Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Dewi Apsari Paninggilan

Dewiii kaulah hidupkuuui.....
Aku cinta padamu sampai Ngac*Ng
Dewiiii bukalah kutangmuuuu .....
Agar ku tahu isi susumu .....🎶🎶🎶🎶
 
PART 2 : “NGGAYUH TRESNANE ARJUNO”
Eps. 12




Beberapa hari telah berlalu. Keadaan tubuhku baik - baik saja tidak nampak ada perbedaan dari hari - hari sebelumnya. Efek dari ramuan Ratu Purbawani pun tak nampak. Badan letih capek tiap malam hari aku rasakan karena memang pekerjaan sebagai pengabdi istana sangat banyak menguras tenaga. Belum lagi ditambah, sudah 10 hari ini prajurit silih berganti keluar masuk istana. Mereka tampak sibuk sedang mencoba mengusir penjajah pedagang yang ingin merampas hasil pertanian warga diperbatasan desa. Pasokan logistik, ramuan, serta prajurit terluka semakin bertambah setiap harinya.



“Mbok, kok makin hari makin gawat keadaan disini?” tanyaku ke simbok membuka percakapan pagi itu.

“Prajurit terluka bahkan yang gugur semakin bertambah” lanjutku.

“Ya jelas to nak Sari. Mereka harus lawan penjajah. Pedang & bambu runcing andalan kita. Itu aja kok lawan bedil.. yo jelas kalah to nak Sari” ucap simbok sembari menumbuk ramuan.

“bedil? Apa itu bedil mbok?” tanyaku pensaran.

“bedil itu senjata api nak. Bentuknya mirip kontol. Bisa mengeluarkan logam berbahaya. haha” jawab sambil sembari tertawa.

“ah..simbok. Ditanya beneran pulak jawabnya gitu” jawabku menggerutu.

“nak Sari. Bedil itu senjata api. Setau simbok senjata itu susah dilawan karena bisa di lepaskan dari jarak jauh” jawab simbok menerangkan.

“ooh… susah ya mbok melawan mereka?”

“susah nak. Makanya Adipati Sandiwarna memimpin prajurit menyerang di malam hari.” pungkas simbok.

Memang benar. Beberapa hari ini Adipati tak kunjung kembali dari medan perang. Setiap aku melihat para dayang dan Ratu Purbawani, nampak mereka harap - harap cemas akan keadaan ini. Sementara Sang Raja banyak berdiskusi dengan sesepuh untuk membicarakan langkah selanjutnya.

“dulu sewaktu Ratu Prabawani masih sehat, dialah yang banyak memecahkan masalah” ucap Simbok sembari tetap bekerja.

“apa mungkin Ratu Prawabani sengaja disingkirkan demi kepentingan seseorang mbok?” jawabku pelan.

“haa??” ucap simbok heran sambil memandangiku.

“apa yang kamu katakan Sari? Mana mungkin ada yang berani dengan Ratu Prabawani. Putra dari Ratu Prawabani orang yang perkasa. Kehebatannya luar biasa, melampaui Adipati Sandiwarna” tegas simbok.

“Aku tidak tahu soal itu. Namun beberapa hari yang lalu, aku di beritahu oleh Raja. Raja banyak bercerita tentang kerajaan ini dan Ratu Prabawani yang sakit didalam Goa penjara belakang sana”

“apa! Kamu diajak bicara dengan Raja!?” ucap simbok terheran.

“sangat jarang sekali sang Raja berbicara dengan dayangnya. Aku saja bisa dihitung dengan jari ketika berbicara langsung dengan Raja. Begitu beruntungnya kamu Sari, bisa secepat ini akrab dengan penggawa utama” sambung simbok sambil menunduk.

“aaa ..aaa .aanu mbook” jawabku seraya berpikir mau jawab apaan.

“itu mah bukan sesuatu yang luar biasa kan mbok?” jawabku sambil tersenyum.

“simbok juga gak tau Sari, semoga saja ada takdir baik dari dewa buatmu” ucap simbok.



Tak terasa waktu telah berlalu. Hiruk pikuk prajurit terengar dari depan istana. Kata - kata motivasi didengungkan para pemimpin mereka untuk mengobarkan semangat berperang. Kami bersitirahat dipinggir pendopo sambil melihat para prajurit yang gagah bersiap pergi ke medan perang.

Bruk..bruk..bruukk!!! Suara langkah orng berlari menuju kearah kami dari pendopo Raja.

“Waktunya telah tiba!.. puncak pengabdian kalian telah sampai!” ucap Ratu Purbawani sambil terngah - engah.

“apa Ratu?” tanyaku ….

Wwuuzzzz… belum sempet aku tanyakan maksud dari perkataan Ratu, Simbok langsung menarikku dan segera berlari..

“apa mboook?” tanyaku sambil berlari kearah pendopo dayang.

“bergegas Sari.. nanti simbok jelaskan” jawab simbok.

Raut muka para dayang nampak sangat berbeda dari biasanya. Mereka nampak sangat serius. Pakaian yang dikenakan nampak berbeda, ditambah ikat kepala warna putih kami semua kenakan.

Saat kami berganti para dayang memotivasi kami dan memberikan banyak pesan dan arahan.

“oo jadi begitu ya mbok..” ucapku.

“betul Sari.. Istana memanggil kita. Ini adalah mimpi para dayang yang berharap menjadi kenyataan. Mengabdi kepada raja, sama saja kita menyerahkan hidup kita kepada Dewa. Jika kita gugur, maka kita akan hidup bersama dewa disana. Itulah sebaik - baiknya mati” jawab simbok.

“Baik mbok. Aku juga akan berusaha sebaik mungkin”, jawabku semangat.

Setelah melakukan persiapan dan berlatih berpanah dan pedang sangat singkat, kini waktunya kami berangkat, walaupun ini malam hari.

Sejenak aku palingkan wajahku ke arah GOa penjara belakang istana. “Maafkan aku Pandu, Maafkan aku Ratu Prabawani. Kalau kalian diposisiku sekarang, pasti kalian akan melakukan yang sama denganku. Aku tahu, kalau kamu akan marah karena aku melanggar janjiku, tetapi… aku taku kau setuju dengan apa yang aku lakukan sekarang” ucapku lirih.

Tak disangka keberangkatan besar - besaran sekaligus peperangan terakhir dipimpin langsung oleh Sang Raja.

Raja dan Ratusan prajurit terpilih dan dayang malam itu berjalan menyusuri hutan nan gelap. Sayup - sayup mulai terdengar letusan dari ujung hutan ini.

“buka mata kalian lebar - lebar. Dengarkan baik - baik. Tetap berjalan lurus kedepan. Sebentar lagi akan sampai di tempat berkumpul. Abaikan apa yang dapat menjadi penghambat kalian!” seru seseorang dari arah depan.

“Duaaaarrrr”. suara letusan itu makin kencang pertanda lokasi kami semakin dekat dengan area peperangan.

“bau bangkai!.. gila bau banget!” seruku..

Dengan obor terlihat disekiling jalan yang kami lalui banyak jasad prajurit yang gugur terbengkali tertutup dahan dan batang pohon. Mereka tidak sempat untuk dikeluarkan dari tempat peperangan karena jumlah prajurit yang sangat terbatas.

“hai prajurit! Apa sih suara seram itu berasal?” tanyaku ke salah satu prajurit didepan ku.

“meriam lontar!. itu sangat berbahaya. Harus dihindari. Sekali kena bisa langsung mati!” ucap prajurit itu.

Jantung ini berdetak kencang. Baru kali ini aku harus masuk kedalam peperangan. Lawannya bukan main - main. Kita hanya bisa menyerang jarak dekat, sedangkan mereka menggunakan penyerangan jarak jauh.

Tak lama kita sampai di titik kumpul. Banyak prajurit yang terluka. Disini kami langsung melakukan tugas kami. Mencoba mengobati luka para prajurit ditengah gempuran meriam yang acak arah jatuhnya. Koordinasi antar dayang menjadi sulit karena kami hanya menggunakan obor untuk penerangan dan suara ledakan meriam itu sangat mengganggu.

“Sari… dimana kamu Sari!” terdengar sayup2 suara memanggil dari kejauhan.

Perlahan aku dekati suara itu dan coba aku obori.

“Adipati Sandiwarna!” cetusku sembari mendekati sang Adipati yang terluka lumayan parah.

“tolong aku Sari” keluh dia sembari terengah - engah menahan sakit.

Keadaan tubuh Adipati Sandiwarna sangat mengerikan.

“luka menganga ditubuhmu sangat banyak ADipati. Ini pasti sudah berhari - hari kamu biarkan.” jawabku sambil mencoba membersihkan dan menutup luka itu.

“bersiapkan kalian semua kita akan menuju ke meriam itu dan hancurkan musuh kita!” ucap Raja tegas.

“tunggu!” seru ku.

“apa kamu Dayang!” jawab Raja.

“mohon ampun Raja. Menurutku terlalu gegabah untuk maju sekarang!” jawabku.

“ini malam hari Santi. Mereka tidak akan melihat kita!” jawab Raja Tegas.

“moohon ampun Baginda. Menurut Baginda, apakah kita akan mampu melawan? Prajurit tinggal sisa sedikit. Itu pun masih dalam keadaan letih karena baru saja tiba. Menurutku kita harus istirahat sejenak” jawabku.

“ini waktu yang tepat Santi. Fajar masih lama. Artinya kita masih punya cukup banyak waktu untuk menghabisi mereka” ucap Raja.

“mohon maaf baginda. Kita harus memikirkan cara yang lain” pintaku.

Entah apa yang aku pikirkan. Seakan ada yang mengontrolku. Aku tak bisa mengendalikan diri.

Sejenak Raja berpikir. “Sari. Apa yang kamu pikirkan? Coba katakanlah!” seru Raja

“eee… “

Gawat aku tak bisa berpikir apapun tentang situasi ini.

“Belu .. gmna menurutmu.. apa yang harus kami lakukan. Katakanlah.. ayo dong Beluu!” pintaku dalam hati.

Belu bergerak di perutku.

“lihatlah kesana. Baca situasinya. Hanya ini yang bisa aku bantu” jawab Belu.

Kucoba untuk melihat sekitar. Ada yang berbeda dengan mataku. Aku bisa melihat situasi didepanku walaupun keadaan hutan yang gelap gulita.

“Sari” gertak Raja.

“ii .. I.. iya Baginda..mohon ampun.”

“menurutku kita harus pindah dari tempat ini” jawabku sambil kebingungan.

“apa kamu gak waras Sari. Kalau kita pindah dari sini, musuh akan melihat obor kita. Sangat berbahaya kita bisa jadi santapan empuk mereka!” gertak Raja.

“kita bisa pergi dari sini tanpa obor” jawabku.

“ooo… bagaimana caranya Sari?” sahut Raja.

“mhon ampun baginda. Hamba lancang” Jawabku

“tidak..teruskanlah. Aku akan mendengarkan pendapatmu!” pinta Raja

“kita lurus ke arah kiri. Tidak jauh ada sungai. Sungai itu tidak dalam, tapi lebar berbatu. Cukup untuk kita semua” ucapku.

“ooh… menarik.. setelah kita sampai disungai apa yang kita lakukan Sari?” imbuh Raja.

“kita bertahan ditengah sungai. Kalaupun meriam itu meledak disekitar, air akan menahan serpihan meriam. Walaupun kita harus bertahan dalam air, setidaknya kita lebih terlindung dari ledakan” Jawabku.

“cukup dari saya baginda. Mungkin ada prajurit lain yang mempunyai pendapat lain” sambungku seraya menanyakan ke prajurit sekitarku.

Semua memandangku dan terdiam.

“yang aku tahu, kamu bukan asal dari daerah ini, tetapi kamu banyak bicara Sari. Apakah aku bisa memperacyaimu?” tanya Raja.

“mohon ampun baginda. Diseberang sungai itu terdapat bukit. Kemudian pelontar meriam berada dibarat bukit. Jumlah pelontar ada 3. apapun yang ada diseberang bukit disana, aku melihat ada kapal yang mendukung peralatan mereka” jawabku menegaskan.

“Baik. Kali ini kita ikuti apa yang Sari katakan. Segera bersiap!” cetus Raja.

Dengan pelan kami berusaha dan berjalan, hingga aku puntak percaya, kita sampai dipinggir sungai. Kami saling pandang satu sama lain.

“apa yang kalian tunggu, segeralah masuk kedalam air dan berada ditengah sungai” pintaku.

Karena mereka ragu. Aku yang masuk didalam air terlebih dahulu. Air sungai yang dingin terus ktembus dan kupastikan tidak dalam.

Kini semua telah berada di tengah sungai. Mereka harus menahan dingin untuk bisa bertahan hidup.

“Baginda, kita juga tidak bisa terus disini karena bahaya belum usai kalau sampai kita terlihat di pagi hari” ucapku kepada Raja.

“kamu bilang ini yang terbaik Sari” jawab Raja.

“mohon maaf Raja. Ini hanya lah instingku” jawabku.

“apa yang kamu inginkan Sari” tanya Raja.

“kita harus menyerang!” jawabku tegas.

“lantas bagaimana caranya Sari. Ayam berkokok tidak lama lagi” jawab Raja

“justru sebelum itu kita harus menyerang!” jawabku. Apa yang aku katakan seperti ada yang menggerakan. Semua ini seperti bukan kehendakku.

“Disuatu sisi, aku tidak ingin melibatkan lebih banyak prajurit. Lihatlah mereka Sari. Seperti sudah sangat lelah” ucap Raja.

“ijinkan aku maju sendirian Baginda” pintaku.

“apa Sari! Kamu ingin maju bertempur sendirian?” tanya Raja.

“ijinkan Hamba Baginda. Hamba sudah maju sejauh ini, kalau kita hanya diam, tak sampai matahari terbenam esok, tak akan ada yang hidup. Kita semua bakal mati” jawabku pelan.

Sejenak Raja nampak berpikir. Adipati Sandiwarna tidak dapat berkata apapun karena sudah terlalu banyak luka yang ada ditubuhnya. Sementara prajurit lain harus saling menjaga tidak mungkin diberangkatkan seluruhnya.

“Baik Sari. Aku akan menemanimu!” jawab Raja.

“Terimakasih Baginda atas ijinnya” Jawabku.

“Tunggu Sari” ucap Adipati sembari menahan tanganku.

“Aku akan ikut!” Jawab Adipati sembari sempoyongan mencoba berdiri.

“Tidak Adipati. Harus ada penerus yang tetap hidup!” jawabku.

“apa kamu meremehkanku?!” cetus Adipati.

“Cukup anakku!” kata Raja.

“kali ini aku setuju dengan Sari. Sebaiknya kamu memikirkan kedepan. Urusan ini biar aku dan Sari yang mencoba membereskan!” jawab Raja

“Ayahanda. Apakah tanggungjawab ini diberikan kepada seorang dayang … “

“apa kamu tidak lihat sejak tadi. Kita sampai disini berkat Sari” sahut Raja.

Adipati melepaskan tanganku. Aku dan Raja akhirnya sampai diseberang. Obor yang aku bawa lekas aku matikan.

“kenapa kamu matikan Sari. Apa kamu bisa melihat kedepan?” tanya Raja.

“mohon maaf Baginda. Hamba malah menghawatirkan Baginda. Mohon maaf kalau lancang” jawabku pelan.

“Siapa sebenarnya kamu Sari?” tanya Raja.

“Hamba Sari, Baginda” jawabku sembari membungkuk.

“ikuti aku Baginda” pintaku.

Aku bisa melihat jalan kedepan dengan sangat jelas. Langkahku kupercepat untuk mengejar waktu supaya matahari tidak keburu terbit.

“kita harus memutar bukit. Kita akan menyerang dari belakang Baginda” ucapku.

“kenapa begitu Sari?” tanya Raja.

“bukankah ular tidak akan bergerak jika kepalanya di potong, Baginda?” jawabku.

“aku akan ikuti kamu Sari” jawab Raja.

Sengaja aku tidak mempedulikan waktu. Aku hanya terus memandang kedepan tanpa menghiraukan Raja. Jika pergerakan masih terdengar, artinya Raja masih sanggup mengikutiku. Namun, aku mendengar sosok lain yang jauh dibelakang mengikuti kami.

Langit mulai terliat artinya matahari mulai terbit. Aku takut semua yang disungai terlihat dan jadi sasaran empuk.

Tak berselang lama, musuh terlihat. Kami tepat dipersimpangan.

“Sari.. kamu kekanan. Urusi pelontar itu. Sementara aku akan mengurus semua yang ada dikapal pinggir pantai itu!” perintah raja sembari terengah - engah.

Setelah sampai ditempat pelontar, terilihat, ada puluhan prajurit yang bersiap melontarkan meriam sambil mencari sasaran.

“Rasakan ini!” pedang aku ayunkan kearah mereka. Aku tidak pernah melakukan ini, tetapi tubuhku seakan ada yang menggerakan dan terasa ringan. Namun jumlah musuh terlalu banyak, aku tidak membereskan semuanya.

“sssstttt…. pranggg praaang” seseorang muncul dan membantuku membunuh musuh.



Akhh… Siapa kamu??



BERSAMBUNG Eps. 13
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd