Part. 3 (Completed)
KAMAR KOST 08 - ZAHRA
Cuaca begitu cerah, mentari dengan hangat membelai lembut sarang kimcil dengan sinarnya. Terlihat wajah damai seseorang tengah duduk santai diatas kursi sembari memainkan asap rokok yang keluar dari mulutnya. Sedikit terdengar suara cangkir dan sendok beradu dari dalam. Tak lama kemudian sesosok wanita cantik menyuguhkan secangkir kopi, serasa ingin menyempurnakan pagi ini.
"Nih mas bho, dinikmatin kopinya.." ucap fitri.
"Thanks fit, udah mau berangkat kerja..?" tanyaku.
"Iya, tinggal nungguin si ida aja.." jawabnya, sembari melihat jam tangannya.
Dua motor kini menanti digerbang depan, abang ojol yang siap mengantar sampai tujuan. Dengan segera fitri kembali kedalam tuk memanggil ida, tak enak juga bila menunggu terlalu lama.
"Mas bho, berangkat dulu.. jangan lupa ntar malem yah.." pamit fitri, sembari mengerlingkan mata kirinya.
"Mas bho jalan dulu.." senyum Ida, sedikit kecewa karena tau malam ini bukan jatahnya buat ena-ena.
"Ati-ati dijalan, jangan pada rewel.." balasku.
Senin ini jalanan terlihat sibuk, berbanding terbalik denganku yang begitu senggang disetiap paginya. Mulai kubuka ponsel ini, berencana bermain game favoritku dan menaikkan peringkatku yang masih stuck disitu-situ saja. Namun belum sampai halaman menu, telingaku sedikit terganggu oleh suara merdu seseorang. Mataku mencoba mencari asal suara tersebut, hingga terhenti kepada sosok wanita manis mengenakan hijab berwarna abu-abu. reflek hatiku berkata, savage.
"Permisi, pagi bang.." ucapnya sopan.
"Pagi juga mbak, ada yang bisa saya bantu..?" tanyaku tak kalah sopan.
"Kemarinkan saya liat iklan kost-kost'an ini.. mau tanya, apa masih ada kamar yang kosong ya bang..?"
"Oh, masih mbak.. kebetulan yang isi juga baru dua.."
"Boleh liat kamarnya..?"
"Silahkan, masuk aja mbak kalo mau liat-liat.. tapi, itu yang didalam mobil nggak diajak sekalian..?" tanyaku, melihat masih ada orang didalam mobil yang tadi ia naiki.
"Oo, nggak bang.. saya kesini emang naik taxi online..hehe" jawabnya tersenyum.
"Kirain pacar atau saudara mbaknya.. omong-omong, namanya siapa ya mbak.. kenalin, sibho.."
"Zahra.." tangannya menyambut uluran tanganku.
Tanpa pikir panjang zahra memilih kamar nomor delapan yang berada dilantai dua, tepatnya diatas kamar ida. Setelah memberikan dp, ia kemudian pamit karena masih harus beres-beres ditempat saudaranya dan berkata mau pindah sore ini juga. Dari ceritanya, ternyata ia masih seumuran denganku. Seorang mahasiswi baru di STIKES yang terletak tak jauh dari sarang kimcil. Yah, mungkin nanti kita bisa mengambil mata kuliah praktikum suntik menyuntik pikirku.
Dua hari berlalu semenjak zahra menjadi bagian dari sarang kimcil, masih belum sempat pula kucoba ajian nyawijining asmoro padanya. Senin selasa masih saja disibukkan dengan kebinalan fitri dan ida. Hingga akhirnya terbesit sebuah rencana.
"Sore bang bho.." ucap zahra, melihatku santai diteras depan.
"Baru pulang ra..?"
"Iya bang, aku masuk duluan ya.."
"Eh ra, bentar.." cegahku.
"Gimana bang.."
"Besok lu ada acara nggak..?"
"Nggak ada kayaknya, kenapa bang..?"
"Gini, kemarenkan gua dikasih duit sama si om.. katanya suru nraktir anak kost, makanya kalo bisa besok.. biar semuanya ikut, kebetulankan kamis si fitri ma ida libur tuh.."
"Oo gitu, aku sih ngikut aja bang bho.. tapi, paling abis kelar kuliah.."
"Selow, ntar berangkatnya dari sini aja.."
"Ok siap.." jawabnya menutup percakapan.
Hari berganti, malam ini kami pun berangkat besama menuju rumah makan yang katanya cukup populer didaerah sini. Beruntung sebelumnya sempat reservasi, melihat begitu penuh tempat yang kami datangi ini.
"Udah pesan tempat kak..? tanya seorang pekerja begitu kami masuk.
"Udah mba, atas nama sibho.." jawabku.
"Tunggu sebentar ya.."
"Atas nama sibho, meja empat orang ya..?" ucapnya mengkonfirmasi.
"Yups, bener mba.."
"Silahkan ikuti saya.."
"Ok.."
Setelah menuju sisi lain restoran, menyadarkanku bahwa tempat ini lebih besar dari yang kubayangkan. Mengusung gaya tradisional, terdapat banyak saung yang terlihat mengelilingi kolam. Kami berjalan ditemani live musik akustik hingga akhirnya sampai ditempat yang kami pesan. Aku lalu memberi tanda kepada fitri dan ida supaya dapat duduk bersebelahan dengan zahra.
Makanan sudah dipesan, tinggal menunggu disajikan. Namun sebelum itu, inilah saatnya memberikan ajian nyawijining asmoro kepada zahra. Kenapa harus sekarang dan ditempat ini. Mungkin lebih karena rasa penasaran, melihat bagaimana reaksi seorang cewek jika nafsunya memuncak disaat makan dan ditempat umum seperti ini.
"Zahra.." ucapku, menyentuh tangannya.
"Iya, ma.. sh.." jawabnya dan apa yang terjadi, terjadilah.
"Bst.. sst. bbst.. hhi.." terdengar suara berbisik dengan sedikit tawa didepanku, siapa lagi kalau bukan fitri dan ida.
"..." Kuberi lagi tanda supaya mereka diam dan berpura-pura tak tau apa-apa.
Empat porsi gurame bakar asam manis disertai beberapa lauk lain kini sudah berada didepan kami. Kupersilahkan mereka tuk segera menikmati, sembari mencuri pandang betapa lucunya tingkah gadis disampingku ini.
"Enak fit, da..?" tanyaku kepada mereka yang berada didepanku.
"Enak mas bho, kalo kurang enak ya tinggal digoyang kan mas.." balas fitri, menjurus kearah yang tidak-tidak.
"Guramenya besar ma empuk, tapi ida lebih suka yang besar ma keras sih mas.. hehe.." timpal ida, tak mau kalah.
"Kampret, pada nggak kondusif nie mulut anak-anak.. haha.." terkekeh dalam batinku.
Mendengar arah pembicaraan kami yang semakin tak karuan membuat nafsu zarha meluap keluar. Tatapan matanya kini kian sayu, pikirannya hampir tenggelam dalam ketidakpastian. Tubuhnya menginginkan kenikmatan, namun otaknya masih sedikit melawan. Kenapa harus sekarang, pada tempat dan waktu yang tidak semestinya.
"Dari tadi diem aja ra, gimana makanannya..?" tanyaku ke zahra yang sibuk dalam dunianya sendiri.
"Ee.. enak bang.." jawabnya sedikit tergagap.
"Enak banget ya, sampe jarinya dijilatin mulu dari tadi.. hehe.."
"Ehh.." sadar akan tingkahnya.
Makanan selesai disantap, tapi kami tak langsung pulang. Ingin rasanya sedikit lebih lama menikmati alunan musik dan bercerita satu dua hal tentang masing-masing dari kami. Meskipun sebenarnya aku sudah tau apa yang akan dikeluh-kesahkan fitri dan ida, jadi kali ini perhatianku terfokus kepada zahra.
"Lu dah punya pacar, ra..?" tanya fitri.
"Udahh, mphh.. tapih, sekarang dia kuliahh di Jogja fit.."
"Senasip sama gua donk berarti.." timpal ida.
"Dah, kalo lu berdua butuh kasih sayang.. kan ada mas bho, ya ga mas.." canda fitri, menjulurkan lidahnya padaku.
"Kasih sayang mas bho kelewat besar sih.. ya kan fit.. hehe.." canda ida, ikut-ikutan.
"Puk.. puk.. yang sabar ya ra, ntar juga biasa.. tu, kek si ida.." kataku, menepuk dan membelai paha zahra yang masih terhalang celana jeans ketat miliknya.
"Ughh.. iiya bang bho.." tanpa menolak perlakuanku.
Malam ini cerita berkutat tentang zahra, semua mulai ia beberkan. Entah ini pengaruh ajian atau memang fitri dan ida yang cakap dalam memancing pembicaraan. Disini ia mengaku kalau masih perawan, pacaran juga endingnya cuma kissing ma grepe doang. Hingga akhirnya, buah dari perbincangan ini datang.
"Ughh.. bhang bho.. phulang yuk.." sedikit terengah, memegang erat tanganku. Kepalanya menunduk sambil menggigit jari telunjuk miliknya.
"Mau ngapain ra, kok pengen cepet-cepet pulang..?" bisikku. Melepaskan genggamannya, beralih memijat pelan daerah sensitifnya.
"Enghhh.." lenguhnya tertahan.
"Mmpp.. pngen disuntikh bang bho.." jawabnya singkat, padat dan jelas.
Taxi online yang kami pesan pun datang, suzuki ertiga berwarna merah seperti pertanda adanya darah perawan yang akan tertumpah. Kubuka pintu samping, kemudian kuangkat jok berwarna krem itu. Membiarkan zahra tuk naik ke kursi belakang disusul denganku kemudian, fitri dan ida kini berakhir duduk didepan kami.
Perjalanan cukup lama juga ternyata, tak tau kenapa rabu malam ini traffic begitu padat dijalan yang kami lalui. Untung saja fitri dan ida bisa sedikit mencairkan suasana, atau lebih tepatnya menggoda driver yang sedang kami naiki. Sedangkan aku masih sibuk mengurus gadis disampingku, yang terlihat sudah menyerah akan akal sehatnya.
"Mpph.. cuph.. slurp.." suara ciuman dan jilatan ditanganku
"Sabar ra, masih dijalan.. bentar lagi juga pe sarang kimcil.." bisikku ketelinganya.
"Mpph.. cuph.. cuphh.. puha.." tolaknya, menggelengkan kepala dan bibirnya beralih ke leherku.
Bulan bersinar terang, seakan tak malu menampakan wujudnya kedunia. Terlihat bahagia, dikelilingi bintang-bintang menemaninya. Begitu pula ekspresi zahra sesampainya kita disarang kimcil, tanpa bertutur kata langsung mengangkat jok didepan kami dan menarikku keluar. Membuat fitri dan ida berdesakan, sembari menggeleng-gelengkan kepala mereka.
Sesampainya di kamar zahra, aku terus diserangnya tanpa bisa melawan. Mendorongku diranjang miliknya dan menciumiku secara membabi-buta. Fitri dan ida yang menyusul masuk pun heran dengan ulah perawan satu ini.
"Mppphh.. myupch.. cuph.. muach.." suara ciuman zahra, kemanapun yang dirasa bisa ia cium.
"Liat da, kalah ganas lu sama si zahra.." ucap fitri pada ida.
"Namanya juga blom pernah ngrasain ena-ena fit.." timpal ida.
Melihat permainan zahra yang kian tak terkendali, memberikan ide baru diotakku. Tak kulayani permaiannya kali ini, membuatnya seperti bermain dengan boneka tak bernyawa. Lama-kelamaan ia mulai frustasi dan bertanya.
"Kennapah bang bhoh, mpph.. apa zhahra kurang chantique..?" tanyanya kebingungan.
"Santuy ra, pengen banget ena-ena lu ya.." balasku.
"..." hanya diam jawaban darinya.
"Noh, pake itu dulu.. ga usah pake daleman.." tunjukku ke seragam miliknya yang masih tergantung disebelah almari pakaian.
"Buuat pa, bangh bhoh..?"
"Udah pake aja, mau enak nggak.." jawabku simple.
Zahra mulai menanggalkan satu persatu pakaian yang dikenakannya, mulai dari baju, celana, bh, celana dalam, dan hijabnya. Memamerkan tubuhnya yang, asudahlah. Kemudian ia mulai memakai seragam polos berwarna putih dengan sedikit corak hijau miliknya, terganti pula hijab merah yang ia kenakan tadi.
"Udha bang bho.." ucapnya, menggigit jemari telunjuk miliknya.
"Gua pengen maen dokter-dokteran, lu jadi susternya.. kalo kerja lu bener ntar gua perawanin, kalo ga bener ga bakal gua enakin memek lu.. ngarti.."
"..." hanya anggukan ringan sebagai tanda persetujuan.
"Panggil pasien pertama sus.." lagakku jadi dokter.
Fitri mulai memerankan dirinya sebagai pasien, ia menghampiri dan duduk dikursi yang telah dipersiapkan didepanku. Zahra disampingnya hanya bisa berdiri menggigit ujung bibirnya sendiri.
"Tolong nama dan keluhannya.." tanyaku.
"Saya fitri, keluhannya pusing ma susah tidur tiap malem dok.." jawab fitri.
"Owh ok, coba saya periksa.. tolong buka bajunya.." balasku.
"Baik dok.."
"Maaf ya stetoskopnya lupa naro, pake tangan aja.." memainkan bongkahan lemak dibalik bh fitri.
"Hmmph.. nggak papa, enak dok.. eh.." fitri keceplosan.
"Wajahnya ko merah fit, coba saya test suhunya dulu.. cuph.. syurph chyup.." bibir dan lidahku bermain dengannya.
"Hmmph.. mphhmmph.. puah.."
"Kurang kasih sayang inih, tiga kali seminggu kekamar saya ya nanti.." ucapku, menyudahi.
"Siap dokhh.." tutup fitri.
Beberapa menit permainan ini terasa sangat amat lama bagi zahra. Ketika ida memainkan peran sebagai pasien pun dirinya tak begitu peduli, karena pikiran dan tubuhnya sibuk mengurus birahinya sendiri.
"Sus, lagi ngapain.. nggak nyatet keluhan pasien malah sibuk grepe tetek.." bentakku.
"Mmmph.. pengenn diperiksa juga dogh.." balasnya lirih.
"Liat tuh fit da, ketularan virus lu berduakan.." ucapku, dibalas tawa dari mereka berdua.
"Dah duduk, apa yang dirasain.."
"Badannyah panas dogg.." balasnya.
"Coba tak periksa, buka mulut ma keluarin lidahnya.."
"Aaaa.." ia pun menurut.
"Syurp.. slruupp.. slurphh.." tanpa babibu lidahku langsung menari bersama lidahnya.
Semenit dua menit bibir dan lidah kami berpagutan. Wajah gadis ini menjadi kian memerah, nafasnya memburu serasa menginginkan sesuatu. Kuremas payudara miliknya sebagai balasan atas permintaan tersiratnya dan kemudian bertanya.
"Puha.. yang ini sakit..?" tanyaku, melepas ciuman kami berdua.
"Mmphhhmm.." hanya lenguhan yang ia berikan.
"Kalo yang ini..?" mengalihkan tanganku ke daerah sensitifnya yang lain.
"Uughh.. ga sakhit dog.. tapih ghateell.. cuph.. syurph.." kembali melahap mulutku.
"Ga bisa cuma minum obat ini, kalo mau cepet sembuh harus disuntik.." ucapku disela serangan bibirnya.
"..." angguknya ringan.
"Pindah keranjang, terus lepas celananya klo mau disuntik.." perintahku.
Paha yang tak kalah putih dari milik fitri dan vagina yang dihiasi sedikit bulu halus itu kini terlihat siap dinikmati. Kuminta fitri dan ida menelanjangiku dan mengasah sibho jr dengan kedua kuluman mereka. Menjadikannya tegak meski bukan keadilan, kemudian menghampiri zahra yang sudah terlentang diatas ranjang.
"Beneran mau disuntik, sakit lho ra.." candaku, memposisikan badan disela paha zahra dan sedikit menggesek-gesekan senjataku ke vaginanya.
"Uhh.. Mauh suntikhh.." pinggulnya naik turun seirama gesekanku.
"Emmphh.." tanpa disuruh tangan kirinya sudah mengarahkan sibho jr tuk masuk kesangkar barunya.
"Emph.. akhh.." kepalanya mulai masuk, terasa sedikit sempit tak semudah penetrasi kememek fitri dan ida.
"Sleebbhh.. arrrggghjghhh.." teriak zahra, matanya membelalak setelah kutekan dalam sekali hentakan. Menyeruak sesuatu yang daritadi menahan laju sibho jr.
"Mphhh.. hhhahh.. hahh.. mmhpp.." mendengarnya mengatur nafas, kudiamkan sebentar agar ia jadi lebih terbiasa menerima benda asing didalam vagina miliknya.
"Hemmp.. clep.. clepp.. slebh.." pinggulnya sudah mulai bergoyang naik turun, padahal niatku masih ingin memberikannya waktu.
"Ga sabaran amat ra.." bisikku ketelinganya.
"Hemmp.. hemmp.. hemmph.." desah zahra menutup mata, tubuhnya keasikan menggenjotku dari bawah.
Detik demi detik berlalu, hujaman sibho jr membuat alas tempat kami berpadu semakin basah. Sedikit bercak kemerahan cukup terlihat, tercampur keringat dan cairan lain yang keluar dari vagina zahra. Kedua orang yang kini menyaksikan pun mulai terbawa suasana, bermain dengan apa yang bisa mereka mainkan. Gerakan pinggul kami terus beradu, pagutan bibir dan tanda leher tak lupa kulakukan sebagai selingan. Disisi lain dadaku dimanjakan oleh kekenyalan payudara miliknya, begitu terasa walau masih terhalang seragam yang ia kenakan.
"Mmph.. disunntikhh.. enakk.. ahh.. hemph.." rancaunya.
"Hmmph.. emang sehari pengen disuntik berapa kali..?" tanyaku.
"Ahh.. pengen disuntikh teruss.. hahh ah.. lagih.. kencheng lagih.. achh.. zahrah pengen pippish.. ah akhhh.."
"Slaph.. slaphh.. slapp.." menaikkan ritme, melihat zahra sampai diklimaks pertamanya.
"Ahh.. keluargh pipish.. argghhhh.. enakhh.." seperti biasa, tubuhnya mengejang merayakan puncak yang diraihnya.
Berbagai gaya telah kucoba, tak terhitung berapa banyak air kenikmatan zahra tertumpah. Kini berganti lahar milikku terasa ingin meledak keluar, kupercepat pompaanku hingga tubuhnya yang sekarang diposisi doggy style berguncang tak karuan. Seperti tak ada sisa tenaga pada diri zahra, membuatnya menerima tusukan cepat dan keras ini tanpa ada perlawanan.
"Argggh.. slaphhh.. slaphh.. aku keluar rah.. zlapp.. zlappph.. sluphh.." kubalikkan tubuhnya dan kuarahkan sibho jr kepadanya.
"Arrrgghhhh.. craaath.. craatt.. craatt.." akhirnya cairanku membanjiri sebagian hijab dan wajah cantik zahra yang sudah tergolek lemah tak berdaya.
Kulihat fitri dan ida sudah tertidur saling berpelukan disebelah ranjang. Kuberikan mereka selimut, kemudian berbalik menemani zahra yang tengah tertidur pulas dan puas. Menunggu fajar menyingsing kembali, menyinari sarang kimcil dengan kehangatan.