Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Am I Wrong

Kira-kira bakal berakhir kayak mana?


  • Total voters
    215
  • Poll closed .
PART 3

POV 3rd

Selesai sudah Kimi mencuci celananya yang kotor akibat mimpi basahnya tersebut. Kemudian ia pun kembali ke kamarnya dan melanjutkan aktivitas rebahannya. Namun perasaan tidak tenang menghinggapinya. Ia tak ingin kembali mengalami mimpi birahi tersebut. Selain itu ia juga merasa suntuk berada di rumah tanpa melakukan apa-apa.

Sebuah ide pun terbersit di pikirannya. Lagi-lagi ia berencana untuk pergi ke mall. Hanya saja tanpa Andra, pacarnya yang super cuek itu. Pada awalnya ia memutuskan untuk mengajak teman-teman dekatnya untuk berkumpul di sebuah retail coffee shop ternama. Malangnya, ia mengajak pada waktu yang tak tepat. Semua teman-teman dekatnya memiliki jadwal kuliah pada hari ini. Maka dengan hati yang kecewa, ia pun kembali terduduk di pinggir ranjang dan merutuk.

"Huh… gini amat sih punya teman-teman rajin, gak ada yang mau titip absen."

Ia pun mengecek layar notifikasi ponselnya. Berharap kalau Andra memberitahu dirinya bahwa ia siap menemani Kimi. Tapi apa daya, itu hanya sebuah angan belaka untuk waktu ini dan kemungkinan terjadinya berkisar antara satu berbanding puluhan juta.

"Kak, aku bakal masak makan siang nih, Kakak mau makan apa?" tanya Ricky yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya.

"Eh kebetulan ada kamu, temenin Kakak ke mall dong."

"Gak ah, males."

"Ayo dong, kan kamu Adik yang paling baik," rayu Kimi kepada adiknya tersebut.

"Gak deh, toh Kakak bukan pacarku juga. Ngapain aku mesti ngikut ajakan Kakak?"

"Ihh, please deh. Nanti Kakak traktir deh makan siang di Mall."

"Wah benaran, Kak?" tanya Ricky dengan mata yang berbinar.

"Ya, Kakak janji."

"Nah gitu dong. Jadi bisa makan enak deh."

"Kalau gitu, ganti baju dah sana."

"Siap, Kak."

Maka keduanya pun berganti baju sesuai dengan selera fashion masing-masing. Kini keduanya sudah berada di garasi dan terlihat adik-kakak yang masih belia tersebut dengan pilihan pakaian sesuai keinginan hati mereka.

Ricky mengenakan kemeja berwarna merah dengan motif kotak-kotak hitam dan celana jeans hitam dipadukan dengan sepasang sepatu skater bernuansa hitam putih dari sebuah merek sepatu ternama berinisial V. Sementara Kimi mengenakan kaos longgar berwarna pink dan celana jeans biru yang sedikit ketat. Untuk alas kaki, ia memilih sepatu kets yang bermerek sama dan bermotif sama pula dengan adiknya.

"Ihh couple-an deh sepatu kita," ujar Kimi sambil menyandingkan sepatunya dengan milik Ricky.

"Enak aja, punyaku ini belinya dari toko resmi di Amerika sana. Kalau punya Kakak mah KW 100 abal-abal," ledek Ricky sambil membanggakan sepatu miliknya.

"Ihh sembarangan kamu ah, ini Kakak beli di olshop terpercaya tahu."

Tiba-tiba, kunci mobil yang dipegang oleh Kimi direbut dengan secepat kilat oleh tangan gesit Ricky. Sontak Kimi pun terkejut dan wajahnya menatap Ricky dengan kesal.

"Kamu ngapain?" tanya Kimi dengan ketus.

"Let me drive this time."

"Gak, kamu belum punya SIM tau."

"Oh, I thought we could drive this shit without license. Because, this is Indonesia, right?"

"Kamu balik dari Amerika malah tambah songong ya. Pokoknya kamu belum boleh pegang setir."

"I sharpened my skill in America. Just let you know, I drove this shit 50 miles per hour in highway without alerting the cops."

"Kalau kamu ngebantah lagi, Kakak laporin perbuatan kamu ke Mama nanti."

"Eh iya deh, ini kuncinya, Kak," kata Ricky yang akhirnya patuh sambil menyerahkan kunci mobil tersebut.

"Good, I don't want to die because I'm way too young to do so."

Kini, mereka pun melenggang ke jalanan kota yang cukup padat mengingat hari ini adalah hari senin. Kemudian, mereka pun terjebak dalam lalu lintas yang padat merayap sehingga menimbulkan sedikit kegelisahan bagi mereka berdua.

"They clearly don't know how to use the road properly, huh?" celoteh Ricky sembari menggelengkan kepalanya melihat keadaan lalu lintas yang semrawut.

"Just shut your mouth up or I will leave you in the sideway," balas Kimi yang gusar dengan ocehan adiknya tersebut.

Mereka pun menyandarkan tubuh mereka ke jok mobil setelah mendapati bahwa mereka terjebak dalam kemacetan. Ricky mulai membuka ponselnya sedangkan Kimi hanya menunggu saat untuk kembali menjalankan mobil sembari menikmati lantunan musik dari radio mobilnya.

"Dek, selama kamu di Amerika, kehidupan kamu gimana?"

"Seru lah, Kak. Aku benar-benar bisa nikmatin diriku yang sebenarnya di sana."

"Emang kamu ngapain di sana?"

"Banyak lah, kebanyakan doing crazy things with my friends, just like typical high school drama movies that you have watched."

"Seru ya di sana."

"Makanya aku gak mau pulang, Kak. Sekarang aku harus bersekolah di sini dan gak bisa ngelanjutin petualangan seruku dengan teman-teman di sana."

"Kakak yakin kok nanti kamu bakal terbiasa kembali di sini."

"I hope so, but nothing can beat the high school life in America."

"Anyway, kamu punya pacar di sana?"

"Wah, ada dong pasti."

"Dah ngapain aja kamu sama pacarmu itu?"

Sejenak Ricky pun tertegun mendengar pertanyaan kakaknya. Ia kemudian menghembuskan nafas panjang dari mulutnya untuk menenangkan diri.

"Ya kayak pacaran pada umumnya lah," jawab Ricky sekenanya.

"Pegangan tangan dan peluk-pelukan doang? Kakak gak yakin deh."

"I did kiss her in the lips."

"Pasti lebih dari itu."

"Huft… ya Kakak benar. Please jangan laporin ini juga ke Papa-Mama."

"Gak bakalan kok, ini bakal jadi rahasia kita berdua asal kamu mau nurut sama Kakak."

"Sudah kuduga, pasti Kakak meras aibku biar Kakak punya senjata untuk mengancamku nanti."

"Salah sendiri kamu mau cerita."

"Memang Kakak kampret."

"Sekarang dia gimana?"

"Kami… kami terpaksa berpisah setelah aku memberi tahunya kalau aku bakal dipulangkan ke Indonesia." Wajah Ricky mulai tertunduk dan matanya mulai memerah. Kimi pun menyadari perubahan ekspresi dari adiknya tersebut sehingga ia turut merasakan iba.

"Duh kasian sekali Adik Kakak yang paling ganteng ini. Kakak ngerti kok perasaan kamu," ujar Kimi sambil menenangkan adiknya. Tak lupa ia mendekap kepala Ricky sembari mengelusnya perlahan.

"Hiks… dia pacar terindahku. Aku gak rela kalau harus meninggalkan dia." Kini Ricky mencurahkan air matanya tanpa merasakan gengsi lagi di depan kakak perempuannya. Kimi terus mengelus kepala adiknya yang terus menangis sesenggukan. Dalam hati ia merasa bersalah karena telah mengungkit kenangan menyakitkan tersebut.

"Maafin Kakak ya. Kakak gak bermaksud bikin kamu jadi sedih."

"Hiks… damn, I miss you, Rachel."

"Kakak yakin, kamu bakal dapat yang lebih baik dari dia."

Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan mereka. Kini mereka sudah sampai di mall yang mereka tuju. Ricky sudah menghapus air matanya walau matanya masih sedikit sembab. Sementara Kimi masih merasakan rasa bersalah dalam hatinya karena telah mengembalikan rasa pilu bagi adiknya.

"Kamu pasti lapar kan, Dek? yuk kita makan-makan dulu."

"Iya, Kak."

Mereka pun memasuki sebuah restoran ternama dan memesan hidangan yang akan disajikan. Setelah hidangan mereka telah hadir di hadapan mereka, kedua saudara tersebut memakannya dengan lahap karena sudah sama-sama kelaparan. Selesai menyantap makanan, mereka pun membersihkan mulut mereka masing-masing dengan selembar tisu. Namun Ricky tidak seksama dalam membersihkan mulutnya sehingga terdapat beberapa remah-remah ayam goreng yang menempel di sudut bibirnya.

"Ihh jorok banget kamu, Dek," keluh Kimi.

"Kenapa?" tanya Ricky yang tidak mengetahui maksud keluhan kakaknya.

"Sini." Kimi lalu mengambil selembar tisu lagi dan membersihkan remah-remah ayam tersebut. Karena Kimi terhalang oleh meja makan, maka ia sedikit memajukan badan dan wajahnya ke arah Ricky. Otomatis hal itu membuat mata Ricky menatap ke dalam mata Kimi yang sedang fokus membersihkan mulutnya. Tatapan tersebut membuat sensasi deg-deg ser dalam diri Ricky dan jantungnya berdegup dalam tempo yang cepat.

Setelah membersihkan mulut adiknya, Kimi menyadari jika adiknya terbengong sembari menatap dirinya. Ia pun melambaikan tangannya di depan wajah Ricky sehingga membuat Ricky terkesiap dan sadar kembali.

"Kamu kenapa, Dek?"

"Eh enggak, Kak. Tiba-tiba aku teringat Rachel yang sering ngebersihin sisa makanan yang menempel di mulutku."

"Move on, Dek. Jangan mikirin dia terus."

"Iya, Kak. Aku janji bakal memulai lembaran baru."

Mereka pun kembali melanjutkan akivitas di mall. Tujuan mereka sekarang adalah sebuah toko aksesoris bernuansa pink. Setelah disambut dengan ramah oleh penjaga toko, mereka kemudian melihat-lihat semua aksesoris yang tersedia di sana. Berbeda dengan kakaknya yang sangat senang dan antusias, Ricky hanya mengikuti kakaknya dengan wajah yang suntuk dan cemberut.

Kimi yang menyadari keengganan adiknya pun mengambil sebuah penjepit rambut berwarna kuning belang dan dengan iseng memasangkannya ke rambut adiknya tersebut. Ricky yang terkaget pun langsung memberi tatapan tidak senang kepada kakaknya itu, sedangkan Kimi hanya tertawa puas melihat penampilan 'unik' adiknya.

"Kakak!" seru Ricky dengan suara yang berusaha ia jaga agar tak menimbulkan perhatian dari pengunjung lain. Namun melihat kekesalan adiknya tersebut, Kimi malah bertambah gemas dan semakin menjadilah tawanya.

"Hihihi… kamu imut banget deh pakai barang ini."

"Kak, lepasin dong. Malu tuh sama orang lain."

"Ini hukuman buat kamu yang suka mesumin kakak."

"Ah shit. Gak gini juga kali, Kak."

Maka Kimi pun mulai memilih-milih aksesoris apa saja yang ingin ia beli. Ia turut mengancam Ricky untuk terus mengenakan penjepit rambut tersebut jika tak ingin perbuatannya dilaporkan ke orang tua mereka. Ricky pun hanya bisa pasrah dipermalukan oleh kakaknya dan berharap kakaknya berbaik hati untuk melepaskan dirinya dari penghinaan yang cukup menyiksa harga diri seorang Ricky.

Selesai membayar semua aksesoris yang dibeli oleh Kimi, termasuk penjepit rambut yang masih terpampang di rambut Ricky, mereka pun meninggalkan toko tersebut. Kini rasa malu Ricky menjadi berlipat ganda, karena semua pengunjung yang melihat aib dirinya menjadi semakin banyak. Kimi sendiri hanya tertawa cekikikan melihat adiknya yang ia siksa secara tak langsung.

Mereka pun berjalan ke depan sebuah pusat permainan di mall tersebut. Melihat adiknya yang terus menahan rasa malu dan reaksi pengunjung yang menahan tawa melihat keadaan adiknya, tergeraklah rasa iba dalam hati Kimi. Ia pun kemudian melepaskan penjepit rambut Ricky dan memasangkan ke rambutnya sendiri.

"Dah, cukup deh hukuman buat kamu."

"Ah, makasih banyak, Kak. Aku janji deh gak bakal macem-macemin Kakak lagi nanti," ujar Ricky sambil menjabat tangan kakaknya tersebut.

"Kakak pegang ya janji kamu. Kalau kamu ngulangin lagi, Kakak gak bakal kasih ampun loh ke kamu."

Sekarang, mereka pun berjalan ke dalam pusat permainan tersebut. Pengunjungnya cukup ramai, terutama dari kalangan anak-anak maupun remaja, karena sekolah baru akan dimulai kembali beberapa hari lagi. Terdapat banyak sekali jenis permainan di dalamnya dan mereka kemudian memilih sebuah permainan bola basket. Selepas menggesek kartu ke mesin pembayarannya, maka permainan tersebut pun mulai beroperasi.

Dengan mahir, Ricky memasukkan satu per satu bola basket tersebut ke dalam keranjang. Tidak ada satupun bola yang melenceng, walaupun permainan memasuki mode yang lebih sulit dan keranjangnya bergerak ke samping kanan dan kiri. Selesai waktu yang diberikan permainan tersebut dan ke semua bolanya masuk dalam keranjang.

Kimi pun melihat kemampuan adiknya dengan decak kagum. Ia terus menutup mulutnya dengan tangan selama permainan berlangsung dan langsung meluapkan kebahagiaannya saat permainan berakhir. Dipeluk erat tubuh adiknya tersebut sehingga Ricky pun merasa terkesiap untuk sejenak.

"Wow, hebat banget kamu ngelemparnya," ujar Kimi sambil mendekap erat tubuh adiknya.

"Hehe… ini hasil latihanku selama di Amerika, Kak."

"Ajarin Kakak dong, Kakak pengen juga dapat banyak poin macam kamu."

"Gak ah, Kakak dah jahat sama aku."

"Iya deh, maafin Kakak. Nanti Kakak beliin vanilla frappe kesukaan kamu."

"Ya udah, sini aku ajarin."

Maka Ricky pun menerangkan teknik yang dipakainya kepada Kimi. Dengan panduan dari Ricky, Kimi berhasil menyarangkan banyak bola ke dalan keranjang tersebut. Walaupun tidak sesempurna punya Ricky, Kimi tetap puas dengan performanya selama permainan tadi.

"Makasih ya, Dek. Jadi masuk banyak nih."

"Kan teknik Ricky bukan abal-abal."

"Yuk main yang lain lagi."

"Yuk, kita lihat skill Kakak dalam permainan lainnya," ujar Ricky sedikit meremehkan kakaknya tersebut.

Kimi pun hanya menggelengkan kepalanya mendengar keangkuhan adiknya. Malah ngelunjak anak ini, batinnya. Lalu, mereka pun melanjutkan keseruan mereka di dalam pusat permainan ini dengan memainkan sederet permainan yang ada di sana dengan rasa gembira yang meliputi sepasang kakak beradik tersebut.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd