Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
WOY MANTEB INI CERITA, ALURNYA RUNUT JELAS. PADAHAL DIAWAL SUDAH BEGINI.
WAJIB DILANJUT INI CERITA SUHUU... MANTEBLAH, BIKIN PENASARAN
 
Whoaaaaa, baru ditinggal dua hari udah banyak yang komen. Terima kasih banyak, semuanya. Hari ini update lanjutannya, ya, tapi sore kayaknya soalnya mau ke dokter gigi dulu.

Oh iya, ada yang tau cara buat masukin gambar ke postingan, ga? Kalo ada, tolong kasih tau, ya. Nuhun sekaliiii.
 
Bab II:
Rea, Kalia dan Ibu Mereka






Rea dan Kalia, sepasang kakak-beradik dari pasangan sempurna Abisma dan mendiang Ratih. Abisma adalah seorang pengusaha tambang nikel dan batubara di Kalimantan, sedangkan Ratih adalah seorang pengacara yang bekerja di bawah firma hukum terkenal di Ibukota. Keduanya bertemu dalam suatu kasus, sebagai klien dan pengacara, hingga beranjak ke pelaminan sebagai pasangan.

Kehidupan pernikahan mereka tadinya sempurna. Bergelimang harta, punya koneksi yang kuat dan kokoh dengan orang-orang penting, minim dari konflik keluarga dan jauh dari masalah pekerjaan. Hidup terasa mudah di perspektif mereka. Kebahagiaan mereka semakin lengkap dengan hadirnya Kalia. Anak pertama mereka tak hanya cantik, namun juga jenius dan terampil. Di usia yang masih balita, Kalia sudah menunjukkan tanda-tanda dari bakat yang diwarisi oleh kedua orang tuanya.

Kalia adalah kebanggaan mereka, terutama Ratih. Di bayangannya, Ratih yakin bahwa Kalia bisa menjadi penerusnya; wanita karir yang mandiri, kritis dan pintar. Segala hal yang diperlukan untuk masa depan Kalia, sudah Abisma dan Ratih siapkan dari kecil. Asuransi pendidikan, rencana sekolah-sekolah terbaik yang akan Kalia masuki, sampai ke daftar makanan bergizi harian yang harus dipenuhi. Mereka sangat yakin, bahwa rencana besar yang mereka susun sedemikian rupa akan berjalan sempurna.

Lalu Ratih hamil anak kedua, saat Kalia mulai masuk TK. Dari saat itu, keharmonisan rumah tangga Abisma dan Ratih mulai goyah. Hampir setiap hari, masalah selalu ada. Bisnis tambang Abisma sedang turun, berbanding terbalik dengan tawaran pekerjaan Ratih yang membludak—dan terpaksa dia tolak karena dipaksa Abisma untuk fokus pada kehamilannya. Merasa dibatasi, dan ditambah emosinya yang tidak stabil karena sedang hamil muda, Ratih memberontak. Abisma yang sama kerasnya, juga tak mau kalah. Rumah jadi seperti neraka bagi Kalia kalau Abisma dan Ratih sedang berada di tempat yang sama.

Sampai suatu ketika, Ratih lepas kendali. Pikiran-pikiran negatif yang selama ini dia tahan tentang kondisi finansial suaminya, terlontar tanpa ada sisa. Ratih menyalahkan Abisma yang kolot dan sombong, merasa tak butuh uang dengan melarang Ratih bekerja, sedangkan dirinya sendiri sedang dihadapkan pada polemik perusahaannya yang hampir bangkrut. Semata-mata hanya demi anak yang sedang Ratih kandung.

Percekcokan saat itu, rupanya jadi titik balik perubahan sikap antara keduanya. Abisma yang merasa dilukai harga dirinya, perlahan mulai tertutup dan jadi pendiam. Dia jadi sering mengacuhkan istri dan anaknya. Di benaknya yang ambisius, Abisma punya satu target utama: jadi sukses kembali, apapun caranya. Sementara Ratih, terpaksa bertahan karena sedang mengandung Rea. Tapi kebencian kecil tumbuh di dasar hatinya. Kebencian yang nantinya akan jadi semakin besar, dan menghancurkan dirinya sendiri.

Rea adalah sumber dari semua ketidakharmonisan dalam hidupnya. Pikiran itu terus mengakar kuat. Ratih yakin, Rea adalah pembawa sial yang harus disingkirkan agar semua kembali normal.

Maka, Ratih yang saat itu status kehamilannya masih di awal trimester kedua, mulai berburu berbagai cara untuk menggugurkan kandungannya. Dari nanas muda, jamu-jamu yang entah peruntukan awalnya untuk apa, sampai ke obat lambung yang berbahaya bagi ibu hamil yang dijual secara ilegal di internet. Semua cara dicoba, dan dilakukan diam-diam. Beberapa ada yang berhasil dicoba, lainnya ketahuan oleh Narto, yang waktu itu masih jadi tukang kebun di rumah Ratih.

Tapi janin yang dikandung Ratih begitu kuat, hingga upaya menggugurkannya tidak berhasil. Hingga lewat usia tujuh bulan, semua upayanya gagal. Ratih masih punya satu cara lagi, melahirkan bayi ini lalu membunuhnya. Narto yang sudah bisa menebak jalan pikiran adiknya, Ratih, mendiskusikan ini pada Abisma. Maka, sampai Ratih melahirkan, Ratih dijaga ketat dan diawasi dua puluh empat jam. Ada dua pembantu yang berjaga secara bergilir di kamar Ratih, dan kamarnya dipasang CCTV yang terhubung langsung ke ruang kerja Abisma.

Hingga tiba waktunya melahirkan, Ratih yang depresi masih mencoba berbagai cara untuk melenyapkan bayi di kandungannya. Tapi karena sudah keburu pecah ketuban, Ratih dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Proses melahirkannya pun butuh waktu lebih dari dua belas jam. Abisma terpaksa membatalkan banyak rapat hanya untuk menunggui Ratih di ruang bersalin.

Lalu, semua kecemasan Abisma sirna ketika suara tangis bayi terdengar. Abisma masuk ke dalam, melihat seorang bayi mungil yang sedang digendong perawat. Ibu bayi tersebut memilih untuk membuang muka, tapi Abisma tak ambil hati. Fokusnya hanya pada bayi itu, yang sedang berpindah ke gendongannya.

Setelah mengumandangkan adzan di telinga sang bayi, Abisma mengecup keningnya, lalu membisikkan sebuah nama.



———


Pondok Indah – Jakarta Selatan, 2021

“Kak, nih bobanya. Maaf lama, antri banget. Tau sendiri lah kalo beli disana.”

Rea menyodorkan plastik besar berisi empat gelas minuman boba ke Kalia, yang sedang duduk di ruang makan sambil menyantap sepiring lasagna. Tiga gelas untuk Kalia, satu untuk Rea. Sekilas, pemuda itu melirik ke jam besar yang terkurung di dalam ornamen kayu, yang berdiri di salah satu sisi ruangan. Jam menunjukkan pukul delapan. Rea tak tahu kapan ayahnya akan pulang, tapi sebisa mungkin dia menghindari pertemuan dengan pria itu.

“Lo nginep kan?” tanya Kalia, singkat. Lalu dia menyeruput salah satu gelas boba.

“Engga. Pulang ke rumah—”

“—Emang ini bukan rumah lo?” potong Kalia, dengan nada tinggi.

“Bukan gitu, Kak. Tapi Kak Kalia tahu sendiri kan alesannya apa?”

Kalia berhenti menyeruput boba. Dia menatap tajam ke Rea. “Alesan yang mana, nih? Yang mistis atau non-mistis?”

“Dua-duanya.”

“Dengerin. Bukan cuma lo aja yang takut sama 'dia'. Gue juga. Pacar gue sampe kapok main ke rumah ini gara-gara 'dia'. Lo balik ke sini, please. Kita hadapi setan itu berdua, Rea.”

Rea melirik sekilas ke koridor lantai dua, lalu membuang pandangannya. “She is listening to our convo, right now.

Well, I don't fucking care.”

Mendadak, piring berisi lasagna di depan Kalia terlempar jauh dari tempatnya, hingga membentur lantai dan pecah. Rea dan Kalia saling berpandangan. Ekspresi mereka berubah pucat pasi, terutama Rea, yang kini hanya bisa menunduk ke arah sisi meja.

“You should, Kak. She is angry toward us,” ucap Rea, lirih.

Satu fakta baru yang Rea dapat hari ini ketika pulang ke rumahnya. Arwah penasaran ibunya tidak bisa melempar piring sebelumnya. Ini menandakan sesuatu, kekuatannya semakin besar dan bisa jadi berbahaya.

Kini, Rea ada pada dilema. Dia ingin pulang agar tak bertemu ayahnya, tapi juga tak mungkin meninggalkan kakaknya bersama dengan sosok perempuan dengan leher terikat tali tambang yang bergentayangan di sekitar rumah. Rea hanya berharap intimidasi dari ibunya sanggup untuk menggerakkan nyali Kalia untuk mau keluar rumah dan mengesampingkan traumanya.

Ternyata tidak. Kalia tetap lebih takut pada virus daripada ibunya sendiri. Tapi Rea bisa maklum. Hampir satu bulan di Rumah Sakit dengan ventilator terpasang memang bukan pengalaman yang menyenangkan, sama sekali.

“‘Mama’ pernah sekuat ini, sebelumnya?” tanya Rea.

Kalia menggeleng. “Baru kali ini,” ucapnya, “tapi emang keberadaannya terasa lebih kuat akhir-akhir ini. Sebelumnya cuma samar-samar aja.”

“Dari kapan akhir-akhir ini, tuh?”

Kalia tampak berpikir sebentar, berusaha mengingat-ingat. “Semingguan ini?”

Rea mengendus ada yang aneh. Selama setahun tinggal dengan Pak Narto dan Bu Ningsih, Rea jadi belajar banyak soal hal supranatural dengan Pak Narto. Salah satu materi pelajarannya adalah, bahwa makhluk astral dengan kategori arwah penasaran, jin dan setan tingkat rendah ternyata tidak mudah untuk mendapatkan kekuatan. Cara teraman adalah dengan berpuasa. Semakin lama 'mereka' berpuasa, semakin sakti. Energi yang 'mereka' punya juga semakin besar.

Tapi energi yang besar itu bisa habis dipakai ketika mereka mewujud ke dimensi manusia, atau berusaha menggerakkan benda-benda materi di dunia manusia. Proses puasanya sendiri bisa memakan waktu bertahun-tahun, tapi tidak sebanding dengan resiko kehilangan energinya. Makanya, arwah penasaran macam ibunya yang tiba-tiba jadi kuat dalam hitungan hari adalah fenomena yang ganjil bagi Rea.

“Selain bawa masuk cowok ke kamar, Kak Kalia ngelakuin hal apa aja seminggu ini?”

Pertanyaan Rea yang lugas dan lancar, justru membuat Kalia tidak siap. Dia terhenyak, lalu coba menguasai diri. “Kok lo tahu gue bawa cowok?”

“Jawab aja kenapa, sih.”

“Ya ga ngapa-ngapain. Paling kerja WFH aja. Nggg...” Kalia tahu, dia merasa melewatkan sesuatu. “Paling... ritual kayak tadi sore itu.”

Rea menatap Kalia. Matanya melotot, bibirnya membuka. Dia seperti menyadari hal baru. “Yang tadi sore itu bukan pertama kali?”

Kalia menggeleng, pelan.

“Alesannya kayak gitu buat apa, sih? Kak Kalia tahu resikonya, ga?”

Kalia menggeleng dua kali.

“Yang Kak Kalia lakuin itu adalah salah satu cara buat ngelakuin ritual pemanggilan iblis. Kalo orang awam ngelakuin ritual itu, apalagi kalo syaratnya banyak yang ga terpenuhi, udah pasti ga akan berhasil. Ga ada iblis yang akan terpanggil. Apalagi kalo cuma dilakuin sekali, ga akan ada efek apa-apa, selain....”

“Selain?”

Rea menggigit jempolnya sendiri. Wajahnya menunjukkan kecemasan yang berlebihan. “Selain tempat ritualnya dilakuin, akan jadi penanda untuk berkumpulnya energi negatif di sekitar tempat itu. Kalo ritual itu dilakuin berkali-kali, energi negatifnya akan makin pekat dan berkumpul disitu. Sementara, sumber energi dari arwah penasaran adalah emosi dan energi negatif. Ini ngejelasin kenapa—”

“REA, AWAS!”

Bentakan Kalia datang lebih cepat satu detik dari pisau-pisau yang sebelumnya sedang melayang di udara, lalu menghujam ke arah Rea. Rea sempat melompat ke samping, sehingga pisau-pisau tersebut hanya mengenai lantai dan menimbulkan bunyi dentingan yang keras.

Mereka berdua hanya bisa terpaku, memandang kaku pada pisau-pisau dapur yang tergeletak di lantai. Sementara Ratih, memandangi kedua anaknya dari balkon lantai dua, dengan ekspresi menyeringai.













—Bersambung.
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Agan sampai selesai nih ya ceritanya jangan putus di jalan, keren nih semoga beda dari yang lain nih ceritanya ga eue an terus walaupun ada oke juga sih gpp
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd