Regina hanya mengelus-elus rambutku yang berada di bawah perutnya, sementara aku semakin lahap menjilati kemaluannya. Sambil mengalirkan air liurku sebanyak mungkin ke celah kemaluannya.
Bahkan lalu aku mulai menjilati kelentitnya dengan lebih kencang lagi. Sehingga Regina mulai menggeliat-geliat sambil merintih-rintih histeris, “Baaaang.... oooooh.... Baaaang..... oooo... ooooh.... oooo... oooo... ooooohhhhh.... Baaaaaaaaaaaaangggg... ooooohhhhhh.... ooooooooooohhhhhhhh.....oooooooooooohhh..... “
Akhirnya aku merasa memek Regina sudah cukup basah. Sudah tiba waktunya untuk mengeksekusinya.
Maka kupegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini dan kutempelkan puncaknya di mulut vagina yang sudah ternganga dan basa kuyup itu.
Lalu kudorong kontolku sekuat mungkin. Berhasil... ! Kontolku mulai melesak masuk ke dalam celah kemaluan Regina yang terasa sangat sempit ini.
Regina pun terpejam. “Bang... ini sudah masuk ya... “ desisnya sambil tetap memejamkan matanya.
“Iya, “ sahutku, “kalau agak sakit tahan ya... “
Lalu kudesakkan lagi kontolku sekuat tenaga, sampai masuk separohnya. Ugh... memang liang memek Regina masih teramat sangat sempit sekali... !
Namun dengan sabar, aku mulai menggerak-gerakkan kontolku dalam jarak pendek-pendek. Maju dan mundur dan maju dan mundur.... perlahan dulu, pendek-pendek dulu jaraknya, karena baru bisa masuk separoh kontolku. Makin lama jarak entotannya makin panjang... makin panjang lagi... dan akhirnya aku pun mulai mengentotnya secara normal.
Sementara aku makin asyik mengentot memek yang teramat sangat sempit itu, Regina pun mulai merengek-rengek histeris, “Dudududuuuuh Bang... be... begini ya rasanya dientot... aaaaah Bang... aaaaah... “
“Sakit nggak ?” tanyaku.
“Tadi sih ada sakit sedikit. Sekarang nggak lagi... malah... malah enak... enak sekali Bang... “
Baguslah kalau tidak sakit lagi, karena aku ingin mengentotnya habis-habisan. Desahan-desahan nafas dan rengekan-rengekan histeris Regina pun makin lama makin menjadi-jadi.
Bahkan akhirnya dia bukan cuma menggeliat-geliat lagi Dia berkelojotan seperti ayam sekarat. Lalu sepasang kakinya mengejang tegang... tegang sekali.
Aku tahu bahwa Regina sedang menikmati orgasmenya. Sedangkan aku tak mau menghentikan entotanku, karena sedang enak-enaknya menyetubuhi saudara sepupuku ini.
Tapi Regina mendorong dadaku. “Bang... berhenti dulu sebentar... aku kok merasa ngilu-ngilu gini ya ?”
“Hihihiii... “ kuhentikan juga entotanku, “itu tandanya kamu baru habis orgasme barusan. Seorang psikolog tentu tau apa itu orgasme kan ?”
“Tau dari buku doang, “ sahutnya.
Karena merasa kasihan, aku tak sekadar menghentikan entotanku, namun mencabut kontolku sampai terlepas dari liang kemaluan Regina. Masalahnya bukan hanya merasa kasihan, tapi aku pun ingin melihat “bukti” perawan tidaknya Regina sebelum kuentot tadi.
Ternyata memang benar... ada genangan darah di bawah kemaluan Regina, meski cuma sekitar sesendok teh. Namun hal itu tetap kujadikan bukti. Bahwa aku harus menghormati Regina, yang telah menyerahkan kesuciannya padaku.