Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Konflik nya mantap..
Nambah tokoh baru, berarti tambah lama nich thread..
Semangat suhu, semoga sampai tamat..
 
Jang Nara itu msih muda lho Om @Ninja turtels

Beda tipis umur nya sma Andre, so jng smpe salah paham.

Panggilan opa pada jaman itu panggilan sayang lho Om. Mlah tren bnget.

Opa bkan kakek tua renta lho Om.
Hehehe

Terimakasih suhu sudah mampir
Ohh gitu suhu..sip deh..makin bnyk aja cwe di deket andreas..apalagi klp berhasil nolongin jang nara..di tunggu update selanjutnya om..jangan lama2 ya..hehe
 
Chap 10


819e17543663572.jpg

Nakula Andreas

f18a26542726108.jpg

Jang Nara


Andreas POV

Suaranya terdengar cukup melengking dari arah taman yang tidak jauh dari tempatku berpijak. Seperti suara seorang wanita.

“Aaaaaa.... saya mohon jangan lakukan ini kepada saya” teriaknya sambil terus memohon-mohon kepada kedua pria yang mengerubunginya.

Saat ini aku hanya bisa bersembunyi dibalik semak-semak pagar tetehan, mengawasi kemungkinan besar kejadian buruk menimpa perempuan itu.

“Kita sikat aja cewek Korea ini, bos! Kayaknya masih legit nih cewek?” kata anak buahnya yang memegangi kedua tangan perempuan itu dengan erat.

Si perempuan itu terus melakukan perlawanan dengan terus meronta-ronta. Aku yang menyaksikan itu sedikit mulai emosi dan desiran darah dalam tubuhku semakin panas. Ingin rasanya melabrak dan menghajar mereka semua, tetapi aku tidak ingin gegabah begitu aja. Butuh perhitungan yang tepat dan memanfaatkan peluang ketika mereka berdua lengah dan tidak berkesiap.

please, saya mohon jangan lakukan. Hiks! Hiks! Hiks!....” mohonnya dengan air mata terus menetes membasahi pipinya.

“Apapun yang abang-abang mau, berapapun yang kalian minta, saya akan berikan. Saya mohon lepasin dan jangan lakukan itu?” tambahnya lagi.

“Hahaha.... Gw nggak butuh duit lo cun? Yang gw butuhin sekarang tubuh lo ini.” bentaknya ke arah perempuan cantik itu.

“Mau kalian apa hah, bajingan... Cuuihh!” katanya dengan nada suara keras tak mau kalah, dan membuang salivanya ke arah pria itu. Tatapan bengis nampak di raut wajah pria itu.

“Plakk... Plakk... Plakk....” berkali-kali tamparan mengenai kedua pipinya bergantian.

“Gw cuma butuh tubuh lo, tadinya iya gw mau ngerampok lo. Tapi karena sasaran yang gw rampok cantik kaya lo, gw mesti icip-icip, hahaha.” terangnya dan dia tertawa sekeras-kerasnya, tidak memperdulikan orang disekitarnya yang mungkin nanti mendengarnya.

“Brengseeekkk kalian!” suara makian perempuan itu, sembari berusaha melepaskan pegangan tangan pria satunya.

“Plakk... Plakkk...

“Sekali lagi lo teriak kayak gitu lagi gw nggak segan-segan buat ngebunuh lo, cun!” bentaknya.

Aku ngerasa udah nggak tahan lagi, menahan emosi dan nafsu dalam diriku. Aku segera menolongnya nampaknya mereka sudah benar-benar keterlaluan, berbuat kasar kepada seorang perempuan. Aku sempat melirik dan menoleh kearah jalanan, sepertinya tidak ada satu orang pun yang keluar dari rumahnya, sepi dan dingin.

“Mes, pegang yang kencang tangannya. Gw mau isep nih susunya yang gede. ” kata bosny memerintahkan anak buahya yang dipanggil Mes itu.

“Bajingan, ini nggak boleh terjadi. Aku arus bisa dan berani, mereka hanya berdua?“ Pikirku.


“Siap bos!” balas anak buahnya.

“Ouuhhh... Ja...jang..aann! ” rintihnya pelan pria itu mulai meremas payudaranya dari luar blazer yang di kenakannya.

“Hahaha... Dasar pecun, baru diremes gitu aja udah keenakan! Tenang aja lo bkal ge bikin enak cun, hahaa” seloroh bosnya itu.

Perempuan itu menggeleng-gelengkan kepalanya, dan air matanya terus membasahi pipinya.

“aaaarrgghh” geramku dalam hati. Aku bisa, ayo ndre kamu harus nolongin tuh cewek.

BREETT...! BREETT...! Sreekk...!

Kain blazer perempuan itu si buka secara paksa dan kasar. Blazer itu koyak sampai tak berbentuk.

“Tolooong” teriaknya kencang.

“Plaakk! Plakkkk! Plaakk!”

“Brisik, bisa diem nggak sih lo?”

“Hiks! Hiks! Hiks!.....” suara tangisan perempuan itu.

“Bangsat, susunya benar-benar gede membulat, putih dan lingkar aerola putingnya merah kecoklatan.” gumam anak buahnya itu.

“Biar gw dulu yang ngentotin nih cewek, biar sisanya buat lo Mes. Lo juga bisa puas-puasin dah ngentotin nih cewek?” kata bosnya yang sudah membungkukan kepalanya untuk mengisapi dan menjilati puting payudara perempuan itu.

“ Uhhhhh.....” desisnya saat bibir pria itu menjilati sekitar area aerola.
“Ja- jangaaann, Bang... !”hiks! hiks! hiks...

“Dasar pecun, bilang jangan tapi keenakan lo, cun?”

Aku berjalan, sedikit berlari ke arah mereka. Tendangan keras dari udara yang kulayangkan sukses mengenai pelipis mata si pria yang tengah mengulumi payudara perempuan itu. Pria itu limbung ke sisi kiri perempuan yang tergolek di atas tanah. Dengan cepat, gesit dan ligat aku kembali menerjang ke arah pria yg dipanggil Mes tadi. Tendangan salto memutar 180 derajat, berhasil mengenai dagunya, sebuah cairan kental berwarna merah muncrat dari mulutnya. Sempat si Mes itu mengelak untuk menghindari, tapi gerakanku jauh lebih cepat jadi dia tidak bisa menghindarinya.

Sekarang situasinya sudah cukup lengah, mereka berdua sudah tumbang. Aku segera menghampiri perempuan itu. Kulihat bagian dadanya sudah tidak mengenakkan apa-apa lagi, karena blazer yang ia kenakan sudah koyak tidak berbentuk lagi. Payudaranya besarnya sungguh sangat menggiurkan, beberapa kali aku hanya menengguki salivaku. Walau begitu aku masih bertahan untuk mengontrol nafsuku pada perempuan ini. Kemudian aku memeluknya erat memberikan ketenangan dalam batinnya agar dia tidak mengalami depresi atau trauma yang ditimbulkan oleh pria bajingan itu.

“Ayuk, kita mesti cepet-cepet pergi dari sini mbak?” kataku berbisik di telinganya. Tapi aku sedikit telat dan ceroboh untuk menghindar ketika tiba-tiba pria yang yang tidak lain adalah bos bajingan itu, bangkit dan berlari ke arah ku.

“Dasar bangsat kau, rasain ini!” teriaknya dengan menodongkan pisau belati yang di pegangnya, dan berhasil mengenai bahu sebelah kanan.

Craaassstt... Sreeetttt...

“Arrggghhttt” teriakku saat belati itu sudah mengoyak bahu kananku.

Aku kembali menerjang ke arah pria itu, setelah sebelumnya aku melepaskan pelukanku dari perempuan itu. Sebuah gerakan cepat dan gesit yang tidak bisa terbaca oleh si bajingan itu. Aku melayangkan tendangan memutar yang berhasil mengenai kepala dan dadanya, dia terhuyung dan membentur pohon palm di belakangnya.

“Buugghhtt”

“Arrrgghhtt” raungnya.

Tetap masih waspada berjalan aku berjalan mendekatinya, kuraih satu tangannya yang kemudian aku pelintir keras kearah belakang dan naik kepunggungnya, pisau belati itu terjatuh dan dia mengerang kesakitan.

“Aaaaaaa.... lepasin brengseekk?” makinya. Aku yang sejak dari tadi terbakar oleh hawa nafsu yang semakin memanas, menjadikan aku kalut dan lupa diri.

“Kreek... Kreeteek!” jeritnya ketika tngn kanannya aku petahkan.

“Awaaasss!” seru perempuan itu kearahku. Tapi aku sudah siap dan waspada sedari tadi, sesosok laki-laki yang disebut Mes itu ternyata masih bisa melakukan perlawanan. Sambil berlari dia melancarkan serangan ke arahku. Aku lepaskan pegangan tanganku dari tangan laki-laki yang disebut bosnya itu.
Dengan gerak cepat, lincah walau sedikit sakit menahan perih di bahuku, tapi aku masih bisa menghindari dan mengelaki pukulan dan tendangan yang di lancarkannya. Posisiku kini bdan sedikit membungkuk dan pandanganku mengadah ke arahnya, mengamati dan membaca pergerakan yang dilakukannya itu. Aku mulai bergerak sedikit maju, memukul perutnya bertubi-tubi tanpa jeda dan tanpa bisa ia menangkisnya. Kini tubuhnya terdorong kebelakang, diakhir pukulan keras, aku menghantam pelak dagunya. Dia kembali tumbang, sepertinya pukulan kerasku cukup membuatnya tidak sadarkan diri. Kemudian aku bangkit dan menyeret tubuhnya mendekat ke arah bosnya yg masih meringis kesakitan. Aku mengikat paksa keduanya dengan kain bekas koyakan blazer milik perempuan yang mati-matian menutupi payudara besarnya dengan kedua tangannya.

“Ma-maaf... pakaian kamu saya pakai untuk mengikat paksa para bajingan itu.” kataku dan melepaskan kemeja yg kupakai.

“Mau ngapain kamu!” katanya seraya mundur perlahan kebelakang.

“Lebih baik kamu pakai kemejaku ini, mbak? Maaf kalau kemejaku kotor banyak noda darahnya.” kataku

“ Biar saya pakai kaos dalam tipis ini, untuk menutupi tubuhku.” tambahku lagi. Kemudian aku mencoba mengalihkan pandanganku ke arah lain. Aku tidak ingin hawa panas nafsuku menerkam dirinya. Pijakanku menjauh darinya.

“Terimakasih mas?” katanya yang kemudian menghampiriku dan memelukku erat sampai-sampai dada besarnya itu kenyal menekan-nekan dadaku. “aaaa... Gawat ini!” aku mulai merasakan seluruh badanku terasa panas dan membuat nafsuku kembali meninggi.


”Auww...” kataku merasakan sakit di bagian bahu kananku. Mungkin karena saking eratnya dia memelukku, jadi lukaku kembali mengeluarkan darah.

“Ehh... Maa...maaf mas!” paniknya. Tapi sebelum perempuan itu mencoba menyeka darah yang terus keluar. Kami di kejutkan dengan teriakan salah satu seorang warga.

“Heeii.... Kemari! disini ternyata orang-orangnya ” teriaknya.

“Mana-mana” sahut semua warga yang datang bersamaan dan mereka berkumpul mengelilingi kami.

“Ada apa sebenarnya mas?” kata salah seorang warga yang bertanya kepadaku.
Tapi sebelum aku menjawab, perempuan itu mencegah ku.

Perempuan yang tidak ku tau namanya itu menceritakan kronologis kejadiannya secara detail dan tentu tidak menceritakan semuanya, termasuk kejadian dimana dia sudah dijamah oleh bajingan-bajingan itu.

Warga yg mengerumuni hanya mengangguk-anggukkan kepalanya menandakan sudah mengerti kejadian sebenarnya.

“Oh, begitu ceritanya?” kata bapak-bapak berkumis tebal yang berpakaian security.

“Dasar penjahat kelas teri” sebagian warga mencerca kearah kedua bajingan- bajingan itu.

“Ya sudah, biar mereka saya amankan. Kmi akan membawanya ke post jaga. Sebelum kami bawa ke pihak yang berwajib.” kata bapak-bapak itu.

“Iya pak, terimakasih?” balasku.

Kulihat perempuan itu dan seorang pria yang kutau dia seorang supir taksi, mereka berdua hanya mengangguk pelan dan tersenyum.

Malam semakin larut, suasana di sini semakin dingin, aku beranjak dari taman kecil ini sambil menahan rasa sakit di bahu kananku. Aku melirik kearah perempuan itu, diwajahnya tergores senyuman manis yang mengembang menyeringai kearahku. Entah apa yang ada di benaknya saat ini. Ayuhan kakiku terhenti ketika dia memanggilku.

“Mas, tunggu!” sahutnya dengan logat korea yang belum begitu fasih berbahasa Indonesia.

“Terimakasih” hanya itu yang terlontar dari bibir manisnya. Aku hanya menghela nafas panjang seraya menaikkan kedua bahuku pelan. Kemudian aku berjalan menjauh meninggalkan tempat itu.

“aaaa....” kenapa tiba-tiba rasa ini muncul lagi, aku sudah benar-benar terangsang berat, apalagi dengan kejadian barusan ini. Payudara perempuan itu sangat sempurna dan tunjang parasnya yang cantik, membuatku semakin bergairah dan bernafsu. Nggak-nggak aku mesti cepet-cepet kerumah Tante Meri secepatnya. Aku takut dia kenapa-napa.

“Mas, mau kemana!” sebuah suara menegurku saat meniti jalan yang sepi ini.

“Ya, pulanglah mbak!” kataku dingin.

“Mending kamu bareng saya mas, biar sekalian. Udah hampir larut, belum tentu masnya dapet taksi” ungkapnya menawarkanku tumpangan.

“Nggak apa-apa, biar saya jalan aja sampai ke perempatan ujung jalan besar sana. Mending mbaknya aja cepet-cepet pulang” kataku yang kemudian kembali melajukan langkah kaki ku.

“Oke kalau masnya masih mau jalan kaki dan menolak tawaran saya. Saya akan ikut masnya jalan kaki sampai ujung jalan besar sana.” katanya sedikit mengeras.

“Lho... Lho! Jangan mbak, bahaya untuk cewek. Apalagi ini udah terlalu malam.” balasku. Dia tidak menjawab dan serius dengan ucapannya.

Aku menjadi bingung dibuatnya, nggak tau mesti ngomong apa lagi sama dia? Disisi lain aku ingin sendiri dan mengontrol emosi dan nafsu seksualku ini. Kalau aku terus berjalan bersamanya, yang ada pikiran kotor dan nafsu seksualku ini semakin memanas bisa-bisa aku lepas kontrol dan melakukan sesuatu yang tidak kami inginkan. Tetapi di sisi lain aku juga tidak ingin kejadian ini ke ulang lagi. Apalagi kondisiku saat ini sedang terluka karena sayatan belati bajingan tadi.

“Yuk” ajaknya. Tapi aku menggeleng.

“Kenapa?” tanyanya.

“Kita naik taksi aja biar aman, aku nggak bisa menolak, pasti kamu akan selalu seperti itu. Tetap memaksa apapun caranya. Bukan begitu, mbak?” kataku datar. Dia hanya tersenyum manis, lebih manis dari senyuman Tante Meri, bahkan Sandra atau Clara.

******


Selama perjalanan dan berada di dalam taksi aku hanya diam, tidak banyak berkata apa-apa lebih ke diam membisu mendengarkan cerita si supir taksi dan Jang Nara selama perjalanan. Jang Nara perempuan cantik putih, dan tinggi badannya hampir sama denganku. Asli keturunan Korea, kelahiran Seoul. Tapi dia sudah cukup fasih berbahasa Indonesia, mungkin dia pemilik tunggal perusahaan yang mesti bisa berbahasa sesuai anak perusahaannya berada.

Aku masih terus terdiam , peluh dan keringat sebesar biji jagung membasahi sekujur wajahku, mungkin juga wajahku terlihat sangat pucat pasi, ditambah lagi rasa sakit dan nafsu yang mendera di dalam tubuhku. Dalam diamku bukan berarti aku sombong, tetapi aku berusaha mati-matian menahan rasa sakit dan nafsu birahi ku.

“kamu kenapa ndre?” tanya Jang Nara padaku.

“Ng-nggak kenapa-napa , mbak!” suaraku sedikit serak dan gugup. Manik mataku hanya menunduk menatap lantai mobil ini.

“Tapi kamu kelihatan pucat dan berkeringat gitu! Aku tadi udah bilang panggil aku Ara” tuturnya.


“Nggak apa-apa Ra. Hanya menahan rasa sakit bekas sayatan belati tadi” kataku meliriknya sekilas.

“Kalau begitu kamu nanti mampir dulu kerumah saya ndre” ujarnya.

“Ng-nggak usaah Ra”

“Emang kamu tinggal di daerah mana Ndre? ” tanya Ara.

“Di pusat Jakarta, tinggal di sebuah apartemen Ra”

“Wah jauh banget ndre, sekarang ini sudah hampir larut malam, Ndre! Mending kamu nginep di rumahku aja .” balas Ara menawarkan aku untuk menginap, pikiranku membuncah.

“Ehh... tapiii... Ra?” kataku ragu.

“Km nggak boleh nolak, aku mau ngrawat luka kamu ndre. Biar luka kamu nggak infeksi ndre!” katanya sambil terus menatap tajam wajahku.

“Terserah kamu aja Ra, aku ikut aja. Kamu itu orangnya kekeh, dn keras kepala. Aku menolak pasti bakalan di paksanya juga” Ara tertawa kecil dan wajah nya terlihat ceria

“Ahhh... Sial, rasa panasnya muncul lagi, dan rasa-rasanya ingin segera tertuntaskan nafsuku ini.” umpatku membatin. Posisi duduk Ara semakin mendekat kearahku, kemudian tangannya mengapit tanganku. Dan otomatis payudaranya menekan ketat ke tanganku.


“memaksa dan dipaksa sama mbaknya, berarti tandanya dia sangat peduli dan perhatian sama masnya.” tukas si sopir taksi itu tiba-tiba menimpali ucapanku.

“Ehhh...?”

“He' emm.” Ara hanya mendehem mendengar jawaban dari si sopir taksi itu.

Aku hanya melongo mendengar jawabannya itu. “Entahlah aku juga tidak tau, perasaannya seperti apa? Tidak mungkin perempuan secantik dia, menyukaiku, lantas suaminya itu mau di kemanain.” batinku menimpali ucapan si sopir taksi.
.
.
.
.
.
Tidak terasa perjalanan kami sampai di daerah kompleks perumahan elite yang tidak kalah besar dan seluruh huniannya juga mewah. Nama yang tertera di halaman depan pintu gerbang masuk perumahan ini sangat mencolok dan besar. GREEN PARK MANSION.

“Pak nanti berhenti di depan rumah nomer 69A ya?” kata Ara yg kemudian merapikan kemejaku yang ia kenakan.

“Iya mbak”

Taksi yang kami tumpangi berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya Ara, no. 69A. Aku dan Ara segera bergegas keluar dari dalam taksi itu. Sebelum aku turun aku merogoh dompetku untuk membayar seluruh argonya, tetapi ditepis halus oleh Ara.

“Tidak usah , biar aku yang membayar ndre?”

Terpaksa aku ikuti aja kemauannya. Kini pandangan mataku sedikit takjub melihat rumahnya. Rumah minimalis modern berlantai dua sangat unik dan eksotis modelnya, desain modelnya seperti rumah milik orang-orang Korea. Bahan kaca lebih mendominasi, untuk lantainya menggunakan marmer bening menambah kesan rumahnya seperti berlantai air.


“Ayukk. Masuk ndre, maaf kalau rumahnya jelek ” kata Ara mengajakku masuk ke dalam rumahnya.

“Ahh.. tidak juga Ra.! Bagus dan unik kok, Ra? Aku suka dan kepingin punya rumah minimalis modern kayak gini, Ra.” kataku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan isi ruang tamunya.

“Ahh masa sih, ndre!”

“He' emm, cuma sedikit berantakan!” kataku sambil melirik kearahnya.

“Maklumlah ndre, rumah ini jarang sekali aku tempati. Penjaga dan orang yang bersih-bersih rumahku ini hanya datang seminggu sekali, merapikan.” terangnya.

“Iya sih, cuman sayang kalau nggak di tempati Ra! ”

“Mau gimana lagi, aku tinggal di Seoul. Disini hanya tempat ku singgah sementara, saat aku sedang survei ke anak perusahaanku di sini.” tuturnya lagi.

Aku hanya menautkan bahuku keatas. “no voment, Ra. Hehehe” kataku

“Ndre, luka kamu keluar darahnya lagi.” paniknya ketika melihat bahuku.

“Uhh... Nggak apa-apa kok Ra” jawabku dingin.

“Nggak apa-apa gimana? Orang itu darahnya terus keluar” katanya sedikit keras.

“ Kamu duduk di sofa, biar aku ambil air hangat sama obat-obatan dikotak P3K” serunya lagi.

“Eh... Iya Ra!”

Tap! Tap! Tap!

Derap langkah kaki Ara cukup terdengar dari tempatku terduduk. Sepertinya dia masih mencari-cari dimana ia meletakkan kotak P3k-nya.

Sementara menunggu Ara turun, aku berjalan menuju ruang tengah rumahnya. Saat mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan ini. Manik mataku hanya terpaku pada koleksi foto-foto yang menghiasi dinding dan meja di samping LCD tv-nya itu. Aku ambil foto seorang gadis kecil cantik kira-kira berusia 9tahun sedang di peluk oleh seorang lelaki tua yang sudah berubanan.

“Foto itu, foto mendiang putri dan ayahku, mereka udah meninggal 2 tahun lalu karena kecelakaan di provinsi Gangwon, Seoul.” sahut Ara dari anak tangga yang ia turuni.

“Ehh... Sorry, aku nggak tau! Anakmu cantik seperti kamu Ra” kataku.

“Gombal kamu ndre!”

“Serius Ra, mungkin hanya cowok bodoh dan rabun yang bilang kamu jelek Ra!” kataku sambil menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal.

“Dah ah, cepet kamu buka bajunya, biar aku gampang bersihinnya” ujarnya sinis tetapi wajahnya terlihat bersemu merah menahan malu.

“O ya... Ra, itu foto siapa yang bersama kamu” tunjukku kearah dinding belakang LCD tv.

“Itu suamiku, tapi kami tidak terlihat seperti sepasang suami istri bukan” suaranya begitu serak terdengar menahan isak tangisnya.

“Maaf kalau aku udah lancang bertanya seperti itu ke kamu Ra!” jawabku lirih.

“Nggak apa-apa ndre. Mungkin aku sedikit akan bercerita tentang dia sama kamu ndre. Dia orangnya sangat penyayang dan perhatian, dan aku sangat menyayanginya. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, puncak kebahagiaan yang kami rasakan lengkap sudah dengan lahirnya seorang buah hati dari cinta kami berdua. Tetapi anggapan ku salah, suamiku sering marah-marah nggak jelas, menganggap anaknya sendiri aib dan pembawa sial.” kata Ara sambil memejamkan matanya.

“Masih ada yah orang seperti itu. Padahal dia buah cinta kalian berdua. Sampai segitunya ya suamimu Ra, maag kalau lancang!” kataku hati-hati.


“Walau Sho Yon Min terlahir prematur, tapi naluriku sebagai seorang ibu yakin kalau dia akan menjadi anak yang normal nantinya” tegasnya.

“Apa yang kamu lakukan waktu itu, Ra. Dalam kondisi suamimu yang kayak gitu dan ditambah lagi kamu harus merawat Shin Eun yg kondisinya seperti itu.” tanyaku.

“Maka waktu itu atas inisiatif ayahku, biar dia yang akan merawat dan membesarkan Shin Eun kecil. Aku menyetujuinya, karena itu lebih baik untuk perkembangan otak dan psikologis mentalnya. Shin Eun menjadi gadis yg cantik sprti yg kamu lihat ndre! Ayahku sangat senang dengan perkembangan cucunya itu, bahkan ketika Shin Eun bertanya dimana ayahnya, dia selalu bilang jika ayahnya itu sudah mati.” tuturnya.

“Terus apa suami kamu tau kalau Shin Eun di rawat oleh ayah mu Ra?”

“Tau ndre...! Bahkan setelah kejadian aku melahirkan bayi prematur itu suamiku tidak pernah lagi menggauliku atau tidur sekamar lagi denganku, sepertinya ada sesuatu yang ia sembunyikan dari ku. Tapi aku tidak mau berprasangka terhadapnya. Hanya saja dia terus menuntut aku agar hak waris yg sebenarnya atas nama Shin Eun untuk di balik namakan menjadi namanya. Tentu aku tidak setuju ndre?” kata Ara makin serius sedang aku sudah tidak bisa serius mendengarkan apa yang di katakannya. Bilasan dan sapuan kain yang bercampur dengan air hangat itu perlahan aku rasakan di bahuku yang terluka. Sedikit perih tapi aku coba menahannya. Itu juga di ikuti dengan hawa nafsuku yang terus memburu seiring dengan sentuhan lembutnya.

“Jadi ayahmu mewariskan seluruh harta dan asetnya kepada putrimu bukan suamimu!” tanyaku

“Awalnya ayah menginginkan suamiku Park untuk memimpin seluruh perusahaan dan aset-asetnya, tapi ia urungkan ketika mengetahui kelakuannya kepada cucunya itu.” jelas Ara.

“uhhh...” lengguhku ketika obat serbuk di taburi ke lukaku. Dia juga mulai memperban lukaku dengan menyilang dari bagian depan dan belakang bahuku melewati ketiakku berkali-kali sampai tertutup rapat.

“Udah selesai ndre! Mudah-mudahan cepet sembuh ndre? Cupps” katanya seraya mencium pipi kananku.

“Ehh... Raa!” bingungku.

“Kenapa?”

“Nggak Ra. Cuman mau bilang terimakasih. hehehe” kataku sambil terkekeh.

“Aku yang sebenarnya harus berterimakasih sama kamu ndre!” Ara menyandarkan kepalanya di lenganku.
Aku menatap kearahnya begitu juga sebaliknya dengan Ara di melirikku. Kedua manik mata kami saling berpandangan, tergores senyum indah yang di padu dengan kedua lesung pipinya itu. Entah keberanian dari mana aku mencium pipinya. Dia makin mengeratkan pelukannya ke tubuhku dan dia juga membalas ciumanku dengan mencium keningku. Tampak butir-butir air mata berlinang membasahi pipinya.

“Raa...”bisikku.

“Tanpa menduganya Ara mencium bibirku dengan lembut dan penuh perasaan, akhirnya libidoku kembali tersulut dan kami saling berciuman. Tubuhku yang sudah di penuhi nafsu, tanpa sungkan tangan kiriku langsung meraba bagian susunya dan turun hingga ke bawah aku mulai menyingkap kemeja milikku yang dipakai olehnya itu. Kemudian tanganku mulai menyelip kedalam rok span dan CD nya, aku mulai mengelus-elus vagina Ara.

Ciumanku aku turunkan dari bibirnya ke leher jenjangnya yang putih milik Ara itu. Perlahan ciumanku semakin turun hingga ke belahan susunya yang bagian atas. Setelah puas menciumi di sana dengan buas dan meninggalkan banyak bekas merah juga. Kemudian kusimpuhkan posisi tubuhku tepat di antara kedua belah kakinya, perlahan aku mulai merenggangkan kedua kakinya dan sedikit kuangkat pinggangnya itu. Aku langsung merundukan kepalaku tepat di depan vaginanya. Kusinggkap roknya tergulung ke atas sedang celana dalamnya aku tarik hingga sebatas lututnya. Perlahan-lahan aku mulai menjilati vaginanya itu secara lembut dan menyapunya secara vertikal.

“Ahhh... Ja..jangan... ndree, itu jorok tempatku pipis” kata Ara kepadaku.

Slurrrrrpph... Slurrrrrpph... Slurppph...

Kamu nggak suka aku jilatin seperti itu, Ra” kataku melepaskan jilatan pada vaginanya.

“Bukan begitu ndreee, itukan jorok. Aku nggak mau kamu kotor. Terus terang aku belum pernah di jilatin seperti itu, ndree. Sama suamiku.” kata Ara sedikit memerah wajahnya.

“Dinikmati aja Ra. Aku ingin kamu senang? Dan memberikan kenikmatan yang belum pernah kamu rasain” akupun melanjutkan jilatan lidahku di vaginanya yang merah merekah di tumbuhi sedikit bulu halus.


“Ahhh... terrseerraaahhhh kaa-muu ndree.... aahh...! Eee...nnaaakk... terruuss... jilatinnn terusss ouhhh.... ” rintihnya saat menikmati jilatan yang ku lakukan.

Sapuan lidahku dan jilatanku di vagina Ara semakin inten seperti halnya menjilati es krim. Kusapu vaginanya dari bawah ke atas dengan lidahku, terus melakukan seperti itu. Jilat dan menjilati vaginanya sampai mulai basah dan lembab oleh cairan percum dan cairan salivaku. Kemudian jilatanku, aku hentikan tepat pada bagian atas vaginanya, tepat ditonjolan kecil klitorisnya.

“Auww...! Ituu ouuhhh... Itilku kamu apakan ndree... Uhhh... teruuss.. uhh teruuss ... Ndre.... ahhh... ahhh...” rancaunya.

Aku tak bergeming, terus menjilati dan memainkan klitorisnya itu, sesekali aku gigit pelan dan tubuhnya melenting keenakan.

“Aduuhh ... enaaakkk... ndree itilku kamu gituin. Ouuhhh... puasinn akuu ndree....
Ouhh uhh uhh uhh...” rintihnya merasakan kenikmatan di seluruh tubuhnya.

“Usssttthh... Ahh ahh ahhh ahh jilaatt teruuuss itilku sayaanng” cercaunya lagi sambil menjambak rambutku agar jilatanku tidak lepas dari vaginanya.

Dengan sedikit variasi yang pernah aku lakukan sama Tante Meri, aku masukkan jariku kedalam lubang vaginanya. Kini aku mulai menggerakkan jariku keluar masuk dan mengocok secara kasar.

“Ahhhh... terusss teruuss saaayyaannggg... buaatt akuu keenaaaakkannn... ” rancaunya lagi.


Sebenarnya aku kurang begitu tau masalah beginian. Tetapi berkat pengalaman pertamaku sekaligus memberikan keperjakaan ku pada Tante Meri, aku jadi sedikit mengerti. Jariku terus mengocok liang vaginanya, kadang aku menekukkan jariku ketika berada di dalam vaginanya dan menyentuh bagian atas vagina milik Ara. Benar saja Ara mengerang keras,menikmati perlakuan jari tanganku.

“Ahhh... yaa seperti iituu ndre....enakk.
kamuuu pinteeerr banget.... ouuhh.... terusss ndre..”

“Beneran enak sayang?” kataku. “Kalau jarinya dimasuki kaya gini gimana?” lanjutku yang kembali melanjutkan permainan jariku di liang vaginanya.

“Uhhh ... Iyaa.. ndre jari kamu bikin aku keenakan... Ouhh” rancaunya menikmati permainan lidah dan tusuk-tusukan jariku di liang vaginanya.

Seiring dengan lengguh dan suara kenikmatan yang di rasakan oleh Ara, aku mulai mempercepat kocokan jariku , tidak lupa jilatan, hisapan dan gigitan pelan di klitorisnya, membuat dia semakin menegang dan mulai mengejang-ngejang.

“Teruuss ndre teruuss , aku udah mau keluar” teriaknya.

“Aku mempercepat kocokan ku tak menghiraukan erangannya . Semakin cepat dan semakin cepat, sambil mengocok kadang juga aku hisap cairan percum bersamaan dengan jilatan lidahku di itilnya.

“Ahh... Akuuu keluaaar ndree....” teriaknya.

“Aaaaaaaahhh....

Ara berteriak nikmat, tubuhnya sudah melengking keatas, ketika itu juga aku menghentikan kocokanku di liang vaginanya. Sedang lidahku terus menjilati vaginanya.

CREETT! CREETT! CREETT!.....

Cairannya begitu banyak yang keluar memuncrat membasahi seluruh wajahku dan sebagian aku meminum cairan orgasmenya.

Terlihat wajah ayunya begitu sayu nafasnya terdengar terengah-engah.

“Uhh... Uhh... Uhh...” nafasnya memburu.

“Aku baru pertama kali merasakan yang namanya orgasme kaya begini ndre. Apalagi kamu ngelakuinnya cuman pake jari dan mulut kamu, aku benar-benar puas” katanya yang kemudian menarik tubuhku untuk bersejajar duduk dengannya. Aku kecup keningnya.

“Kamu puas aku juga puas, bisa melihat kamu bahagia kaya gini.” kataku memeluk pinggangnya.

“Ndre kita pindah ke kamar aku.” aku mengangguk pelan dan membopong tubuh Ara menuju ke arah kamarnya.



[Next Chap]>>>>
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd