun langsung mengambilnya, mungkin aku bisa memanfaatkan batu ini.

"JADI LO MAU NGEBUNUH ORANG YANG LO CINTA, RICK?!" Teriak Bella.

"BUAT APA KALO SEMUA CINTA GUA CUMA SATU ARAH, HAH?!" Balas teriak Derrick, dan lagi-lagi Derrick memindahkan todongannya ke Bella.

"ITUNGAN KE TIGA LU NGGAK JAWAB, GUA BUNUH KALIAN BERTIGA!!"

INI GAWAT!!

Akupun terus berjalan menghampiri mereka secepat yang kubisa, selagi Derrick menghitung mundur.

"TIGA!!"






"DUA!!..."














"SA...."














"AMBIL GUE, RICK!! AMBIL GUE!!" teriak Bella, dan teriakan Bella pun membuatku begitu panik dan aku langsung berlari sebisaku.

Derrick bisa menarik pelatuknya kapan saja, dan jaraknya dengan Bella yang begitu dekat benar-benar mengkhawatirkanku karena Bella pasti akan tertembak.

Namun disisi lain, aku tahu Derrick pasti sedang dipenuhi dengan kebimbangan. Dia sudah sedekat ini dengan 'impian' nya, dan pasti dia juga tidak akan melepaskan 'tujuan terakhir' nya begitu saja. Terlihat juga dari tubuh Derrick yang bergetar hebat, kepala Derrick pasti sedang berputar sekarang.

Suara sirine itu juga makin lama makin terdengar jelas, dan saat ini, dari kejauhan sudah mulai terlihat beberapa mobil dengan sirinenya mengarah kearah kami meski masih cukup jauh, dan melihat situasi ini, Derrick pasti akan menarik pelatuknya.

Namun....

"Pilihan yang salah" Jawab Derrick, dan tiba-tiba, Derrick kembali mengarahkan bidikannya kembali ke Andre.

"RICK, JANGAN!!!!" teriak Bella dipenuhi ketakutan mendalam.

Aku ingin segera meraih Derrick, namun jarakku dengannya membuatku masih belum bisa meraihnya. Melihat situasi yang genting ini pun, jika terlambat sedetik saja, Andre akan kehilangan nyawanya, dan akupun refleks melempar batu yang kupegang ini.

Here goes nothing....

























*BUUUGGGG....*

Lemparanku tepat waktu dan tepat sasaran. Batu yang kulempar mengenai kepalanya, dan tubuh Derrick yang terpukul karena reaksi dari lemparan batuku pun membuat bidikannya mengarah entah kemana selagi Derrick menarik pelatuknya.

"ARRRGGHHHH!!!..... BAYUUUUU!!!!!...."

Selagi Derrick menerima rasa sakitnya, aku langsung berlari sekuat yang kubisa, dan baru ketika aku berada di depan Derrick yang sedang berlutut, Derrick kembali mengangkat tangannya dan membidik kearahku, namun, dengan cepat aku langsung menyayat lengannya dengan pisauku, dan sayatanku pun mengenai lengannya cukup dalam.

"ARRGGHHH!!!..."

Sayatanku pun membuat genggamannya pada pistol itu terlepas, dan dengan cepat, aku langsung melempar pisauku dan memukuli tubuhnya dengan kedua tanganku.

*BUUGGG... BUUUGGG... BUUGGGG... BUUUUGGGG...*

Aku begitu dikendalikan oleh amarah, dan aku terus memukuli Derrick yang tidak bisa bertahan hingga terjatuh. Ketika Derrick terjatuh pun, aku terus memukuli tubuhnya yang terbaring tak bisa melawan.

*BUUGGGG... BUUUGGG... BUUGGGG...*

Selagi aku memukuli Derrick, aku merasakan tangan Derrick sedang berusaha meraih sesuatu, dan aku langsung melihat tangannya yang berusaha meraih pistolnya. Namun, aku lebih cepat, dan aku langsung memukul pergelangan tangannya.

*BUUUGGGG...*

Saat ini aku sudah seperti sudah dikendalikan oleh iblis, dan aku yang begitu marah pun langsung mengambil pistolnya dan menodong kepala Derrick. Selagi aku menodong kepalanya pun, sama seperti Derrick tadi, aku bergetar hebat.

Aku begitu marah sehingga aku ingin menanamkan peluru ini di dalam kepalanya, dan mengakhiri hidupnya karena dia sudah berani ingin mengambil nyawa adik dan sahabatku. Tapi akal sehatku masih berusaha untuk melawan, karena aku masih ingin membuat Derrick menderita.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, amarahku mulai mendominasi, dan selagi aku berada di keputusan 'hidup dan mati' ini, akhirnya bala bantuan pun datang, dan betapa paniknya mereka melihatku sedang menodongkan senjata berapi ke orang incarannya.

"SAUDARA BAYU AJI, JATUHKAN SENJATA!!" teriak salah seorang polisi menggunakan loudspeaker.

"MUNDUR!!!"

Selesai berteriak pun, aku kembali menekankan ujung pistolku ke keningnya, tapi rasanya jari-jariku begitu kaku tak bisa bergerak, dan aku tak bisa menarik pelatuknya.

Ternyata perlakuanku ini pun menyebarkan kepanikan kepada orang-orang di sekitarku, dan Bella pun juga berteriak.

"KAKK!! CUKUP, KAKK!! KAKAK UDAH MENANG!!! UDAH, KAKK!!!" Teriak Bella, namun tidak kubalas.

Setelah Bella berteriak, aku langsung melihat sekitarku. Ternyata saat ini aku sudah dikepung dengan tiga mobil polisi, dan terlihat ada ambulans dibelakangnya. Selain itu, aku juga melihat Adi dan Rama datang dari arah lain jalan, dan aku melihat di belakang Bella ada Abbi dan Ina bersama Sindy yang sama paniknya dengan Bella.

"BAY, GILA LU, BAY!! JANGAN DILANJUTIN, BAY!!" teriak Adi yang terdengar begitu panik.

"BACOTTT!!!"

"BAYU, TENANGKAN PIKIRAN KAMU DULU, NAK, KAMU MASIH DIKENDALIKAN EMOSIMU SAAT INI!!!" teriak Abbi dari sisi lain yang juga sama khawatirnya.

Setelah kukira Derrick sudah tak sadarkan diri pun, akhirnya Derrick juga ikut membuka suara.

"Uhuk... Uhuk... Kenapa... Bay??... Lu takut... Ngotorin tangan lu... Malem ini??..."

Mendengar ucapan Derrick pun, aku makin menguatkan tekananku ke kening Derrick, dan orang-orang di sekitarku terlihat makin panik.

"SAUDARA BAYU AJI, JATUHKAN SENJATA ATAU KAMI TIDAK AKAN SUNGKAN UNTUK MENEMBAK TERSANGKA BERSAMA SAUDARA!!" kembali teriak polisi itu.

"MUNDURR!!!!"

Akhirnya pun, perlahan aku bisa membuang kebimbanganku, dan tekadku untuk mengakhiri ini semua makin kuat, dan kini hanya tinggal setipis helai rambut bagiku untuk menyelesaikan semuanya.

Namun...







"HEI, HEI, ITU KENAPA DIBIARIN JALAN KESITU?!? SEGERA AMANKAN!!!"

"SUDAH BIARKAN, JANGAN DIGANGGU!!!"

"MUNDURRR!!!!!"

Perlahan, aku merasakan ada seseorang yang berjalan mendekatiku, dan semakin dekat dia kepadaku, reaksi para polisi itupun makin menggila ketakutan, namun anehnya, tidak terasa adanya upaya untuk menahannya sehingga kini dia sudah di belakangku.

Kemudian, orang itu menepuk pundakku.

*Pukk...*








Tepukan halus ini....








"Bay...."







Suara lembut ini....








"Sayang...."

....... Hani?

".... Kalo kamu narik pelatuknya.... Kamu akan jadi pembunuh... Sama kayak Derrick...." Ucap Hani begitu lembut dengan tangannya masih berada di pundakku.

".... Kamu nggak mau, kan??... Kalo kamu jadi sama kaya Derrick??...."

Perlahan, ucapan Hani yang begitu lembut dan lirih ini mulai menusuk hatiku, dan tremorku perlahan mulai menghilang setelah ucapan Hani perlahan menenangkan diriku.

".... Sayang... Inget... Kamu juga terlibat sama kenapa dia jadi begini... Dan sekarang... Kamu punya kesempatan untuk perbaikin semuanya... Turunin senjatanya, oke??...." Lanjut Hani begitu lembut sembari terus mengelus pundakku.

Perlahan, aku mulai merasa tenang, dan amarahku perlahan mulai menurun. Setelah aku merasa tenang pun, aku mulai bisa kembali mengumpulkan pikiran lurusku, dan seketika, aku menyadari apa yang telah kuperbuat.

"Oh no... I'm nearly fucked up..."

Akupun perlahan mulai mengangkat tanganku, dan pistol yang kutaruh di kepala Derrick mulai menjauh dari dirinya. Selagi aku sempat terdiam tadi pun, rupanya salah satu polisi mendatangiku, bersamaan dengan Adi dan Rama yang juga ikut berlari kepadaku.

"Saudara Bayu, mohon kemarikan senjata apinya" Ucapnya menjulurkan tangannya, dan tanpa melihat kearahnya, aku menaruh pistol itu di tangannya dengan tanganku yang satunya masih menahan Derrick.

"Bay.... Lu inget.... Siapa yang lu bilang banci.... Karena.... Ngga bisa nyelesain.... Pekerjaannya?...." Ucap Derrick terengah-engah.

"Masih banyak hal yang perlu lu pertanggungjawabin sebelum lu pergi ke 'alam sana', Rick, gua nggak akan ngebiarin lu kabur lagi" Jawabku, dan aku segera melepaskan tahananku.

Kini kedua tanganku terbuka bebas, dan dengan cepat, Adi dan Rama langsung mengangkat tubuhku.

"Thank fuck lu nggak kelepasan, Bay" Ucap Rama selagi mengangkatku.

"Apa gua ngambil keputusan yang salah?" Tanyaku yang bahkan masih tak yakin dengan pilihanku melepaskan Derrick.

"Tindakan kamu bener, kok, Bay, kamu nggak salah" Jawab Hani di belakangku.

Kini, aku sudah berdiri dengan kedua kakiku, dan selagi aku berusaha berdiri, pihak kepolisian langsung mengamankan Derrick dan membawanya ke mobil polisi. Setelah aku berdiri, Hani tiba-tiba langsung memelukku begitu kencang. Awalnya aku terkejut, namun akhirnya aku bisa membalas pelukannya dan mengelus-elus kepala berjilbabnya.

"Kamu kenapa bisa ada disini, sayang?" Tanyaku ke Hani yang mulai menangis dibalik pelukku.

"Hiksss... Hiksss... Aku kebangun... Ngeliat nggak ada kamu... Aku keluar... Denger Abbi sama Bella ngomong... Kalo pelakunya udah ketemu... Dan kamu lagi jalan ketemu pelakunya..." Jelas Hani.

"Hiksss... Hiksss... Abbi langsung nelfon mas Surya... Untuk segera ngikutin kamu... Tapi karena nggak ada yang tau lokasi kamu kemana... Bella maksa jalan duluan.... Ngikutin Z*nly nya Andre.... Hiksss... Hiksss..." Lanjutnya.

Oh, jadi itu alasan kenapa Bella tiba-tiba muncul, dan tindakan gila Bella tadi ternyata untuk menahan Derrick tetap di tempat selagi yang lain datang kesini.

"Hiksss... Hiksss... Bayy.... Aku takut.... Hiksss... Hiksss... Aku takut kalo malam ini akan jadi malam terakhir aku akan ngeliat kamu... Hiksss... Hiksss..." Ucap Hani terisak, dan aku mulai mempererat pelukanku.

"It's okay, it's all over now" Balasku mempererat pelukanku sembari mengelus-elus punggungnya.

Setelah sekian waktu aku berpangku dengan kaki kananku pun, akhirnya kaki kananku mulai kembali merasakan sakit, dan seketika, kaki kananku sudah tak kuat menopang tubuhku dan aku langsung terjatuh, namun Hani bisa menahan tubuhku.

"Sayang kamu kenapa?!?" Tanyanya dipenuhi kekhawatiran.

"Urghh... Nggak... Ini kaki aku kena golok tadi... Nggak dalem kok..." Jawabku sembari berusaha berdiri.

"Aduhh yaudah, yaudah, kita ke medis dulu okee??" Balas Hani yang kemudian menuntunku ke ambulans.

-----

Akupun langsung ditangani, dan selama aku ditangani, Hani tak melepaskan genggaman tangannya pada tanganku. Dia menggenggam tanganku begitu erat seolah tak ingin aku pergi jauh lagi darinya. Kepalanya juga selalu menyandar kepada bahuku, dan aku ikut menyandar kepada kepalanya.

Kami tidak berbicara apa-apa, sampai akhirnya, Hani mulai membuka suara.

"Rasa dendam ternyata berbahaya, ya" Ucap Hani memecahkan lamunanku.

"Hah? Kenapa, kenapa?" Ucapku yang terkejut.

"Iyaa, aku lagi mikir aja, Arya dendam sama Abbi sampe dia mau terlibat, Derrick dendam sama kamu sampe dia bisa senekat ini, dendam ternyata nakutin juga, ya" Jelas Hani.

"Terus, apa sekarang kamu dendam sama Derrick?"

"Tadi di jalan, Abbi ngomong ke aku, 'apapun yang terjadi sama Bayu nanti, kakak nggak boleh dendam dengan Derrick, karena kalau kakak dendam, garis itu nggak akan patah', gitu" Jawab Hani.

"Jadi?"

"Aku sama Abbi emang marah sama Derrick, tapi semenjak kecil, Abbi ngajarin aku untuk selalu berusaha memaafkan kesalahan orang, separah apapun itu"

Setelah itu, Hani yang tangannya daritadi menggenggam lengan atasku memindahkan genggamannya menuju ke pergelangan tanganku.

"Abbi bisa maafin Derrick, aku juga sedang berusaha untuk maafin Derrick, kalo gitu, kamu juga harus bisa, oke?" Lanjut Hani memintaku untuk berusaha memaafkan dia.

"Let's see"

Hani pun makin erat menggenggam tanganku, dan kepalanya makin terbenam di bahuku. Tak lama kemudian, aku sudah selesai ditangani dan medis yang menanganiku pun akhirnya berdiri.

"Jadi gimana, dok? Aman?" Tanya Hani yang langsung bangkit.

"Yah, lukanya memang tidak dalam, tapi cukup berbahaya kalau nggak ditanganin," Jawabnya.

"Mas Bayu, untuk sementara waktu jangan banyak gerakin kaki kanannya, ya, jangan tegangin otot juga, karena kalo ototnya tegang lagi, nggak nutup kemungkinan ngebikin darahnya muncrat lagi" Jelas sang medic kepadaku.

"Oke, dok, terimakasih"

Dokter itu pun beranjak pergi, dan setelah itu, Bella langsung berlari menghampiriku.

"Yaampun, kak!! Kaki kakak baik-baik aja, kan?!?" Tanya Bella begitu khawatir.

"Aman kok, dek, cuma katanya kakak jangan banyak gerak aja" Jelasku.

"Aduhh, okedeh, nanti aku mintain kursi roda, ya" Balas Bella.

"Yeh, ngaco aja" Jawabku yang membuat Bella dan Hani tertawa.

"Eh iya, Andre aman, dek?" Tanyaku yang baru ingat kalau kondisi Andre tadi benar-benar parah.

"Andre udah baik-baik aja, kok, meski lukanya parah juga" Jawabnya.

"Belom ama luka di hatinya itu" Balasku meledek Bella yang baru saja mencium Derrick tepat didepan Andre yang tak berdaya.

"Aduhhh kakakk, jangan dibahas ahhh" Jawabnya malu.

"Hah? Emang Bella ngapain?" Tanya Hani yang kebingungan.

"Dia nyium Derrick di depan Andre yang udah nyaris ngawang nyawanya" Jelasku yang membuat Hani begitu terkejut.

"HAH?! KOK KAMU BISA SENEKAT ITU, SIH?!?" tanya Hani heran.

"Aku nyadar kalo Derrick itu bisa bener-bener diem kalo ngeliat aku, ya yaudah, aku mikirnya cuma cara itu yang bisa mastiin dia nggak kemana-mana lagi" Jelas Bella.

"Lagipula... Kalo kakak aja sampe senekat itu buat ngejaga yang lain... Aku juga bisa senekat itu untuk mastiin kakak baik-baik aja..." Lanjutnya menjelaskan mengapa Bella sampai se berani itu.

".... Kakak... Marah, ya?...." Tanya Bella yang menyulut emosiku.

"Yaiyalah!! Kakak sama kak Andre sampe begini buat mastiin kamu sejauh mungkin dari dia, malah kamu yang datengin dia!! Siapa yang nggak panik coba?!?" Tanyaku begitu kesal, dan ternyata jawabanku membuat Bella dan Hani tertawa.

Entah kenapa, ada yang spesial dari tawaan Hani saat ini. Sudah berbulan-bulan, aku tidak melihat Hani bisa tertawa sampai selepas ini. Namun malam ini, akhirnya tawaan itu kembali.

Akhirnya setelah itu, kami mengobrol cukup panjang, yang kemudian disusul dengan Adi dan Rama bersama Ina dan Sindy, dan setelah semuanya beres, kami semua beranjak pergi selagi polisi mengurusi kasus ini.

=====
(Judgement Day)

".... Terdakwa Frederick Sinatria, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara"

*TOKKK... TOKKK... TOKKK...*

-----

Akhirnya, kini semua permasalahan sudah terselesaikan. Derrick akhirnya mendapatkan balasan dari apa yang sudah dia lakukan. Ketika palu itu diketukkan, terlihat kelegaan dari orang-orang yang menjadi korban maupun berhubungan dengan korban.

Namun bagiku, cukup membingungkan juga kenapa Derrick bisa lolos dari hukuman mati setelah semua yang dia lakukan yang melanggar beberapa pasal yang memenuhi kriteria untuk dijatuhkan hukuman mati, dan tuntutan dari keluarga Alm. Dimas dan Alm. Daniel yang juga menjadi korban. Tetapi, Abbi selalu berkata kepadaku dan yang lainnya untuk tetap tenang dan menerima keputusan juri. Lagipula, Derrick sendiri pula yang mengatakan kalau dipenjara adalah risiko terburuk baginya daripada mati, dan kini sudah terpastikan kalau dia mendapat balasan yang paling buruk.

Akupun juga sebenarnya sempat tertarik ke masalah yang sama, dan harusnya aku juga mendapat hukuman karena aku sudah terang-terangan memukuli pihak berwajib ditambah dengan apa yang kulakukan di hotel itu dan apa yang kulakukan kepada Rafael. Belum lagi dengan apa yang kulakukan kepada empat anak buah Derrick yang menurut sebagian orang sudah 'terlalu jauh', namun dengan bantuan mas Surya dan yang lain, aku bisa terhindari dari masalah itu.

------

Sidang pun resmi ditutup, dan aku tak bisa merasa lebih lega dari ini. Terlihat Abbi dan Ummi juga merasa bebannya kini sudah terhilangkan, dan Hani juga menangis selagi menggenggam tangan kiriku selagi aku dan Adi melakukan tos karena semua ini sudah selesai.

Derrick pun sudah siap dibawa pergi, dan pihak berwajib langsung berjalan menghampiri Derrick. Mereka pun langsung menggiring Derrick dan membawanya pergi melewati akses jalan di belakangnya sembari menerima berbagai macam makian dari keluarga-keluarga korban yang sepertinya tak terima Derrick terloloskan dari hukuman mati.

"DASAR BAJINGAN!! KAMU BUNUH ANAK SAYA!!"

"MATI AJA LO SANA, ANJING!!"

"ORANG GILA!! NGGAK PUNYA HATII!!!"

Berbagai makian dilontarkan, namun tatapan Derrick terlihat sangat kosong. Sepertinya Derrick sudah benar-benar 'rusak' secara mental sehingga bagaimanapun cacian yang dia terima, tidak dia pedulikan.

Ummi pun juga terlihat seperti ingin berteriak, namun Abbi langsung menahan Ummi, karena bagi Abbi, semua amarah yang dilontarkan tidak akan ada gunanya.

Hani pun juga sama seperti Abbi dengan lebih memilih untuk diam, dan dia bertanya kepadaku kenapa aku ikut diam saja.

"Aku pikir kamu bakal marah-marah juga sama kaya mereka, kenapa?" Tanyanya.

"Yah, malem itu, Derrick bilang kalo dia lebih milih mati daripada harus hidup mempertanggungjawabin apa yang udah dia lakuin, jadi Derrick sekarang udah dapet balasan yang paling buruk bagi dia" Jelasku.

Kini, Derrick sudah nyaris berhadapan denganku. Ketika Derrick menyadari keberadaanku pun, tatapan kosongnya menghilang dan berubah menjadi tatapan tajam kearahku. Raut wajahnya kini juga mulai berubah, dan terlihat Derrick seperti ingin meluapkan sesuatu kepadaku.

Ketika Derrick sudah berada di samping row-ku, tiba-tiba dia berhenti melangkah, dan pandangannya terus mengarah kepadaku. Pihak berwenang pun juga berusaha untuk terus menggiring Derrick, namun, Derrick tetap terdiam.

"Heh, ayo jalan!! Ngapain diem?!" Ucap salah satu yang menggiring Derrick, namun Derrick hanya terdiam.

Derrick terus menatapku, dan melihat situasi ini yang menunjukkan bahwa ada yang ingin Derrick sampaikan, aku langsung beranjak dari dudukku dan berdiri tepat di depannya melewati Hani yang duduk disampingku.

Kini kami sudah berhadapan, dan melihat situasi ini, Abbi, Rama, Adi dan beberapa orang lainnya pun langsung menghampiri kami berdua karena khawatir dengan apa yang akan terjadi. Namun, ketika mereka ingin menempatkan dirinya di sampingku, aku langsung menahan mereka dan mereka saat ini tetap berada di belakangku.

Akhirnya, setelah tak banyak berbicara selama sidang tadi pun, Derrick akhirnya membuka mulutnya.

"Persiapkan diri lu selama 20 tahun kedepan nanti, Bay, karena setelah gua keluar dari sini, pintu rumah lu adalah tujuan utama gua" Ucapnya begitu datar namun dingin.

Ucapan Derrick pun menyulut beberapa emosi orang-orang, dan pihak berwajib yang menggiringnya pun juga ikut geram sehingga ingin menutup mulutnya dengan tangannya.

Namun, aku langsung menahannya.

"Udah, pak, ngga usah" Sanggahku menyuruh mereka menyudahi tindakannya.

"Loh, kenapa?"

"Dia cuma orang gila kesepian yang cuma bisa ngomong sama dirinya sendiri, biarkan saja dia berbicara" Ucapku sejelas mungkin, dan setelah aku mengucapkan itu, mereka pun paham dan akhirnya mereka menarik paksa Derrick.

Derrick sudah tidak ada di hadapanku lagi, dan setelah Derrick melewati Abbi, Abbi langsung meminta penjaga untuk kembali berhenti.

"Pak, mohon maaf, apa saya boleh berbicara dengan dia sejenak?" Tanya Abbi selagi menghentikan langkah mereka.

"Satu menit" Jawabnya memberitahu Abbi kalau Abbi hanya punya waktu satu menit.

Abbi pun mengangguk paham, dan kedua orang ini langsung menggiring Derrick menuju ke depan Abbi.

"Nak," Ucap Abbi memulai perkataannya.

"20 Tahun adalah waktu yang cukup panjang, dan saya harap, 20 tahun berada di dalam sana dapat membuatmu menjadi orang yang berbeda setelah kamu keluar dari sana, menjadi orang yang lebih baik" Jelas Abbi, yang bahkan masih mengharapkan yang terbaik bagi Derrick setelah apa yang sudah dia lakukan kepada kedua anaknya.

Derrick tidak menjawab, hanya tersenyum seperti maniak, dan karena tidak ada yang ingin lanjut berbicara, Derrick kembali digiring sementara hadirin sidang juga diperbolehkan untuk keluar.

-----

Setelah semuanya selesai, kami langsung beranjak keluar. Rasanya, semua beban yang kami pikul sudah terlepaskan setelah kami keluar dari ruangan ini. Mamah yang selalu diliputi oleh rasa khawatir kini sudah bisa merasa tenang, dan Ummi yang sedari kematian Arya selalu murung juga sudah mulai lega dan bisa menerimanya.

Tak hanya itu, aku, Adi, dan Rama juga rasanya benar-benar lega karena kami sudah cukup kelelahan terlibat dengan kasus ini dan ikut serta mencari informasi dari mana-mana. Hani juga perlahan sudah mulai bisa kembali riang gembira setelah berbulan-bulan ini terlihat sangat murung. Semua benar-benar merasakan kebahagiaan setelah sidang ini selesai.

Adi dan Rama terlihat ingin pergi berdua, sedangkan Mamah dan Ayah serta Bella dan juga Ummi dan Abbi sepertinya ingin langsung beranjak pergi, dan aku bersama Hani belum memutuskan ingin kemana setelah ini.

"Bay, gua sama Rama mau ke showroom mobil, lu mau ikut, nggak?" Ajak Adi.

"Ih, pada nggak mau makan dulu?" Potong Bella.

"Nggak, deh, makan di tempat lain aja entar" Tolaknya, dan setelah itu mereka berdua berpamitan, dan kemudian disusul dengan Abbi dan Ummi yang langsung beranjak pulang.

"Yaudah, kamu mau ikut makan?" Tanya Ayah.

"Nggak, Yah, kalian bertiga aja" Jawabku, dan akhirnya mereka bertiga pergi meninggalkan aku dan Hani disini.

"Kamu mau kemana sekarang, sayang?" Tanya Hani selagi aku berpikir.

Oh iya, aku belum pernah mempertemukan Hani dengan 'dia'.

"Ikut aku yuk" Ajakku ingin mempertemukan Hani dengan seseorang.

"Kan emang aku ikut sama kamu, gimana sih?"

"Hahahahah, yaudah ayo" Jawabku dan kami berdua langsung beranjak ke mobilku.

-----

Kami pun langsung beranjak ke tempat itu untuk mempertemukan Hani dengan 'dia'. Jaraknya cukup jauh, dan untungnya hari masih siang sehingga jalanan masih relatif sepi, jadi kami tidak memakan banyak waktu dijalan.

Hani pun juga belum kuberitahu siapa orangnya, namun kami sudah berhubungan nyaris 5 tahun, dan bahkan Hani belum tahu tentang 'dia'.

Akhirnya, kami sudah sampai di tempat tujuan. Karena aku tidak bercerita tentang kemana kita akan pergi pun, Hani juga menjadi kebingungan.

"Sayang, ini dimana?" Tanyanya, namun tak kujawab dan aku hanya langsung menggandeng tangannya.

Hani pun malah menjadi kebingungan, namun Hani tetap menurut dan mengikutiku. Kami langsung berjalan memasuki tempat ini, dan baru ketika kami memasuki gerbang, Hani mulai menyadari dimana kami.

"Pemakaman?" Tanyanya, dan aku hanya mengangguk.

"Tapi ini bukan pemakaman Arya"

"Bukan mau ketemu Arya, kok"

Hani pun makin kebingungan, dan kami terus berjalan melintasi pemakaman ini. Lokasi 'dia' berada cukup jauh di belakang, namun, lokasinya tidak jauh dari pintu masuk sehingga kami tak perlu berjalan jauh.

Kami sudah sampai di kuburan 'dia', dan karena masih bingung pun, Hani akhirnya bertanya.

"Ini makam siapa, Bay?" Tanyanya selagi aku berjongkok disamping batu nisannya.

"Han," Jawabku.

"Kenalin, ini Bunda" Sambungku mengejutkan Hani.

"Loh, berarti Mamah..."

"Yaiya, emang kamu nggak nyadar kenapa aku manggilnya 'Mamah'?" Tanyaku, dan seketika Hani pun langsung menyadari.

Hani pun ikut berlutut disampingku, dan dengan bantuan Hani, aku membersihkan makam yang mulai ditumbuhi rumput liar ini. Sepertinya juga sudah cukup lama semenjak makam ini dikunjungi dilihat dari kondisinya.

"Halo, Bun, maaf yah kayaknya udah lama banget semenjak aku jenguk Bunda" Ucapku seolah Bunda berada di sini.

"Kamu terakhir kesini kapan emang?" Tanya Hani selagi mencabuti rumput.

"Kayaknya beberapa minggu sebelum aku berangkat ke Inggris, deh" Jawabku, dan kini kami selesai mencabuti rumputnya.

"Bun, kenalin, ini Hani" Lanjutku kembali berbicara dengan Bunda.

Hani pun paham, dan Hani langsung beranjak mendekati batu nisan Bunda.

"Haloo tante, aku Hani," Ucap Hani memperkenalkan dirinya.

"Bayu baik-baik aja kok tante, tante nggak perlu khawatir disana yaa, aku bakal jagain Bayu kok" Lanjutnya membuatku tersenyum sembari mengelus-elus batu nisannya.

Cukup lama kami disini, karena kami juga lanjut berdo'a di depan makam Bunda dan aku dan Hani juga mengobrol cukup lama di depan makan Bunda, dan ketika hari menjelang sore, aku 'berpamitan' dengan Bunda dan kami langsung beranjak pulang.

-----
(Malamnya)

Hari sudah akan berganti, dan aku sedang berada di balkon apartemenku saat ini menikmati rokok dan melihat pemandangan malam kota yang terlihat dari sini. Hani yang sedang menginap di apartemenku pun sudah tertidur di kamarku, dan Rama yang tadi bermain ke apartemenku sudah kembali ke kamarnya.

Rasanya, aku benar-benar sudah tenang, namun, entah kenapa aku masih belum bisa tertidur. Mungkin karena jam tidurku yang berantakan, tetapi rasanya masih terdapat kegelisahan dalam diriku yang tetap membuatku terjaga. Oleh karena itu, aku memutuskan untuk kembali merokok untuk menutupi rasa gelisah ini.

Namun, setelah nyaris menghabiskan setengah bungkus dalam waktu yang cukup lama ini, akhirnya Hani tersadar kalau aku sudah tidak ada di sampingnya dan dia langsung beranjak keluar dari kamarku.

"Bay, kamu kebangun?" Tanyanya dari dalam.

"Iya"

Hani pun langsung menghampiriku ke balkon, dan dengan hanya mengenakan kaus lengan panjangku yang menyentuh pahanya dan celana dalam, Hani langsung beranjak kesampingku.

"Kenapa, sayang?" Tanyanya menggenggam tangan kiriku yang tak memegang rokok.

"Nggak tau, tiba-tiba aku gelisah aja" Jelasku setelah membuang asap rokokku.

Hani pun paham dengan apa yang kumaksud, dan Hani mulai menyandarkan kepalanya di lenganku tanpa melepaskan gandengannya.

"Apa ini paranoid?" Kembali ucapku, dan Hani langsung mengelus-elus lenganku.

"Wajar, kok, pasti kamu juga trauma banget sama kejadian waktu itu," Jawab Hani tak sembari mengelus-elus lenganku.

"Dulu, kamu udah mau ngejagain dan ngerawat aku pas aku masih ngalamin paranoia itu, dan sekarang, gantian aku yang bakal jagain kamu, oke?" Lanjutnya, dan Hani langsung mengecup lenganku.

*Ccupphh...*

Kami pun lanjut menikmati pemandangan malam di depan kami ini, dan kini Hani sudah tidak menggandengku lagi meski kepalanya masih menyandar denganku. Tak lama kemudian pun, Hani langsung mengambil bungkus rokok yang berada di belakangku, dan terlihat Hani memperhatikan bungkus itu cukup seksama.

"Coba aja kalo penasaran" Ledekku ke Hani.

"Ih, nggak, ah! Ngaco kamu pacarnya sendiri disuruh ngerokok" Jawabnya cemberut.

"Nah, pas banget kan kamu ngomongin ini," Lanjutnya yang tiba-tiba mengambil rokok di tangan kananku.

"Peraturan pertama: nggak boleh ngerokok" Sambungnya, dan setelah mematikan rokoknya, Hani langsung memasukkan puntungnya ke bungkus kotak dan melemparnya jauh-jauh.

"Ih, sayang banget ituu masih sisa setengah" Ucapku terkejut karena Hani membuangnya.

"Nggak, nggak, pokoknya nggak boleh"

"Kenapa emang?"

"Akan jadi kewajiban kamu buat jadi orang terdepan untuk mastiin kesehatan kamu" Jelasnya, dan tiba-tiba Hani menarikku supaya kami berhadapan.

"Lagipula..." Ucapnya, namun alih-alih melanjutkan perkataannya, Hani langsung mengecup bibirku.

*Ccupphh...*

Awalnya aku begitu terkejut, namun dengan cepat aku bisa langsung memosisikan diriku dan mulai membalas ciumannya.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Perlahan, kami mulai saling melumat, dan selagi tangan Hani melingkari leherku, aku langsung mengangkat tubuh kecilnya, dan aku langsung memindahkan tanganku ke pantatnya yang menggemaskan selagi kaki Hani terkait di belakang punggungku.

*Ccupphh... Cccupphh... Ccuupphhh...*

Cukup lama kami berciuman, dan setelah cukup lama, Hani melepaskan ciumannya, dan setelah itu kami bertatapan selagi Hani memainkan rambutku. Hani pun tiba-tiba melanjutkan pembicaraannya yang tadi.

"..... Kamu punya aku yang bisa jadi obat penenang kamu, kamu udah nggak perlu begituan lagi, kalo kamu lagi gundah, kamu bisa ke aku, okei?" Lanjutnya.

Mendengar Hani berkata seperti itu, aku malah menjadi luluh, dan karena tidak kuasa melihat Hani yang terlihat sangat menggemaskan seperti ini, aku langsung menyerbu bibirnya.

*Ccupphhh... Cccupphh...*

Kini kami sudah saling melumat, dan karena takut dilihat orang juga, aku langsung membawa Hani ke dalam tanpa melepaskan ciumanku.

*Ccupphh... Ccupphhh... Cccupphh...*

Setelah di dalam, aku langsung membawa Hani ke sofa, dan aku langsung menaruh tubuhnya di sofa itu.

Kini Hani sudah menduduki sofa itu, dan aku langsung berlutut diantara kedua pahanya untuk terus menciumi bibirnya.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Tanpa komando, aku juga langsung memindahkan tanganku menuju ke payudaranya dan meremas-remas payudaranya lembut yang membuat Hani mendesah disela-sela lumatannya.

"Ccupphh... Cccupphh... Ummhhh... Ccupphhh..."

Tangan Hani pun juga tidak diam, dan sebisanya, Hani langsung meraih celana pendekku dan menurunkannya beserta celana dalamnya.

Tentu saja Hani kesusahan meraihnya, dan aku yang paham dengan apa mau Hani pun langsung menjatuhkan celanaku hingga kini kontolku sudah terbuka bebas.

Namun, baru ketika aku melepas celanaku, aku baru sadar:

Apakah Hani sudah siap?

Akupun langsung melepaskan ciumanku, yang membuat Hani terheran.

"Hhhh.... Hhhh... Kenapaaa... Sayangg??..." Tanyanya terengah-engah.

"Kamu udah nggak takut lagi?" Tanyaku yang langsung Hani pahami, dan Hani hanya tersenyum mengangguk.

Akupun ikut tersenyum, dan aku kembali melanjutkan ciumanku selagi aku melepaskan celana dalamnya.

*Ccupphh... Ccupphh...*

Akupun melepaskan ciumanku, dan aku segera melihat kearah memeknya yang sudah berbulan-bulan tidak pernah kulihat. Memeknya sudah terlihat sangat basah, mulus tanpa bulu, dan yang membuatku takjub, lubang kenikmatan itu tetap terlihat begitu indah meski setelah apa yang sudah terjadi.

Sedangkan Hani, dia hanya senyum-senyum sendiri melihat kontolku, entah karena apa.

"Kamu kenapa senyum-senyum?" Tanyaku selagi mengelus-elus pipinya.

"Ini..." Ucapnya mulai menjawab.

"Punya anak buahnya Derrick... Nggak ada yang segede kamu... Padahal badan mereka jauh lebih berotot dari kamu..." Lanjutnya.

"Masa, sih?"

"Yang satu panjangnya hampir... Tapi punya dia kurus... Kalo satunya lagi... Emang kecil..." Jelas Hani.

"Berarti udah nggak sabar dientotin kontol gede, nih? Jawabku menggodanya.

"Ihhhh jangan ngomong kasar, ahhhh!!" Protesnya yang lagi-lagi membuatku menjadi makin gemas.

"Hahahaha, iyaa dehh"

"Langsung aja yaa sayang... Aku juga udah basah bangett...." Pinta Hani, dan akupun hanya tersenyum menuruti permintaannya.

Aku langsung membuka paha Hani lebar-lebar, dan aku mulai memposisikan kontolku ke bibir memeknya. Akhirnya, burung ini akan kembali ke sarang yang sudah dia tinggalkan dalam waktu yang sangat lama.

Akupun tidak langsung memasukkan kontolku, namun aku menggesekkan kepala kontolku terlebih dahulu membuat Hani mendesah manja.

"Ummmhhh... Sayanggg..."

Hani terus mendesah di kala aku menggesekkan kontolku, dan perlahan, memeknya kini terasa makin basah. Kontolku pun juga sudah mendapatkan pelumas yang cukup setelah Hani berusaha mengocok kontolku dengan menggunakan cairan memeknya sebagai pelumas.

Aku rasa, aku sudah siap, dan perlahan, aku mulai memasukkan burung ini ke sarangnya.

"Ummmhhh..."

Kini, kepala kontolku sudah memasuki liang senggamanya, dan hal pertama yang kupikirkan adalah:

Gila, masih kerasa sempit banget.

Mungkin juga ini didukung dengan Hani yang tidak pernah melakukan seks lagi setelah dia dibuang oleh Derrick waktu itu, namun tetap saja, aku benar-benar takjub dengan betapa sempitnya memek pacarku ini.

Akupun terus menekan kontolku makin kedalam, dan lagi-lagi, aku benar-benar terbuai dengan sempitnya memek Hani. Hani pun juga terlihat sangat menikmatinya, terlihat dari wajahnya yang didukung dengan Hani menggigit bibirnya.

Sudah sangat lama semenjak aku melihat Hani seperti ini, dan aku benar-benar ingin melampiaskan semuanya.

"Ummmhhhh... Sayanggg...."

Kini sudah setengah kontolku yang berada di dalam memek Hani, dan aku langsung menghentakkan kontolku hingga kontolku masuk sepenuhnya.

*PLOKKK...*

"AKHHHH!!!..." jerit Hani ketika kontolku masuk sepenuhnya.

Karena masih benar-benar terasa sangat sempit, aku juga tidak langsung menggoyang, tapi membiarkan lubangnya terbiasa dulu sebelum aku mulai mengentoti memeknya.

Sudah sekian lama, dan ketika kurasa sudah siap, aku mulai menggenjot memeknya.

"Ahhhh... Sayanggg..."

Dengan tempo pelan, aku menikmati setiap momen ketika kontolku keluar-masuk liang senggamanya, dan Hani juga terlihat sangat menikmatinya.

*Plokkk... Plokkk... Plokkk....*

Tanganku juga kini kupindahkan, dari yang tadi kutaruh di sofa, kupindahkan ke payudaranya dan meremas-remas payudaranya dari luar kausnya dengan lembut.

"Ahhhh... Sayanggg... Sayanggg... Ahhhh... Ennakkk sayanggg... Ahhhh... Ummmhhh..." Desah Hani yang begitu menikmati perlakuanku.

*Plokkk... Plokkk... Plokkkk....*

Tak puas meremasnya dari balik kaus, aku langsung menaikkan kausnya meski tak sampai terlepaskan. Dugaanku pun benar, Hani tidak mengenakan apa-apa lagi dibalik kausnya.

Setelah payudaranya terekspos pun, aku langsung kembali bermain dengan kedua bukitnya, dan selagi aku meremas-remas, aku juga kadang memilin-milin payudaranya.

"AHHHH... Iyahhh sayanggg... Ahhh... Iyahhh gituinnnn... Ahhh.... Ennakkkk.... Ummmhhh...." Kembali desahnya dengan nadanya yang khas.

Akupun mulai meningkatkan kecepatan genjotanku, dan Hani yang sedari tadi terbuai dengan kenikmatan pun menggeliniang tak kuasa menahan kenikmatan ini, dan Hani juga mendesah kencang.

"AHHHH... SAYANGG.... TERUSS SAYANGG... AHHH... TERUSS... SAYANGGGG... AHHHHH..." Jeritnya.

Tak hanya itu, aku juga langsung menurunkan kepalaku, dan aku mulai menjilati kedua payudaranya bergantian selagi payudara yang menganggur kuremas-remas.

*PLOKKK... PLOKKK... PLOKKK...*

"AHHH... IYAHHH... TERUSSS SAYANGGG... UMMMHHHH... ENNAKK..."

Kurasa sudah kurang lebih sepuluh menit aku menggenjot memeknya, dan Hani sepertinya akan orgasme.

Suara selangkangan kami beradu terasa menggema di apartemenku, dan jeritan manja dan manis Hani juga membuat situasi menjadi lebih indah dan berwarna.

"Sayanggg... Teruusss... Akuu udah mauu sampeeee...." Ucapnya yang diselingi oleh desahan.

Akupun menuruti permintaannya, dan aku terus menggenjot memeknya tanpa henti. Tak butuh waktu lama bagi Hani untuk melepaskan orgasmenya dan memuncratkan cairan nikmatnya ke kontolku yang masih berada di dalam memeknya.

"Ahhhh... Iyyaaahh sayanggg... Terusss... Akuuu... Akuuu keluarrrrr... AHHHHHHH....." Lenguh panjangnya setelah mencapai orgasmenya.

Aku membiarkan Hani menyelesaikan orgasmenya terlebih dahulu, dan setelah Hani mengambil nafas sejenak, aku kembali menggenjot memeknya pelan.

"Ummhh... Kamuu nggak capee??... Nggak mau gantiann??..." Ucapnya selagi aku menggoyang memeknya.

"Hhhh... Hhhh... Nggak papaa... Aku lebih suka beginii... Sambil ngeliat muka kamu gemesinn lagi keenakann..." Jawabku tak berhenti menggoyang memeknya.

Hani pun tersipu malu, dan Hani langsung menutupi wajahnya dengan tangannya, namun aku yang ingin melihat wajahnya pun kembali menarik tangannya.

"Ihh... Kan aku udah bilang mau sambil liat muka kamu... Kok malah ditutupin??..." Ucapku sembari menarik tangannya.

"Hihihi... Iyaa dehh sayanggg... Pokoknya nikmatinn yaaa..." Jawabnya yang kemudian mengelus-elus wajahku selagi aku kembali menggenjot memeknya setelah terhenti sejenak tadi.

*Plokkk... Plokkk... Plokkk...*

Selangkangan kami terus mengadu. Kausku sudah sangat dibanjiri keringat. Wajah Hani juga terlihat sangat basah selagi kami memadu kasih.

Aku terus menggenjot memeknya, dan karena mulai bosan, akupun langsung menurunkan kepalaku, dan Hani yang paham dengan apa mauku pun langsung mengangkat kepalanya dan kami berciuman.

"Ccupphhh... Cccupphhh... Ummmhhhh..."

Selagi kami berciuman pun, tanganku kembali menuju kepada payudaranya, dan aku kembali meremas-remas payudaranya dengan lembut.

"Ccuupphhh... Cccupphhh... Ahhhhh..." Desah Hani disela ciumannya.

*Plokkk... Plokkk... Plokkk...*

Setelah puas berciuman dan meremas payudaranya, aku langsung memindahkan tanganku ke pinggangnya, dan aku langsung mengentoti memeknya kencang.

*PLOKKKK... PLOKKKK... PLOKKK...*

Hani pun juga tak kuasa menahan kenikmatan ini, dan Hani langsung melepaskan ciumannya dan mendesah kencang. Sepertinya Hani juga tidak pernah merasakan kenikmatan senikmat yang dia rasakan saat ini.

"AHHHHH.... SAYANGG, SAYANG, SAYANG, SAYANG.... AHHHH... TERRUSSSS...." Jeritnya tak karuan, dan aku yang benar-benar terkejut pun langsung kembali melumat bibirnya berusaha menutupi jeritannya, dan Hani langsung menyosor dan menciumi bibirku dengan agresif.

"CCUPPHHH... CCUPPPHH... CCCUPPHH... UMMMHH..."

Aku terus menggenjot memeknya, dan Hani langsung melepas tanganku yang berada di pinggangnya dan langsung menggandeng tanganku selagi kakinya mengunci dibalik punggungku.

*PLOKKK... PLOKKKK... PLOKKK...*

Sudah 15 menit aku menggenjot Hani, dan akhirnya, Hani mencapai orgasme keduanya.

"Sayanggg... Aku keluar lagiii... AAAHHHHH...." lenguhnya menikmati orgasme keduanya.

Di sisi lain, aku juga akan segera keluar, dan aku terus menggenjot memek Hani secepat yang kubisa, dan aku langsung mengabari Hani kalau aku sudah akan sampai.

"Hhhhh... Hhhh... Sayangg... Aku udah mau keluarrr..." Ucapku mengingatkan Hani.

"Ummmhhh... Terusinnnn..." Jawabnya lemas.

Akupun menurut, dan aku terus menggenjot memeknya selagi Hani mendesah-desah jauh lebih manja yang mungkin disebabkan oleh tenaganya yang sudah habis.

Aku terus menggenjot memeknya, dan akhirnya, aku sudah tak kuasa menahan peju ini untuk keluar.

"Sayangg... Aku keluarrr...."

Akupun berusaha untuk mencabut kontolku dari memeknya, namun, tak kusangka, Hani menahan tubuhku, dan karena tak tahan ketika kontolku baru keluar setengahnya, aku malah menjadi memuntahkan pejuku di memeknya.

"Aahhhh..." Lenguh kami bersamaan.

Spermaku terus mengisi lubang memeknya. Berhubung sudah cukup lama semenjak terakhir aku mengeluarkan pejuku, cukup lama dan banyak pejuku muncrat di dalam memeknya.

Setelah selesai, aku tidak langsung mencabut kontolku keluar dari memeknya, dan seketika aku melihat spermaku mengalir keluar dari memeknya, aku langsung menyadari apa yang sudah kuperbuat.

"Kok tadi kamu tahan pas aku mau keluar?!?" Ucapku panik, namun Hani hanya tersenyum lemas.

"Hahahaha, nggak papa, kok" Jawabnya lirih.

"Ih, kok nggak papa?"

"Aku udah paham kok masalah kesuburan, aku lagi nggak subur sekarang," Jelasnya.

"Lagipula kalo aku hamil pun, hamilnya sama kamu kok, sayang" Lanjut Hani lirih sembari mengelus-elus wajahku.

Mendengar Hani berkata seperti itu, aku malah menjadi luluh, dan aku langsung mengecup bibirnya lembut yang langsung Hani balas, meski tidak seagresif saat diawal tadi.

"Ccuupphhhh...."

Setelah selesai berciuman, karena aku juga sudah lemas, aku langsung memindahkan tubuhku dan berbaring di sofa menghadap ke Hani tanpa mencabut kontolku.

Kini kami sudah kembali berhadapan, dan Hani terus mengelus-elus wajahku selagi aku terus mengusap-usap rambut wavy bob-nya.

"Aku nggak pernah ngerasain sampe senikmat ini, sayang," Ucapnya lirih sembari terus mengelus-elus wajahku.

"Jangan pernah jauh-jauh dari aku lagi, ya?" Pintanya, dan aku hanya membalasnya dengan mengecup bibirnya.

*Ccupphh...*

"I love you"

"I love you"

Karena kami merasa sangat lelah, akhirnya kami tertidur di sofa dengan kondisi yang masih sangat berantakan ini. Hani langsung memeluk tubuhku erat, dan aku langsung memindahkan posisi tanganku supaya Hani bisa tertidur lebih nyaman, dan setelah itu, aku juga ikut memeluk tubuhnya erat seolah tak ingin Hani kembali pergi jauh dariku.

Kini, Hani kembali berada di sisiku, dan aku akan terus membuatnya berada di sisiku dan tak jauh dariku lagi. Dalam kehidupan, masalah akan selalu datang, dan kedepannya, apapun masalah yang akan kami hadapi, kami akan menghadapi itu semua bersama. Malam ini, merupakan titik awal yang menandakan bahwa kehidupan dan hubungan kami akan masuk ke tahap yang baru, kehidupan dan tantangan yang baru yang akan kami hadapi bersama.

-In Too Deep, End-
 
Well here it is, guys, perjalanan panjang dan riweuh (wkwkwk) cerita ini akhirnya menemukan titik akhirnya, tapi tenang, masih ada epilog yang akan ane upload untuk bener-bener nyelesain cerita ini meski ane nggak tau kapan bisa ngupload bagian epilognya hehe.

Sebelumnya, ane juga ingin mengucapkan terimakasih kepada suhu-suhu sekalian yang udah setia mantengin cerita ane dari awal sampe akhir, dan terimakasih juga buat suhu-suhu yang sudah mau membantu dengan memberi saran kepada ane demi kebaikan kualitas tulisan sampah ane, dan terimakasih juga buat suhu-suhu yang udah mau ngeramein thread ane dengan berbagai komentar positif yang ngemotivasiin ane buat nulis lagi, dan beberapa komentar negatif yang kadang ngebuat ane jadi males buat nulis lagi wkwkwkwk.

Nah, berhubung cerita sudah selesai, voting akan ane tutup, dan ane juga punya rencana yang nggak bisa ane beritahu sekarang, dan ane harap suhu-suhu sekalian mau menanti cerita berikutnya kapanpun ane akan up cerita itu sendiri.

Sekali lagi, ane ucapkan terimakasih buat suhu-suhu sekalian atas semua dukungan dan sarannya sampai di tahap kisah "In Too Deep" ini akhirnya mencapai part terakhir (excluding Epilog), dan seperti biasa, Stay safe dan sehat selalu serta sukses di RL nya :beer:

-Kocid-
 
terima kasih buat updatenya hu...cerita keren ini, nggk cuma sekedar masalah ekse doang tpi jga bisa mainin emosi yang baca... kereennnnn!!!!
ditunggu epilog dan season season berikutnya
 
Terima kasih bos @Kocid semoga sukses dan membuat cerita yang menarik perdramaan dan semoga cepat rilis cerita yang baru dan yang menarik dan saya tunggu chapter selanjutnya
 
Bimabet
S
Well here it is, guys, perjalanan panjang dan riweuh (wkwkwk) cerita ini akhirnya menemukan titik akhirnya, tapi tenang, masih ada epilog yang akan ane upload untuk bener-bener nyelesain cerita ini meski ane nggak tau kapan bisa ngupload bagian epilognya hehe.

Sebelumnya, ane juga ingin mengucapkan terimakasih kepada suhu-suhu sekalian yang udah setia mantengin cerita ane dari awal sampe akhir, dan terimakasih juga buat suhu-suhu yang sudah mau membantu dengan memberi saran kepada ane demi kebaikan kualitas tulisan sampah ane, dan terimakasih juga buat suhu-suhu yang udah mau ngeramein thread ane dengan berbagai komentar positif yang ngemotivasiin ane buat nulis lagi, dan beberapa komentar negatif yang kadang ngebuat ane jadi males buat nulis lagi wkwkwkwk.

Nah, berhubung cerita sudah selesai, voting akan ane tutup, dan ane juga punya rencana yang nggak bisa ane beritahu sekarang, dan ane harap suhu-suhu sekalian mau menanti cerita berikutnya kapanpun ane akan up cerita itu sendiri.

Sekali lagi, ane ucapkan terimakasih buat suhu-suhu sekalian atas semua dukungan dan sarannya sampai di tahap kisah "In Too Deep" ini akhirnya mencapai part terakhir (excluding Epilog), dan seperti biasa, Stay safe dan sehat selalu serta sukses di RL nya :beer:

-Kocid-
SElamaaat suhuu crooot
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd