Part 1
Aku memutuskan untuk bekerja sebagai supir taksi online. Berbekal dari hasil tabungan dan bekerja dengan Selena, aku mencicil kendaraanku sendiri. Sebuah MPV keluarga berwarna abu – abu gunmetal. Aku tidak menutup peluang untuk bekerja lainnya. Yang penting menghasilkan uang untukku membayar cicilan mobil dan kebutuhan sehari – hari.
Setelah mengantar penumpang, aku mengistirahatkan diri di SPBU terdekat sekalian isi bensin.
“capek seharian narik penumpang kemana – mana.” Keluhku.
Order antar masuk di ponselku.
“Shit! Lupa matiin aplikasi. Mana jauh lagi. Haduh.”
Terpaksa, aku harus pick up di tempatnya. Jika tidak, itu akan mempengaruhi bonus yang kuterima. Aku segera berangkat setelah beristirahat sebentar.
Di perjalanan, aku menghubungi pelanggan yang mengorderku.
“Halo.” Sambutan pertama di ujung telepon.
“Halo, selamat malam. Ibu Nikita, saya driver yang akan menjemput anda. Kira – kira saya akan datang sekitar 10 menit lagi.”
“Tolong cepat ya. Soalnya, saya buru – buru.”
“Baiklah, Bu. Akan saya usahakan.”
Baru saja berbelok, jalanan yang menuju ke tempat itu macet.
“Ahh….macet lagi. Ada apa coba? Semoga enggak telat – telat banget.” Kesalku memukul setir mobil.
Setelah melewati kemacetan itu, aku sampai di tempat di mana pelangganku menunggu.
“tempat macam apa ini? Aku harus waspada.” Aku melihat sekitaran kawasan ruko yang tertutup.
Dia menghubungiku,
“Halo, Pak. Saya cancel ya ordernya.” Suaranya tergesa – gesa.
“Bu, saya sudah sampe langsung main cancel…..”
“tut…tut…tut…tut…tut…”
Belum sempat aku menyelesaikan pembicaraanku, dia menutup telepon.
“Shit! Di cancel lagi. Ahhh!”
Aku menyalakan mobil dan berniat untuk mencari tempat istirahat. Tidak terbersit di pikiranku untuk berhenti di tempat ini.
“tolong….tolong…..tolong…”
Seseorang berlari menuju ke mobilku. Orang itu mengetuk pintu mobilku keras dari luar.
“tolongin…..tolongin gue….bukain pintunya buat gue….” Paniknya.
Aku masih menahan egoku untuk memastikan apakah dia benar – benar membutuhkan pertolongan atau berbuat jahat. Dari kejauhan, segerombol orang memergokinya dan langsung mengejarnya.
“bukain pintunya…..cepetan…..buka pintunya…..” digedornya pintuku keras.
“cepet tangkep dia sebelum kabur…” teriak salah seorang dari gerombolan.
“Shit happens again.” Aku membuka kunci dan membiarkannya masuk. Untuk berjaga, aku membawanya pergi.
Di jalan, aku menyadari bahwa dia seorang perempuan. Aku masih skeptis siapa dirinya.
“sekarang udah aman. Sebaiknya mulai cerita.” Kataku tajam.
“brengsek lah elo enggak bukain pintunya cepet – cepet!” Dia kesal padaku.
“Nona, itu jaga – jaga. Kalo pun mau marah, harusnya gue yang marah.” Aku tidak mengalah.
“sorry. Gue udah panik banget tadi.” Sesalnya.
Aku berhenti di Convenience Store 24 jam.
“Here, take a sip. Gives you better mood.” Aku menyerahkan segelas kopi seduh.
“Makasih.” Diseruputnya perlahan. Dia tengah memikirkan sesuatu sambil menenangkan diri.
Aku membiarkannya dan menikmati kopiku sendiri. Kali ini, tidak ada pemaksaan.
“maaf udah ngebatalin orderannya. Gue dikejar – kejar orang.” Dia mulai bercerita.
“jadi, elo Nikita? Ya ampun! Apa yang terjadi? Balikin bonusan gue!”
“gue enggak tahu harus mulai darimana. Pusing.”
“elo mau kemana? Gue anterin balik sekarang.”
“gue masih ada job malem ini.”
“job? Job apaan jam segini?”
“elo pasti tahu lah. Ngapain lagi kalo enggak nyewain memek.”
Katanya yang vulgar menyimpulkan dirinya yang apa adanya. Aku berusaha untuk tidak memikirkannya.
“anterin gue yuk sekarang.”
“bayarnya nambah loh tambah bonusan yang elo ilangin.”
“iya. Di lebihin nanti.”
Dia duduk di kursi belakang. Ia membuka mantel gerahnya dan mulai merias diri senatural mungkin. Gaun sleeveless dengan paduan kemben yang ketat. Mungkin, dia memakai push up bra. Dia merapikan tatanan rambut dan make up wajahnya. Rok mini dengan stoking hitam transparan.
“ngapain liatin gue? Lagi dandan juga.”
“biar enggak ngantuk.”
“ya enggak sampe segitunya kali.”
“jaga – jaga kalo tiba – tiba elo nyelakain gue, gue kan udah antisipasi.”
“serah elo aja dah.”
Kupandangi wajahnya. Rasanya wajahnya tidak asing. Entah dimana aku pernah melihatnya.
“elo Nikita Mirzani itu ya?”
“baru nyadar sekarang. Iya, gue Nikita Mirzani. Emang kenapa?”
“ya enggak apa – apa sih. Sorry nih bukan maksud ikut campur, emang lagi sepi job?”
“dunia hiburan enggak selamanya manis. Mau enggak mau, nyari penghidupan dari beginian. Ini juga saing – saingan sama yang mudaan.”
“elo masih cakep. Tuh, buktinya masih ada yang nyewa elo.”
“apa aja sekarang mesti diembat sebelum keduluan.”
“kenapa elo dikejar sama tadi orang?”
“itu orangnya si Obbie. Mucikari yang ketangkep itu. Dia usaha banget mau nyeret gue ke polisi lagi.”
“enggak berhenti aja?”
“mau makan apa entar? Elo mikirin emangnya? Enggak usah nyuruh gue buat berenti. Munafik kalo elo enggak doyan memek. Gue nyari duit pake mulut, toket, sama memek gue sendiri. Enggak ngerepotin orang lain.”
“gue enggak akan berdebat lagi.”
Sampai di lokasi, Nikita turun dari mobil.
“gue udah save nomer elo. Kayaknya, gue cocok dianterin sama elo.” Ujar Nikita.
Bertambah lagi pelanggan tetapku. Tapi, kelelahan yang menderaku memaksa badan untuk istirahat. Aku tidak terlalu memikirkannya.
Di rumah, aku baru saja selesai mandi.
“Dari Zizi…”
Pesan teks itu kubuka.
“bisa nganterin aku ke xxx? Lagi enggak ada driver. Sekalian temu kangen. Hihihi…..”
Lumayan bisa dapat uang. Jika beruntung, sekecup dua kecup bisa kudapatkan.
Di apartemennya, Nikita tengah bengong tanpa alasan yang jelas.
“kenapa gue mikirin tuh supir ya? Duh…”
Dia kembali ke kamar dan mengambil dildo dari lacinya. Benda itu bergetar – getar dipegangnya. Ia mengambil posisi nyaman dan membiarkan benda itu melesak di vaginanya.
“uuuuuggggghhhhhh……ooooooohhhhhhh…….yyyyyyyeeeeeeaaaaahhhhhh……….mmmmmmhhhhhhh…….”
Benda itu menimbulkan kenikmatan seksual di pikiran Nikita. Digerakkannya dengan tangan keluar masuk dan menggelitiki bagian luarnya. Bagai kesetanan, benda itu terus memenuhi kepuasan seksualnya hingga titik klimaks.
“aaaaahhhhhh……..aaaahhhhhhh…….aaaaahhhhh……”
Dipindahkannya dari vagina ke buah dadanya dan dijepit diantaranya. Sementara, mulutnya berusaha melakukan blowjob pada benda tersebut.
“mmmmmhhhhhhhhh………mmmmmmmhhhhhhhhh………..sssssssssslllllllllrrrrrrpp……..sssssssslllllllllrrrrrrrrppppppp…….”
Dikembalikannya ke sarangnya dan dikocok lebih cepat dari sebelumnya. Dia mendongak penuh nikmat. Yang dipedulikannya adalah kepuasan dirinya sendiri.
“cccccccrrrrrrrrrsssssssss…………ccccccccccrrrrrrrrsssssssss………..”
Cairan bening nan lengket keluar dari vaginanya sekaligus membuatnya kelelahan. Benda itu dicabutnya dan dibiarkan saja.
“Bangke! Gue malah berasa dientotin tuh supir. Timing enggak tepat nih.”
Hari ini, aku mengantar Zizi dan mengambil beberapa order jemputan. Zizi meninggalkan sejumlah uang dan bekas kecupan manjanya. Aku bertukar juice di dalam mulutnya yang tidak ia kembalikan. I hope there’s no more shitty day again. Aku tidak berharap Nikita akan menghubungiku.
Saat perjalanan, mobilku di hadang oleh sebuah mobil yang serupa. Dari dalamnya, beberapa orang keluar dan menggebrak kap mobilku.
“Keluar lo, Njing!”
“Gue ancurin nih mobil kalo enggak keluar!”
Aku mengirim pesan SOS ke sesama rekanku meminta bantuan terdekat. Aku keluar dari mobil dan menghadapi mereka.
“ada apa kalian ganggu gue? Gue enggak pernah ketemu kalian!”
“Bacot lo! Elo enggak tahu ngadepin siapa?” gertaknya.
“Gue harus takut gitu?”
“Bajingan! Elo minta dikasih pelajaran nih!”
Mereka semua maju hendak menghajarku. Shit, aku kalah jumlah.
“jalanan itu enggak adil! Inget itu!”
Mereka mengeroyokku bersamaan. Aku melakukan penghindaran sambil menangkis serangan. Dari belakang dan depan jalan, beberapa mobil berhenti dan rekan sesama driver keluar dengan apapun yang dapat dijadikan senjata.
“Berani keroyokan elo pada! Sikat!”
Mereka langsung menyerang orang yang menghadangku. Massa yang datang jauh lebih banyak dan bersenjata. Aku yang tersungkur di bantu oleh rekan sepekerjaan. Preman yang menghadangku pergi setelah mendapat amukan dari beberapa rekan driver.
“elo enggak apa - apa?”
“thanks banget udah nolongin.” Aku berusaha bangkit.
“kalem, bro. Tadi gue ngumpulin dulu orang – orang. Gue di deket sini tadi.”
“syukurlah elo tadi ada di deket sini.”
“ada masalah apa elo sampe dikeroyok?”
“enggak tahu. Gue cuman sempet nolongin orang kemaren.” Jelasku.
“laen kali ati – ati. Belum tentu gue bisa nolongin lagi.”
Mereka membubarkan diri. Aku beruntung masih bisa selamat. Sedikit upaya kulakukan untuk memulihkan diri.
“Shit, masalah Nikita mulai nyeret gue.”
Nikita menghubungiku. Dia menyewaku dalam jasa pengantaran. Jika tidak karena uangnya, aku akan sulit untuk menerimanya. Sebaiknya, tidak kuceritakan apa yang terjadi tadi.
“malem ini ada 3 tempat yang harus gue kunjungin. Pertama – tama, gue harus nemenin om – om pengusaha makan malem.”
“oke. Kita berangkat.”
Sebuah restoran eastern yang deluxe. Mobilku berhenti di lobby untuk menurunkan Nikita.
“elo enggak ikut?” tanyanya.
“enggak. Gue di mobil aja. Istirahat.” Aku menolaknya karena enggan.
Sudah terpikirkan di kepalaku akan apa yang terjadi. Makan malam yang diteruskan dengan aktivitas seks. Entah blowjob ataupun quickie. Aku tidak perlu menyebutkan kemungkinannya. Lagipula, badanku masih sakit akibat peristiwa tadi.
Aku masih memejamkan mata ketika ponselku berdering.
“Halo, Niki.”
“gue udah di lobby nih. Buruan!”
“oke.”
Aku menjemputnya di lobby dan berjalan pergi.
“Lama banget ngangkat telponnya.”
“sorry ketiduran. Kayaknya cepet banget makan malemnya.”
“cuman nemenin mereka makan abis itu ngewe. Mereka lupa bawa viagra, jadi, mereka cepet ngecrotnya. Kita ke family karaoke di xxx. Rencananya mau ngelancarin bisnis.”
“oh gitu ceritanya. Ya gue ngerti koq.”
“ngerti apanya? Ngecrotnya?” tandangnya.
“pake acara dipancing lagi.”
“by the way, elo kalo ngecrot cepet enggak?” dia mulai menggodaku.
“tergantung sih. Kenapa?”
“kalo kontol elo gue jilat tipis – tipis kaya eskrim terus gue emut sampe mentok gimana ya rasanya?” lidahnya menjilat – jilat.
“ya enaklah, Niki.” Aku berusaha tetap tenang.
“gue jepit pake toket terus diuyel – uyel sama dipijitin kontol elo abis itu elo ngisepin toket gue sambil gue kocokin pasti kerasa banget tuh.” Dipeganginya buah dadanya.
“ya bisa sih kalo gitu.” Tetap tenang, pikirku.
“satu lagi. Kontol elo ngaceng masuk ngobel – ngobel memek gue terus ngecrot di dalem. Rasanya sampe ke ubun – ubun.” Dia menggigit bibirnya.
Aku harus meminggirkan mobilku. Shit, obrolannya benar – benar membuatku tidak fokus konsentrasi.
“Sialan elo, bikin gue sange di tengah jalan. Gue nyetir lagi lah.”
“siapa yang bikin sange? Biar enggak ngantuk itu.”
“ada aja alesannya.”
Tempat kedua, tetap aku tidak mengikuti ajakan Nikita. Statusnya sebagai artis yang lekat dengan kontroversi membuatnya mudah dikenali penggemarnya. Hal itu juga jadi nilai jual tersendiri dalam usahanya melakukan job menyewakan vagina sesuai dengan katanya sendiri.
Otakku masih memutar ulang obrolan tadi. Seolah seperti kaset rusak yang terus mengulang hingga aku dibuatnya kesal.
“Ya ampun, kenapa begini sih?”
Pendapatku, Nikita tidak terlalu buruk. Hanya saja, kontroversi yang dekat dengannya dipergunakan untuk membuat eksis namanya. Istilahnya, cari sensasi. Munafik bila aku menolak keindahannya. Little touch up and it cost your life much.
Dia masuk ke mobil setelah urusannya selesai.
“ I guess next stop is …….”
“Yup! Night Club. Are you ready?”
“Aku enggak ikut masuk ke dalem.”
“for this time, elo harus ikut. I insist.”
Dia berganti pakaian dengan entengnya di belakang dan berganti dengan dress black satin yang seksi.
“Wait! Wait! Wait! Wait! Are you fuckin’ kidding me?”
“What? Gue ganti pakean dalem gue, koq. Enggak bakalan bau.”
“Bukan itu. Elo gampang aja ganti bajunya. Kalo mau ganti bukannya dari tadi sih. Kaca gue enggak sampe 60 persen.”
“Takut keintip dari luar? I also like to live dangerously.”
“you got me in nerve, Niki.”
“got your eyes staring through my body especially this things. Haha….gotcha!” ditunjuk buah dadanya dengan telunjuk.
“gue juga normal.” Aku meneruskan untuk menyetir.
Night club. Tempat yang harusnya tidak kudatangi. Last time, aku membuat kekacauan sewaktu mengeluarkan Gita dan Yara. Music House dari DJ mendentum setiap sisi ruangan. Tidak kupungkiri, untuk mengatasinya diperlukan drugs semacam ineks atau ekstasi. Semua orang tumpah ruah berdesakan menari di lantai dansa. Iringan sexy dancers menambah semarak suasana. Alkohol terus dituang dan diracik oleh bartender. Selanjutnya, pelayan dengan baki mengantarkan gelas atau botol minuman ke semua meja.
“job terakhir kamu apaan, Niki?”
“having fun aja disini.”
“no more job on this night?”
“enggak ada. Kecuali, ada yang ngasih aku tawaran yang lumayan.”
“dasar mata duitan.”
Sebenarnya, aku tidak tahan di tempat ini. Selain tidak mengonsumsi drugs, suasana di tempat ini berpengaruh pada kondisi tubuhku.
“gue ke kamar mandi dulu.” Seru Nikita beranjak.
“Gue tunggu di sana kalo mau nyusul.” Bisiknya menggoda.
Aku menenggak minumanku keras. Mencoba untuk tetap bertahan, walaupun kupingku sudah terasa sakit.
Di kamar mandi, Nikita memergoki pemandangan muda – mudi yang tengah bermesraan. Baginya, ini adalah hal yang biasa. Dia masuk ke dalam WC menuntaskan hasrat pipisnya.
“Buka pintunya!” suara berat menggedor pintu WC nya.
“sebelah kosong.” Teriaknya.
Gedoran pintu semakin keras.
“enggak modal amat mau ngentot aja di WC.” Umpatnya sambil membuka pintu.
Alangkah terkejutnya, orang yang mengejarnya berada di depannya.
“ayo ikut. Elo masih ada urusan yang harus diselesein.” Orang itu membawa paksa Nikita.
Di meja, masih saja kutenggak minuman ini.
“lama banget Nikita. Kali, dia dapet job di WC.” Pikiranku mulai ngawur.
Aku melihat Nikita dibawa oleh orang yang menghadangku tadi.
“Aahhhh….shit happens again…”
Aku pergi mendekati Nikita dengan gelas minuman. Aku mencegat mereka yang akan membawa Nikita entah kemana.
“Elo lagi! Elo lagi! Ngapain bawa dia?” tanyaku sempoyongan.
“bukan urusan elo! Jangan sampe gue ngehajar elo habis – habisan. Temen – temen elo enggak pada disini.” Ancamnya.
“kalem. Gue cuman mau nanyain aja.” Aku mengambil botol sembarang di sampingku menuangkannya ke gelas dan kuminum segera.
“lepasin gue, bangsat!” Nikita melawan.
“tuh suruh ngelepasin. Lepasin aja dia biar gampang.” Aku mengoloknya.
“Bacot bener elo!” dia akan menyerangku.
“open bar is dangerous game, so respect it!” aku memukulkan gelasku ke kepalanya. Pecahan kaca terhambur ke sembarang.
Seketika, hiburan terhenti dan aku menjadi pusat perhatian. Pengunjung lain berusaha menjauh dariku mencari tempat aman.
Anak buahnya menyerangku dan segera kupatahkan serangannya dengan membantingnya ke tanah. Yang lainnya langsung menyerangku dengan pecahan botol yang berbalik mengenai dirinya setelah kumentahkan hantamannya.
“hhhhhuuuugggghhhhhh……..hhhhhhhuuuuuuugggghhhhhhh……”
Seseorang mencekikku dari belakang. Aku berusaha melepaskan diri dan meremukkan tulang tangannya. Kesal, dia melepaskan Nikita yang setengah mabuk.
“jago juga elo!” orang yang menghadangku.
“anggep aja lucky.”
Kami beradu pukulan dan tendangan.
“Ayo, elo pasti bisa.” Nikita duduk sambil memegangi botol yag dicomot. Nikita tiba – tiba terpengaruh alkohol.
Aku mengelak dan menyarangkan serangan begitu ada kesempatan. Dia pun berpikiran sama. Aku terus berkelahi dengannya. Nikita makin ngelantur dengan botol minumannya.
“ahh…cemen nih enggak ada yang menang.” Katanya.
Kemampuannya sedikit lebih baik dariku. Aku harus mengimbanginya.
“begini aja susah…ppprrraaannngggg…” Nikita bertindak konyol dan berani. Dalam keadaan seperti itu, dia memukulkan 2 botol minuman ke kepala orang yang bertarung denganku dari belakang. Sungguh, tindakan yang nekat dari perempuan mabuk.
“ayo kita pergi dari sini.” Ajakku ke Nikita keluar dari Night Club.
Aku tancap gas pergi dari Night Club.
“Hihihi…..gue mukul Mat Podang…..gue menang….” Sikapnya mabuk.
“Niki, Sadar! Elo lagi mabuk!” aku menggoyangkan badannya.
“Elo siapa ya? Coba gue inget dulu. Oh ya, elo yang nganterin gue hari ini.” Dia berusaha mengingat kejadian hari ini.
“Elo lagi mabuk sekarang, Niki.”
“Tadi ngentot sama om – om yang langsung ngecrot. Terus, nari – nari seksi gitu sambil digerayangin. Terus di ewe bareng gitu…..” Nikita terus mengoceh.
“Shut The Fuck Up!” aku memarahinya.
“emang gue salah apa sih?”Dia linglung.
“Shut….The…..Fuck…..UP!!!!.”
Aku berkendara tanpa arah. Sepertinya, aku harus mengantarnya ke apartemen.
“elo tinggal di mana?”
“gue…tinggal…di….apartemen….yang…tinggi….tinggi….sekali….”
“malah nyanyi. Elo tinggal di mana?”
“ha?...kunci gue di tas….”
Aku mencari di dalam tasnya. Tertulis nomor dan nama apartemennya. Saatnya mengantar Nikita pulang.
Tiba di apartemen, aku membawanya masuk ke kamar.
“elo udah sampe rumah, Niki.”
Dia menahanku untuk pergi.
“Baby, don’t leave so soon..”
Aku mendorongnya masuk ke ruang tidur sambil menciuminya.
“mmmmmmmhhhhhhhhh……….mmmmmmmmhhhhhhhh…………ooooooooccccccchhhhhhhh……….mmmmmmmmhhhhhh………….oooooooocccccchhhhh…….”
Bibir kami saling berpagutan. Terkaman lidah Nikita membuatku takluk di dalamnya. Aku tidak kalah liar terus menekan bibir dan lidahku dalam. Aku tidak berniat melepaskannya dariku.
“baby…..don’t….***sh…..”
Aku mendorong tubuhnya ke atas tempat tidur dan terus menciumi bibirnya di atasnya.
“mmmmmmmmmhhhhhhhhhh…………..ssssssssssslllllllrrrrrrrppppppp……..mmmmmmmmmmmhhhhhhhh………….oooooooooocccccchhhhhhh……….”
Pengaruh alkohol masih kurasakan dalam tubuhku. Nikita terus memberikan sentuhan yang memancing sensual. Aku terus memberikan usaha terbaikku dalam mencumbuinya.
“oooooooggggghhhhhh………oooooooggggghhhhhhh………ffffffuuuucccckkkk………ooooooohhhhhh………sssssssshhhhhhhhh………”
“yyyyyyeeeeeeaaaaaahhhhhh………..mmmmmmmmhhhhhhh………ssssssssshhhhhhhhhhhh…………oooooooooogggghhnnnnnnnn……..”
“oooohhhh…..fffuuuuccckkkk…….ffffffuuuucccckkkk……ooooooohhhhh……..fffffuuuuuuucccckkkkkk…….”
“ddddeeeeppppeeerrrrr………..mmmmooorrreeee……….dddddeeeeepppppeeeerrrrrr…….oooooohhhhhh……..ffffffffuuuuuuccccckkkkk…….”
“ffffffffffuuuuuuuuccccccccckkkkk…………sssshhhhhiiiiitttttt……….fffffffffffuuuuuuuccccckkkkm………sssssshhhhhhhiiiiiitttttttt………mmmmmmooooorrrreeeee……..dddddeeepppeeeerrrrrr…….dddddeeeeepppppeeeerrrr…….dddddeeeeeppppeeeerrrrr….”
To Be Continued
Aku memutuskan untuk bekerja sebagai supir taksi online. Berbekal dari hasil tabungan dan bekerja dengan Selena, aku mencicil kendaraanku sendiri. Sebuah MPV keluarga berwarna abu – abu gunmetal. Aku tidak menutup peluang untuk bekerja lainnya. Yang penting menghasilkan uang untukku membayar cicilan mobil dan kebutuhan sehari – hari.
Setelah mengantar penumpang, aku mengistirahatkan diri di SPBU terdekat sekalian isi bensin.
“capek seharian narik penumpang kemana – mana.” Keluhku.
Order antar masuk di ponselku.
“Shit! Lupa matiin aplikasi. Mana jauh lagi. Haduh.”
Terpaksa, aku harus pick up di tempatnya. Jika tidak, itu akan mempengaruhi bonus yang kuterima. Aku segera berangkat setelah beristirahat sebentar.
Di perjalanan, aku menghubungi pelanggan yang mengorderku.
“Halo.” Sambutan pertama di ujung telepon.
“Halo, selamat malam. Ibu Nikita, saya driver yang akan menjemput anda. Kira – kira saya akan datang sekitar 10 menit lagi.”
“Tolong cepat ya. Soalnya, saya buru – buru.”
“Baiklah, Bu. Akan saya usahakan.”
Baru saja berbelok, jalanan yang menuju ke tempat itu macet.
“Ahh….macet lagi. Ada apa coba? Semoga enggak telat – telat banget.” Kesalku memukul setir mobil.
Setelah melewati kemacetan itu, aku sampai di tempat di mana pelangganku menunggu.
“tempat macam apa ini? Aku harus waspada.” Aku melihat sekitaran kawasan ruko yang tertutup.
Dia menghubungiku,
“Halo, Pak. Saya cancel ya ordernya.” Suaranya tergesa – gesa.
“Bu, saya sudah sampe langsung main cancel…..”
“tut…tut…tut…tut…tut…”
Belum sempat aku menyelesaikan pembicaraanku, dia menutup telepon.
“Shit! Di cancel lagi. Ahhh!”
Aku menyalakan mobil dan berniat untuk mencari tempat istirahat. Tidak terbersit di pikiranku untuk berhenti di tempat ini.
“tolong….tolong…..tolong…”
Seseorang berlari menuju ke mobilku. Orang itu mengetuk pintu mobilku keras dari luar.
“tolongin…..tolongin gue….bukain pintunya buat gue….” Paniknya.
Aku masih menahan egoku untuk memastikan apakah dia benar – benar membutuhkan pertolongan atau berbuat jahat. Dari kejauhan, segerombol orang memergokinya dan langsung mengejarnya.
“bukain pintunya…..cepetan…..buka pintunya…..” digedornya pintuku keras.
“cepet tangkep dia sebelum kabur…” teriak salah seorang dari gerombolan.
“Shit happens again.” Aku membuka kunci dan membiarkannya masuk. Untuk berjaga, aku membawanya pergi.
Di jalan, aku menyadari bahwa dia seorang perempuan. Aku masih skeptis siapa dirinya.
“sekarang udah aman. Sebaiknya mulai cerita.” Kataku tajam.
“brengsek lah elo enggak bukain pintunya cepet – cepet!” Dia kesal padaku.
“Nona, itu jaga – jaga. Kalo pun mau marah, harusnya gue yang marah.” Aku tidak mengalah.
“sorry. Gue udah panik banget tadi.” Sesalnya.
Aku berhenti di Convenience Store 24 jam.
“Here, take a sip. Gives you better mood.” Aku menyerahkan segelas kopi seduh.
“Makasih.” Diseruputnya perlahan. Dia tengah memikirkan sesuatu sambil menenangkan diri.
Aku membiarkannya dan menikmati kopiku sendiri. Kali ini, tidak ada pemaksaan.
“maaf udah ngebatalin orderannya. Gue dikejar – kejar orang.” Dia mulai bercerita.
“jadi, elo Nikita? Ya ampun! Apa yang terjadi? Balikin bonusan gue!”
“gue enggak tahu harus mulai darimana. Pusing.”
“elo mau kemana? Gue anterin balik sekarang.”
“gue masih ada job malem ini.”
“job? Job apaan jam segini?”
“elo pasti tahu lah. Ngapain lagi kalo enggak nyewain memek.”
Katanya yang vulgar menyimpulkan dirinya yang apa adanya. Aku berusaha untuk tidak memikirkannya.
“anterin gue yuk sekarang.”
“bayarnya nambah loh tambah bonusan yang elo ilangin.”
“iya. Di lebihin nanti.”
Dia duduk di kursi belakang. Ia membuka mantel gerahnya dan mulai merias diri senatural mungkin. Gaun sleeveless dengan paduan kemben yang ketat. Mungkin, dia memakai push up bra. Dia merapikan tatanan rambut dan make up wajahnya. Rok mini dengan stoking hitam transparan.
“ngapain liatin gue? Lagi dandan juga.”
“biar enggak ngantuk.”
“ya enggak sampe segitunya kali.”
“jaga – jaga kalo tiba – tiba elo nyelakain gue, gue kan udah antisipasi.”
“serah elo aja dah.”
Kupandangi wajahnya. Rasanya wajahnya tidak asing. Entah dimana aku pernah melihatnya.
“elo Nikita Mirzani itu ya?”
“baru nyadar sekarang. Iya, gue Nikita Mirzani. Emang kenapa?”
“ya enggak apa – apa sih. Sorry nih bukan maksud ikut campur, emang lagi sepi job?”
“dunia hiburan enggak selamanya manis. Mau enggak mau, nyari penghidupan dari beginian. Ini juga saing – saingan sama yang mudaan.”
“elo masih cakep. Tuh, buktinya masih ada yang nyewa elo.”
“apa aja sekarang mesti diembat sebelum keduluan.”
“kenapa elo dikejar sama tadi orang?”
“itu orangnya si Obbie. Mucikari yang ketangkep itu. Dia usaha banget mau nyeret gue ke polisi lagi.”
“enggak berhenti aja?”
“mau makan apa entar? Elo mikirin emangnya? Enggak usah nyuruh gue buat berenti. Munafik kalo elo enggak doyan memek. Gue nyari duit pake mulut, toket, sama memek gue sendiri. Enggak ngerepotin orang lain.”
“gue enggak akan berdebat lagi.”
Sampai di lokasi, Nikita turun dari mobil.
“gue udah save nomer elo. Kayaknya, gue cocok dianterin sama elo.” Ujar Nikita.
Bertambah lagi pelanggan tetapku. Tapi, kelelahan yang menderaku memaksa badan untuk istirahat. Aku tidak terlalu memikirkannya.
Di rumah, aku baru saja selesai mandi.
“Dari Zizi…”
Pesan teks itu kubuka.
“bisa nganterin aku ke xxx? Lagi enggak ada driver. Sekalian temu kangen. Hihihi…..”
Lumayan bisa dapat uang. Jika beruntung, sekecup dua kecup bisa kudapatkan.
Di apartemennya, Nikita tengah bengong tanpa alasan yang jelas.
“kenapa gue mikirin tuh supir ya? Duh…”
Dia kembali ke kamar dan mengambil dildo dari lacinya. Benda itu bergetar – getar dipegangnya. Ia mengambil posisi nyaman dan membiarkan benda itu melesak di vaginanya.
“uuuuuggggghhhhhh……ooooooohhhhhhh…….yyyyyyyeeeeeeaaaaahhhhhh……….mmmmmmhhhhhhh…….”
Benda itu menimbulkan kenikmatan seksual di pikiran Nikita. Digerakkannya dengan tangan keluar masuk dan menggelitiki bagian luarnya. Bagai kesetanan, benda itu terus memenuhi kepuasan seksualnya hingga titik klimaks.
“aaaaahhhhhh……..aaaahhhhhhh…….aaaaahhhhh……”
Dipindahkannya dari vagina ke buah dadanya dan dijepit diantaranya. Sementara, mulutnya berusaha melakukan blowjob pada benda tersebut.
“mmmmmhhhhhhhhh………mmmmmmmhhhhhhhhh………..sssssssssslllllllllrrrrrrpp……..sssssssslllllllllrrrrrrrrppppppp…….”
Dikembalikannya ke sarangnya dan dikocok lebih cepat dari sebelumnya. Dia mendongak penuh nikmat. Yang dipedulikannya adalah kepuasan dirinya sendiri.
“cccccccrrrrrrrrrsssssssss…………ccccccccccrrrrrrrrsssssssss………..”
Cairan bening nan lengket keluar dari vaginanya sekaligus membuatnya kelelahan. Benda itu dicabutnya dan dibiarkan saja.
“Bangke! Gue malah berasa dientotin tuh supir. Timing enggak tepat nih.”
Hari ini, aku mengantar Zizi dan mengambil beberapa order jemputan. Zizi meninggalkan sejumlah uang dan bekas kecupan manjanya. Aku bertukar juice di dalam mulutnya yang tidak ia kembalikan. I hope there’s no more shitty day again. Aku tidak berharap Nikita akan menghubungiku.
Saat perjalanan, mobilku di hadang oleh sebuah mobil yang serupa. Dari dalamnya, beberapa orang keluar dan menggebrak kap mobilku.
“Keluar lo, Njing!”
“Gue ancurin nih mobil kalo enggak keluar!”
Aku mengirim pesan SOS ke sesama rekanku meminta bantuan terdekat. Aku keluar dari mobil dan menghadapi mereka.
“ada apa kalian ganggu gue? Gue enggak pernah ketemu kalian!”
“Bacot lo! Elo enggak tahu ngadepin siapa?” gertaknya.
“Gue harus takut gitu?”
“Bajingan! Elo minta dikasih pelajaran nih!”
Mereka semua maju hendak menghajarku. Shit, aku kalah jumlah.
“jalanan itu enggak adil! Inget itu!”
Mereka mengeroyokku bersamaan. Aku melakukan penghindaran sambil menangkis serangan. Dari belakang dan depan jalan, beberapa mobil berhenti dan rekan sesama driver keluar dengan apapun yang dapat dijadikan senjata.
“Berani keroyokan elo pada! Sikat!”
Mereka langsung menyerang orang yang menghadangku. Massa yang datang jauh lebih banyak dan bersenjata. Aku yang tersungkur di bantu oleh rekan sepekerjaan. Preman yang menghadangku pergi setelah mendapat amukan dari beberapa rekan driver.
“elo enggak apa - apa?”
“thanks banget udah nolongin.” Aku berusaha bangkit.
“kalem, bro. Tadi gue ngumpulin dulu orang – orang. Gue di deket sini tadi.”
“syukurlah elo tadi ada di deket sini.”
“ada masalah apa elo sampe dikeroyok?”
“enggak tahu. Gue cuman sempet nolongin orang kemaren.” Jelasku.
“laen kali ati – ati. Belum tentu gue bisa nolongin lagi.”
Mereka membubarkan diri. Aku beruntung masih bisa selamat. Sedikit upaya kulakukan untuk memulihkan diri.
“Shit, masalah Nikita mulai nyeret gue.”
Nikita menghubungiku. Dia menyewaku dalam jasa pengantaran. Jika tidak karena uangnya, aku akan sulit untuk menerimanya. Sebaiknya, tidak kuceritakan apa yang terjadi tadi.
“malem ini ada 3 tempat yang harus gue kunjungin. Pertama – tama, gue harus nemenin om – om pengusaha makan malem.”
“oke. Kita berangkat.”
Sebuah restoran eastern yang deluxe. Mobilku berhenti di lobby untuk menurunkan Nikita.
“elo enggak ikut?” tanyanya.
“enggak. Gue di mobil aja. Istirahat.” Aku menolaknya karena enggan.
Sudah terpikirkan di kepalaku akan apa yang terjadi. Makan malam yang diteruskan dengan aktivitas seks. Entah blowjob ataupun quickie. Aku tidak perlu menyebutkan kemungkinannya. Lagipula, badanku masih sakit akibat peristiwa tadi.
Aku masih memejamkan mata ketika ponselku berdering.
“Halo, Niki.”
“gue udah di lobby nih. Buruan!”
“oke.”
Aku menjemputnya di lobby dan berjalan pergi.
“Lama banget ngangkat telponnya.”
“sorry ketiduran. Kayaknya cepet banget makan malemnya.”
“cuman nemenin mereka makan abis itu ngewe. Mereka lupa bawa viagra, jadi, mereka cepet ngecrotnya. Kita ke family karaoke di xxx. Rencananya mau ngelancarin bisnis.”
“oh gitu ceritanya. Ya gue ngerti koq.”
“ngerti apanya? Ngecrotnya?” tandangnya.
“pake acara dipancing lagi.”
“by the way, elo kalo ngecrot cepet enggak?” dia mulai menggodaku.
“tergantung sih. Kenapa?”
“kalo kontol elo gue jilat tipis – tipis kaya eskrim terus gue emut sampe mentok gimana ya rasanya?” lidahnya menjilat – jilat.
“ya enaklah, Niki.” Aku berusaha tetap tenang.
“gue jepit pake toket terus diuyel – uyel sama dipijitin kontol elo abis itu elo ngisepin toket gue sambil gue kocokin pasti kerasa banget tuh.” Dipeganginya buah dadanya.
“ya bisa sih kalo gitu.” Tetap tenang, pikirku.
“satu lagi. Kontol elo ngaceng masuk ngobel – ngobel memek gue terus ngecrot di dalem. Rasanya sampe ke ubun – ubun.” Dia menggigit bibirnya.
Aku harus meminggirkan mobilku. Shit, obrolannya benar – benar membuatku tidak fokus konsentrasi.
“Sialan elo, bikin gue sange di tengah jalan. Gue nyetir lagi lah.”
“siapa yang bikin sange? Biar enggak ngantuk itu.”
“ada aja alesannya.”
Tempat kedua, tetap aku tidak mengikuti ajakan Nikita. Statusnya sebagai artis yang lekat dengan kontroversi membuatnya mudah dikenali penggemarnya. Hal itu juga jadi nilai jual tersendiri dalam usahanya melakukan job menyewakan vagina sesuai dengan katanya sendiri.
Otakku masih memutar ulang obrolan tadi. Seolah seperti kaset rusak yang terus mengulang hingga aku dibuatnya kesal.
“Ya ampun, kenapa begini sih?”
Pendapatku, Nikita tidak terlalu buruk. Hanya saja, kontroversi yang dekat dengannya dipergunakan untuk membuat eksis namanya. Istilahnya, cari sensasi. Munafik bila aku menolak keindahannya. Little touch up and it cost your life much.
Dia masuk ke mobil setelah urusannya selesai.
“ I guess next stop is …….”
“Yup! Night Club. Are you ready?”
“Aku enggak ikut masuk ke dalem.”
“for this time, elo harus ikut. I insist.”
Dia berganti pakaian dengan entengnya di belakang dan berganti dengan dress black satin yang seksi.
“Wait! Wait! Wait! Wait! Are you fuckin’ kidding me?”
“What? Gue ganti pakean dalem gue, koq. Enggak bakalan bau.”
“Bukan itu. Elo gampang aja ganti bajunya. Kalo mau ganti bukannya dari tadi sih. Kaca gue enggak sampe 60 persen.”
“Takut keintip dari luar? I also like to live dangerously.”
“you got me in nerve, Niki.”
“got your eyes staring through my body especially this things. Haha….gotcha!” ditunjuk buah dadanya dengan telunjuk.
“gue juga normal.” Aku meneruskan untuk menyetir.
Night club. Tempat yang harusnya tidak kudatangi. Last time, aku membuat kekacauan sewaktu mengeluarkan Gita dan Yara. Music House dari DJ mendentum setiap sisi ruangan. Tidak kupungkiri, untuk mengatasinya diperlukan drugs semacam ineks atau ekstasi. Semua orang tumpah ruah berdesakan menari di lantai dansa. Iringan sexy dancers menambah semarak suasana. Alkohol terus dituang dan diracik oleh bartender. Selanjutnya, pelayan dengan baki mengantarkan gelas atau botol minuman ke semua meja.
“job terakhir kamu apaan, Niki?”
“having fun aja disini.”
“no more job on this night?”
“enggak ada. Kecuali, ada yang ngasih aku tawaran yang lumayan.”
“dasar mata duitan.”
Sebenarnya, aku tidak tahan di tempat ini. Selain tidak mengonsumsi drugs, suasana di tempat ini berpengaruh pada kondisi tubuhku.
“gue ke kamar mandi dulu.” Seru Nikita beranjak.
“Gue tunggu di sana kalo mau nyusul.” Bisiknya menggoda.
Aku menenggak minumanku keras. Mencoba untuk tetap bertahan, walaupun kupingku sudah terasa sakit.
Di kamar mandi, Nikita memergoki pemandangan muda – mudi yang tengah bermesraan. Baginya, ini adalah hal yang biasa. Dia masuk ke dalam WC menuntaskan hasrat pipisnya.
“Buka pintunya!” suara berat menggedor pintu WC nya.
“sebelah kosong.” Teriaknya.
Gedoran pintu semakin keras.
“enggak modal amat mau ngentot aja di WC.” Umpatnya sambil membuka pintu.
Alangkah terkejutnya, orang yang mengejarnya berada di depannya.
“ayo ikut. Elo masih ada urusan yang harus diselesein.” Orang itu membawa paksa Nikita.
Di meja, masih saja kutenggak minuman ini.
“lama banget Nikita. Kali, dia dapet job di WC.” Pikiranku mulai ngawur.
Aku melihat Nikita dibawa oleh orang yang menghadangku tadi.
“Aahhhh….shit happens again…”
Aku pergi mendekati Nikita dengan gelas minuman. Aku mencegat mereka yang akan membawa Nikita entah kemana.
“Elo lagi! Elo lagi! Ngapain bawa dia?” tanyaku sempoyongan.
“bukan urusan elo! Jangan sampe gue ngehajar elo habis – habisan. Temen – temen elo enggak pada disini.” Ancamnya.
“kalem. Gue cuman mau nanyain aja.” Aku mengambil botol sembarang di sampingku menuangkannya ke gelas dan kuminum segera.
“lepasin gue, bangsat!” Nikita melawan.
“tuh suruh ngelepasin. Lepasin aja dia biar gampang.” Aku mengoloknya.
“Bacot bener elo!” dia akan menyerangku.
“open bar is dangerous game, so respect it!” aku memukulkan gelasku ke kepalanya. Pecahan kaca terhambur ke sembarang.
Seketika, hiburan terhenti dan aku menjadi pusat perhatian. Pengunjung lain berusaha menjauh dariku mencari tempat aman.
Anak buahnya menyerangku dan segera kupatahkan serangannya dengan membantingnya ke tanah. Yang lainnya langsung menyerangku dengan pecahan botol yang berbalik mengenai dirinya setelah kumentahkan hantamannya.
“hhhhhuuuugggghhhhhh……..hhhhhhhuuuuuuugggghhhhhhh……”
Seseorang mencekikku dari belakang. Aku berusaha melepaskan diri dan meremukkan tulang tangannya. Kesal, dia melepaskan Nikita yang setengah mabuk.
“jago juga elo!” orang yang menghadangku.
“anggep aja lucky.”
Kami beradu pukulan dan tendangan.
“Ayo, elo pasti bisa.” Nikita duduk sambil memegangi botol yag dicomot. Nikita tiba – tiba terpengaruh alkohol.
Aku mengelak dan menyarangkan serangan begitu ada kesempatan. Dia pun berpikiran sama. Aku terus berkelahi dengannya. Nikita makin ngelantur dengan botol minumannya.
“ahh…cemen nih enggak ada yang menang.” Katanya.
Kemampuannya sedikit lebih baik dariku. Aku harus mengimbanginya.
“begini aja susah…ppprrraaannngggg…” Nikita bertindak konyol dan berani. Dalam keadaan seperti itu, dia memukulkan 2 botol minuman ke kepala orang yang bertarung denganku dari belakang. Sungguh, tindakan yang nekat dari perempuan mabuk.
“ayo kita pergi dari sini.” Ajakku ke Nikita keluar dari Night Club.
Aku tancap gas pergi dari Night Club.
“Hihihi…..gue mukul Mat Podang…..gue menang….” Sikapnya mabuk.
“Niki, Sadar! Elo lagi mabuk!” aku menggoyangkan badannya.
“Elo siapa ya? Coba gue inget dulu. Oh ya, elo yang nganterin gue hari ini.” Dia berusaha mengingat kejadian hari ini.
“Elo lagi mabuk sekarang, Niki.”
“Tadi ngentot sama om – om yang langsung ngecrot. Terus, nari – nari seksi gitu sambil digerayangin. Terus di ewe bareng gitu…..” Nikita terus mengoceh.
“Shut The Fuck Up!” aku memarahinya.
“emang gue salah apa sih?”Dia linglung.
“Shut….The…..Fuck…..UP!!!!.”
Aku berkendara tanpa arah. Sepertinya, aku harus mengantarnya ke apartemen.
“elo tinggal di mana?”
“gue…tinggal…di….apartemen….yang…tinggi….tinggi….sekali….”
“malah nyanyi. Elo tinggal di mana?”
“ha?...kunci gue di tas….”
Aku mencari di dalam tasnya. Tertulis nomor dan nama apartemennya. Saatnya mengantar Nikita pulang.
Tiba di apartemen, aku membawanya masuk ke kamar.
“elo udah sampe rumah, Niki.”
Dia menahanku untuk pergi.
“Baby, don’t leave so soon..”
Aku mendorongnya masuk ke ruang tidur sambil menciuminya.
“mmmmmmmhhhhhhhhh……….mmmmmmmmhhhhhhhh…………ooooooooccccccchhhhhhhh……….mmmmmmmmhhhhhh………….oooooooocccccchhhhh…….”
Bibir kami saling berpagutan. Terkaman lidah Nikita membuatku takluk di dalamnya. Aku tidak kalah liar terus menekan bibir dan lidahku dalam. Aku tidak berniat melepaskannya dariku.
“baby…..don’t….***sh…..”
Aku mendorong tubuhnya ke atas tempat tidur dan terus menciumi bibirnya di atasnya.
“mmmmmmmmmhhhhhhhhhh…………..ssssssssssslllllllrrrrrrrppppppp……..mmmmmmmmmmmhhhhhhhh………….oooooooooocccccchhhhhhh……….”
Pengaruh alkohol masih kurasakan dalam tubuhku. Nikita terus memberikan sentuhan yang memancing sensual. Aku terus memberikan usaha terbaikku dalam mencumbuinya.
“oooooooggggghhhhhh………oooooooggggghhhhhhh………ffffffuuuucccckkkk………ooooooohhhhhh………sssssssshhhhhhhhh………”
“yyyyyyeeeeeeaaaaaahhhhhh………..mmmmmmmmhhhhhhh………ssssssssshhhhhhhhhhhh…………oooooooooogggghhnnnnnnnn……..”
“oooohhhh…..fffuuuuccckkkk…….ffffffuuuucccckkkk……ooooooohhhhh……..fffffuuuuuuucccckkkkkk…….”
“ddddeeeeppppeeerrrrr………..mmmmooorrreeee……….dddddeeeeepppppeeeerrrrrr…….oooooohhhhhh……..ffffffffuuuuuuccccckkkkk…….”
“ffffffffffuuuuuuuuccccccccckkkkk…………sssshhhhhiiiiitttttt……….fffffffffffuuuuuuuccccckkkkm………sssssshhhhhhhiiiiiitttttttt………mmmmmmooooorrrreeeee……..dddddeeepppeeeerrrrrr…….dddddeeeeepppppeeeerrrr…….dddddeeeeeppppeeeerrrrr….”
To Be Continued