Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri

Bimabet
Nice Santoso gw suka nih sifat nya.. sahabat nya di sakiti gini masa diam aja sikat tuh si curut got..
 
Diary Seorang Istri
Part 61 - Suasana Canggung



“Dimana aku..” Maya membuka matanya perlahan, dia merasa asing dengan tempatnya sekarang, Maya melihat sebuah selang infus terpasang di tangannya, perlahan Maya mulai teringat kalau dia saat ini di surabaya, dan menyadari kalau dia ada disini untuk melihat suaminya yang mengalami kecelakaan, Maya berupaya bangkit, namun jarum infus yang terpasang menyakiti tangannya, Maya meringis dan berbaring kembali.

“Jangan dipaksakan bergerak mbak, nanti takutnya berdarah,” Suara seseorang mengejutkan Maya, dilihatnya Santoso berdiri di sebelah ranjangnya.

Maya meringis dan melihat perban yang menutup selang infusnya berwarna merah, didalam selang infusnya juga terlihat ada darah, “Nah kan, bentar saya panggilkan suster.” Santoso kemudian memanggil suster melalui tombol yang ada di ranjang Maya.

Tak lama suster datang, dan segera mengganti perban, “sudah selesai bu, mohon jangan terlalu banyak bergerak ya bu.” Suster tersebut tersenyum ramah dan meninggalkan ruangan.

“Kenapa saya di ruangan ini pak? Kok saya diinfus.” Maya kebingungan.

“Tadi malam mbak Maya pingsan, lalu setelah konsultasi dengan perawat dan dokter jaga, Mbak Maya diharuskan istirahat, demi janin yang dikandung mbak Maya juga.” Ujar Santoso.

Maya sepertinya terkejut mendengar ucapan Santoso, namun dia hanya diam tak berkata apa-apa, “bagaimana mas Adam pak? Gimana kondisinya, saya harus kesana melihat suami saya.” tanya Maya terbata-bata.

“Sebelum kesini, saya tadi sempat ke tempat Adam di rawat, saya lihat tim dokter yang merawat beliau sudah tiba, dan sekarang sedang memantau kondisi Adam, mungkin sebentar lagi tim dokter akan mengunjungi kita disini.” Jawab Santoso, terasa sekali dari nada suaranya Santoso sepertinya sangat kesal dengan Maya, namun Santoso masih menahan dirinya untuk tidak emosi.

Terdengar Maya mulai kembali terisak, Santoso melihat dengan pandangan tajam, dalam hatinya santoso merasa perempuan itu penuh dengan drama, seperti kelakuan mantan istrinya, namun Santoso merasa Maya lebih keterlaluan, dia telah menipu semua orang dengan penampilannya, dibalik penampilannya yang anggun dengan hijab, ternyata perempuan ini tak lebih dari perempuan binal yang gatel, Santoso sungguh tak menyangka, Maya yang berwajah lembut bisa melakukan hal nista seperti itu.

“Selamat Siang…” Tiba-tiba suara dokter menyapa, beberapa dokter yang terlihat senior memasuki ruang perawatan Maya.

Santoso bersalaman dengan dokter tersebut, dan memeperkenalkan diri sebagai kerabat Adam, “Ini istri pak Adam dok.” Ujar Santoso.

“Saya dengar ibu dirawat juga, tadi saya sudah cek, tidak ada hal yang mengkhawatirkan, ibu hanya perlu beristirahat saja.” Ujar Dokter yang bernama Profesor Harso.

Maya berusaha tersenyum, “terima kasih dokter, bagaimana dengan kondisi suami saya dok, apa..apa…kondisinya parah?”

“Tenang ya bu, dari hasil pemeriksaan kami, beliau mengalami gegar otak.” Profesor Harso menyebutkan nama yang terdengar aneh, rupanya itu nama ilmiah dari kondisi yang diderita Adam saat ini.

“Ada dua kemungkinan, pak adam bisa melalui semua ini dan bangun kembali dengan normal, atau dia bangun dengan kondisi amnesia, atau bahkan lumpuh, itu hal yang bisa terjadi dari pasien dengan kondisi seperti pak Adam.” Lanjut Profesor Harso. Maya tercekat mendengar penjelasan Profesor Harso, begitu juga dengan Santoso.

“Walau kini kondisi pak Adam bisa dibilang koma, namun indera beliau masih berfungsi sempurna, beliau masih bisa mendengar apa yang di ucapkan oleh orang-orang, beliau juga masih bisa menggerakan tubuhnya walau dalam posisi tak sadar seperti ini.” Ujar Profesor.

“Lalu bagaimana selanjutnya keputusan tim dokter prof?” tanya Santoso.

“Nah saya lanjutkan dulu ya…” profesor kemudian menjelaskan tentang berbagai hal yang mungkin terjadi, hingga kemudian Profesor mengambil kesimpulan agar Adam menjalani perawatan hibernasi.

“Kami gak paham dok.” Ujar Santoso, Maya juga mengangguk sepakat dengan Santoso.

“Begini bu, dan pak santoso, kami akan… istilahnya “mengistirahatkan” pak adam, atau bahasa umumnya adalah menidurkan Pak Adam sambil kami melakukan perawatan yang semestinya, keputusan medis ini kami sarankan agar pak Adam seminimal mungkin terhindar impuls dari luar yang akan menganggu proses pemulihannya, proses ini minimal akan berlangsung selama sebulan. Dan ini adalah jalan terbaik untuk pak Adam bisa kembali secara normal.” Ujar Profesor Suharso panjang lebar

Santoso dan Maya saling berpandangan, mereka tak tahu harus berkata apa, “Kami tahu kekawatiran pihak keluarga, namun kami berkesimpulan ini adalah metode yang paling tepat untuk pak Adam.” Lanjut Profesor.

“Ini semua terserah Mbak Maya sebagai wali Adam, namun saya rasa saran profesor cukup masuk akal, apalagi reputasi Profesor Harso selama ini sangat baik.”

Maya menghela napas, “Baiklah prof, saya menuruti saran medis dari tim dokter, saya yakin itu adalah yang terbaik.” Ujar Maya.

“Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu, nanti perawat akan memberikan ibu surat persetujuan yang harus ditandatangani, kemungkinan kami akan melakukan proses hibernasi nanti sore, kami permisi dulu.” Tim dokter kemudian meninggalkan ruangan Maya, Santoso mengikuti mereka

***

Maya meletakkan hpnya, dia baru saja memberitahu Pak Budi atasannya kalau dia harus izin kerja selama sebulan, Maya dengan panjang lebar menjelaskan apa yang terjadi pada suaminya, dan posisinya berada saat ini, Pak Budi sungguh terkejut dengan pemberitahuan Maya, dia meminta Maya untuk bersabar dan mengurus dulu suaminya, Walau bakalan repot tanpa Maya, namun pak Budi tak bisa berbuat apapun selain mengizinkan Maya untuk mengambil cuti selama dibutuhkan.

Maya menghela napas, diusapnya perutnya, sungguh ini sesuatu yang tak dikehendaki oleh Maya terjadi, ya memang dia ingin anak, bahkan dia sudah tak peduli kalau Anto menghamilinya, tekad Maya sepertinya sudah bulat untuk berpisah dengan Adam, namun kejadian ini membuat segalanya berubah, apa yang terjadi pada Adam seolah menjadi pukulan keras bagi dirinya, tiba-tiba dia merasa apa yang dilakukannya selama ini sungguh nista, Maya merasa kotor, dan merasa sangat bersalah pada Adam, melihat suaminya terbaring tak berdaya Maya sungguh merasa terpukul, kenangan-kenangan indah bersama suaminya seolah terputar kembali di benaknya, Maya kembali terisak, dia sungguh takut kehilangan suaminya, namun disisi lain dia merasa tak pantas lagi untuk suaminya, “Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan..” Maya kembali terisak, air matanya tak terbendung lagi, sosok Anto yang akhir-akhir ini memenuhi benaknya seolah menguap, pikiran dan hatinya dipenuhi kecemasan terhadap suaminya, Maya sungguh takut kehilangan Adam, dan Maya menyadari betapa dia sangat mencintai suaminya itu.

“Ya Mil..” Maya menjawab panggilan sahabatnya Milla, suaranya terdengar serak dan parau.

“May, barusan pak Budi telpon gue, dia cerita semua, ya Tuhan May, lu sabar ya…” Suara Milla juga terdengar cemas.

“Ya Mil..gua bingung mill…” suara Maya tercekat dan terganti dengan sedu sedannya.

“Sabar ya beb…, kalo besok mertua gue dateng, gue minta izin sama pak Budi untuk nemenin lu di Surabaya, Bang Andi juga udah nyuruh gue nemenin lu..”

“Gak usah Mil, bikin repot lu aja nanti, lagian Fajar kan butuh perhatian lu..” Ujar Maya.

“Tenang aja beb…fajar udah jauh lebih baik sekarang, kan nanti ada mertua gua yang bantu jaga, gue juga gak tenang kalau kaya gini say..” Ucap Milla.

“Thanks ya Mil, oh ya gimana keadaan Fajar.” Tanya Maya, dia merasa bersalah pada Milla, kegilaannya bersama Anto membuatnya tak sempat menengok anak sahabatnya itu di rumah sakit.

Milla menjelaskan kalau perawatan fajar membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, dari hasil pemeriksaan ternyata Fajar tak mengalami leukimia, “Gue juga lupa namanya syndrom apa gitu, mirip dengan penderita leukimia, alhamdulillah sekarang Fajar udah pulang, lu lagian kemana aja, gak pernah dateng ke rumah sakit.” Ujar Milla.

“Maaf ya Mill, maaf..” Maya memejamkan mata, tentu dia tak bisa memberitahu Milla kalau belakangan ini dia sibuk bercinta dengan seorang pria kekasih gelapnya.

“Gak apa say, gue ngerti, pasti lu sibuk kan, yang penting fajar udah sehat, dan sekarang gue yang perlu nemenin lu, karena lu sahabat gue, kesedihan lu adalah kesedihan gue juga May, ya udah nanti gue kabarin lagi, pokoknya lu harus tenang, dan gak usah terlalu sedih, gue juga akan bantu doa, semoga Mas Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ucap Milla.

“Aamiin, thanks ya beb.” Maya menutup telponnya, perasaan nyeri berkelebat di hatinya, kegilaannya bersama Anto membuat dia lupa segalanya, “harusnya aku ikut mendampingi Milla saat dia berjuang demi anaknya, pasti Milla ingin cerita, pasti Milla butuh dorongan semangat, sama seperti aku sekarang, aku emmang butuh orang untuk bicara..butuh temen untuk berbagi kesedihan ini, maafin gue Mil…”

Hpnya kembali bergetar, maya melihat nama Anto yang memanggil, Maya menghela napasnya, Maya hanya melihat panggilan itu tanpa ingin menjawab, Maya menggigit bibirnya sambil terus menatap ke layar Hp, pikirannya berkecamuk antara ingin menjawab atau membiarkan saja panggilan itu, dan ternyata panggilan itu telah berakhir.

Tak lama handphonenya kembali bergetar, nama Anto kembali muncul, sama seperti sebelumnya Maya hanya melihat hpnya, saat ini Maya merasa tak ingin bicara dengan pria itu.

“Kok gak dijawab ya, apa Maya lagi tidur? Tapi masa udah siang gini belum bangun juga, tadi malam juga dia gak ngabarin kalau udah sampai rumah, ada apa ya? Terakhir gue liat dia diem aja, apa dia sakit?atau ngambek? Masa ya ngambek, emangnya ngambek kenapa? Sebelumnya dipantai dia biasa aja, malahan udah kepingin pisah ama suaminya..ada apa ya.” Anto merasa heran kenapa panggilannya tak dijawab, Anto mencoba sekali lagi untuk menghubungi Maya.

Hp Maya kembali bergetar, nama yang sama kembali muncul, Maya menggigit kuku jari tangannya, tiba-tiba terdengar ketukan di kamarnya, tak lama Santoso dan seorang gadis manis yang tak lain dari Anissa memasuki ruangan, Maya dengan refleks mereject panggilan Anto, dan memandangi kedua orang yang masuk ke ruangannya.

Di tempat lain Anto terkejut saat melihat panggilannya di reject oleh Maya, “loh malah di reject, kenapa dengan Maya ya, apa benar dia marah? Emangnya gue ngapain? Ya udah kalo gitu, awas kalo ntar nelpon gue, bakalan gue reject lagi, palingan minta maaf tuh cewek, dasar cewek rapuh dan tolol, tapi mulus dan montok sih..haahaha..” Anto melemparkan hpnya ke kasur, dia kemudian merebahkan diri di kasur tersebut.

Anissa yang datang bersama Santoso merasa canggung untuk memasuki ruangan tempat Maya di rawat, andai Santoso tadi tak memaksanya ikut, males rasanya untuk menemui perempuan tukang selingkuh ini, namun biar bagaimanapun perempuan ini adalah istri dari atasannya, suka atau tidak suka Anissa harus bersikap sopan pada perempuan ini.

“Mbak Maya ini Anissa sekretaris Adam, apa sudah kenal?” Santoso merasa ada kecanggungan diantara mereka berdua, Santoso mulai menyadari apa yang membuat mereka begitu canggung satu sama lain, sebenarnya Santoso sudah merasa muak dengan kelakuan Maya, dan melihat suasana seperti ini, timbul ide baginya untuk meninggalkan mereka berdua sendirian, bahkan Santoso mulai berharap gadis cantik berparas lembut ini bisa merebut posisi Maya, Santoso merasa tak rela jika Adam kembali bersama perempuan bekas curut got itu.

“Mbak Maya saya pulang dulu ya, nanti sore saya balik lagi, kebetulan ada Anissa disini, oh ya mbak Nissa, saya minta Tolong pantau keadaan Mas Adam ya, kalau ada apa-apa kabarin saya secepatnya.” Santoso kemudian mohon pamit pada Maya, dan meninggalkan ruangan.

Sebelum menutup pintu ruangan Maya, Santoso menyeringai tak senang kepada Maya, “Gue gak ikhlas kalau lu balik lagi jadi istri sahabat gue, ntar lu liat, gue bakalan bikin perhitungan sama pacarlu itu, dasar perempuan gatel..” Santoso mendengus kesal.

***​

Bersambung.
Disini udah liat bahwa anto ga serius sama maya, dia bilang maya cewek rapuh dan tolol, kalau anto sama maya kasihan maya hanya dimanfaatkan anto nanti...
 
Diary Seorang Istri
Part 61 - Suasana Canggung



“Dimana aku..” Maya membuka matanya perlahan, dia merasa asing dengan tempatnya sekarang, Maya melihat sebuah selang infus terpasang di tangannya, perlahan Maya mulai teringat kalau dia saat ini di surabaya, dan menyadari kalau dia ada disini untuk melihat suaminya yang mengalami kecelakaan, Maya berupaya bangkit, namun jarum infus yang terpasang menyakiti tangannya, Maya meringis dan berbaring kembali.

“Jangan dipaksakan bergerak mbak, nanti takutnya berdarah,” Suara seseorang mengejutkan Maya, dilihatnya Santoso berdiri di sebelah ranjangnya.

Maya meringis dan melihat perban yang menutup selang infusnya berwarna merah, didalam selang infusnya juga terlihat ada darah, “Nah kan, bentar saya panggilkan suster.” Santoso kemudian memanggil suster melalui tombol yang ada di ranjang Maya.

Tak lama suster datang, dan segera mengganti perban, “sudah selesai bu, mohon jangan terlalu banyak bergerak ya bu.” Suster tersebut tersenyum ramah dan meninggalkan ruangan.

“Kenapa saya di ruangan ini pak? Kok saya diinfus.” Maya kebingungan.

“Tadi malam mbak Maya pingsan, lalu setelah konsultasi dengan perawat dan dokter jaga, Mbak Maya diharuskan istirahat, demi janin yang dikandung mbak Maya juga.” Ujar Santoso.

Maya sepertinya terkejut mendengar ucapan Santoso, namun dia hanya diam tak berkata apa-apa, “bagaimana mas Adam pak? Gimana kondisinya, saya harus kesana melihat suami saya.” tanya Maya terbata-bata.

“Sebelum kesini, saya tadi sempat ke tempat Adam di rawat, saya lihat tim dokter yang merawat beliau sudah tiba, dan sekarang sedang memantau kondisi Adam, mungkin sebentar lagi tim dokter akan mengunjungi kita disini.” Jawab Santoso, terasa sekali dari nada suaranya Santoso sepertinya sangat kesal dengan Maya, namun Santoso masih menahan dirinya untuk tidak emosi.

Terdengar Maya mulai kembali terisak, Santoso melihat dengan pandangan tajam, dalam hatinya santoso merasa perempuan itu penuh dengan drama, seperti kelakuan mantan istrinya, namun Santoso merasa Maya lebih keterlaluan, dia telah menipu semua orang dengan penampilannya, dibalik penampilannya yang anggun dengan hijab, ternyata perempuan ini tak lebih dari perempuan binal yang gatel, Santoso sungguh tak menyangka, Maya yang berwajah lembut bisa melakukan hal nista seperti itu.

“Selamat Siang…” Tiba-tiba suara dokter menyapa, beberapa dokter yang terlihat senior memasuki ruang perawatan Maya.

Santoso bersalaman dengan dokter tersebut, dan memeperkenalkan diri sebagai kerabat Adam, “Ini istri pak Adam dok.” Ujar Santoso.

“Saya dengar ibu dirawat juga, tadi saya sudah cek, tidak ada hal yang mengkhawatirkan, ibu hanya perlu beristirahat saja.” Ujar Dokter yang bernama Profesor Harso.

Maya berusaha tersenyum, “terima kasih dokter, bagaimana dengan kondisi suami saya dok, apa..apa…kondisinya parah?”

“Tenang ya bu, dari hasil pemeriksaan kami, beliau mengalami gegar otak.” Profesor Harso menyebutkan nama yang terdengar aneh, rupanya itu nama ilmiah dari kondisi yang diderita Adam saat ini.

“Ada dua kemungkinan, pak adam bisa melalui semua ini dan bangun kembali dengan normal, atau dia bangun dengan kondisi amnesia, atau bahkan lumpuh, itu hal yang bisa terjadi dari pasien dengan kondisi seperti pak Adam.” Lanjut Profesor Harso. Maya tercekat mendengar penjelasan Profesor Harso, begitu juga dengan Santoso.

“Walau kini kondisi pak Adam bisa dibilang koma, namun indera beliau masih berfungsi sempurna, beliau masih bisa mendengar apa yang di ucapkan oleh orang-orang, beliau juga masih bisa menggerakan tubuhnya walau dalam posisi tak sadar seperti ini.” Ujar Profesor.

“Lalu bagaimana selanjutnya keputusan tim dokter prof?” tanya Santoso.

“Nah saya lanjutkan dulu ya…” profesor kemudian menjelaskan tentang berbagai hal yang mungkin terjadi, hingga kemudian Profesor mengambil kesimpulan agar Adam menjalani perawatan hibernasi.

“Kami gak paham dok.” Ujar Santoso, Maya juga mengangguk sepakat dengan Santoso.

“Begini bu, dan pak santoso, kami akan… istilahnya “mengistirahatkan” pak adam, atau bahasa umumnya adalah menidurkan Pak Adam sambil kami melakukan perawatan yang semestinya, keputusan medis ini kami sarankan agar pak Adam seminimal mungkin terhindar impuls dari luar yang akan menganggu proses pemulihannya, proses ini minimal akan berlangsung selama sebulan. Dan ini adalah jalan terbaik untuk pak Adam bisa kembali secara normal.” Ujar Profesor Suharso panjang lebar

Santoso dan Maya saling berpandangan, mereka tak tahu harus berkata apa, “Kami tahu kekawatiran pihak keluarga, namun kami berkesimpulan ini adalah metode yang paling tepat untuk pak Adam.” Lanjut Profesor.

“Ini semua terserah Mbak Maya sebagai wali Adam, namun saya rasa saran profesor cukup masuk akal, apalagi reputasi Profesor Harso selama ini sangat baik.”

Maya menghela napas, “Baiklah prof, saya menuruti saran medis dari tim dokter, saya yakin itu adalah yang terbaik.” Ujar Maya.

“Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu, nanti perawat akan memberikan ibu surat persetujuan yang harus ditandatangani, kemungkinan kami akan melakukan proses hibernasi nanti sore, kami permisi dulu.” Tim dokter kemudian meninggalkan ruangan Maya, Santoso mengikuti mereka

***

Maya meletakkan hpnya, dia baru saja memberitahu Pak Budi atasannya kalau dia harus izin kerja selama sebulan, Maya dengan panjang lebar menjelaskan apa yang terjadi pada suaminya, dan posisinya berada saat ini, Pak Budi sungguh terkejut dengan pemberitahuan Maya, dia meminta Maya untuk bersabar dan mengurus dulu suaminya, Walau bakalan repot tanpa Maya, namun pak Budi tak bisa berbuat apapun selain mengizinkan Maya untuk mengambil cuti selama dibutuhkan.

Maya menghela napas, diusapnya perutnya, sungguh ini sesuatu yang tak dikehendaki oleh Maya terjadi, ya memang dia ingin anak, bahkan dia sudah tak peduli kalau Anto menghamilinya, tekad Maya sepertinya sudah bulat untuk berpisah dengan Adam, namun kejadian ini membuat segalanya berubah, apa yang terjadi pada Adam seolah menjadi pukulan keras bagi dirinya, tiba-tiba dia merasa apa yang dilakukannya selama ini sungguh nista, Maya merasa kotor, dan merasa sangat bersalah pada Adam, melihat suaminya terbaring tak berdaya Maya sungguh merasa terpukul, kenangan-kenangan indah bersama suaminya seolah terputar kembali di benaknya, Maya kembali terisak, dia sungguh takut kehilangan suaminya, namun disisi lain dia merasa tak pantas lagi untuk suaminya, “Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan..” Maya kembali terisak, air matanya tak terbendung lagi, sosok Anto yang akhir-akhir ini memenuhi benaknya seolah menguap, pikiran dan hatinya dipenuhi kecemasan terhadap suaminya, Maya sungguh takut kehilangan Adam, dan Maya menyadari betapa dia sangat mencintai suaminya itu.

“Ya Mil..” Maya menjawab panggilan sahabatnya Milla, suaranya terdengar serak dan parau.

“May, barusan pak Budi telpon gue, dia cerita semua, ya Tuhan May, lu sabar ya…” Suara Milla juga terdengar cemas.

“Ya Mil..gua bingung mill…” suara Maya tercekat dan terganti dengan sedu sedannya.

“Sabar ya beb…, kalo besok mertua gue dateng, gue minta izin sama pak Budi untuk nemenin lu di Surabaya, Bang Andi juga udah nyuruh gue nemenin lu..”

“Gak usah Mil, bikin repot lu aja nanti, lagian Fajar kan butuh perhatian lu..” Ujar Maya.

“Tenang aja beb…fajar udah jauh lebih baik sekarang, kan nanti ada mertua gua yang bantu jaga, gue juga gak tenang kalau kaya gini say..” Ucap Milla.

“Thanks ya Mil, oh ya gimana keadaan Fajar.” Tanya Maya, dia merasa bersalah pada Milla, kegilaannya bersama Anto membuatnya tak sempat menengok anak sahabatnya itu di rumah sakit.

Milla menjelaskan kalau perawatan fajar membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, dari hasil pemeriksaan ternyata Fajar tak mengalami leukimia, “Gue juga lupa namanya syndrom apa gitu, mirip dengan penderita leukimia, alhamdulillah sekarang Fajar udah pulang, lu lagian kemana aja, gak pernah dateng ke rumah sakit.” Ujar Milla.

“Maaf ya Mill, maaf..” Maya memejamkan mata, tentu dia tak bisa memberitahu Milla kalau belakangan ini dia sibuk bercinta dengan seorang pria kekasih gelapnya.

“Gak apa say, gue ngerti, pasti lu sibuk kan, yang penting fajar udah sehat, dan sekarang gue yang perlu nemenin lu, karena lu sahabat gue, kesedihan lu adalah kesedihan gue juga May, ya udah nanti gue kabarin lagi, pokoknya lu harus tenang, dan gak usah terlalu sedih, gue juga akan bantu doa, semoga Mas Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ucap Milla.

“Aamiin, thanks ya beb.” Maya menutup telponnya, perasaan nyeri berkelebat di hatinya, kegilaannya bersama Anto membuat dia lupa segalanya, “harusnya aku ikut mendampingi Milla saat dia berjuang demi anaknya, pasti Milla ingin cerita, pasti Milla butuh dorongan semangat, sama seperti aku sekarang, aku emmang butuh orang untuk bicara..butuh temen untuk berbagi kesedihan ini, maafin gue Mil…”

Hpnya kembali bergetar, maya melihat nama Anto yang memanggil, Maya menghela napasnya, Maya hanya melihat panggilan itu tanpa ingin menjawab, Maya menggigit bibirnya sambil terus menatap ke layar Hp, pikirannya berkecamuk antara ingin menjawab atau membiarkan saja panggilan itu, dan ternyata panggilan itu telah berakhir.

Tak lama handphonenya kembali bergetar, nama Anto kembali muncul, sama seperti sebelumnya Maya hanya melihat hpnya, saat ini Maya merasa tak ingin bicara dengan pria itu.

“Kok gak dijawab ya, apa Maya lagi tidur? Tapi masa udah siang gini belum bangun juga, tadi malam juga dia gak ngabarin kalau udah sampai rumah, ada apa ya? Terakhir gue liat dia diem aja, apa dia sakit?atau ngambek? Masa ya ngambek, emangnya ngambek kenapa? Sebelumnya dipantai dia biasa aja, malahan udah kepingin pisah ama suaminya..ada apa ya.” Anto merasa heran kenapa panggilannya tak dijawab, Anto mencoba sekali lagi untuk menghubungi Maya.

Hp Maya kembali bergetar, nama yang sama kembali muncul, Maya menggigit kuku jari tangannya, tiba-tiba terdengar ketukan di kamarnya, tak lama Santoso dan seorang gadis manis yang tak lain dari Anissa memasuki ruangan, Maya dengan refleks mereject panggilan Anto, dan memandangi kedua orang yang masuk ke ruangannya.

Di tempat lain Anto terkejut saat melihat panggilannya di reject oleh Maya, “loh malah di reject, kenapa dengan Maya ya, apa benar dia marah? Emangnya gue ngapain? Ya udah kalo gitu, awas kalo ntar nelpon gue, bakalan gue reject lagi, palingan minta maaf tuh cewek, dasar cewek rapuh dan tolol, tapi mulus dan montok sih..haahaha..” Anto melemparkan hpnya ke kasur, dia kemudian merebahkan diri di kasur tersebut.

Anissa yang datang bersama Santoso merasa canggung untuk memasuki ruangan tempat Maya di rawat, andai Santoso tadi tak memaksanya ikut, males rasanya untuk menemui perempuan tukang selingkuh ini, namun biar bagaimanapun perempuan ini adalah istri dari atasannya, suka atau tidak suka Anissa harus bersikap sopan pada perempuan ini.

“Mbak Maya ini Anissa sekretaris Adam, apa sudah kenal?” Santoso merasa ada kecanggungan diantara mereka berdua, Santoso mulai menyadari apa yang membuat mereka begitu canggung satu sama lain, sebenarnya Santoso sudah merasa muak dengan kelakuan Maya, dan melihat suasana seperti ini, timbul ide baginya untuk meninggalkan mereka berdua sendirian, bahkan Santoso mulai berharap gadis cantik berparas lembut ini bisa merebut posisi Maya, Santoso merasa tak rela jika Adam kembali bersama perempuan bekas curut got itu.

“Mbak Maya saya pulang dulu ya, nanti sore saya balik lagi, kebetulan ada Anissa disini, oh ya mbak Nissa, saya minta Tolong pantau keadaan Mas Adam ya, kalau ada apa-apa kabarin saya secepatnya.” Santoso kemudian mohon pamit pada Maya, dan meninggalkan ruangan.

Sebelum menutup pintu ruangan Maya, Santoso menyeringai tak senang kepada Maya, “Gue gak ikhlas kalau lu balik lagi jadi istri sahabat gue, ntar lu liat, gue bakalan bikin perhitungan sama pacarlu itu, dasar perempuan gatel..” Santoso mendengus kesal.

***​

Bersambung.
Terbaik suhu .....
Manado menanti ....
 
Diary Seorang Istri
Part 61 - Suasana Canggung



“Dimana aku..” Maya membuka matanya perlahan, dia merasa asing dengan tempatnya sekarang, Maya melihat sebuah selang infus terpasang di tangannya, perlahan Maya mulai teringat kalau dia saat ini di surabaya, dan menyadari kalau dia ada disini untuk melihat suaminya yang mengalami kecelakaan, Maya berupaya bangkit, namun jarum infus yang terpasang menyakiti tangannya, Maya meringis dan berbaring kembali.

“Jangan dipaksakan bergerak mbak, nanti takutnya berdarah,” Suara seseorang mengejutkan Maya, dilihatnya Santoso berdiri di sebelah ranjangnya.

Maya meringis dan melihat perban yang menutup selang infusnya berwarna merah, didalam selang infusnya juga terlihat ada darah, “Nah kan, bentar saya panggilkan suster.” Santoso kemudian memanggil suster melalui tombol yang ada di ranjang Maya.

Tak lama suster datang, dan segera mengganti perban, “sudah selesai bu, mohon jangan terlalu banyak bergerak ya bu.” Suster tersebut tersenyum ramah dan meninggalkan ruangan.

“Kenapa saya di ruangan ini pak? Kok saya diinfus.” Maya kebingungan.

“Tadi malam mbak Maya pingsan, lalu setelah konsultasi dengan perawat dan dokter jaga, Mbak Maya diharuskan istirahat, demi janin yang dikandung mbak Maya juga.” Ujar Santoso.

Maya sepertinya terkejut mendengar ucapan Santoso, namun dia hanya diam tak berkata apa-apa, “bagaimana mas Adam pak? Gimana kondisinya, saya harus kesana melihat suami saya.” tanya Maya terbata-bata.

“Sebelum kesini, saya tadi sempat ke tempat Adam di rawat, saya lihat tim dokter yang merawat beliau sudah tiba, dan sekarang sedang memantau kondisi Adam, mungkin sebentar lagi tim dokter akan mengunjungi kita disini.” Jawab Santoso, terasa sekali dari nada suaranya Santoso sepertinya sangat kesal dengan Maya, namun Santoso masih menahan dirinya untuk tidak emosi.

Terdengar Maya mulai kembali terisak, Santoso melihat dengan pandangan tajam, dalam hatinya santoso merasa perempuan itu penuh dengan drama, seperti kelakuan mantan istrinya, namun Santoso merasa Maya lebih keterlaluan, dia telah menipu semua orang dengan penampilannya, dibalik penampilannya yang anggun dengan hijab, ternyata perempuan ini tak lebih dari perempuan binal yang gatel, Santoso sungguh tak menyangka, Maya yang berwajah lembut bisa melakukan hal nista seperti itu.

“Selamat Siang…” Tiba-tiba suara dokter menyapa, beberapa dokter yang terlihat senior memasuki ruang perawatan Maya.

Santoso bersalaman dengan dokter tersebut, dan memeperkenalkan diri sebagai kerabat Adam, “Ini istri pak Adam dok.” Ujar Santoso.

“Saya dengar ibu dirawat juga, tadi saya sudah cek, tidak ada hal yang mengkhawatirkan, ibu hanya perlu beristirahat saja.” Ujar Dokter yang bernama Profesor Harso.

Maya berusaha tersenyum, “terima kasih dokter, bagaimana dengan kondisi suami saya dok, apa..apa…kondisinya parah?”

“Tenang ya bu, dari hasil pemeriksaan kami, beliau mengalami gegar otak.” Profesor Harso menyebutkan nama yang terdengar aneh, rupanya itu nama ilmiah dari kondisi yang diderita Adam saat ini.

“Ada dua kemungkinan, pak adam bisa melalui semua ini dan bangun kembali dengan normal, atau dia bangun dengan kondisi amnesia, atau bahkan lumpuh, itu hal yang bisa terjadi dari pasien dengan kondisi seperti pak Adam.” Lanjut Profesor Harso. Maya tercekat mendengar penjelasan Profesor Harso, begitu juga dengan Santoso.

“Walau kini kondisi pak Adam bisa dibilang koma, namun indera beliau masih berfungsi sempurna, beliau masih bisa mendengar apa yang di ucapkan oleh orang-orang, beliau juga masih bisa menggerakan tubuhnya walau dalam posisi tak sadar seperti ini.” Ujar Profesor.

“Lalu bagaimana selanjutnya keputusan tim dokter prof?” tanya Santoso.

“Nah saya lanjutkan dulu ya…” profesor kemudian menjelaskan tentang berbagai hal yang mungkin terjadi, hingga kemudian Profesor mengambil kesimpulan agar Adam menjalani perawatan hibernasi.

“Kami gak paham dok.” Ujar Santoso, Maya juga mengangguk sepakat dengan Santoso.

“Begini bu, dan pak santoso, kami akan… istilahnya “mengistirahatkan” pak adam, atau bahasa umumnya adalah menidurkan Pak Adam sambil kami melakukan perawatan yang semestinya, keputusan medis ini kami sarankan agar pak Adam seminimal mungkin terhindar impuls dari luar yang akan menganggu proses pemulihannya, proses ini minimal akan berlangsung selama sebulan. Dan ini adalah jalan terbaik untuk pak Adam bisa kembali secara normal.” Ujar Profesor Suharso panjang lebar

Santoso dan Maya saling berpandangan, mereka tak tahu harus berkata apa, “Kami tahu kekawatiran pihak keluarga, namun kami berkesimpulan ini adalah metode yang paling tepat untuk pak Adam.” Lanjut Profesor.

“Ini semua terserah Mbak Maya sebagai wali Adam, namun saya rasa saran profesor cukup masuk akal, apalagi reputasi Profesor Harso selama ini sangat baik.”

Maya menghela napas, “Baiklah prof, saya menuruti saran medis dari tim dokter, saya yakin itu adalah yang terbaik.” Ujar Maya.

“Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu, nanti perawat akan memberikan ibu surat persetujuan yang harus ditandatangani, kemungkinan kami akan melakukan proses hibernasi nanti sore, kami permisi dulu.” Tim dokter kemudian meninggalkan ruangan Maya, Santoso mengikuti mereka

***

Maya meletakkan hpnya, dia baru saja memberitahu Pak Budi atasannya kalau dia harus izin kerja selama sebulan, Maya dengan panjang lebar menjelaskan apa yang terjadi pada suaminya, dan posisinya berada saat ini, Pak Budi sungguh terkejut dengan pemberitahuan Maya, dia meminta Maya untuk bersabar dan mengurus dulu suaminya, Walau bakalan repot tanpa Maya, namun pak Budi tak bisa berbuat apapun selain mengizinkan Maya untuk mengambil cuti selama dibutuhkan.

Maya menghela napas, diusapnya perutnya, sungguh ini sesuatu yang tak dikehendaki oleh Maya terjadi, ya memang dia ingin anak, bahkan dia sudah tak peduli kalau Anto menghamilinya, tekad Maya sepertinya sudah bulat untuk berpisah dengan Adam, namun kejadian ini membuat segalanya berubah, apa yang terjadi pada Adam seolah menjadi pukulan keras bagi dirinya, tiba-tiba dia merasa apa yang dilakukannya selama ini sungguh nista, Maya merasa kotor, dan merasa sangat bersalah pada Adam, melihat suaminya terbaring tak berdaya Maya sungguh merasa terpukul, kenangan-kenangan indah bersama suaminya seolah terputar kembali di benaknya, Maya kembali terisak, dia sungguh takut kehilangan suaminya, namun disisi lain dia merasa tak pantas lagi untuk suaminya, “Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan..” Maya kembali terisak, air matanya tak terbendung lagi, sosok Anto yang akhir-akhir ini memenuhi benaknya seolah menguap, pikiran dan hatinya dipenuhi kecemasan terhadap suaminya, Maya sungguh takut kehilangan Adam, dan Maya menyadari betapa dia sangat mencintai suaminya itu.

“Ya Mil..” Maya menjawab panggilan sahabatnya Milla, suaranya terdengar serak dan parau.

“May, barusan pak Budi telpon gue, dia cerita semua, ya Tuhan May, lu sabar ya…” Suara Milla juga terdengar cemas.

“Ya Mil..gua bingung mill…” suara Maya tercekat dan terganti dengan sedu sedannya.

“Sabar ya beb…, kalo besok mertua gue dateng, gue minta izin sama pak Budi untuk nemenin lu di Surabaya, Bang Andi juga udah nyuruh gue nemenin lu..”

“Gak usah Mil, bikin repot lu aja nanti, lagian Fajar kan butuh perhatian lu..” Ujar Maya.

“Tenang aja beb…fajar udah jauh lebih baik sekarang, kan nanti ada mertua gua yang bantu jaga, gue juga gak tenang kalau kaya gini say..” Ucap Milla.

“Thanks ya Mil, oh ya gimana keadaan Fajar.” Tanya Maya, dia merasa bersalah pada Milla, kegilaannya bersama Anto membuatnya tak sempat menengok anak sahabatnya itu di rumah sakit.

Milla menjelaskan kalau perawatan fajar membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, dari hasil pemeriksaan ternyata Fajar tak mengalami leukimia, “Gue juga lupa namanya syndrom apa gitu, mirip dengan penderita leukimia, alhamdulillah sekarang Fajar udah pulang, lu lagian kemana aja, gak pernah dateng ke rumah sakit.” Ujar Milla.

“Maaf ya Mill, maaf..” Maya memejamkan mata, tentu dia tak bisa memberitahu Milla kalau belakangan ini dia sibuk bercinta dengan seorang pria kekasih gelapnya.

“Gak apa say, gue ngerti, pasti lu sibuk kan, yang penting fajar udah sehat, dan sekarang gue yang perlu nemenin lu, karena lu sahabat gue, kesedihan lu adalah kesedihan gue juga May, ya udah nanti gue kabarin lagi, pokoknya lu harus tenang, dan gak usah terlalu sedih, gue juga akan bantu doa, semoga Mas Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ucap Milla.

“Aamiin, thanks ya beb.” Maya menutup telponnya, perasaan nyeri berkelebat di hatinya, kegilaannya bersama Anto membuat dia lupa segalanya, “harusnya aku ikut mendampingi Milla saat dia berjuang demi anaknya, pasti Milla ingin cerita, pasti Milla butuh dorongan semangat, sama seperti aku sekarang, aku emmang butuh orang untuk bicara..butuh temen untuk berbagi kesedihan ini, maafin gue Mil…”

Hpnya kembali bergetar, maya melihat nama Anto yang memanggil, Maya menghela napasnya, Maya hanya melihat panggilan itu tanpa ingin menjawab, Maya menggigit bibirnya sambil terus menatap ke layar Hp, pikirannya berkecamuk antara ingin menjawab atau membiarkan saja panggilan itu, dan ternyata panggilan itu telah berakhir.

Tak lama handphonenya kembali bergetar, nama Anto kembali muncul, sama seperti sebelumnya Maya hanya melihat hpnya, saat ini Maya merasa tak ingin bicara dengan pria itu.

“Kok gak dijawab ya, apa Maya lagi tidur? Tapi masa udah siang gini belum bangun juga, tadi malam juga dia gak ngabarin kalau udah sampai rumah, ada apa ya? Terakhir gue liat dia diem aja, apa dia sakit?atau ngambek? Masa ya ngambek, emangnya ngambek kenapa? Sebelumnya dipantai dia biasa aja, malahan udah kepingin pisah ama suaminya..ada apa ya.” Anto merasa heran kenapa panggilannya tak dijawab, Anto mencoba sekali lagi untuk menghubungi Maya.

Hp Maya kembali bergetar, nama yang sama kembali muncul, Maya menggigit kuku jari tangannya, tiba-tiba terdengar ketukan di kamarnya, tak lama Santoso dan seorang gadis manis yang tak lain dari Anissa memasuki ruangan, Maya dengan refleks mereject panggilan Anto, dan memandangi kedua orang yang masuk ke ruangannya.

Di tempat lain Anto terkejut saat melihat panggilannya di reject oleh Maya, “loh malah di reject, kenapa dengan Maya ya, apa benar dia marah? Emangnya gue ngapain? Ya udah kalo gitu, awas kalo ntar nelpon gue, bakalan gue reject lagi, palingan minta maaf tuh cewek, dasar cewek rapuh dan tolol, tapi mulus dan montok sih..haahaha..” Anto melemparkan hpnya ke kasur, dia kemudian merebahkan diri di kasur tersebut.

Anissa yang datang bersama Santoso merasa canggung untuk memasuki ruangan tempat Maya di rawat, andai Santoso tadi tak memaksanya ikut, males rasanya untuk menemui perempuan tukang selingkuh ini, namun biar bagaimanapun perempuan ini adalah istri dari atasannya, suka atau tidak suka Anissa harus bersikap sopan pada perempuan ini.

“Mbak Maya ini Anissa sekretaris Adam, apa sudah kenal?” Santoso merasa ada kecanggungan diantara mereka berdua, Santoso mulai menyadari apa yang membuat mereka begitu canggung satu sama lain, sebenarnya Santoso sudah merasa muak dengan kelakuan Maya, dan melihat suasana seperti ini, timbul ide baginya untuk meninggalkan mereka berdua sendirian, bahkan Santoso mulai berharap gadis cantik berparas lembut ini bisa merebut posisi Maya, Santoso merasa tak rela jika Adam kembali bersama perempuan bekas curut got itu.

“Mbak Maya saya pulang dulu ya, nanti sore saya balik lagi, kebetulan ada Anissa disini, oh ya mbak Nissa, saya minta Tolong pantau keadaan Mas Adam ya, kalau ada apa-apa kabarin saya secepatnya.” Santoso kemudian mohon pamit pada Maya, dan meninggalkan ruangan.

Sebelum menutup pintu ruangan Maya, Santoso menyeringai tak senang kepada Maya, “Gue gak ikhlas kalau lu balik lagi jadi istri sahabat gue, ntar lu liat, gue bakalan bikin perhitungan sama pacarlu itu, dasar perempuan gatel..” Santoso mendengus kesal.

***​

Bersambung.
Saran saya sih santoso buat anto dikibiri saja biar ga bisa ganggu in istri orang lagi jangan dibunuh biarkan dia menderita

Dan maya juga harus nya tau diri untuk ninggalin suaminya karena dia udah bunting sama orang lain tapi maya ga harus kembali sama anto, kasihan maya walaupun maya terjebak nafsu tapi maya tetap cewek baik baik, hanya saja keadaan yang buat dia selingkuh
 
Aihh. Santoso satu pemikiran sama ane hu. No baikan baikan Club.

Liat aja sinisnya kecoa kampung. Minta dikulitin hidup hidup kan gaya Songong begitu.

Berharap Adis on the way. Dan Maya merelakan Adam ke pelukan Nisa.
 
Mantap suhu terima kasih updatenya. Ayo Santoso, ajarin Anto secukupnya. Dasar Parasit gak sedar diri.

Syukurlah maya sudah menyesal dan kembali menyayangi Adam, meskipun sangat sulit menghadapi hari mendatang, kerana telah terlanjur hamil anak Anto bahkan sudah ketahuan orang orang sekeliling Adam. Bikin baper ni gimana nasib sang istri yang tertangkap selingkuh ini.
 
Pembaca dibuat kesel sama Maya dan Anto dan berharap Maya pisah dengan Adam.
Ane merasa bakal ada plot twist menarik di akhir nih 😏
 
Diary Seorang Istri
Part 61 - Suasana Canggung



“Dimana aku..” Maya membuka matanya perlahan, dia merasa asing dengan tempatnya sekarang, Maya melihat sebuah selang infus terpasang di tangannya, perlahan Maya mulai teringat kalau dia saat ini di surabaya, dan menyadari kalau dia ada disini untuk melihat suaminya yang mengalami kecelakaan, Maya berupaya bangkit, namun jarum infus yang terpasang menyakiti tangannya, Maya meringis dan berbaring kembali.

“Jangan dipaksakan bergerak mbak, nanti takutnya berdarah,” Suara seseorang mengejutkan Maya, dilihatnya Santoso berdiri di sebelah ranjangnya.

Maya meringis dan melihat perban yang menutup selang infusnya berwarna merah, didalam selang infusnya juga terlihat ada darah, “Nah kan, bentar saya panggilkan suster.” Santoso kemudian memanggil suster melalui tombol yang ada di ranjang Maya.

Tak lama suster datang, dan segera mengganti perban, “sudah selesai bu, mohon jangan terlalu banyak bergerak ya bu.” Suster tersebut tersenyum ramah dan meninggalkan ruangan.

“Kenapa saya di ruangan ini pak? Kok saya diinfus.” Maya kebingungan.

“Tadi malam mbak Maya pingsan, lalu setelah konsultasi dengan perawat dan dokter jaga, Mbak Maya diharuskan istirahat, demi janin yang dikandung mbak Maya juga.” Ujar Santoso.

Maya sepertinya terkejut mendengar ucapan Santoso, namun dia hanya diam tak berkata apa-apa, “bagaimana mas Adam pak? Gimana kondisinya, saya harus kesana melihat suami saya.” tanya Maya terbata-bata.

“Sebelum kesini, saya tadi sempat ke tempat Adam di rawat, saya lihat tim dokter yang merawat beliau sudah tiba, dan sekarang sedang memantau kondisi Adam, mungkin sebentar lagi tim dokter akan mengunjungi kita disini.” Jawab Santoso, terasa sekali dari nada suaranya Santoso sepertinya sangat kesal dengan Maya, namun Santoso masih menahan dirinya untuk tidak emosi.

Terdengar Maya mulai kembali terisak, Santoso melihat dengan pandangan tajam, dalam hatinya santoso merasa perempuan itu penuh dengan drama, seperti kelakuan mantan istrinya, namun Santoso merasa Maya lebih keterlaluan, dia telah menipu semua orang dengan penampilannya, dibalik penampilannya yang anggun dengan hijab, ternyata perempuan ini tak lebih dari perempuan binal yang gatel, Santoso sungguh tak menyangka, Maya yang berwajah lembut bisa melakukan hal nista seperti itu.

“Selamat Siang…” Tiba-tiba suara dokter menyapa, beberapa dokter yang terlihat senior memasuki ruang perawatan Maya.

Santoso bersalaman dengan dokter tersebut, dan memeperkenalkan diri sebagai kerabat Adam, “Ini istri pak Adam dok.” Ujar Santoso.

“Saya dengar ibu dirawat juga, tadi saya sudah cek, tidak ada hal yang mengkhawatirkan, ibu hanya perlu beristirahat saja.” Ujar Dokter yang bernama Profesor Harso.

Maya berusaha tersenyum, “terima kasih dokter, bagaimana dengan kondisi suami saya dok, apa..apa…kondisinya parah?”

“Tenang ya bu, dari hasil pemeriksaan kami, beliau mengalami gegar otak.” Profesor Harso menyebutkan nama yang terdengar aneh, rupanya itu nama ilmiah dari kondisi yang diderita Adam saat ini.

“Ada dua kemungkinan, pak adam bisa melalui semua ini dan bangun kembali dengan normal, atau dia bangun dengan kondisi amnesia, atau bahkan lumpuh, itu hal yang bisa terjadi dari pasien dengan kondisi seperti pak Adam.” Lanjut Profesor Harso. Maya tercekat mendengar penjelasan Profesor Harso, begitu juga dengan Santoso.

“Walau kini kondisi pak Adam bisa dibilang koma, namun indera beliau masih berfungsi sempurna, beliau masih bisa mendengar apa yang di ucapkan oleh orang-orang, beliau juga masih bisa menggerakan tubuhnya walau dalam posisi tak sadar seperti ini.” Ujar Profesor.

“Lalu bagaimana selanjutnya keputusan tim dokter prof?” tanya Santoso.

“Nah saya lanjutkan dulu ya…” profesor kemudian menjelaskan tentang berbagai hal yang mungkin terjadi, hingga kemudian Profesor mengambil kesimpulan agar Adam menjalani perawatan hibernasi.

“Kami gak paham dok.” Ujar Santoso, Maya juga mengangguk sepakat dengan Santoso.

“Begini bu, dan pak santoso, kami akan… istilahnya “mengistirahatkan” pak adam, atau bahasa umumnya adalah menidurkan Pak Adam sambil kami melakukan perawatan yang semestinya, keputusan medis ini kami sarankan agar pak Adam seminimal mungkin terhindar impuls dari luar yang akan menganggu proses pemulihannya, proses ini minimal akan berlangsung selama sebulan. Dan ini adalah jalan terbaik untuk pak Adam bisa kembali secara normal.” Ujar Profesor Suharso panjang lebar

Santoso dan Maya saling berpandangan, mereka tak tahu harus berkata apa, “Kami tahu kekawatiran pihak keluarga, namun kami berkesimpulan ini adalah metode yang paling tepat untuk pak Adam.” Lanjut Profesor.

“Ini semua terserah Mbak Maya sebagai wali Adam, namun saya rasa saran profesor cukup masuk akal, apalagi reputasi Profesor Harso selama ini sangat baik.”

Maya menghela napas, “Baiklah prof, saya menuruti saran medis dari tim dokter, saya yakin itu adalah yang terbaik.” Ujar Maya.

“Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu, nanti perawat akan memberikan ibu surat persetujuan yang harus ditandatangani, kemungkinan kami akan melakukan proses hibernasi nanti sore, kami permisi dulu.” Tim dokter kemudian meninggalkan ruangan Maya, Santoso mengikuti mereka

***

Maya meletakkan hpnya, dia baru saja memberitahu Pak Budi atasannya kalau dia harus izin kerja selama sebulan, Maya dengan panjang lebar menjelaskan apa yang terjadi pada suaminya, dan posisinya berada saat ini, Pak Budi sungguh terkejut dengan pemberitahuan Maya, dia meminta Maya untuk bersabar dan mengurus dulu suaminya, Walau bakalan repot tanpa Maya, namun pak Budi tak bisa berbuat apapun selain mengizinkan Maya untuk mengambil cuti selama dibutuhkan.

Maya menghela napas, diusapnya perutnya, sungguh ini sesuatu yang tak dikehendaki oleh Maya terjadi, ya memang dia ingin anak, bahkan dia sudah tak peduli kalau Anto menghamilinya, tekad Maya sepertinya sudah bulat untuk berpisah dengan Adam, namun kejadian ini membuat segalanya berubah, apa yang terjadi pada Adam seolah menjadi pukulan keras bagi dirinya, tiba-tiba dia merasa apa yang dilakukannya selama ini sungguh nista, Maya merasa kotor, dan merasa sangat bersalah pada Adam, melihat suaminya terbaring tak berdaya Maya sungguh merasa terpukul, kenangan-kenangan indah bersama suaminya seolah terputar kembali di benaknya, Maya kembali terisak, dia sungguh takut kehilangan suaminya, namun disisi lain dia merasa tak pantas lagi untuk suaminya, “Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan..” Maya kembali terisak, air matanya tak terbendung lagi, sosok Anto yang akhir-akhir ini memenuhi benaknya seolah menguap, pikiran dan hatinya dipenuhi kecemasan terhadap suaminya, Maya sungguh takut kehilangan Adam, dan Maya menyadari betapa dia sangat mencintai suaminya itu.

“Ya Mil..” Maya menjawab panggilan sahabatnya Milla, suaranya terdengar serak dan parau.

“May, barusan pak Budi telpon gue, dia cerita semua, ya Tuhan May, lu sabar ya…” Suara Milla juga terdengar cemas.

“Ya Mil..gua bingung mill…” suara Maya tercekat dan terganti dengan sedu sedannya.

“Sabar ya beb…, kalo besok mertua gue dateng, gue minta izin sama pak Budi untuk nemenin lu di Surabaya, Bang Andi juga udah nyuruh gue nemenin lu..”

“Gak usah Mil, bikin repot lu aja nanti, lagian Fajar kan butuh perhatian lu..” Ujar Maya.

“Tenang aja beb…fajar udah jauh lebih baik sekarang, kan nanti ada mertua gua yang bantu jaga, gue juga gak tenang kalau kaya gini say..” Ucap Milla.

“Thanks ya Mil, oh ya gimana keadaan Fajar.” Tanya Maya, dia merasa bersalah pada Milla, kegilaannya bersama Anto membuatnya tak sempat menengok anak sahabatnya itu di rumah sakit.

Milla menjelaskan kalau perawatan fajar membuahkan hasil yang cukup menggembirakan, dari hasil pemeriksaan ternyata Fajar tak mengalami leukimia, “Gue juga lupa namanya syndrom apa gitu, mirip dengan penderita leukimia, alhamdulillah sekarang Fajar udah pulang, lu lagian kemana aja, gak pernah dateng ke rumah sakit.” Ujar Milla.

“Maaf ya Mill, maaf..” Maya memejamkan mata, tentu dia tak bisa memberitahu Milla kalau belakangan ini dia sibuk bercinta dengan seorang pria kekasih gelapnya.

“Gak apa say, gue ngerti, pasti lu sibuk kan, yang penting fajar udah sehat, dan sekarang gue yang perlu nemenin lu, karena lu sahabat gue, kesedihan lu adalah kesedihan gue juga May, ya udah nanti gue kabarin lagi, pokoknya lu harus tenang, dan gak usah terlalu sedih, gue juga akan bantu doa, semoga Mas Adam bisa pulih seperti sedia kala.” Ucap Milla.

“Aamiin, thanks ya beb.” Maya menutup telponnya, perasaan nyeri berkelebat di hatinya, kegilaannya bersama Anto membuat dia lupa segalanya, “harusnya aku ikut mendampingi Milla saat dia berjuang demi anaknya, pasti Milla ingin cerita, pasti Milla butuh dorongan semangat, sama seperti aku sekarang, aku emmang butuh orang untuk bicara..butuh temen untuk berbagi kesedihan ini, maafin gue Mil…”

Hpnya kembali bergetar, maya melihat nama Anto yang memanggil, Maya menghela napasnya, Maya hanya melihat panggilan itu tanpa ingin menjawab, Maya menggigit bibirnya sambil terus menatap ke layar Hp, pikirannya berkecamuk antara ingin menjawab atau membiarkan saja panggilan itu, dan ternyata panggilan itu telah berakhir.

Tak lama handphonenya kembali bergetar, nama Anto kembali muncul, sama seperti sebelumnya Maya hanya melihat hpnya, saat ini Maya merasa tak ingin bicara dengan pria itu.

“Kok gak dijawab ya, apa Maya lagi tidur? Tapi masa udah siang gini belum bangun juga, tadi malam juga dia gak ngabarin kalau udah sampai rumah, ada apa ya? Terakhir gue liat dia diem aja, apa dia sakit?atau ngambek? Masa ya ngambek, emangnya ngambek kenapa? Sebelumnya dipantai dia biasa aja, malahan udah kepingin pisah ama suaminya..ada apa ya.” Anto merasa heran kenapa panggilannya tak dijawab, Anto mencoba sekali lagi untuk menghubungi Maya.

Hp Maya kembali bergetar, nama yang sama kembali muncul, Maya menggigit kuku jari tangannya, tiba-tiba terdengar ketukan di kamarnya, tak lama Santoso dan seorang gadis manis yang tak lain dari Anissa memasuki ruangan, Maya dengan refleks mereject panggilan Anto, dan memandangi kedua orang yang masuk ke ruangannya.

Di tempat lain Anto terkejut saat melihat panggilannya di reject oleh Maya, “loh malah di reject, kenapa dengan Maya ya, apa benar dia marah? Emangnya gue ngapain? Ya udah kalo gitu, awas kalo ntar nelpon gue, bakalan gue reject lagi, palingan minta maaf tuh cewek, dasar cewek rapuh dan tolol, tapi mulus dan montok sih..haahaha..” Anto melemparkan hpnya ke kasur, dia kemudian merebahkan diri di kasur tersebut.

Anissa yang datang bersama Santoso merasa canggung untuk memasuki ruangan tempat Maya di rawat, andai Santoso tadi tak memaksanya ikut, males rasanya untuk menemui perempuan tukang selingkuh ini, namun biar bagaimanapun perempuan ini adalah istri dari atasannya, suka atau tidak suka Anissa harus bersikap sopan pada perempuan ini.

“Mbak Maya ini Anissa sekretaris Adam, apa sudah kenal?” Santoso merasa ada kecanggungan diantara mereka berdua, Santoso mulai menyadari apa yang membuat mereka begitu canggung satu sama lain, sebenarnya Santoso sudah merasa muak dengan kelakuan Maya, dan melihat suasana seperti ini, timbul ide baginya untuk meninggalkan mereka berdua sendirian, bahkan Santoso mulai berharap gadis cantik berparas lembut ini bisa merebut posisi Maya, Santoso merasa tak rela jika Adam kembali bersama perempuan bekas curut got itu.

“Mbak Maya saya pulang dulu ya, nanti sore saya balik lagi, kebetulan ada Anissa disini, oh ya mbak Nissa, saya minta Tolong pantau keadaan Mas Adam ya, kalau ada apa-apa kabarin saya secepatnya.” Santoso kemudian mohon pamit pada Maya, dan meninggalkan ruangan.

Sebelum menutup pintu ruangan Maya, Santoso menyeringai tak senang kepada Maya, “Gue gak ikhlas kalau lu balik lagi jadi istri sahabat gue, ntar lu liat, gue bakalan bikin perhitungan sama pacarlu itu, dasar perempuan gatel..” Santoso mendengus kesal.

***​

Bersambung.
end part 61
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd