Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT In Too Deep (NO SARA)

Apakah perlu ditambah bumbu-bumbu incest di cerita ini atau tidak?


  • Total voters
    537
  • Poll closed .
Terimakasih update final part nya suhu @Kocid
Di tunggu epilogue nya
Tetap semangat menghadapi RL nya dan jangan pernah bosan untuk menulis cerita cerita yang yang keren
 
- Epilogue: Slide Away -

Hani


=====

"FINAL YANG SANGAT SPEKTAKULAR PEMIRSA!!" teriak sang komentator

"PERMAINAN DARI KEDUA TIM YANG CIAMIK BERAKHIR KETAT DENGAN SKOR 3-2 KEPADA TIM DENGAN PAKAIAN SERBA HITAMNYA!!!" Balas partnernya.


"EH, EH, ANGKAT COACH, ANGKAT COACH!!!"

"EH UDAH NGGA USAH ANGKAT-ANGKATAN!!"

"NGGAK BOLEH, COACH BAYU HARUS NURUT POKOKNYA SAMA KITA-KITA KALO NGGAK KITA CEBURIN KE COMBERAN!!"

Ingatku ke mereka pun diabaikan, dan berbondong-bondong anak didikku langsung mengangkat tubuhku dan menghempas-hempaskan tubuhku ke udara. Lagi-lagi, kami dapat membawa piala ke sekolah kami.

------

Setelah kejadian Derrick, seperti yang pak Ben bilang kepadaku, tidak ada tim yang mau mengangkatku menjadi scouternya. Pak Ben bahkan juga berusaha mencarikanku tim sampai ke kasta-kasta bawah liga di eropa, namun hasilnya tetap sama, pak Ben tidak menemukan tim yang berminat ataupun tim yang dapat memberikanku kehidupan yang layak.

Alhasil, sudah nyaris 6 bulan semenjak kejadian itu, aku tidak bekerja sebagai scouter lagi, namun kali ini, aku bisa menerimanya. Aku sudah melakukan banyak tindakan keji yang tidak bisa dibenarkan, dan ini adalah balasan yang setimpal bagiku. Aku juga sudah berterimakasih kepada pak Ben setelah apa yang sudah dia beri kepadaku, namun saat ini aku sudah memutuskan untuk berdiri dengan kedua kakiku sendiri.

Jadinya, untuk mengisi kekosongan dan mendapatkan pemasukkan, aku memutuskan untuk menggunakan nyaris seluruh sisa tabunganku untuk membuka usaha jual pakaian olahraga, sepakbola, basket, futsal, dan lain-lain. Terlebih juga meski aku memiliki nama yang buruk di masyarakat sekarang, aku juga cukup populer di mata peminat olahraga, yang membuatku mendapatkan banyak pelanggan dari orang-orang itu yang mengikutiku di sosial media.

Aku juga saat ini kembali melatih tim sepakbola SMA-ku untuk mengisi kekosongan serta menambah sedikit pemasukkan. Dibawah arahanku, kami sudah memenangkan 3 turnamen dalam 5 bulan terakhir setelah sudah 'puasa gelar' selama beberapa tahun belakangan.

------

Mereka kini sudah puas melempar- lemparku ke udara, dan seperti biasa, acara penerimaan hadiah dan piala, sesi dokumentasi, dan setelah itu anak didikku memutuskan untuk memeriahkan perayaan menggunakan seliter botol soda.

"SEMPROT COACH BAYU, WOY!! SEMPROTT!!" ucap kapten tim kami yang kemudian menyemburkan soda itu kepadaku.

"EH, EH, GUA NGGAK BAWA BAJU GANTI, WOY!!" teriakku berusaha berlari dari mereka, namun tetap saja tenaga remaja tidak bisa dikalahkan.

Alhasil, bajuku sudah basah kuyup, dan akhirnya, aku sudah terbawa suasana dan aku ikut dalam sembur-semburan ini.

Cukup lama kami berada disini, dan berhubung pihak acara juga sudah menyuruh kami pergi, aku langsung menyuruh anak-anak tim untuk membersihkan sampah mereka dan jika masih mau membantu, sampah yang tersebar di seluruh lapangan ini.

Aku selalu mengajarkan kepada anak didikku, skill yang mumpuni harus didampingi dengan adab yang baik. Karena dengan itu, aku selalu nenyuruh mereka untuk menanamkan budaya itu saat turnamen, karena dengan ini, tim tandang akan menjadi segan.

Setelah mereka selesai membersihkan semuanya, kami pun kembali berkumpul, dan terlihat raut wajah kelelahan mereka.

"Kenapa lu pada? Cape? Main counter-attack aja capenya sampe kaya gini" Ledekku karena kini bermain bertahan nyaris selama pertandingan dan mengandalkan serangan balik selalu menjadi andalan kami selama aku melatih.

Bahkan, ada yang menganggapku sebagai the next 'Jose Mourinho' dikarenakan taktikku yang benar-benar bisa dibilang anti-football, tapi aku tidak peduli, apapun demi memenangkan piala untuk SMA-ku.

"Yah lagian coach nyuruh kita bersih-bersih pas menang, kalo pas kalah mah masih masuk akal" Protes anak didikku.

"Hahahahahah, terus kalian mau ada after-party apa gimana sekarang?" Kembali tanyaku.

"Biasa lah coach, ngerayain di tempat biasa," Jelasnya yang langsung kupahami dimana lokasinya.

"Coach mau ikut?"

"Yah, gabisa gua, udah ada rencana gua malem ini sama bucinan" Jelasku, karena niatnya malam ini ada yang ingin kusampaikan kepadanya.

"Ah, coach mah gitu, lagian sekali-kali kek ajak pacarnya coach, kan kita juga butuh dukungan cewek-cewek cantik" Balas temannya, dan aku segera menghampirinya dan mengusap-usap kepalanya kencang.

"Makanyaaa, cari cewekkkk" Ledekku sambil mengusap-usap kepalanya yang membuat seluruh anak didikku tertawa.

Setelah itu, kami mengobrol sejenak, dan berhubung aku juga harus kembali ke tokoku karena tidak enak dengan Hani yang menjaga selagi dia bekerja lewat daring, aku memutuskan untuk pamit.

"Yaudah, kalo gitu gua juga pamit, ya, selamat atas kemenangannya, dan kalian juga hati-hati di jalan, jangan ngebut" Ucapku pamit, dan aku langsung menyerahkan uang hadiah yang kuambil tadi ke mereka, plus dengan uang sisipan yang kuberikan dari uang penghasilanku.

"Nih, sekalian gua tambahin bonus" Lanjutku.

"EH GILA INI BANYAK BANGET, COACH!!" teriaknya.

"Hahahahaha, santai, inget loh dibagi rata" Jelasku, dan setelah itu akupun lekas pamit dan beranjak pergi menuju ruko tempatku berjualan.

-----

Singkat cerita, aku sudah sampai di rukoku. Aku langsung memarkirkan mobilku di depan, dan aku melihat ada mobil Rama terparkir di samping mobilku.

Aku langsung beranjak masuk, dan aku langsung melihat Hani dan Ina yang sedang mengobrol di kasir, sedangkan Rama sedang berjalan mengitari aisle display pakaian tim sepakbola retro.

"Nah, tuh, yang punya toko udah pulang" Ucap Rama yang melihatku lebih dulu.

"Gimana, sayang? Menang?" Tanya Hani selagi aku berjalan memasuki toko.

"Three-in-a-row, baby!!!" Ucapku kegirangan karena kami sudah memenangkan piala turnamen 3 kali berturut-turut.

"Kecee emang, main pake cancer-football lagi, Bay?" Ucap Rama yang kemudian berjalan menghampiriku mengajakku tos.

"Yoi, Ram, tadi aja gua sempet cekcok sama manajer tim sebelah hahahah" Jawabku, dan aku langsung berjalan menuju ke Hani dan Ina.

"Gimana hari ini? Tadi yang re-seller udah jadi ngambil barangnya kesini?" Tanyaku ke Hani.

"Udahh, terus tadi ada orang kesini juga mau bikin baju buat satu tim" Jawabnya, dan Hani hanya butuh waktu sekian detik untuk menyadari kalau bajuku basah.

"Ihhh kok basah kuyup gini???" Tanyanya panik.

"Tadi disiramin soda sama anak-anak"

"Ihhh yaudah ganti baju dulu sanaa, nanti masuk angin, loh" Lanjutnya, dan Hani langsung bergegas menuju ke kamar tidur yang kusediakan kalau aku harus menginap, dan Hani kembali membawa pakaian bersih.

Akupun langsung bergegas berganti pakaian, dan setelah kembali ke kasir, aku melihat Rama berjalan menghampiri kami membawa beberapa seragam sepakbola retro.

"Buset, banyak duit lu beli tiga retro semua" Ucapku terkejut.

"Yaelah, lu ngomong gitu liat stok lu itu berapa yang mahal-mahal" Sahut Rama.

"Lah bego kan gua jualan"

"Ya terus kenapa?"

Akhirnya pun perseteruan kami membuat Hani dan Ina tertawa, dan setelah itu, Ina yang memesan makanan lewat delivery langsung menerima makanannya dan mengajak kami makan.

"Nihh makan nih, dibayarin sama Rama" Ucapnya memberikan kami makanan.

"Rama abis menang judi lawan siapa, dah?" Ledekku membuat semuanya tertawa.

Akhirnya, mereka pun beranjak makan, namun aku harus kembali mengisi bagian hanger-hanger yang kosong dengan seragam-seragam yang kusiapkan di belakang, dan aku kembali memilah kira-kira seragam mana yang kurang mendapatkan minat dan harus kutaruh di bagian obral dan mengganti display itu dengan display yang baru.

Akupun memakan waktu cukup lama, dan setelah aku selesai, mereka juga sudah selesai makan. Akupun langsung ikut duduk disamping mereka dan menyantap makananku sembari mengobrol dengan mereka bertiga.

Cukup lama kami mengobrol, dan setelah sekian waktu, terdengar pintu terbuka, dan kami berempat serentak berdiri melihat kearah pintu masuk.

Terdapat dua orang yang memasuki toko kami, dan mereka terlihat seperti high-rollers dengan pakaian formalnya dari atas sampai bawah. Selain itu, entah kenapa, rasanya mereka bukan orang dari sini, tampangnya terlihat seperti orang-orang jepang.

Tapi, itu semua hanya pikiran yang kuragukan kebenarannya., namun ketika mereka berbicara, Hani langsung menyadarinya juga.

"Loh, mereka ngomong pake bahasa jepang" Ucap Hani terkejut.

"Hah? Masa?" Tanyaku yang juga ikut terkejut sembari melihat ke mereka yang sedang memerhatikan barang-barang display.

"Woy, buruan itu layanin" Suruh Rama.

"Gimana gua ngelayaninnya? Gua nggak bisa bahasa jepang, woy" Jawabku yang kebingungan.

"Yaudah, lu aja, Han, kan lu sering nonton anime" Balas Rama.

"Loh apa hubungannya gue sama anime, Ram?" Tanya Hani yang kaget.

"Tapi kamu juga bukannya les bahasa jepang dulu pas kuliah?" Tanyaku.

"Nah, begini dong alesannya, Ram" Ledek Hani ke Rama, dan akhirnya, Hani langsung berjalan menghampiri mereka.

Mereka pun langsung menyadari kehadiran Hani, dan kudengar juga Hani menyapa mereka menggunakan bahasa jepang yang tak kumengerti, dan mereka juga terlihat terkejut, dan tak kusangka, mereka membalasnya dengan bahasa Inggris.

"Wow, madam, you speak good japanese" Ucap salah seorang dari mereka dengan logat khas orang Jepang ketika berbicara bahasa Inggris.

Setelah itu, Hani terdengar tertawa mendengar ucapan orang itu, dan mereka sempat berbicara menggunakan bahasa jepang lagi sebelum akhirnya Hani beranjak kembali kesini.

"Dia nyari jersey apa?" Tanyaku.

"Dia bukan nyari Jersey, tapi dia nyari kamu" Jawabnya yang membuatku sangat kaget.

"Hah? Ram, gua dicariin bule, Ram!" Candaku ke Rama.

"Hah? Boong kali itu bukan bule dia" Ucap Rama tak percaya.

"Ih serius, itu aja dia bawa penerjemah," Sambung Hani.

"Sayang, kayaknya dia orang penting deh" Ucap Hani kepadaku, dan mendengar Hani berbicara seperti itu, aku langsung mulai serius dan aku segera berjalan menghampiri mereka.

Sembari berjalan, aku juga langsung menyiapkan kursi untuk mereka berdua, dan setelah kursinya siap, aku langsung meyapa mereka dan menaruh kursinya.

"Please, have a seat, sir" Sapaku selagi menyiapkan kursi untuk mereka.

Mereka pun langsung duduk dengan senang hati, dan tak lama kemudian, Hani beranjak dari kasir membawakan beberapa botol minuman. Setelah itu, Hani tidak langsung pergi, namun tetap berada di sampingku.

"Perkenalkan, saya Bayu Aji, berdasarkan yang pacarku bilang, bapak-bapak sekalian datang kesini mencari saya, apa itu benar?" Tanyaku menggunakan bahasa Inggris.

"Wah, kalian berdua pasangan yang serasi, ya, kalian berdua sangat fasih berbicara bahasa yang bukan bahasa ibu kalian" Ucap seorang yang kukira sebagai translator.

"Hahahahah, begitulah, pak," Jawabku menangkap pujian mereka.

"Jadi, kalau boleh tahu, siapa bapak, dan ada gerangan apa bapak ingin bertemu dengan saya?" Tanyaku.

"Oh iya, mohon maaf atas ketidaksopanan kami untuk tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu," Jawab sang translator.

"Perkenalkan, saya Tajima Takao," Ucapnya memperkenalkan diri.

"Dan saya bekerja sebagai penerjemah dan asisten bapak Yasutake Yuu," Lanjutnya memperkenalkan atasannya.

"Pemilik baru dari FC Tokyo di Jepang"

Tunggu, tunggu, tunggu dulu, HAH?!?!

Aku benar-benar terkejut saat ini. Didatangi oleh chief scout adalah satu hal, tapi didatangi pemilik klub?! Aku benar-benar terkejut tak tahu harus melakukan apa!!

"Ummm... Baik... Jadi... Ada urusan apa, bapak-bapak sekalian datang jauh-jauh dari Jepang untuk bertemu denganku?" Tanyaku canggung, dan tuan Tajima pun langsung kembali menjelaskan.

"Jadi, kami mengetahui, kalau tuan Bayu sebelumnya bekerja sebagai scouter, apa benar?" Tanya tuan Tajima, dan aku hanya mengangguk.

"Jadi, tuan Yasutake membeli FC Tokyo dengan visi, bahwa tuan Yasutake ingin membangun tim kota kelahirannya menjadi dinasti terkuat di seluruh asia, dengan memanfaatkan bakat-bakat yang tersebar di seluruh Jepang" Lanjutnya yang membuatku mulai paham kemana arah pembicaraan ini.

"Selain itu, pak Yasutake juga menginginkan timnya dibangun dengan fondasi pada pemain-pemain muda, dan seperti yang kami ketahui, tuan Bayu dulu bekerja sebagai scouter akademi di FC Chelsea, apa benar?" Tanyanya yang tak sepenuhnya benar, namun tak sepenuhnya salah.

"Yah, kurang lebih begitu, karena aku lebih menjadi scouter bayangan yang tidak terikat kontrak dengan klub, namun dengan chief scout" Jelasku.

"Nah, tuan Yasutake juga memiliki visi untuk menguatkan fondasi klub dengan merekrut staff-staff muda yang tersebar di seluruh Asia, meski Jepang menjadi prioritasnya," Lanjut tuan Tajima.

"Dan ketika kami mengetahui kalau ada scouter berbakat dari Asia yang sedang tidak terikat dengan klub manapun, ini kesempatan yang tidak bisa kami lewatkan," Sambung tuan Tajima.

Mendengar ucapan tuan Tajima, aku benar-benar terkejut. Tubuhku bergetar begitu hebat mendengarnya, rasanya, setelah nyaris ditolak oleh klub manapun, akhirnya ada seseorang yang percaya kepadaku.

"Tapi... Apa bapak-bapak sekalian tahu tentang apa yang terjadi padaku belakangan ini??...." Tanyaku begitu canggung karena aku tak kuasa menahan tubuhku yang gemetar.

"Kami mengetahui sekali latarbelakang tuan Bayu, dan itulah alasan utama tuan Yasutake sangat menyukai tuan," Jawabnya.

"Bagi tuan Yasutake, sangat disayangkan kenapa tuan Bayu harus tidak memiliki pekerjaan karena pak Bayu terlibat dengan tindakan kriminal, sedangkan tuan Bayu terlibat untuk membela kekasih dan seluruh orang yang tuan Bayu sayangi," Jelasnya melanjuti ucapannya.

"Tuan Bayu pun tidak menyerah meski apapun risikonya, dan lagi, cara tuan Bayu mengajarkan disiplin kepada anak didik tuan Bayu saat di lomba tadi, itu merupakan poin tambahan besar" Sambungnya yang membuatku dan Hani terkejut.

"Jadi... Tuan-tuan sekalian mendatangi lomba yang kuhadiri tadi?" Tanyaku gemetar.

"Benar, ini adalah permintaan dari tuan Yasutake sendiri untuk melihat kinerja tuan Bayu dengan kedua matanya sendiri, sama seperti saat tuan Yasutake berada di Thailand pekan lalu," Jelasnya, dan mendengar ucapan itu, perasaanku kembali teraduk-aduk.

Aku benar-benar merasa senang, terhormat, dan juga aku masih sangat tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Jadi, apa tuan Bayu bersedia, bekerja untuk kami?"

Tentu saja, rasanya aku ingin berteriak. Namun, tidak mungkin aku bertingkah seperti anak kecil didepan dua orang terhormat ini, dan akupun terus menahan kebahagiaanku sekuat yang kubisa.

"Dengan penuh rasa hormat, tuan, saya bersedia"

Setelah itu, tuan Tajima pun langsung mengartikan apa yang baru saja kuucapkan, dan setelah itu, terlihat senyuman puas di wajahnya setelah mendengar semuanya.

Setelah itu pun, tuan Yasutake beranjak dari duduknya, bersamaan dengan tuan Tajima yang kemudian langsung kususul.

Tuan Yasutake pun kembali tersenyum bangga kepadaku, dan tiba-tiba, dia menepuk-nepuk pundakku selagi dia berbicara menggunakan bahasa Jepang yang tak kumengerti.

"Han, pak Yasutake ngomong apa?" Tanyaku ke Hani yang masih berada di sampingku.

"Dia bilang, 'kutunggu kedatanganmu di Tokyo', sayang" Jelasnya, dan lagi-lagi, aku tersenyum lebar karena aku rasanya sangat bangga.

Setelah itu, kami kembali berbicara sejenak, dan tuan Tajima menjelaskan perihal negosiasi kontrak dan peresmian yang akan dilakukan di Jepang sebisaku, dan setelah itu, aku dapat mulai bekerja sebelum babak kedua musim baru J-League.

Setelah itu, mereka berpamitan, dan setelah mereka sudah kupastikan memasuki mobilnya, aku benar-benar tak kuasa menahan kebahagiaanku dan langsung berteriak.

"YESSSSS!!!!"

Hani pun juga sama, dan Hani langsung berteriak kegirangan juga.

"ALHAMDULILLAHH, SELAMAT SAYANGG!!!!" teriak Hani yang kemudian loncat memelukku.

Rama dan Ina pun terlihat kebingungan, dan akhirnya mereka langsung berjalan menghampiriku.

"Bay, Bay, ini ada apaan, si?!?" Tanya Rama yang terlihat sangat bingung.

"I'm going to Fuckin' Tokyo, baby!! GET INNN!!!" teriakku kegirangan, dan Rama dan Ina pun juga ikut histeris.

"GILA, GILA, GILA!! SELAMAT, BAYY!! ANJINGG AKHIRNYA JADI SCOUTER LAGI LUU!!" teriak Rama sembari menjambak-jambak rambutku.

"HAHAHAHAHAHA!! BILANGIN KE ANAK-ANAK, MAKAN-MAKAN KITA MALEM INI!!" jawabku selagi kami masih berloncat-loncatan.

Kami merayakannya di rukoku ini cukup lama, dan setelah selesai, Rama dan Ina langsung bergegas pergi untuk bersiap-siap, meninggalkanku dan Hani disini.

Kami pun langsung mengambil nafas setelah cukup menggila tadi, dan perlahan, aku mulai menyadari, apa berarti aku akan kembali jauh dari Hani?

Dengan cepat pun, aku langsung kembali bangkit dari sandaranku, dan aku langsung meraih tangan Hani.

"Han" Ucapku pelan.

"Iya, sayang?" Tanyanya tersenyum manis.

"Kamu... Tau kan, kalo... Aku kerja disana... Kita harus jauhan lagi?" Tanyaku sembari menggenggam tangannya.

Hani pun tidak langsung menjawab, dan Hani langsung mengelus-elus kepalaku.

"Aku nggak akan mau jauh dari kamu lagi, kemanapun kamu pergi, aku akan ikut" Jawabnya, dan aku tersenyum mendengarnya selagi Hani meraih bibirku untuk menciumnya.

*Cccupphhh... Cccupphhh....*

Kami berciuman sejenak, dan setelah apa yang sudah terjadi barusan membuatku lupa kalau aku ingin berbicara dengannya. Setelah puas berciuman, aku melepaskan ciumanku, namun genggamanku di tangannya tak kulepas.

Kami bertatapan cukup lama, selagi aku menggenggam tangan Hani dan Hani mengelus-elus pergelangan tanganku. Kami sudah cukup lama seperti ini, dan rasanya aku malah menjadi membuang waktu.

Akupun langsung mengumpulkan keberanianku untuk melakukan ini, karena lagi-lagi, rasanya pressure ini benar-benar membebaniku.

"Han...."

"Kenapaa, sayang?"

"....."

AKHHH, AKU TIDAK KUAT!

Entah kenapa, rasanya berat bagiku untuk berbicara. Padahal jika menggunakan logika, hal ini pasti akan terjadi, setelah apa yang sudah kami lalui. Tapi rasanya, hanya untuk meresmikannya saja aku sangat tidak bisa.

Hani pun juga terlihat bingung, dan tangannya kini mulai meremas tanganku karena dia sepertinya khawatir melihatku yang sedang panik.

Akhirnya pun, aku malah membuang topik, menjadi pertanyaan yang sangat-sangat bodoh.

".... Nanti mau pake baju casual atau formal aja?" Tanyaku yang sangat bodoh.

Hani pun tiba-tiba terkejut, dan Hani langsung tertawa terbahak-bahak.

"HAHAHAHAAH!! Yaampunn kamu tuh random banget sih, Bayy" Tawanya sembari menepuk pundakku kencang.

Akhirnya, aku malah gagal, dan kami mengobrol di rukoku cukup lama, sampai akhirnya kami berdua beranjak menutup toko dan merapikannya sebelum pulang ke apartemenku.

-----

Setelah kesepakatan bersama, akhirnya kami memutuskan untuk serentak berangkat ke daerah puncak. Awalnya kami juga ingin langsung mem-book Villa, namun sayangnya berhubung hari ini hari minggu dan besok beberapa diantara kami harus kerja, rencana itu kami batalkan.

Banyak yang berangkat ke acara Dinner ini. Andre, Bella, Adi, Sindy, Rama, Ina, dan aku dan Hani benar-benar menikmati makan malam ini. Kami benar-benar seperti berpesta merayakan pekerjaan bizzare ku ini. Saking bahagianya dan saking terlarutnya kami dengan suasana, waktu terasa berjalan begitu cepat, sehingga kami sudah harus segera kembali ke kota masing-masing.

Namun, aku masih mempunyai rencana lain. Bagaimanapun juga, aku harus melakukan 'ini'. Aku sudah berpikir untuk melakukan ini disaat kami sedang dinner tadi, namun lagi-lagi, tekanan datang kepadaku dan aku memutuskan untuk mengurungkan niatku. Lagipula, aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi yang lain, belum lagi orang-orang di restoran ini.

Rasanya, aku lebih kuat menanggung tekanan ketika aku ditontoni oleh ratusan orang saat bermain bola daripada harus melakukan ini. Untuk urusan seperti ini, sepertinya aku bukan orang yang ahli.

Tapi setelah dipikir-pikir, lokasi kami searah dengan tempat aku dan Hani pernah melakukan itu, dan sepertinya, tempat itu adalah tempat yang paling tepat untuk melakukan 'ini'. Terlebih juga tempatnya sepi dan hanya akan ada kita berdua.

Aku juga sudah mempersiapkan apa yang harus kubawa, dan serentak setelah kami semua beranjak pulang, aku dan Hani langsung menuju ke tempat itu.

"Sayang, aku ada urusan sebentar, kamu ikut dulu nggak papa, kan?" Tanyaku ke Hani di mobil.

"Oh, nggak papa, kok, santaii" Jawabnya, dan aku hanya tersenyum selagi mengendarakan mobilku kesana.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk mengendarai mobilku hingga sampai di tempat yang kumaksud. Awalnya Hani tidak menyadari apa-apa, dan semakin kami mendekati tujuan kami, Hani mulai menyadari sesuatu.

"Loh, jalan ini kan..." Ucapnya yang mulai sadar, namun tidak dia lanjuti perkataannya.

Kini, kami sudah sampai di tujuan. Setelah aku memarkirkan mobilku pun, Hani langsung menyadari ada dimana kami sebenarnya.

"Sayang, kamu ada urusan apa disini?" Tanyanya, namun tidak kujawab.

"Kita keluar, yuk" Ucapku, dan meski Hani terlihat kebingungan, Hani hanya mengiyakan.

Tempat ini, adalah tempat dimana malam itu, kami membuat sebuah janji. Malam itu, kami berjanji untuk untuk semangat mengejar mimpi kami. Rasanya bagiku, tempat ini merupakan tempat yang paling tepat untuk melakukan ini.

"Sayang, ngapain, sih?? Aku kira kamu ada urusan apaa" Ucapnya makin kebingungan, namun tak kujawab.

"Sayang, sini deh" Ucapku, dan Hani hanya mengiyakan selagi berjalan mendekatiku.

Hani pun sudah tiba di sampingku, dan setelah berada di sisiku, aku langsung merangkul tubuhnya. Hani pun awalnya terkejut, namun perlahan Hani mulai menjatuhkan kepalanya ke lengan atasku.

"Sayang," Ucapku memanggil Hani.

"Kamu inget nggak, waktu itu, kita pernah buat janji disini untuk semangat ngejar mimpi kita biar anak kita nanti bisa bangga?" Tanyaku, dan Hani hanya mengangguk menjawabnya.

"Sekarang, impian aku udah terkabul, dan impian kamu juga sedang dalam proses," Lanjutku.

"Tapi sekarang, tinggal satu hal lagi yang perlu kita lakuin untuk menepati janji itu" Sambungku, dan seketika, Hani pun mulai paham dengan arah pembicaraanku.

"Hah? Jadi maksud kamu..." Ucapnya yang terpotong karena aku melepas rangkulannya, dan aku langsung memutar tubuhku supaya kami berhadapan.

"Sayang, sekarang udah waktunya," Ucapku sembari menggenggam tangannya.

"Waktu bagi kita untuk ngelanjutin hubungan kita ke hal yang lebih jauh" Lanjutku, dan belum Hani sempat menjawab, aku sudah berlutut di depannya.

"Bay, kamu..."

Akupun dengan cepat langsung mengeluarkan benda yang sudah kubawa daritadi dan kutaruh di jaketku, dan aku langsung membuka benda itu tepat di depan Hani.

Benda ini adalah kotak cincin.

"Han..." Ucapku gemetar, karena aku juga sangat merasa tegang dan aku sangat benci hal seperti ini yang bagiku rasanya sangat cringe.

"Let's get married"

Sama seperti saat aku menembak Hani, tubuhku sangat bergemetar. Aku benar-benar tidak suka merasakan tekanan yang sangat berat di kondisi seperti ini. Tapi semuanya sudah harus kulakukan.

Aku juga kurang suka dengan hal-hal seperti ini karena aku sudah menduga bagaimana Hani akan bereaksi yang sudah terkenal dengan kehebohan dan keceriaannya,

Namun, sepertinya dugaanku hari ini salah.

Hani terdiam mendengar ucapanku. Tubuhnya diam terpatung. Tangannya pun juga terlihat gemetar.

"Buruan jawab dong, pegel aku jongkok, nih" Candaku untuk memastikan kondisi Hani.

Dugaanku pun benar, Hani tidak merespon dan tubuhnya masih terlihat sedikit gemetar. Jujur saja, mungkin Hani sama tegangnya denganku.

Akhirnya, Hani mulai menaikkan tangannya, dan dengan pelan dan lembut, Hani menggenggam tanganku.

Lagi-lagi, Hani tidak menjawab. Dia hanya terus menggenggam tanganku selagi aku menahan rasa pegal saat berlutut.

Namun perlahan...

"Hikss... Hiksss..."

.... Suara tangisan terdengar.

Tentu saja, kepanikanku kembali muncul, dan aku langsung menutup kotak cincin ini dan kembali memasukkannya ke jaketku. Setelah itu, aku langsung menggenggam pergelangan tangannya.

"Lohh, kenapa?? Kamu nggak mau nikah??" Tanyaku selagi dia masih menangis, dan tanpa menjawab, Hani langsung menarik tanganku supaya aku berdiri dan dia langsung memelukku erat.

"Hiksss... Hiksss..."

Melihat kondisi Hani yang sepertinya akan menangis kencang pun, aku langsung membalas pelukannya sembari mengelus-elus kepalanya diatas hijab serta punggungnya.

"Hei... Ngomong dong... Kamu belum siap atau gimana... Aku jadi ngegantung nih.." Ucapku selagi berusaha menenangkannya.

"Hiksss... Hiksss... Nggak kok..." Jawabnya terisak.

"Hiksss... Hiksss... Aku... Seneng banget..." Lanjutnya.

"Aku... Udah nungguin momen ini... Dari semenjak kamu berangkat ke Inggris... Hiksss... Hiksss..." Jelas Hani, dan aku memutuskan untuk membiarkan dia meluapkan semuanya.

"Hiksss.... Hiksss... Aku udah berharap... Di hari kamu pulang... Kamu bakal ngelakuin ini.... Meski akhirnya pupus karena kejadian 'Derrick'.... Hiksss... Hiksss...." Lanjutnya selagi aku masih terus mengelus punggungnya.

"Enam bulan ini.... Aku terus menunggu... Untuk momen ini.... Dan pas kamu ngomong di toko tadi... Aku udah tau... Kalo kamu ingin ngomong ini... Tapi pasti nggak jadi karena kamu nggak kuat, kan??..." Tebak Hani yang sangat spot-on.

"Nyaris sepanjang malam... Aku nunggu kamu... Di toko... Di apartemen.... Di restoran...."

".... Tapi akhirnya penantian aku berakhir... Bahkan ngelakuinnya di tempat ini.... Aku seneng banget, sayanggg...." Jelasnya mempererat pelukannya.

"Iyaa... Kamu udah nggak perlu nunggu lagi, okey?.... Sekarang juga kamu nggak akan jauh dari aku lagi... Aku sekarang akan benar-benar terus ada di sisi kamu..." Ucapku tak melepaskan pelukanku.

Hani hanya terus memelukku tanpa menghentikan tangisnya, dan bukannya malah mereda, tangisannya malah makin terdengar jelas. Aku juga tidak bisa melakukan apa-apa, dan hanya membiarkan dia meluapkan semuanya sampai Hani lelah menangis.

Akhirnya, Hani berhenti menangis, dan tanpa melepas pelukannya, Hani menengok kearah wajahku.

"Ini jadinya mau apa nggak, nih? Belom dijawab nih" Tanyaku meledek Hani, dan Hani tersenyum manis sembari mengangguk.

"Nah gitu dong dijawab" Kembali candaku, dan Hani tertawa kecil.

Setelah Hani menjawab, aku langsung kembali mengeluarkan kotak cincin yang baru saja kumasukkan, dan aku langsung membuka kotak itu kembali. Aku langsung mengambil cincin yang berada di kotak ini dan memakaikannya di jari manis Hani.

Hani pun terlihat tersipu malu saat kupakaikan cincin itu, dan setelah cincinnya kupakaikan, Hani kembali memelukku erat dan membenankan wajahnya ke dadaku.

"No more waiting" Ucapku pelan sembari mengelus-elus kepalanya, dan dia balas dengan tawa manisnya.

Setelah itu, kami tidak langsung pulang. Aku langsung mengajak Hani kembali ke mobilku dan kami langsung duduk di kap mobilku sembari menikmati pemandangan malam. Kami terus berangkulan sepanjang malam, dan Hani juga mengambil foto tangannya yang sedang menggandeng tanganku memamerkan cincinnya dengan back-ground pemandangan malam di depan kami. Tak hanya itu, Hani juga mengunggah foto itu ke Inst*gram nya, dan tentu saja, it causes a lot of surprise to both of our followers.

Dalam waktu sepuluh menit saja, hapeku bisa dialihfungsikan menjadi vibrator karena notifikasi hapeku yang berisikan ucapan selamat dari para followers dan temanku karena tidak melakukannya saat dinner tadi membuat hapeku nyaris tak berhenti bergetar, namun aku tidak memperdulikannya karena aku ingin menikmati momen ini bersamanya sampai akhirnya kami memutuskan untuk pulang.

=====
(Departure Day)

Kini, aku dan Hani sudah resmi menjadi pasangan suami istri. Pernikahan kamipun bisa dibilang sangat cepat, karena aku dan Hani juga sepakat untuk tidak ingin begitu lama dan kami ingin segera menghalalkan hubungan kami. Alhasil, hanya jeda dua minggu setelah aku 'melamar' Hani, Abbi dan Ummi yang langsung kami beritahu malam itu juga bersama dengan Ayah dan Mamah langsung mempersiapkan semuanya untuk acara lamaran, dan empat bulan kemudian, acara pernikahan langsung diselenggarakan.

Selama empat bulan itupun, tak hanya mengurusi pernikahan, aku juga harus mengurusi apa yang akan kutinggal. Aku mencari penggantiku sendiri untuk menjadi pelatih tim yang kutinggal, dan aku juga sudah menemukan pengganti untuk menjaga tokoku selama kami disana. Hani juga memutuskan untuk re-sign dari pekerjaannya demi bisa ikut denganku ke Jepang, dan meski pihak kantor keberatan sampai menyuruh mas Farhan memintaku untuk membiarkan Hani tetap bekerja dari rumah selagi aku berada di Jepang, aku tidak bisa melakukan apa-apa karena ini semua adalah keputusan Hani.

Berhubung dengan dikejar waktu juga, aku sudah harus berangkat ke Jepang, dan baru seminggu semenjak pernikahan aku dan Hani segera berangkat ke Tokyo. Kini, aku dan Hani sudah berada di bandara diantar oleh Abbi, Ummi, dan Bella dan kini kami juga sudah siap untuk berpisah sebelum kami beranjak memasuki pintu keberangkatan.

"Abbi, aku pamit dulu, ya" Ucapku menyalimi tangan mertuaku.

"Iya, kak, jagain anak Abbi selagi kalian berdua tinggal disana, oke?" Balas Abbi sambil mengelus-elus rambutku.

"Hahaha, pasti kok, Bi, Hani pasti akan baik-baik aja, kok" Jawabku yang membuat Abbi tertawa.

Akupun sudah selesai berpamitan dengan Abbi, dan ketika aku melihat kesamping, aku melihat Ummi yang menangis sembari memeluk Hani yang terus berusaha menenangkannya bersama Bella.

Lagipula, wajar bila Ummi bereaksi seperti itu. Ummi akan ditinggal oleh Hani yang sekarang menjadi satu-satunya anak dari Ummi dan Abbi, dan entah sampai kapan kami akan terpisah jauh seperti ini.

"Ummi... Udah dongg... Aku pasti pulang kokk..." Ucap Hani berusaha menenangkan Ummi.

"Hikss... Hiksss... Iyaa... Ummi tau kok, kak... Ummi cuma belom siap aja kalo Ummi harus jauh dari satu-satunya anak Ummi sekarang... Hiksss... Hiksss..." Isaknya dalam pelukan Hani.

"Ummi... Nggak boleh gitu... Kan ini juga demi masa depan keluarga aku sekarang juga..." Kembali ucap Hani berusaha menenangkan Ummi yang masih terus menangis, dan melihat situasi ini pun aku juga langsung beranjak berusaha menenangkan Ummi.

"Iya Ummi... Kan Ummi masih bisa main ke Jepang nanti kalo kangen... Abbi duitnya banyak kok, ketimbang Jepang mah bisa pastii..." Candaku berusaha membuat Ummi tertawa yang ternyata berhasil.

"Loh, gimana? Harusnya kamu dong yang berangkatkan orangtua kamu, bukan kita berangkat dengan biaya sendiri" Ucap Abbi sewot yang membuat kami tertawa.

Perlahan pun, tangisan Ummi mulai memudar, dan akhirnya Ummi melepaskan dekapannya di bahu Hani dengan wajah berlinang air mata. Setelah itu, Ummi langsung menarik kami berdua supaya kami berdua berdiri bersebelahan di depannya.

"Bayu... Hani... Inget, ya, kalian berdua jangan macem-macem disana... Kalian akan tinggal cuma berdua... Harus bisa saling ngejaga..."

"Iyaa Ummii" Jawab kami berdua kompak.

Setelah itupun, lanjut Bella yang tiba-tiba memeluk Hani yang membuat Hani terkejut.

"Ehh, Bella, kenapaa??" Ucapnya kaget.

"Ihhh aku pasti bakalan kangen bangett sama kak Hanii" Jawabnya tak melepaskan pelukannya.

"Iyaaa aku juga bakalan kangen bangett sama kamuu pastii" Balas Hani, dan melihat sikap mereka berdua pasti orang-orang akan lebih mengira kalau mereka berdualah yang kakak beradik.

Akhirnya pun, mereka selesai berpelukan, dan Bella langsung berjalan menghampiriku.

"Tumben nggak nangis, dek" Ledekku.

"Udah biasa dongg, heheheh" Balas candanya, dan kemudian Bella juga ikut memelukku.

"Kakak jaga diri baik-baik ya disana, dan jangan lupa jagain kak Hani juga, oke?" Ucap Bella dalam peluknya.

"Iyaa, kamu tenang aja, oke?"

"Iyaa, sama sering-sering main ke Indo ya kak, aku juga pengen main sama keponakan aku nanti, heheheh"

"Iyaa adekk, do'a in yang terbaik aja, okee?" Ucapku sembari mengelus-elus kepalanya.

Kini kami sudah selesai berpamitan, dan aku dan Hani langsung beranjak ke pintu keberangkatan meninggalkan mereka.

Aku terus menggandeng tangan Hani selagi tanganku yang lainnya menarik koper, dan Hani pun juga melakukan hal yang sama. Awalnya aku tidak memikirkan apa-apa, namun ketika aku melihat wajah Hani yang tiba-tiba murung pun, aku langsung menghentikan langkahku dan langsung membuka headphone yang kugunakan sebelum aku berbicara ke Hani.

"Sayang, kamu kenapa? Kok kayak murung gitu?" Tanyaku sembari menarik tangannya.

"Nggak kok, aku cuma lagi mikir aja, berat banget rasanya bagi aku buat jauh dari keluarga aku, apalagi ini sekarang udah beda negara, bukan kota atau provinsi lagi" Jelasnya.

"Jadi kamu mau disini aja?"

"Nggakk, mau gimana juga, aku nggak mau jauh dari kamu lagi" Tolaknya.

"Kalo gitu, kita hadepin ini sama-sama, oke? Aku juga ngerasain yang sama, kok, tapi sekarang aku bisa lebih tenang, tau nggak kenapa?" Kembali tanyaku ke Hani yang tak langsung dijawab, dan aku juga langsung melanjutkan ucapanku.

"Karena aku tau, sekarang ada kamu yang akan nemenin aku kemanapun aku pergi" Lanjutku yang membuat Hani akhirnya tersenyum.

"Jadi gimana? Udah siap berangkat, Ummi?" Lanjutku, dan mendengarku memanggilnya 'Ummi', senyuman di wajah Hani makin melebar.

"Iyaaa, ayo kita berangkat, Abbi" Jawabnya sembari tersenyum lebar.

Setelah memastikan Hani sudah baik-baik saja, aku kembali memasang headphone-ku dan setelah itu aku kembali menarik koperku sembari menggandeng tangan Hani. Kami pun langsung kembali berjalan, dan dilantuni oleh lagu Slide Away dari band Oasis ini, kami berjalan menghampiri pintu keberangkatan, titik awal dari apa yang akan membangun masa depan keluarga kecil kami berdua.

"Now that you're mine,
We'll find a way
Of chasing the sun,
Let me be the one that shines with you,
In the morning we don't know what to do...
Two of a kind,
We'll find a way
To do what we've done,
Let me be the one that shines with you,

And we can slide away..."

- In Too Deep, Epilogue -
 
Dengan di uploadnya epilog, "In Too Deep" saya nyatakan 🎉Tamat 🎉.

Sekali lagi, terimakasih banyak atas dukungan dan saran serta kritik dari suhu-suhu sekalian selama berjalannya proses dibuatnya sampah ini dari awal sampai tamat, we wouldn't reach this point if it wasn't because of you all :beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd