Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Aji Nyawijining Asmoro

Part. 2B (Completed)



KAMAR KOST 02 - IDA



22ce211335570217.jpg




Pukul sembilan malam, jam kerja Ida berakhir. Diluar hujan masih saja mengguyur mall tempatnya bekerja. Meski tak tau kepastian kapan akan reda, Ida memutuskan tuk menunggu sejenak sembari mencari tempat makan dalam mall tersebut. Setelah memesan makanan, ia pun mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas.



"Tumben si Fitri ga ngechat gua, biasanya rewel banget tu anak.." gumam Ida, karena tau belum lama ini Fitri putus dari pacarnya dan sering curhat kepadanya tiap waktu.

"Buka hp, lu lagi lu lagi yang muncul.. bosen gua pacaran ma hp.." menarik nafas dalam, tau akan hubungannya sendiri yang kian terancam. Sebulan sudah Ida mencoba LDR dengan pacarnya yang terpaksa harus bekerja diluar pulau.

"Fit, lu dah makan belom.. mau gua bawain ga.." isi chat Ida kepada sahabatnya yang dipastikan takkan mendapat balasan.



Satu jam berlalu dalam sekejap, tak kunjung reda pula hujannya. Ida memutuskan memesan layanan transportasi abang ojol melalui ponsel miliknya. Meskipun hujan, pilihan Ida tetap jatuh pada motor daripada mobil. Sebab disitu jarang ada driver mobil yang mau mengambil jarak dekat, karena tarifnya dirasa terlalu murah.



"Tulililulinggg.." bunyi notifikasi ponsel Ida.

"Malam, tunggu dimana ya mba.." chat abang ojol.

"Dipintu keluar belakang, parkiran motor bang.." balas Ida, sembari menghabiskan sebatang rokok mild dicuaca yang dingin ini.



Lima menit berselang, hujan yang tadinya cukup deras kini sudah berangsur reda. Akhirnya yang ditunggu datang juga, abang ojol dengan motor matic Yamada Qiu itu berhenti didekat halte tempat Ida duduk. Memperlihatkan atribut yang ia kenakan, hanya jas hujan bagian bawah saja yang dipakainya.



"Mba Ida..!?" ucap abang ojol sedikit kencang, tau ada beberapa orang yang menunggu dihalte tersebut.

"Iya bang.." Ida pun bangkit, masih mengenakan pakaian kerjanya yang cukup terbuka. Pakaian berwarna dominan hitam dengan sedikit corak merah diatasnya itu memamerkan kulit paha berwarna sawo matang miliknya.

"Mau pakai jas ujan mba..?" tanya Abang ojol, melihat pakaian Ida yang kurang bahan. Sampai terfikir, apa kebal dingin ya nih anak.

"Makasih bang, ga usah deket ini.." timpal Ida.

"Owh ya udah, nie mbak helmnya.. maap agak basah.." kata abang ojol, menyerahkan helm warna hijau itu.



Sedikit sial bagi Ida, hampir sampai bukannya hujan reda malah semakin deras. Setelah turun dan membayar ia lalu bergegas lari secepat yang ia bisa masuk kedalam sarang kimcil. Hingga didepan kamar ia tersadar, kunci miliknya ia titipkan kepada Fitri sebelum berangkat tadi.



"Duh, basah semua deh.. untung besok gua libur.." keluh Ida.

"Tok.. tok.. tok.. Fit, lu ada didalem nggak..!?" sedikit berteriak, mengetuk kamar Fitri supaya tak kalah dengan suara hujan.



Kamar Fitripun sedikit terbuka, mungkin sekitar lima belas atau dua puluh sentimeter. Dibaliknya terlihat wajah Fitri yang agak memerah, seperti menahan rasa sakit atau nikmat lebih tepatnya.



"Gimanah da..?" ucap Fitri lirih.

"Mau ngambil kunci gua Fit, kenapa muka lu merah bener..?" balas Ida.

"Ga papah da, abis keujanan tadi.. ni jugag baru mau mandi.. tungguh bentar yak.." ucap Fitri dengan nada sedikit bergetar sembari menutup pintunya kembali.

"Ambil nih da.." sesaat pintu terbuka lagi, Ida melihat tangan Fitri memegang kunci meski sedikit didalam kamarnya.

"Ida.. plak.." ucap seseorang, diikuti tamparan ringan ke tangan Ida. Saat ia ingin meraih kunci dibalik pintu itu. Seketika itu pulalah pikirannya menjadi kosong dan badannya terasa sedikit memanas.



Pintu terbuka lebar, mata Ida hanya bisa membelalak tak percaya akan pemandangan yang sekarang ia lihat. Sahabatnya digauli dengan begitu intens, bahkan tanpa ada perlawanan. Raut wajahnya justru menyiratkan kebinalan seorang wanita yang berada dipuncak birahi. Bukan menghentikan atau apa, Ida hanya bisa mematung dan tanpa disadari celana dalam miliknya yang basah terkena air hujan kini mulai lebih basah lagi karena air kenikmatannya sendiri.



"Sini masuk Da, diluar dingin.." kataku, masih menggoyang dan menusuk Fitri dari belakang.

"..." Ida masih membeku, meski tubuhnya sedikit bergetar diluar kamar namun sesaat setelahnya ia mulai masuk kedalam.

"Buka aja baju lu, basah kuyup gitu.. ntar masuk angin lagi.." ucapku singkat.

"Iyaghh dah, tuhh.. akh ahh.. da handukh dikmar.. ach.. andih.." timpal Fitri, masih sempat-sempatnya perhatian pada sahabatnya walau dalam kondisi seperti ini.



Ida mulai menanggalkan pakaiannya, hingga tinggal bra dan celana dalam berwarna biru tua miliknya. Terlihat bra itu hampir tak mampu membendung bongkahan dadanya yang begitu besar, lebih besar dari kepunyaan Fitri. Tangan kiri Ida sedikit menutupi bagian atas, sedang yang kanan menutupi bagian bawah. Melindungi bagian tersebut supaya tak terlihat atau mungkin malu kalau orang lain tau memeknya sudah mulai becek karena birahi yang kian meninggi. Setelahnya ia terduduk dikursi dekat meja, sembari melihat permainan panasku bersama sahabatnya.



"Fit, balik ranjang aja.. cape diri mulu.." pintaku, menghentikan kegiatan sibho jr.

"Eughh.. apahh.. mash bho.." balasnya, tetap menggoyang pantat meski tau aku telah berhenti.

"Diranjang aja..!" Melepas sibho jr dari lubang memeknya, kemudian berjalan dan merebahkan diri diranjang.

"Da, sabar ya.. biar temen lu puas dulu.." senyumku, melihat tangan kanan Ida sedikit beraktivitas.

"Massh bho ihh.. jahatt, masukin lagih.." kata Fitri menghampiriku dengan sisa tenaga yang ia punya, dimasukkannya lagi sibho jr kemudian menggenjotnya.

"Ackhhh.. ah.. ahh ah.. akh.. manh.. mantul mash.. bho.. mmph.. syurpph.. plak.. akhhh.. mmmph.." jerit, rintih, desah, lenguh Fitri. Saat bibir lidah kami bergumul, tak lupa tangan ini meremas dan kadang menampar pantatnya.



Ida yang melihat adegan itu kak kuasa lagi menahan hawa nafsunya, namun karena masih ada sedikit rasa malu tersisa ia kemudian berlari menuju ke kamar mandi diujung ruangan. Menutup pintu dan bermasturbasi sendiri didalamnya.



"Tuh fit, si Ida dah sange berat kayak'e.." candaku ke lacur ini.

"Eghh.. Ida mahh gituh.. pemdhiem tapih.. ah ahh.. doyan.. ah.. akhh.. kontol.." balasnya.

"Sama kayak lu ya berarti.. haha.." timpalku.

"Ehmm.. hee emmph.. emphm.." jawabnya tak jelas.

"Mmmash bohh.. akhh.. aahh ah ahh.. aquhh mauu.. kel.. keluargh.. lagihh.. arrrghhhh.." selang beberapa menit dengan tubuh sedikit mengejang, Fitri mencapai klimaks nya lagi dan seketika rubuh diatasku.

"Yah, maenan yang ini abis dah batrenya.. musti nunggu yang lagi colmek nih.." batinku, melihat Fitri terengah kelelahan.



Beberapa lama kemudian Ida keluar dari kamar mandi, tubuhnya terbalut handuk dengan wajah memerah dan nafas yang sedikit berat. Ia kembali berjalan menuju kursi yang ia duduki tadi. Melihat penampilannya saja membuatku menjadi semakin bergairah.



d921721335591338.jpg




"Sini Da, nggak mau kenalan ma sibho jr..? dia dah pengen maen ke memek kmu lho.." mengelus sibho jr dan menepuk sebelah ranjang setelah memindahkan tubuh Fitri kesebelahku.

"..." Terdiam diatas kursi, menggigit ujung kiri bawah bibirnya sendiri diikuti anggukan balasnya atas kata-kataku.



Lutut kirinya mulai naik keatas ranjang, matanya menatap dalam ketika kedua mata kami bertemu. Seketika bibirnya mengecup mesra bibirku, sebagai jawaban atas segala pertanyaan yang ada dalam benaknya selama ini. Kupandu merebahkan dirinya disampingku, sambil tetap berciuman kubelai lembut rambut kepala miliknya. Rintik air semakin sedikit menetes, menggambarkan awal pergumulanku dengannya diranjang ini. Ibarat kata, tenang sebelum badai melanda.



Telapak tangan ini masih tak kuasa menampung keseluruhan dada yang terbungkus handuk putih itu. Pahaku yang kini berada diantara selangkangannya, tak sengaja menggesek barang pribadi milik Ida. Hingga reflek membuat kedua kakinya mencengkeram erat kaki kananku dan pinggangnya bergerak maju mundur seirama gesekanku.



Kesabaran sibho jr terlihat sudah mulai habis, ingin rasanya segera menumpahkan lahar panas ke goa surgawinya. Karena dironde ketiga tadi belum sempat terpuaskan oleh Fitri. Setelah berhenti foreplay, mulai kutindih dan kulepas handuk dari tubuhnya.



"Da, gua masukin ya.. cuph.." kukecup bibirnya, kuremas teteknya sambil mengarahkan sibho jr ketempat yang seharusnya.

"Iyah mas bho, tapi pelan-pel.. aackkkhhhh..!!" Belum sempat selesai bicara sudah kutusukan sibho jr sedalam-dalamnya.

"Pel.. annhh.. slaph.. slaphh.. ahh ah.. pehl.. ann maashh.. slaph.. akh.. sakh.. itt.. ah.." Tak peduli yang ia katakan, kugenjot secepat yang kubisa. Tubuh Ida mulai menggila, ranjang yang menjadi saksi bisu ini pun berderit begitu kencang.



Menit-menit berlalu, rudal ini masih sibuk menghujami daerah sensitif milik Ida. Belum ada tanda erupsi lahar panas ingin keluar, meski dua kali sudah lacur ini meraih puncak kenikmatan. Memunculkan sedikit tanda tanya dihati. Tanpa disadari, ternyata ajian ini memiliki efek kepada diriku sendiri. Dimana membuat nafsu, stamina, tenaga dan daya tahan berkembang seiring banyaknya ajian ini digunakan.



"Sachkit.. slap.. akh sakh.. itt.. slaph.. slaph.. kluargh lagih.. slap.. iyang kencengghh.. slap slaph slaphh.." rancaunya, kedua tangan dan kaki melingkari punggung serta pinggangku.

"Kel.. uarh... slaph slap.. Arrrgghhhh.." jemarinya mencengkeram, tubuh dan pinggulnya kini bergetar hebat.

"Akuh juga, mau keluargh.. slap slap slaphh slaphh.." tanpa peduli kondisi atau mengistirahatkannya terlebih dahulu tetap kutusuk Ida yang seperti kehilangan separuh nyawanya. Semakin kupercepat, menyadari ada sesuatu yang sudah berkumpul diujung sibho jr.

"Zlaphh.. craatt.. crath crat.. cratt.." kuisi rahim Ida dengan begitu banyak sperma, sedikit meleleh keluar melalui sela kewanitaannya.

"Hmmmph.. brukk.." menjatuhkan diri ditengah kedua bidadariku, memejamkan sejenak mata ini tuk mengusir lelahku.



Tetes hujan terakhir mengakhiri hari yang gila ini. Ketiga insan tertidur pulas berpelukan, setelah mendapat kepuasan duniawi. Jam dinding terus berdetak menemani sang rembulan menggantikan hari. Adakah kenikmatan lebih besar menanti, setelah malam terlewati.





Next to Part. 3
 
Terakhir diubah:
Part. 3 (Completed)



KAMAR KOST 08 - ZAHRA



2366331335660032.jpg




Cuaca begitu cerah, mentari dengan hangat membelai lembut sarang kimcil dengan sinarnya. Terlihat wajah damai seseorang tengah duduk santai diatas kursi sembari memainkan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Sedikit terdengar suara cangkir dan sendok beradu dari dalam. Tak lama kemudian sesosok wanita cantik menyuguhkan secangkir kopi, serasa ingin menyempurnakan pagi ini.



"Nih mas bho, dinikmatin kopinya.." ucap fitri.

"Thanks fit, udah mau berangkat kerja..?" tanyaku.

"Iya, tinggal nungguin si ida aja.." jawabnya, sembari melihat jam tangannya.



Dua motor kini menanti digerbang depan, abang ojol yang siap mengantar sampai tujuan. Dengan segera fitri kembali kedalam tuk memanggil ida, tak enak juga bila menunggu terlalu lama.



"Mas bho, berangkat dulu.. jangan lupa ntar malem yah.." pamit fitri, sembari mengerlingkan mata kirinya.

"Mas bho jalan dulu.." senyum Ida, sedikit kecewa karena tau malam ini bukan jatahnya buat ena-ena.

"Ati-ati dijalan, jangan pada rewel.." balasku.



Senin ini jalanan terlihat sibuk, berbanding terbalik denganku yang begitu senggang disetiap paginya. Mulai kubuka ponsel ini, berencana bermain game favoritku dan menaikkan peringkatku yang masih stuck disitu-situ saja. Namun belum sampai halaman menu, telingaku sedikit terganggu oleh suara merdu seseorang. Mataku mencoba mencari asal suara tersebut, hingga terhenti kepada sosok wanita manis mengenakan hijab berwarna abu-abu. reflek hatiku berkata, savage.



"Permisi, pagi bang.." ucapnya sopan.

"Pagi juga mbak, ada yang bisa saya bantu..?" tanyaku tak kalah sopan.

"Kemarinkan saya liat iklan kost-kost'an ini.. mau tanya, apa masih ada kamar yang kosong ya bang..?"

"Oh, masih mbak.. kebetulan yang isi juga baru dua.."

"Boleh liat kamarnya..?"

"Silahkan, masuk aja mbak kalo mau liat-liat.. tapi, itu yang didalam mobil nggak diajak sekalian..?" tanyaku, melihat masih ada orang didalam mobil yang tadi ia naiki.

"Oo, nggak bang.. saya kesini emang naik taxi online..hehe" jawabnya tersenyum.

"Kirain pacar atau saudara mbaknya.. omong-omong, namanya siapa ya mbak.. kenalin, sibho.."

"Zahra.." tangannya menyambut uluran tanganku.



Tanpa pikir panjang zahra memilih kamar nomor delapan yang berada dilantai dua, tepatnya diatas kamar ida. Setelah memberikan dp, ia kemudian pamit karena masih harus beres-beres ditempat saudaranya dan berkata mau pindah sore ini juga. Dari ceritanya, ternyata ia masih seumuran denganku. Seorang mahasiswi baru di STIKES yang terletak tak jauh dari sarang kimcil. Yah, mungkin nanti kita bisa mengambil mata kuliah praktikum suntik menyuntik pikirku.



Dua hari berlalu semenjak zahra menjadi bagian dari sarang kimcil, masih belum sempat pula kucoba ajian nyawijining asmoro padanya. Senin selasa masih saja disibukkan dengan kebinalan fitri dan ida. Hingga akhirnya terbesit sebuah rencana.



"Sore bang bho.." ucap zahra, melihatku santai diteras depan.

"Baru pulang ra..?"

"Iya bang, aku masuk duluan ya.."

"Eh ra, bentar.." cegahku.

"Gimana bang.."

"Besok lu ada acara nggak..?"

"Nggak ada kayaknya, kenapa bang..?"

"Gini, kemarenkan gua dikasih duit sama si om.. katanya suru nraktir anak kost, makanya kalo bisa besok.. biar semuanya ikut, kebetulankan kamis si fitri ma ida libur tuh.."

"Oo gitu, aku sih ngikut aja bang bho.. tapi, paling abis kelar kuliah.."

"Selow, ntar berangkatnya dari sini aja.."

"Ok siap.." jawabnya menutup percakapan.



Hari berganti, malam ini kami pun berangkat besama menuju rumah makan yang katanya cukup populer didaerah sini. Beruntung sebelumnya sempat reservasi, melihat begitu penuh tempat yang kami datangi ini.



"Udah pesan tempat kak..? tanya seorang pekerja begitu kami masuk.

"Udah mba, atas nama sibho.." jawabku.

"Tunggu sebentar ya.."

"Atas nama sibho, meja empat orang ya..?" ucapnya mengkonfirmasi.

"Yups, bener mba.."

"Silahkan ikuti saya.."

"Ok.."



Setelah menuju sisi lain restoran, menyadarkanku bahwa tempat ini lebih besar dari yang kubayangkan. Mengusung gaya tradisional, terdapat banyak saung yang terlihat mengelilingi kolam. Kami berjalan ditemani live musik akustik hingga akhirnya sampai ditempat yang kami pesan. Aku lalu memberi tanda kepada fitri dan ida supaya dapat duduk bersebelahan dengan zahra.



Makanan sudah dipesan, tinggal menunggu disajikan. Namun sebelum itu, inilah saatnya memberikan ajian nyawijining asmoro kepada zahra. Kenapa harus sekarang dan ditempat ini. Mungkin lebih karena rasa penasaran, melihat bagaimana reaksi seorang cewek jika nafsunya memuncak disaat makan dan ditempat umum seperti ini.



"Zahra.." ucapku, menyentuh tangannya.

"Iya, ma.. sh.." jawabnya dan apa yang terjadi, terjadilah.

"Bst.. sst. bbst.. hhi.." terdengar suara berbisik dengan sedikit tawa didepanku, siapa lagi kalau bukan fitri dan ida.

"..." Kuberi lagi tanda supaya mereka diam dan berpura-pura tak tau apa-apa.



Empat porsi gurame bakar asam manis disertai beberapa lauk lain kini sudah berada didepan kami. Kupersilahkan mereka tuk segera menikmati, sembari mencuri pandang betapa lucunya tingkah gadis disampingku ini.



"Enak fit, da..?" tanyaku kepada mereka yang berada didepanku.

"Enak mas bho, kalo kurang enak ya tinggal digoyang kan mas.." balas fitri, menjurus kearah yang tidak-tidak.

"Guramenya besar ma empuk, tapi ida lebih suka yang besar ma keras sih mas.. hehe.." timpal ida, tak mau kalah.

"Kampret, pada nggak kondusif nie mulut anak-anak.. haha.." terkekeh dalam batinku.



b2cef81335843649.jpg




Mendengar arah pembicaraan kami yang semakin tak karuan membuat nafsu zarha meluap keluar. Tatapan matanya kini kian sayu, pikirannya hampir tenggelam dalam ketidakpastian. Tubuhnya menginginkan kenikmatan, namun otaknya masih sedikit melawan. Kenapa harus sekarang, pada tempat dan waktu yang tidak semestinya.



"Dari tadi diem aja ra, gimana makanannya..?" tanyaku ke zahra yang sibuk dalam dunianya sendiri.

"Ee.. enak bang.." jawabnya sedikit tergagap.

"Enak banget ya, sampe jarinya dijilatin mulu dari tadi.. hehe.."

"Ehh.." sadar akan tingkahnya.



Makanan selesai disantap, tapi kami tak langsung pulang. Ingin rasanya sedikit lebih lama menikmati alunan musik dan bercerita satu dua hal tentang masing-masing dari kami. Meskipun sebenarnya aku sudah tau apa yang akan dikeluh-kesahkan fitri dan ida, jadi kali ini perhatianku terfokus kepada zahra.



"Lu dah punya pacar, ra..?" tanya fitri.

"Udahh, mphh.. tapih, sekarang dia kuliahh di Jogja fit.."

"Senasip sama gua donk berarti.." timpal ida.

"Dah, kalo lu berdua butuh kasih sayang.. kan ada mas bho, ya ga mas.." canda fitri, menjulurkan lidahnya padaku.

"Kasih sayang mas bho kelewat besar sih.. ya kan fit.. hehe.." canda ida, ikut-ikutan.

"Puk.. puk.. yang sabar ya ra, ntar juga biasa.. tu, kek si ida.." kataku, menepuk dan membelai paha zahra yang masih terhalang celana jeans ketat miliknya.

"Ughh.. iiya bang bho.." tanpa menolak perlakuanku.



Malam ini cerita berkutat tentang zahra, semua mulai ia beberkan. Entah ini pengaruh ajian atau memang fitri dan ida yang cakap dalam memancing pembicaraan. Disini ia mengaku kalau masih perawan, pacaran juga endingnya cuma kissing ma grepe doang. Hingga akhirnya, buah dari perbincangan ini datang.



"Ughh.. bhang bho.. phulang yuk.." sedikit terengah, memegang erat tanganku. Kepalanya menunduk sambil menggigit jari telunjuk miliknya.

"Mau ngapain ra, kok pengen cepet-cepet pulang..?" bisikku. Melepaskan genggamannya, beralih memijat pelan daerah sensitifnya.

"Enghhh.." lenguhnya tertahan.

"Mmpp.. pngen disuntikh bang bho.." jawabnya singkat, padat dan jelas.



Taxi online yang kami pesan pun datang, suzuki ertiga berwarna merah seperti pertanda adanya darah perawan yang akan tertumpah. Kubuka pintu samping, kemudian kuangkat jok berwarna krem itu. Membiarkan zahra tuk naik ke kursi belakang disusul denganku kemudian, fitri dan ida kini berakhir duduk didepan kami.



Perjalanan cukup lama juga ternyata, tak tau kenapa rabu malam ini traffic begitu padat dijalan yang kami lalui. Untung saja fitri dan ida bisa sedikit mencairkan suasana, atau lebih tepatnya menggoda driver yang sedang kami naiki. Sedangkan aku masih sibuk mengurus gadis disampingku, yang terlihat sudah menyerah akan akal sehatnya.



"Mpph.. cuph.. slurp.." suara ciuman dan jilatan ditanganku

"Sabar ra, masih dijalan.. bentar lagi juga pe sarang kimcil.." bisikku ketelinganya.

"Mpph.. cuph.. cuphh.. puha.." tolaknya, menggelengkan kepala dan bibirnya beralih ke leherku.



Bulan bersinar terang, seakan tak malu menampakan wujudnya kedunia. Terlihat bahagia, dikelilingi bintang-bintang menemaninya. Begitu pula ekspresi zahra sesampainya kita disarang kimcil, tanpa bertutur kata langsung mengangkat jok didepan kami dan menarikku keluar. Membuat fitri dan ida berdesakan, sembari menggeleng-gelengkan kepala mereka.



Sesampainya di kamar zahra, aku terus diserangnya tanpa bisa melawan. Mendorongku diranjang miliknya dan menciumiku secara membabi-buta. Fitri dan ida yang menyusul masuk pun heran dengan ulah perawan satu ini.



"Mppphh.. myupch.. cuph.. muach.." suara ciuman zahra, kemanapun yang dirasa bisa ia cium.

"Liat da, kalah ganas lu sama si zahra.." ucap fitri pada ida.

"Namanya juga blom pernah ngrasain ena-ena fit.." timpal ida.



Melihat permainan zahra yang kian tak terkendali, memberikan ide baru diotakku. Tak kulayani permaiannya kali ini, membuatnya seperti bermain dengan boneka tak bernyawa. Lama-kelamaan ia mulai frustasi dan bertanya.



"Kennapah bang bhoh, mpph.. apa zhahra kurang chantique..?" tanyanya kebingungan.

"Santuy ra, pengen banget ena-ena lu ya.." balasku.

"..." hanya diam jawaban darinya.

"Noh, pake itu dulu.. ga usah pake daleman.." tunjukku ke seragam miliknya yang masih tergantung disebelah almari pakaian.

"Buuat pa, bangh bhoh..?"

"Udah pake aja, mau enak nggak.." jawabku simple.



Zahra mulai menanggalkan satu persatu pakaian yang dikenakannya, mulai dari baju, celana, bh, celana dalam, dan hijabnya. Memamerkan tubuhnya yang, asudahlah. Kemudian ia mulai memakai seragam polos berwarna putih dengan sedikit corak hijau miliknya, terganti pula hijab merah yang ia kenakan tadi.



"Udha bang bho.." ucapnya, menggigit jemari telunjuk miliknya.

"Gua pengen maen dokter-dokteran, lu jadi susternya.. kalo kerja lu bener ntar gua perawanin, kalo ga bener ga bakal gua enakin memek lu.. ngarti.."

"..." hanya anggukan ringan sebagai tanda persetujuan.

"Panggil pasien pertama sus.." lagakku jadi dokter.



Fitri mulai memerankan dirinya sebagai pasien, ia menghampiri dan duduk dikursi yang telah dipersiapkan didepanku. Zahra disampingnya hanya bisa berdiri menggigit ujung bibirnya sendiri.



"Tolong nama dan keluhannya.." tanyaku.

"Saya fitri, keluhannya pusing ma susah tidur tiap malem dok.." jawab fitri.

"Owh ok, coba saya periksa.. tolong buka bajunya.." balasku.

"Baik dok.."

"Maaf ya stetoskopnya lupa naro, pake tangan aja.." memainkan bongkahan lemak dibalik bh fitri.

"Hmmph.. nggak papa, enak dok.. eh.." fitri keceplosan.

"Wajahnya ko merah fit, coba saya test suhunya dulu.. cuph.. syurph chyup.." bibir dan lidahku bermain dengannya.

"Hmmph.. mphhmmph.. puah.."

"Kurang kasih sayang inih, tiga kali seminggu kekamar saya ya nanti.." ucapku, menyudahi.

"Siap dokhh.." tutup fitri.



Beberapa menit permainan ini terasa sangat amat lama bagi zahra. Ketika ida memainkan peran sebagai pasien pun dirinya tak begitu peduli, karena pikiran dan tubuhnya sibuk mengurus birahinya sendiri.



"Sus, lagi ngapain.. nggak nyatet keluhan pasien malah sibuk grepe tetek.." bentakku.

"Mmmph.. pengenn diperiksa juga dogh.." balasnya lirih.

"Liat tuh fit da, ketularan virus lu berduakan.." ucapku, dibalas tawa dari mereka berdua.

"Dah duduk, apa yang dirasain.."

"Badannyah panas dogg.." balasnya.

"Coba tak periksa, buka mulut ma keluarin lidahnya.."

"Aaaa.." ia pun menurut.

"Syurp.. slruupp.. slurphh.." tanpa babibu lidahku langsung menari bersama lidahnya.



Semenit dua menit bibir dan lidah kami berpagutan. Wajah gadis ini menjadi kian memerah, nafasnya memburu serasa menginginkan sesuatu. Kuremas payudara miliknya sebagai balasan atas permintaan tersiratnya dan kemudian bertanya.



"Puha.. yang ini sakit..?" tanyaku, melepas ciuman kami berdua.

"Mmphhhmm.." hanya lenguhan yang ia berikan.

"Kalo yang ini..?" mengalihkan tanganku ke daerah sensitifnya yang lain.

"Uughh.. ga sakhit dog.. tapih ghateell.. cuph.. syurph.." kembali melahap mulutku.

"Ga bisa cuma minum obat ini, kalo mau cepet sembuh harus disuntik.." ucapku disela serangan bibirnya.

"..." angguknya ringan.

"Pindah keranjang, terus lepas celananya klo mau disuntik.." perintahku.



Paha yang tak kalah putih dari milik fitri dan vagina yang dihiasi sedikit bulu halus itu kini terlihat siap dinikmati. Kuminta fitri dan ida menelanjangiku dan mengasah sibho jr dengan kedua kuluman mereka. Menjadikannya tegak meski bukan keadilan, kemudian menghampiri zahra yang sudah terlentang diatas ranjang.



"Beneran mau disuntik, sakit lho ra.." candaku, memposisikan badan disela paha zahra dan sedikit menggesek-gesekan senjataku ke vaginanya.

"Uhh.. Mauh suntikhh.." pinggulnya naik turun seirama gesekanku.

"Emmphh.." tanpa disuruh tangan kirinya sudah mengarahkan sibho jr tuk masuk kesangkar barunya.

"Emph.. akhh.." kepalanya mulai masuk, terasa sedikit sempit tak semudah penetrasi kememek fitri dan ida.

"Sleebbhh.. arrrggghjghhh.." teriak zahra, matanya membelalak setelah kutekan dalam sekali hentakan. Menyeruak sesuatu yang daritadi menahan laju sibho jr.

"Mphhh.. hhhahh.. hahh.. mmhpp.." mendengarnya mengatur nafas, kudiamkan sebentar agar ia jadi lebih terbiasa menerima benda asing didalam vagina miliknya.

"Hemmp.. clep.. clepp.. slebh.." pinggulnya sudah mulai bergoyang naik turun, padahal niatku masih ingin memberikannya waktu.

"Ga sabaran amat ra.." bisikku ketelinganya.

"Hemmp.. hemmp.. hemmph.." desah zahra menutup mata, tubuhnya keasikan menggenjotku dari bawah.



5093a81337184706.jpg




Detik demi detik berlalu, hujaman sibho jr membuat alas tempat kami berpadu semakin basah. Sedikit bercak kemerahan cukup terlihat, tercampur keringat dan cairan lain yang keluar dari vagina zahra. Kedua orang yang kini menyaksikan pun mulai terbawa suasana, bermain dengan apa yang bisa mereka mainkan. Gerakan pinggul kami terus beradu, pagutan bibir dan tanda leher tak lupa kulakukan sebagai selingan. Disisi lain dadaku dimanjakan oleh kekenyalan payudara miliknya, begitu terasa walau masih terhalang seragam yang ia kenakan.



"Mmph.. disunntikhh.. enakk.. ahh.. hemph.." rancaunya.

"Hmmph.. emang sehari pengen disuntik berapa kali..?" tanyaku.

"Ahh.. pengen disuntikh teruss.. hahh ah.. lagih.. kencheng lagih.. achh.. zahrah pengen pippish.. ah akhhh.."

"Slaph.. slaphh.. slapp.." menaikkan ritme, melihat zahra sampai diklimaks pertamanya.

"Ahh.. keluargh pipish.. argghhhh.. enakhh.." seperti biasa, tubuhnya mengejang merayakan puncak yang diraihnya.



Berbagai gaya telah kucoba, tak terhitung berapa banyak air kenikmatan zahra tertumpah. Kini berganti lahar milikku terasa ingin meledak keluar, kupercepat pompaanku hingga tubuhnya yang sekarang diposisi doggy style berguncang tak karuan. Seperti tak ada sisa tenaga pada diri zahra, membuatnya menerima tusukan cepat dan keras ini tanpa ada perlawanan.



"Argggh.. slaphhh.. slaphh.. aku keluar rah.. zlapp.. zlappph.. sluphh.." kubalikkan tubuhnya dan kuarahkan sibho jr kepadanya.

"Arrrgghhhh.. craaath.. craatt.. craatt.." akhirnya cairanku membanjiri sebagian hijab dan wajah cantik zahra yang sudah tergolek lemah tak berdaya.



Kulihat fitri dan ida sudah tertidur saling berpelukan disebelah ranjang. Kuberikan mereka selimut, kemudian berbalik menemani zahra yang tengah tertidur pulas dan puas. Menunggu fajar menyingsing kembali, menyinari sarang kimcil dengan kehangatan.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd