Part 15
Mail is Back!
Hendra menunggu dengan cemas di Bandara. Kedatangan Pak Bona, Area Managernya, sungguh sangat mendadak. Hendra baru dihubungi saat Pak Bona akan take off.
Hendra sadar hubungannya yang memburuk dengan staff audit di kantor bisa membawa masalah. Tapi anak mesum itupun ga bisa dibiarin.
Hendra bersumpah kalau Mail sampai melaporkannya ke kantor pusat, Dia akan membalasnya.
Hendra terus menatap ke layar monitor menunggu status landing penerbangan yang membawa Pak Bona.
Peluh membasahi wajahnya karena suhu di kota ini memang panas.
Hendra berkali-kali mengelap keringatnya.
Sepuluh menit kemudian Pak Bona menghampiri Hendra dengan terburu-buru sampai Hendra tidak menyadari kehadirannya. Hanya menjinjing tas kerja di tangan kanannya.
Hendra pun mengajak Pak Bona ke mobil, dia memilih tidak membawa driver, khawatir masalah yang akan dibicarakan menyebar keluar.
Pak Bona membuka jendela, mulai menghisap rokok kreteknya. Menghela nafas panjang.
"Hendra tolong kamu cerita...
Jujur sama saya....
Ada apa sebenarnya dengan cabang ********* ?"
Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Mulut Hendra gemetar saat mencoba menceritakan apa yang terjadi.
"Bukan... Bukan itu..." potong Pak Bona saat aku menceritakan kondisi kantor dan temuan audit.
"Ada laporan tentang kelakuan kamu di kantor!" hardik Pak Bona.
Degg... Hendra terdiam, jantungnya serasa mau copot.
"Sakit kepala saya Hen... Harus ngurusin masalah remeh kaya gini!"
Bentak Pak Bona lagi.
"Sudah... Sudah... Sekarang saya mau ngomong sama audit kamu itu, after office lu ajak Dini sama Yessie kita ngomong di lounge hotel aja."
Seru Pak Bona sambil membuang puntung rokoknya, dan menyalakan sebatang lagi.
Dini... Yessie... ? Kenapa harus melibatkan mereka? Hendra berpikir keras. Kepalanya mulai sakit membayangkan keruwetan masalah yang dibuatnya.
"Huhh... Mailll.... Ini pasti kerjaan Mail!" Hendra mengumpat kesal.
...
Hell yeah... Mail is back!
Dari hasil seharian mantengin cctv. Mail berhasil mendapatkan potongan-potongan rekaman yang meyakinkan adanya affair antara Dini dan Hendra. Ditambah penyimpangan-penyimpangan entertain yang dilakukan Hendra, rasanya cukup untuk menyingkirkan pengganggu itu.
Mail kini berpikir keras, mengarang cerita yang akan disampaikannya ke Pak Bona.
"Hak...hak...hak... Lu salah ngeremehin gue Hen... Hen..."
Mail pun girang, pembalasannya telah dimulai.
...
POV Pak Bona:
Bahhh... Anak muda dikasih jabatan kaya gini nih, semaunya aja. Kerja belom beres dah bikin masalah.
Kepala gua pusing harus ditegur Direksi untuk masalah sepele kaya gini.
Orang ini dulu musti gue beresin. Ismail ini bisa bikin masalah buat gue nantinya.
Sekarang gue lagi dengerin aja celotehan ismail ini. Ceritanya muter-muter, mau bikin gue pusing.
Keliatan banget dia coba jatuhin Hendra. Gue pun langsung paham akar masalahnya, jadi gue potong omongannya.
"Gue denger lu pacaran ya sama Dini?" potong Pak Bona.
Mail tergugup...
"Ada laporan Yessie jg lu pake?"
"Pake cara apa lu deketin mereka?"
Gue mulai mencecar Mail.
"Gue sering denger, kelakuan lu Mail dari lu mulai kerja!"
"Sekarang gua kagak mau lu muter-muter lagi, lu jelasin yang jujur semuanya!"
Bentak gue keras, gue yakin sekantor denger dan Mail ga bakal berani macem2.
Gue bertekad harus beresin semua yang aneh-aneh di kantor ini.
Uhhhh... Kepala gue sakit. Padahal Yessie bakal nemenin gue malam ini. Gue juga penasaran sama Dini dan satu lagi, Mail tadi nyebut-nyebut Sari.
Gue gebrak meja waktu Mail mulai ngelantur lagi dan gue suruh dia keluar. Gue matiin perekam suara di hape gue dan kamera ballpoint di saku gue.
Mendingan gue balik hotel, siap-siap dulu. Bakal jadi malam yang panjang nihh. Gua bilang apa, biar bisa extend ya?
...
POV Dini:
"Koh Hen... Biar Dini ngomong ke Pak Bona, pasti ga ada masalah koq." Dini coba menenangkan atasan sekaligus kekasihnya itu.
"Ngga, Din, aku ga mau kamu terlibat dalam masalah." Hendra coba mencegahku.
"Tenang aja, Dini pasti bisa koq ngatasinya." aku mencoba tersenyum menenangkannya.
Sebelum Hendra menjawab aku pun memotongnya. "Dah ya, aku balik ke teller dulu."
Kembali ke ruang teller, Yessie dan Sari menatapku dengan pandangan bertanya-tanya. Aku hanya tersenyum saja melihat mereka.
Aku mulai bekerja, namun pikiranku menerawang. Banyak aku dengar cerita tentang Pak Bona. Termasuk petualangan Yessie dengannya. Memikirkan apa yang akan terjadi denganku tidak membuatku cemas bahkan hatiku berdesir membayangkan apakah Pak Bona memang seperti cerita mereka, seorang penakluk.
Selesai bekerja kami bertiga berkumpul. Sari tampak paling panik, apa Sari punya rahasia ya?
Yessie hanya tertawa-tawa saja.
Buat dia niat si Bona jelas cuma satu. Ngentot!
Bahkan Yessie terpaksa bilang ke mamanya kalau dia menginap di rumah Dini karena keluarga Dini semua keluar kota dan dia sendirian.
Sari pun sama.
Ahhh... Siall, aku harus bohong jg donk, bilang menginap di tempat sari aja, pikirku.
Sore itu di saat yang lain bersiap pulang, kami justru sibuk merapikan penampilan dan memakai make up ulang.
Kami berangkat dengan mobil Hendra ke hotel Novot*l, ga jauh dari kantor. Aku duduk di samping Hendra, kami hanya terdiam. Sesekali Hendra menggenggam tanganku. Aku pun balas menggenggam dan mencium tangannya. Aku coba menenangkan Hendra selama dalam perjalanan.
Turun dari mobil, aku pun menarik tangan Hendra dan mencium bibirnya. Hendra mulai tampak tenang dan merangkulku sambil berjalan. Sementara Yessie yang iseng tiba-tiba ikut menggandeng Hendra, memeluk, berbisik di telinganya "Tenang aja Pak, kita pasti bantuin Pak Hen koq." lalu nekat menciumnya sekilas.
"Eehhhhh.... Sakittt yank...." Hendra menjerit saat aku menjewer kupingnya. Bisa-bisanya dia bengong dan ngaceng saat kondisi kaya gini.
Aku pun meninggalkannya, berjalan cepat menyusul Yessie dan Sari yang lebih dulu masuk ke lobby hotel.
Sudah jam 7 malam saat akhirnya Pak Bona menemui kami di lounge.
Di meja sudah tersedia 1 pitcher San Miguel dan beberapa botol sprite.
Hendra sudah menghabiskan segelas beer San Miguelnya, sementara Yessie dan Sari juga minum walaupun ga banyak.
Pak Bona menuangkan isi pitcher memenuhi gelas-gelas kami lalu menatap Hendra.
"Hen, kamu jemput Pak Alim di Airport sekarang, nanti kamu ajak makan dulu, kamarnya dah saya pesenin". Pak Bona meminta Hendra pergi.
"I...iya pakk" Hendra makin cemas, memikirkan nasibnya karena Pak Alim sampai ikut datang.
"Henn... Jangan lupa minta driver bawa mobil ke sini nanti buat anter mereka pulang". Tambah Pak Bona.
Aku tersenyum mencoba menenangkan Hendra yang pasti ga nyaman meninggalkanku di sini.
...
"Ok, santai aja ya... Saya sudah tahu semua masalah di Kantor ini. Hendra harus saya mintai pertanggungjawaban. Saya cuma punya waktu sampai malam ini untuk membuat keputusan. Besok pagi sudah harus saya sampaikan ke Pak Alim, direktur kita."
Pak Bona menarik nafas panjang, membuatku tegang. Aku tidak yakin apa yang diinginkannya, dan apa yang bisa aku perbuat untuk membantu Hendra.
"Saya mau kalian semua menceritakan apa yang sebenernya terjadi. Ingat saya punya bukti rekaman cctv, laporan pemeriksaan audit, data log karyawan, rekaman email, telepon, dan keterangan saksi-saksi. Saya mau detail!
Jangan ada yang ditutup-tutupin."
Pak Bona memulai interogasinya.
Aku menjawabnya. "Pak... Biar saya jelas.."
"Ehhh... Bentar...bentar" potong Pak Bona. "Ini masalah sensitif, jangan di sini ya, kita cari tempat yang lebih privat." Pak Bona bangkit meminta bill, kemudian mengajak kami ke atas. Ya... Seperti yang kami takutkan(atau harapkan?) Pak Bona mengajak kami ke kamarnya. Yessie yang berjalan disampingnya, terpaksa membiarkan tubuhnya digrepe-grepe si bandot tua.
Sari tampak pasrah, sementara Yessie masih bisa tertawa melayani guyonan si bandot. Aku tiba-tiba ragu untuk ikut masuk ke kamarnya.
Sampai di kamarnya si bandot lebih dulu masuk ke kamar mandi. Yessie dan Sari sudah lebih dulu duduk di kursi yang tersedia. Siall aku terpaksa duduk di kasur bareng bandot itu!
Yessie dan Sari pun tersenyum jail melihat perubahan raut mukaku.
Pak Bona keluar dari kamar mandi, tampak lebih segar, tercium parfum Bvlgari dari tubuhnya yang tambun.
Pak Bona duduk merapat di atas kasur yang sebenarnya masih luas. Tangannya mengelus pahaku yang terekspose karena rok kerjaku yang ketat tertarik ke atas.
Ahh... Percuma saja membetulkan posisi dudukku... Bandot ini tetep aja mencari kesempatan.
"Ayo Dini... Kita mulai dari kamu ya..."
"Ahh... jangan Pakkkk. Saya... Ga bisa..."
jawabku terbata
Pak Bona merengut, "Maksud saya ceritanya Dini...
Kamu mulai cerita..."
Seketika mukaku memerah, sementara Yessie dan Sari cekikikan sampai terbahak-bahak. Sebuah bantal pun melayang ke kepala mereka.
Suasana mendadak berubah relax. Kami tentu menceritakan versi kami tentang Mail, kebiasaan buruknya tidur di pantry, sikap mesumnya, dan kami semua yang pernah didekatinya bahkan dicabuli.
Gila ternyata Sari pun pernah melayani Mail, terpaksa karena takut Mail melaporkan kebiasaannya clubbing ke Hendra. Mulanya hanya merelakan Mail menikmati susu montoknya. Tapi lama-lama Mail menuntut Sari menjepit titit Mail dengan tokednya.
tits fuck.
Berlanjut dengan memaksa Sari menerima titit Mail di mulutnya. Memainkan lidahnya di sana sampai Mail menyemprotkan pejunya di mulut Sari.
Cerita-cerita panas pun terus berlanjut, dan tanpa sadar posisi kami sudah berpindah. Pak Bona bersender di tengah sementara aku dan Sari di masing-masing sisinya. Yessie duduk menghadap Pak Bona jelas memperlihatkan panty dan bra di balik kemejanya yang setengah terbuka. Jemari kaki Pak Bona dengan sengaja mengelusi pahanya yang mulus.
Bandot tua itu sangat lihai membawa suasana, sampai Sari pun tanpa sadar merapatkan tubuhnya saat asyik bercerita tentang berbagai pelecehan yang diterima dari rekan kerjanya terutama Mail.
Pak Bona menarik Sari dan memeluknya. Menempelkan mukanya di toked massive Sari.
Entah bagaimana caranya dengan tangan kiri mengelus punggung Sari dan tangan kanan mengelus pahaku. Si bandit bisa melepas kancing kemeja Sari memperlihatkan tokednya yang putih dan montok.
Celananya makin menggembung saat Yessie meraba dan meremas kontolnya dari luar.
Pak Bona melepaskan Sari dan menciumku dengan hangat, melumat bibirku dan memainkan lidahnya di mulutku. Kali ini si bandot hanya berkonsentrasi denganku. Bibirnya menelusuri leherku. Membisikkan pujian-pujian akan kecantikanku, putih dan wanginya kulitku dan betapa dia sangat menginginkanku seketika menaikkan moodku untuk bercinta.
Bandot tua itu pasti merasa di surga dikelilingi tiga teller cantik. Ahh pasti sudah lama dia menginginkanku.
Masih teringat pertemuan dengannya di lift hotel saat training di Jakarta dulu. Betapa matanya seakan menelanjangi ku bulat-bulat.
Tidak ada perlawanan dariku saat Pak Bona mempreteli kancing kemejaku. Malahan aku membantunya dengan membusungkan dadaku untuk memudahkannya melepas kait braku.
Sari kini sudah membuka seluruh kancing seragam dan Bra nya. Tanpa sungkan Sari menarik tangan Pak Bona untuk meremasnya.
Sementara Yessie, masih dengan pakaian lengkap, melepaskan ikat pinggang bandot tua itu dan menarik celananya turun.
Aku yang sudah sangat terangsang, membuka seluruh pakaianku dan melemparnya. Seluruh mata di kamar itu memandangku kagum. Membuatku makin bergairah. Aku bergerak naik, mengangkangi kepala Pak Bona, menuntut servis lidah bandot tua itu.
Yessie mulai mengurut kontol Pak Bona, menjilatinya kemudian kembali mengurutnya, kulum, urut, terus berulang, mengkombinasikan teknik handjobnya dengan permainan lidah membuat kontol si bandot tua makin keras saja.
Yessie terus mengayunkan kepalanya naik turun mengulum kontol Pak Bona yang lumayan besar itu. Sementara Sari menjilati bola kembarnya sampai ke anusnya sebelum mengambil posisi yessie untuk menjepit kontol Pak Bona di tengah toked besarnya dan menggesekkannya naik turun.
Tangan Pak Bona begitu lihai merangsangku dengan meremas tokedku dan memainkan putingnya yang mencuat indah. Sesekali jemari tebalnya memilin putingku. Sementara kumis tebalnya yang menggesek memekku ditambah lidahnya yang memainkan itilku membuatku melayang.
"Aaaahhhhh... Uuuhhh... Uuuhhh..."
"Hhhhh... Aaaaahhhhh..."
Pak Bona melesakkan lidahnya menjelajah bibir dan liang vaginaku, terus bermain-main dengan itilku, menusuk-nusukkan lidahnya. Juga menyusuri pangkal pahaku.
"Aaaaagghhhhhh.... Pakkkkk..... Enakk di situuu..."
"Uuuuhhhhhhh..... Hhhhhhhh....."
Crrttt... Crtt... Crttt....
Aku lebih dulu mencapai klimaksku...
Tubuhku mengejang nikmat sekali.
Lemes rasanya... Tapi enakkk
Cairan cintaku membasahi muka si bandot tua.
Aku pun mencium bibirnya dan melumatnya, merasakan cairanku sendiri.
Yessie mengangkang, mengambil posisi WOT, mengarahkan kontol si bandot untuk membelah memeknya, lalu mengayunkan tubuhnya naik turun dan menggoyangkan pinggulnya.
Memberikan pemandangan indah saat tokednya yang masih kencang turut berguncang seirama gerakan pinggulnya naik turun. Benar-benar service yang maksimal untuk si boss besar.
"Aaaaagghhhhhh.... Uuuuhhhhhhh...."
Yessie yang sudah horny sejak tadi dengan cepat naik gairahnya. Nafsu nya bergejolak menuntut penuntasan.
Dengan cepat Yessie pun meraih klimaksnya berbarengan dengan si bandot.
"Oohhhh yesss.... Kalo lu ngulet-ngulet terus gini gue bisa muncrattt"
"Oooohhhhh..... Anjrittt enakkk banget memek lu... Gua keluarin di dalem ya...." si bandott terus aja mencerocos
"Ngentotttt.... Gue juga mau keluarrr... Aaaaaahhhhhh..."
Yessie pun mencapai klimaksnya
Si Bandot terus menghujamkan kontolnya dari bawah tanpa mempedulikan Yeasie yang mulai lemas.
Jepitan memek Yessie yang seakan menurut kontolnya,
Dan melumasinya dengan cairan orgasme Yessie memberikan kenikmatan tak terkira buat si Bandot tua.
Crottzz... Crotttzz...
Pejunya memenuhi memek Yessie dan meluber keluar bersama cairan cinta Yessie.
Kepalaku terasa berat mungkin pengaruh beer tadi,
aku tertidur ketika terdengar suara pintu terbuka. Cklekk...
Sayup-sayup terdengar suara Sari terpekik kaget.
Tapi aku sungguh mengantuk... Ohh apakah Hendra sudah kembali?
...