Sekedar berbagi cerita sederhana, coretan seorang newbie...
enjoy...
Suara dengus terdengar dari gadis yang duduk di depan meja belajar yang ada di dalam kamar kost yang cukup nyaman, yang ia tempati sejak ia duduk di tingkat pertama perkuliahan di kota itu, ia nampak menelengkan kepala nya ke kanan dan ke kiri, ke dua tangannya bertaut di atas kepalanya, teregang penuh, berusaha menghilangkan rasa pegal di pundaknya... Cukup lama matanya terpaku menatap layar laptop di hadapannya....
Ia menggeliatkan tubuhnya sejenak, bunyi derak terdengar saat ia memutar tubuhnya, dan ia baru menyadari kalau perutnya terasa perih... Ia lalu bangkit, dan rasa sakit yang sedikit menusuk di pinggangnya mengingatkan dirinya kalau sedari tadi, di tengah keseriusannya mencari informasi yang diinginkannya, dehidrasi....
Berdiri, lalu meregangkan tangannya ke atas kepala sampai kakinya berjinjit, membuat tank top biru muda itu terangkat ke atas, menyibak bentuk pinggang ramping dan perut rata sang gadis.... Ia lalu mamakai sendal, melangkahkan kaki yang berbalut pajama ke luar dari kamar.
"Eehhh... Sorry... Sorry Jen!" Seru gadis yang nampak tergesa, hapir menabrak sang gadis yang baru saja ke luar kamarnya...
Gadis itu menggeleng gelengkan kepalanya sambil mendengus antara kesal dan pasrah dengan kelakuan teman satu kost nya yang begitu tergesa, masih dengan berusaha merapikan dandanannya, berlari dengan kurang hati-hati menuruni tangga menuju lantai satu rumah kost tempat mereka tinggal sementara menimba ilmu di kota itu.
"Jen... Mau ikut ngga? Kita mau ke mall...!" Seru Mira, gadis yang hampir menabrak nya tadi, yang kini berkumpul dengan seorang temannya, yang mencoba menyembunyikan kekeksalan karena harus menunggu gadis itu cukup lama, dengan dandanan yang tak kalah rapi… Sementara ia menuruni tangga, menuju dapur untuk membuat satu mug kopi dan membuat roti untuk mengusir rasa laparnya....
Sang gadis hanya tersenyum simpul sambil menggeleng pelan kepada ajakan yang ia tau cuma sekedar basa basi itu, lalu kembali naik ke kamar, dengan segelas kopi panas di tangan kirinya, sementara mulutnya menggigit roti dengan lapisan selai kacang yang memang disukainya... Samar ia bisa mendengar temannya terus berceloteh, sambil masih sibuk membenahi diri, sambil melangkah menuju pintu....
"Iih... Sebel... Padahal udah janjian juga.... Yang lain juga ngga jadi ikut?!" Kata Mira dengan ketus, yang di amini temannya dengan wajah sebal...
Sang gadis menutup pintu kamarnya, meletakkan mug kopi panas di meja sementara roti tadi kini dengan nyaman mengisi perutnya... Ia lalu menutup laptop yang masih menyala ketika ditinggal nya tadi, lalu bergerak menuju samping lemari pakaiannya, dan tangannya meraih carrier yang telah menanti di sana....
'Itu alasannya....' batin sang gadis sambil memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam carrier nya...
Ya... Gadis itu sangat-sangat jarang, mungkin hampir tidak pernah, membuat rencana bepergian bekelompok.... Karena akhirnya selalu sama... Ketika pertama rencana terlontar, mungkin ada sekitar dua puluh orang yang setuju, ketika tanggal mulai ditetapkan, dan wacana biaya bergulir, biasanya hanya tinggal sedikit saja yang tersisa... Mungkin hanya separuh jumlah peminat awal... Dan ketika hari keberangkatan semakin dekat, biasanya jumlah itupun semakin berkurang, hingga akhirnya, seperti biasanya, hanya dirinya dan dua atau tiga orang teman yang menjadi inisiator yanga akhirnya benar benar berangkat.
Gadis itu memandang carrier besar di hadapannya dengan pandangan puas setelah ia memastikan kembali tidak ada yang tertinggal, yang bisa membuat rencana perjalannannya jadi kurang memuaskan...
Ia lalu melepas pajama pants yang dikenakanannya dan meletakkannya di laundry bag, meninggalkan pink panties menutupi bagian kewanitaannya, lalu sambil mengambil sehelai handuk kecil, masuk ke dalam kamar mandi yang menjadi bagian kamar tidurnya, salah satu fasilitas di kost nya... Ia lalu menurunkan celana dalamnya, duduk di atas closet, dan.....
Sang gadis mendesah lega setelah ia mendeposit isi perutnya dan selesai berkemih, lalu membasuh vagina dan lubang pembuangannya dengan spray hose yang ada di samping toilet, sambil membenahi celana dalamnya menekan tombol flush, lalu kemudian sekedarnya membasuh wajah, menggosok gigi nya, lalu ke luar dari kamar mandi...
Setelah handuk kecil itu mengisi laundry bag, ia lalu membuka lemari, megambil satu stel kemeja berwarna hijau army, yang biasa dipakai nya saat travelling, lalu mengenakan cargo pants senada yang kini menyembunyikan pink panties tadi...
Ia lalu membereskan laptop nya, memasukkannya ke dalam lemari dan menguncinya... Ia mematikan AC kamar, mencantel carrier di bahu kanan, lalu mematikan lampu sebelum ia mengunci kamar... Ia melangkah turun menuju lantai bawah....
"Teh Ami" Ujar sang gadis, pada sosok wanita dewasa yang memang bekerja untuk mengurus rumah kost itu...
"Eeh... Mbak Jeni...." Jawab Ami, sedikit kaget karena ia sedang sibuk membersihkan sisa makanan di atas meja makan... "Mau ke mana, mbak...? Ngga ikut sama mbak Manda?" Tanya nya demi melihat carrier yang tercantol di bahu sang gadis, yang hanya membalas dengan seringai...
"Teh... Tolong cuciin ini, ya..." Kata sang gadis, mengangsurkan laundry bag pada Ami... "Sama titip kamar ya..." Lanjutnya sambil melangkah ke dapur...
"Mbaaak...." Seru sang wanita, demi mendengar suara air mengalir di dapur, tak dapat mencegah sang gadis yang mencuci mug kopi tadi...
"Teh.... Aku jalan dulu ya...." Ujar sang gadis sambil tersenyum, meninggalkan Ami yang menggelengkan kepala, melihat gadis yang merupakan anomaly di rumah kost itu....
Seperti saat ini....
Di saat penghuni kost yang lain mengisi libur semester dengan pergi ke mall, gadis tomboy itu, dengan carrier di punggungnya, malah sedang duduk di belakang ojek online yang mengantarkannya ke terminal bus antar kota...
Di saat teman temannya menikmati dinginnya ac di dalam mall, gadis itu sedang " menikmati" semburan ac yang kadang tak di setel oleh supir bus, yang lebih mementingkan cepatnya bus itu sampai di tujuan dibanding kenyamanan penumpangnya...
Di saat teman temannya berdesakan di dalam toko, berebutan demi melihat bahkan memperbutkan barang-barang sale, gadis itu, setelah perjuangannya di dalam bus yang akhirnya tiba di terminal, masih harus berjuang, berdesakan, bersusah payah duduk berdesakkan di dalam colt L300, berdempet dengan penumpang lainnya, di mana aroma keringat, minyak wangi yang sangat tajam baunya, menyatu, semerbak di dalam kendaraan yang menuju desa tujuannya, sementara carrier nya pasrah terhimpit, berdesakan dengan beberapa barang penumpang lainnya di atas atap,
****
Hari sudah beranjak senja ketika desah lega ke luar dari mulut sang gadis saat ia akhirnya ke luar dari L300 tadi....
Suasana khas terminal desa langsung menyambutnya.... Terminal yang bersatu dengan pasar traditional yang sudah sepi... Hanya ada beberapa lapak penjual penganan yang masih buka...
Mencangklong kembali carrier nya, gadis itu melangkahkan kakinya menuju lapak sederhana di depan penjual jangung rebus, seorang kakek menjaga lapak itu...
Mendadak kuduknya meremang... Bukan... Bukan dari cuaca dingin desa yang memang terletak di ketinggian itu....
Sang gadis memandang sekelilingnya, mencari sumber yang membuat kuduknya mendadak meremang....
Hiruk pikuk pasar.... Sekelompok remaja yang nampak membawa perlengkapan sama seperti dirinya....
Tidak.... Tidak ada yang aneh... 'Perasaan aku saja'.... Batinnya mengibaskan kepalanya lalu kembali melangkakan kaki dan duduk di bangku panjang sederhana dari bahan bambu di lapak kakek tadi...
"Kopinya ngga pake gula, neng?" Tanya sang penjual jagung seakan tak percaya kalau gadis manis seperti dirinya lebih memilih meminum kopi hitam tanpa gula.... Anomaly lainnya dari sang gadis yang mengangguk sambil tersenyum pada kakek penjual jagung tadi, meyakinkan kalau itu memang pesanannya...
"Hati hati neng... Masih panas..." Kata sang kakek sambil mengangsurkan jagung yang memang masih mengepulkan asap, karena baru saja diangkat dari dandang besar yang bagian bawahnya menghitam oleh bara api yang berasal dari kayu bakar...
"Terimakasih,Ki...." Jawab sang gadis, sopan, sambil perlahan menghirup kopi pahit nya...
Kelompok remaja itu nampak riuh, tertawa tawa, sambil berjalan melalui lapak tempatnya beristirahat.....
"Neng mau ke puncak juga?" Tanya sang bapak sambil merapikan jagung yang di jajakannya...
"Iya Ki..." Kata sang gadis dengan sopan, meletakkan kulit jagung rebus ke dua yang kini sudah mengenyangkan dan menghangatkan perutnya...
"Neng sudah tau jalurnya, kan?" Tanya sang bapak meyakinkan, karena cukup jarang ada hiker solo, terlebih seorang gadis seperti dirinya....
"Sudah Ki.... Saya sudah dikasih tau jalurnya sama teman saya..." Jawab sang gadis, menunjuk garmin csx yang tercantel di pinggang celananya…
Yang tak diberitahu sang gadis, kalau “teman” yang memberi informasi padanya tentang lokasi yang akan ditujunya, hanya seorang anonymous pengguna forum trekking yang sharing dm kepadanya, itupun karena sang gadis merasa intrigued dengan lokasi yang disebutkan oleh sang anonymous di message board sebelumnya…
Dan dengan pengetahuan serta informasi yang dimilikinya, sang gadis merasa tergelitik karena ia belum mengetahui tempat itu…
"Ooh... Sukur atuh...." Sang bapak nampak lega mengetahui gadis di hadapannya sudah mempersiapkan perjalannanya dengan seksama...
"Hatur nuhun, Neng..." Kata sang bapak, menerima lembaran uang dari sang gadis yang kini berdiri, bersiap melanjutkan perjalannya...
Deg...
Kembali kuduknya meremang ....
Ia memandang sekelilingnya dan pandangannya tertumbuk pada punggung seorang lelaki yang berjalan melewatinya tanpa menoleh sama sekali, sekilas sang gadis bisa melihat brewok berantakan yang menghiasi wajah lelaki, yang mengenakan kemeja dan celana pangsi warna hitam, berjalan tanpa alas kaki mendekati sebuah land cruiser defender tua namun jelas sudah di modified itu...
"Ada apa, Neng?" Tanya sang kakek jagung, demi melihat sang gadis yang mematung itu...
"Oh... Ngga... Ngga kenapa napa, Ki... Permisi ya... Saya lanjut jalan...." Katanya sambil segera bergegas melanjutkan perjalannya, tanpa melihat pandangan tajam penuh rasa marah, bahkan benci pedagang jagung itu ke arah tiga orang lelaki yang turun dari defender itu....
****
Janice berjalan menyusuri perkampungan yang masih asri itu, yang belum terlalu terganggu oleh pengunjung ataupun pendatang dari luar daerah....
Hanya para hikers, atau trekkers yang mendatangi lokasi ini. Itupun bukan mereka yang lebih memilih gunung yang sudah punya nama...
Tempat yang sesuai bagi dirinya....
******
Melewati desa, sang gadis kemudian menyusuri jalan setapak yang mulai menanjak, hingga ia tiba di bagian jalan yang menikung cukup tajam.... Ia meraih garmin yang tergantung di pinggangnya, dan melihat arah menuju lokasi yang sudah diinput sebelumnya.
Dan...
Sang gadis mantap melangkahkan kakinya ke luar jalan setapak, ia menerobos semak-semak dan terus bergerak maju hingga ia menemukan jalan setapak samar yang lebih kecil yang nampak sangat jarang dilalui, dan dengan langkah pasti terus masuk ke dalam hutan yang semakin lama semakin lebat itu...
****
Beberapa kali sang gadis, walau sudah menggunakan sepatu trekking terbaik yang dimilikinya, terpeleset karena licinnya lantai hutan yang penuh daun, ranting dan dahan kayu lapuk dan lumut... Terlebih karena ia semakin bergegas agar ia tak kehilangan sinar matahari yang semakin turun, yang akan membuatnya kehilangan panduan, karena gps nya tak dapat berbuat banyak di dalam rerimbunan hutan.
Sang gadis terus bergegeas sampai akhirnya ia melihat kalau rerimbunan di hadapannya mulai berkurang.
****
Bertolak pinggang, nafas memburu, keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, sang gadis memandang keindahan danau di hadapannya, dengan semburat matahari yang mulai terbenam, membuat segala perjuangannya seakan terbayar lunas, seiring helaan nafas penuh kelegaan yang keluar dari mulut sang gadis
Berkeringat karena jalan jalan di mall?
Berjuang demi mendapat barang discount? What a joke…
Selesai memandang keindahan alam itu, sang gadis sadar kalau ia harus bergegas.
Ia segera menurunkan ransel yang ada dipunggungnya, sedikit menjatuhkanya karena sedari tadi benda itu cukup membebani punggung dan bahunya… Dan mendirikan double person tent yang sudah dipersiapkannya. Setelah itu ia sedikit menjauh dari tenda, ada segelondong batang kayu tumbang di sana, ia lalu menggaruk dedaunan di atas tanah di depan tumbangan itu dengan sepatunya dan sebatang kayu yang cukup panjang yang ditemukannya di sana, membentuk lingkaran kecil di sana lalu mengambil alocs alcohol stove dari dalam ranselnya lalu kemudian memasak air di atasnya, bukan untuk memasak makanan… Ia tak merasa terlalu perlu bersusah payah untuk memasak karena ransom pack selalu siap diperbekalannya…. Ia hanya perlu air panas untuk menggodog kopi tumbuk kesukaannya.
Wajahnya nampak begitu damai, menghela nafas lega sambil ia duduk di kayu tumbang itu dengan kedua tangan menangkup mug kopi panas di tangannya, ke arah mentari yang menurun ke balik pepohonan, memandang ke arah danau yang memantulkan semburat mentari senja, ke arah tebing kecil yang mengailrkan air yang menambah kesejukkan dalam hatinya…
Malam pun tiba, kelelahan setelah berjuang untuk dapat terus menikjmati sekeping surga duniawi di hadapannya akhirnya menerpa dirinya…. Perlahan ia berjalan menuju tenda kecil yang telah menantinya.
Sang gadis membuka sepatunya, lalu membuka jacketnya sebelum ia memasuki tenda dan merapikan jacketnya di samping ransel yang juga dimasukkanya ke dalam tenda, karena, walaupun ia senang untuk travelling seorang diri, ia juga senang kalau ranselnya tetap kering… Besides, extra leg room wouldn’t hurt, right?
Sambil duduk di atas sleeping bag yang di hamparkannya, sang gadis membuka kemeja dan merapikannya, meninggalkan tank top biru muda yang dipakainya bahkan sebelum ia meninggalkan kostnya, nampak putingnya medikit menonjol dari balik tank top itu… Bra bukan barang yang terlalu dipusingan dirinya, terlebih dengan 32A cup yang dimilikinya, she’s not that worry about that piece of fabric….
Lalu, kini duduk di dalam sleeping bag sang gadis membuka cargo pants yang kini mulai tak nyaman untuk digunakan, mengendusnya dan berjengit karena bau keringatnya sendiri sebelum mengendikkan bahu tak peduli dan melipat cargo pants itu lalu meletakkannya di atas kemeja yang juga sudah terlipat dengan rapi di sana. Tangannya lalu menjangkau lampu electric yang menerangi tenda, dan mematikannya.
Sang gadis begitu nyaman dan damai terlelap dalam tidurnya yang nyenyak, ditemani suara hewan-hewan dan serangga malam.
Sangat-sangat damai…
*****
Cericip burung-burung pagi membangunkan sang gadis dari tidurnya yang sangat nyenyak, ia sebenarnya masih ingin tidur lebih lama lagi, namun kandung kemih nya yang semakin sakit kalau semakin lama ia tahan, membuatnya dengan dengus kesal bangun, mengambil jacket lalu keluar dan memakai sepatunya tanpa bersusah payah mengikat talinya dan kemudian melangkah menuju tepian danau, secara naluriah sang gadis melihat ke sekelilingnya, memastikan kalau tak ada siapa-siapa disekitarnya, lalu kemudian menurunkan celana dalam nya sampak ke lutut lalu jongkok dan mengososngkan kandung kemihnya…
Merasa tak mungkin lagi tidur, sang gadis memutuskan untuk mennyalakan kembali kompor dan mendidihkan air, dan tanpa merasa perlu merapikan diri, masih berbalut celana dalam, ia duduk di atas gelondong kayu, mengeratkan jaket ditubuhnya, memandang ke arah danau yang kini mulai memantulkan semburat cahaya mentari pagi yang menembus dedaunan hutan itu, namun kini selain burung, suara monyet-monyet hutan mulai terdengar dikejauhan.
Suara keresek membuatnya terjaga, namun seekor rusa muda yang pergi ke pinggir danau dan mulai minum, membuatnya tersenyum dan mengendurkan penjagaannya…
Rusa itu mendadak mendongakkan kepalanya, nampak memandang sekelilingnya, lalu dengan satu sentakkan, rusa itu melompat dan berlari ke dalam rimbunnya hutan, dan di saat itu sang gadis mendengar suara keresek lain dari arah tendanya…
“Wah, wah…. Kita dapat durian runtuh, anak-anak…”
Sang gadis memandang ke arah empat orang lelaki yang ke luar dari balik pepohonan… Ia mengenal salah seorang dari mereka…. Lelaki itu…. Lelaki yang berpapasan dengan dirinya di terminal kemarin, dengan brewok lebat, dengan alis yang tak kalah lebat, dan rambut acak-acakan, masih mengenakan baju hitam yang sama, celana pangsi, dan bertelanjang kaki… Ia tampak berperan sebagai penunjuk jalan atau pemandu bagi ketiga orang lainnya
Sang gadis melihat tiga lelaki yang lainnya berjalan mendekatinya, senjata berburu tergenggam erat di pagangan mereka dan bilah-bilah parang yang tersampir di pinggang mereka…
Seorang dari mereka nampak seperti pemimpin perburuan, seorang lelaki berumur sekitar 50 tahunan dengan rambut yang beruban, sementara dua rekannya nampak berusia di pertengahan tiga puluhan. Satu orang dari mereka membuatnya bergidik, lelaki itu terus menerus cekikikan, matanya menatap liar kearahnya, seperti seorang psikopat, dan yang seorang lagi, yang kemungkinan seumuran dengan sang psycho berpenampilan garang, walau tak seseram sosok pemuda berpakaian hitam-hitam yang berdiri dengan tangan yang terlipat di dada, bersandar dengan bahunya di pohon besar yang ada di sampingnya… Diam, memandang dengan tajam menusuk ke arah dirinya…
Sang gadis menimbang segala kemungkinan yang bisa dilakukannya sementara pemimpin perburuan itu mendudukkan dirinya di samping sang gadis yang beringsut, mengeratkan jacketnya… Ia melihat kompor yang masih mendidihkan seduhan kopi itu, berfikir berapa cepat ia bisa bergerak menyambar cairan panas itu dan menyiramkannya ke wajah lelaki di sampingnya… Setidaknya ia tak akan menyerah dengan mudah….
“Terimakasih kopinya….” Kata lelaki itu membuyarkan salah satu rencana sang gadis, dan setelah menyesap kopi itu menyerahkan mug panas tadi untuk dinikmati juga oleh dua orang rekannya yang lain, yang berdiri sedikit berjarak dengan mereka, menunjukkan bagaimana mereka sudah sering melakukan perburuan seperti ini… Naluri survival sang gadis berkata kalau ia harus berusaha mencari celah ketika para lelaki itu lengah, dan mencoba melarikan diri… Hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang…
“Kamu sendirian….?” tanya pemimpin perburuan tadi sambil kembali menyesap kopi yang dikembalikan rekannya.… “Siapa namamu….” Tanyanya lagi…
“Janice…” Jawab sang gadis datar, masih memikirkan cara untuk melalrikan diri, namun ia melihat kalau kemungkinannya sangat kecil, karena lelaki berewokan berpakaian serba hitam itu tetap bersandar di pohon yang memiliki coverage menyeluruh pada area itu.
Lelaki berwajah kejam, anggota perburuan itu mengambil beberapa kayu bakar, lalu mengganti kompor kecil tadi dengan tumpukan kayu, menuang alcohol dari dalam kompor kecil itu, lalu menyalakan api unggun.
Janice melihat kalau lelaki yang selalu cekikikan itu kini menghampiri tendanya, dan tak lama, ke luar membawa ranselnya mendekati dirinya dan sang pemimpin yang kini dibantu rekannya membesarkan api unggun, dan melemparkan ranselnya sembarangan, dan hampir jatuh ke atas api.
Sang gadis berjengit, menaikkan bahunya dan mengebaskan sikunya ke belakang… Lelaki psychopath itu berjalan ke belakangnya dan menendus lehernya….
Sambil mundur terkikik… “Oooo… Seraaaam…”katanya dengan nada mengejek sambil menggoyang-goyangkan tangannya demi melihat Janice yang memandangnya dengan tatapan jijik dan penuh kebencian, namun ia tetap harus menahan emosinya, ia harus tetap berfikir jernih…
Ia membuang muka ke arah api nampak mulai mengecil….
“Maafkan kelakuan rekan saya, Nona Janice….” Kata lelaki itu sambil mendorong potongan-potongan kecil kayu untuk memperbesar nyala api menggunakan parangnya yang berkilat, tajam…
“Ah, maafkan saya… Perkenalkan… Saya Harry…” Kata lelaki itu, dengan parang mengarah ke tanah, ia menunjuk ke arah dirinya, lalu dengan ujung parang menunjuk kepada pemuda berwajah sangar, “Itu, Edo, dan… Tommy“ katanya menunjuk ke pemuda psycho yang kini menepuk-nepukkan bilah parangnya ke telapak tangannya yang lain, seringainya nampak berubah menjadi seringai bahaya…
“Dan… Bardian…”Katanya menunjuk ke arah pemuda yang kemudian dipanggil mendekat.
“Bar…. Coba kamu check perangkap kita…” Katanya yang diikuti anggukan tanda mengerti dari sang pemuda yang kemudian dengan langkah ringan, menunjukkan kaki telanjangnya sudah kapalan karena seakan tak merasakan lantai hutan yang penuh dengan akar yang menonjol, duri tajam, dan juga bebatuan… Berjalan meninggalkan mereka, masuk kedalam kerimbunan hutan.
Jantung sang gadis berdegup kencang, penyergapnya berkurang satu… Ia harus bersabar sedikit lebih lama, karena ia harus menunggu saat yang benar-benar tepat untuk melarikan diri.
Kembali sang gadis mengibaskan tangannya dan memandang penuh kebencian pada Toni, sang psycho yang kini malah menempelkan hidungnya ke batang leher sang gadis dan menghirup keras-keras.
“Hihihi….”kikinya menyebalkan…. “Cantik-cantik bau acem….”katanya mengejek sang gadis sambil menjepit hidungnya.
Ya, penampilannya memang acak-acakan… hey what would you expect… dia baru bangun tidur, sedang duduk nyaman, dan mereka datang dan menyergapnya begitu rupa….
Harry mendengus sambil tersenyum dan memandang ke arah sang gadis yang makin mempererat pegangan di jaketnya…
“Kami mengganggu acaramu mandi, Jan?” Tanya Harry yang kini menyeringai sama menyebalkannya seperti seringai anak buahnya, Tommy….
Gadis itu menggeleng, kini goose bumps mulai terasa menjalari tubuhnya, walau dengan jacket yang membungkus rapat dirinya… Ia tak suka arah pembicaraan ini..
“Tommy benar, Jan… Anak gadis sebaiknya harus bisa merawat dirinya…” Kata Harry, sambil memandang ke arah sang gadis…
“Silahkan… Mandi…”Katanya sambil menunjuk ke arah danau. Janice memandang tajam ke arah Harry…
Janice bisa mendengar kokangan dua senapan dari arah belakang dan sampingnya…
“Kamu ngga mungkin mandi dengan jacket seperti itu, kan? Katanya lelaki itu lagi dengan nada menghina, demi melihat sang gadis yang akhirnya berdiri dan hendak melangkahkan kaki ke arah danau.
Sang gadis memandang dengan tatapan tajam, pandangan siap membunuh… Namun senjata yang dengan santai diarahkan kepadanya membuatnya menyadari, saat ini, ia tak ada pilihan kecuali dengan perlahan menanggalkan jacketnya…
“Apinya mulai padam, Jan… sebaiknya kamu taro jacket kamu di sana….” Ujar Harry dengan santai, sambil menunjuk ke arah api unggun...
Sang gadis mendengus kesal dan dengan kasar melempar jacketnya ke arah api yang langsung terbakar dan membuat api kembali memebesar.
“Sepatunya juga, Jan… Nanti sepatu kamu bau…”Kata lelaki itu lagi mempermainkan sang gadis yang memandang dengan penuh kekesalan pada sang lelaki, namun kemudian tetap melakukan apa yang diperintahkannya dan menedang sepatu yang dikenakannya sembarangan.
Menekap tangan ke dada, menahan dingin yang langsung menusuk kulitnya, Janice melangkahkan kaki yang hanya berbalut kaus kaki itu, dibawah todongan senjata Edo, mendekati air danau yang hanya berjarak sekitar lima meter dari tempatnya tadi.
Walau dengan dada yang kecil, namun pemandangan seorang gadis muda dengan tubuh padat, pinggul dan bulatan pantat yang penuh, serta tungkai kaki yang pepal, hanya berbalut tank top tipis yang tak dapat menutupi puting yang samar membayang di baliknya, dan pink panties sederhana itu, tetap membuat ketiga lelaki yang melihatnya menelan ludah mereka.
Namun seperti saat mereka berburu… Kesabaran, itulah kuncinya….
“Cukup…”Perintah Edo…. ketika air danau itu sudah menyentuh pangkal paha sang gadis. “Jongkok!” Perintahnya lagi, yang dengan sangat terpaksa dituruti sang gadis
Sang gadis langsung mengigil ketika akhirnya, ia kini berjongkok di dalam air danau yang dingn itu, merendam tubuhnya sampai ke batas sternumnya… Matanya tetap memancarkan perlawanan dan kebencian pada para lelaki, terutama pada Tommy yang terkikik seperti orang gila, sambil menggaruk-garuk kepalanya, sebelum akhirnya mendekati api unggun.
Gigi sang gadis gemeretak antara menahan dingin, dan marah demi melihat psychopath itu membongkar ranselnya dan melempar-lempar isinya menjadi bahan bakar tambahan bagi api ungggun itu.
Suara keresek membuat sang gadis sedikit berharap ada trekker lain yang datang dan bisa dimintainya batuan, namun demi melihat Bardian, pemuda pendiam itu, yang datang, harapan sang gadis menguap. Lelaki itu membawa rusa muda yang tadi minum di danau itu, namun kini rusa itu dipanggul sang pemuda dengan leher yang hampir putus…
“Good timing, Bar…. Kita sudah mulai lapar…. Ayo… bersihkan….”perintah lelaki itu pada sang lelaki yang langsung berjalan ke arah tepi danau, dan tanpa banyak bicara langsung menjatuhkan rusa itu di tepi air.
Sang gadis melihat belati yang nampak sering digunakan namun tetap tajam terurus, yang dipegang pemuda yang langsung memebelah perut pelanduk itu, dan mebuang isinya ke dalam air danau, membiarakan sisa darah dan jeroan itu mengotori air danau yang bersih, dan akhirnya menyentuh sternum sang gadis yang masih dalam posisi berjongkok menggigil kedinginan di dalam danau… Bau anyir darah menyerauk hidung sang gadis… Membuatnya mual…
***
Tak perlu waktu lama, aroma daging bakar memenuhi udara.
Dari posisinya yang terksiksa kaerena masih dipaksa berjongkok di dalam air danau, di bawah todongan senjata Edo, Janice bisa melihat daging rusa yang berkilat, tetesan lemak yang terbakar menambah siksaan yang diterima tubuhnya yang semakin lemah…
Harry memandang ke arah sang gadis yang matanya semakin layu, dengan gemeretak gigi yang semakin lambat, dan bibir yang semakin membiru…
“Ayo, Jan… Kamu lapar, kan?” katanya berbasa basi… sambil mengangguk ke arah Edo yang kemudian dengan gerakan senjata memerintahkan Janice yang terhuyung, bahkan beberapa kali terjatuh sebelum bisa menahan tubuhnya dan dengan menekap dadanya erat melawan dingin yang menusuk tubuhnya akibat dinginnya air danau dan dinginnya hembusan angin pegunungan, berjalan dengan tertatih, dengan kaus kaki yang sekarang kotor oleh tanah danau, humus, dedaunan,, gemetaran. Bahkan jarak yang hanya lima meter itu serasa perjalanan berkilometer bagi sang gadis, yang akhirnya bisa merasakan hangatnya api di hadapannya, walau tetap saja, tank top dan celana dalam basah yang menempel di tubuhnya membuat rasa dingin itu tetap menyiksanya.
“Tenang, Jan… Jangan buru-buru, nanti keselek…” kata Harry yang melihat sang gadis meneguk kopi panas, yang diangsurkan lelaki itu, dengan tergesa gesa.
Janice merasa hidup kembali seiring rasa panas dari kopi yang diteguknya sampai habis, bahkan sampai ke ampasnya…
Rasa lapar membuat sang gadis sejenak melupakan kebenciannya pada para penyergapnya yang baru saja menyiksanya dengan merendamnya di air danau yang dingin. Dengan lahap ia memakan paha pelanduk yang diangsurkan sang pemimpin perburuan.
Sang gadis hanya beringsut, sambil tetap mengunyah daging pelanduk itu, saat ini ia tak peduli kejahilan Tommy yang kembali mengedus-ngedus leher sang gadis. Bahkan menjilati batang leher sang gadis…
Namun, ketika tangan sang psycho meremas paha dalamnya...
Janice menamparkan sisa paha pelanduk itu ke wajah Tommy, dan mendorong lelaki itu sampai jatuh terjengkang. Dengan kekuatan baru yang seakan muncul di dalam dirinya, sang gadis melompat dan berlari sekuat tenaga menuju ke dalam kerimbunan hutan, tak peduli kondisi tubuhnya yang nyaris telanjang dan kaki yang hanya terbalut kaus kaki…
****
SNAAAP!
AAAGGGHHHH!!!!!
Jeritan sang gadis menggema di kerimbunan hutan….
Sementara itu di depan api unggun….
“Tommy….!” kata pemimpin perburuan dengan tegas itu demi melihat anak buahnya itu menjilat bilah parangnya, wajahnya menjadi lebih menakutkan dengan seringai buas yang kini menghias wajahnya…
“Biarkan dia sebentar…. Dia ngga bisa kemana-mana…. Kita nikmati dulu makanan kita… Kita rayakan hasil perburuan kita…” kata lelaki itu lagi, melempar sebuah paha rusa ke arah sang psycho yang kini duduk menikmati daging bakar itu, dan kembali cekikikan… Menghayalkan apa yang akan dilakukannya nanti pada tubuh sang gadis….
****
Tenggorokannya terasa perih setelah ia berteriak-teriak tanpa hasil….
“Aaarrrrggggghhh!” Teriaknya kesal setelah untuk kesekian kalinya ia kembali gagal meraih simpul tambang yang menjerat kaki kanannya, kaki kirinya yang menjuntai bebas menggapai-gapai, menendang-nendang langit. Tubuhnya kembali terjuntai, tergantung terbalik…. Tangannya hanya berjarak sekitar dua jengkal dari atas tanah, membuatnya semakin frustasi dan kembali berteriak-teriak dan meronta-ronta sebisanya….
Entah berapa lama ia tergantung seperti in… Namun yang jelas, tenaganya semakin terkuras setelah semua rontaan dan teriakan minta tolong yang sama sekali tak terdengar oleh siapapun, yang mungkin kalaupun mendengar akan menganggap teriakannya bagai suara penunggu hutan yang justru membuat yang mendengarnya ketakutan. Dan posisinya kini membuat darah mengalir ke kepalanya, membuatnya semakin merasa pusing, nafas semakin terasa berat.
Suara keresek dedaunan sayup terdengar di telinganya dan akhirnya dengan pandangan yang kabur, sang gadis melihat beberapa pasang sepatu yang mendekatinya.
“To…. tolong….” Katanya dengan suara yang parau dan lemah… Akhirnya…. Pertolongan datang…
Dan….
“Hihihi…. Halo cantik…. Kita ketemu lagi….”
****
Sang gadis, walau diam dan memberi pandangan melawan, namun tetap tak bisa menahan laju airmata yang ke luar dari matanya, demi menyadari siapa pemilik tiga pasang sepatu yang ada di hadapannya…
“Bar… turunkan dia….” Kata sang pemimpin…
“Sebentar…. “ kata sang psycho menghentikan langkah seng pemuda, sebelum ia sendiri melangkah mendekati sang gadis yang mendengar suara zipper yang diturunkan…
“Aaaaggghh…! Bangsat…! Anjing…!” maki sang gadis melawan sekuatnya ketika wajahnya dikencingi lelaki psycho itu,
Dirinya sadar kalau ia sudah kalah ketika mereka sudah mendapatinya tergantung…
Tapi… Dihina seperti ini?
“Kamu harus diajar sopan santun…” kata sang psycho sambil menendang wajah sang gadis dengan cukup keras… membuat bibir sang gadis pecah dan berdarah
“Tommy…. Cukup!” bentak sang pemimpin, yang cukup untuk membuat sang psycho mundur, mengangkat tangan ke depan dada, tanda menyerah, sambil tetap menyeringai menjijikkan dan tetap memandang dengan bengis ke arah sang gadis yang kini tak lagi menyembunyikan tangisannya
Sang gadis terjatuh berdebam ketika Bardian memotong tali yang berada di pohon tempat jerat itu terpasang, dan meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya, rasa terhina yang diterimanya…
Bilah parang sang psycho yang ditekan ke bukit payudaranya membuat sang gadis akhirnya berhenti meronta…
“Kamu ngga bisa ngatasin kucing kecil, Bar?” hina sang psycho pada Bardian yang nampak bersusah payah buat menahan tubuh sang gadis yang tak berhenti meronta, mencakar-cakar, memukul-mukul, dan berguling-guling di tanah, menendang nendang… Sang pemuda memandang sengit pada sang psycho, lalu dengan kasar membalik tubuh sang gadis hingga menelungkup di tanah lalu dengan kasar menelikung tangan sang gadis ke belakang tubuhnya, dan menahan dengan lututnya sambil ia mengambil tambang dan mengikat kedua tangannya menyatu, dan kemudian menarik tambang itu ke arah leher sang gadis sehingga tangannya menyiku di belakang tubuhnya, lalu emgikat tambang itu degan cukup erat di leher sang gadis.
Sang pemimpin perburuan menyeringai melihat sang gadis yang berusaha duduk memandang penuh perlawanan….
“Ayo… Kita ke pondok…” Kata lelaki itu sambil berbalik badan dan mulai berjalan mengikuti langkah Bardian yang mendahuluinya….
“Janice…” katanya berhenti sejenak dan memandang ke arah sang gadis… “Sebaiknya kamu nurut, atau perjalananmu nanti akan sangat tidak menyenangkan…” lanjutnya sambil kembali berjalan…
“Heergghhh…”
Suara tersedak terdengar dari sang leher sang gadis, ketika Tommy menarik tambang itu dengan kasar, membuatnya terbating ke depan, dan terseret seret di tanah seakan seonggok danging, di belakang sang psycho yang terus melangkah…
Tertatih, berjingkat menahan sakit, sang gadis, yang akhirnya bisa berdiri, berjalan mengikuti tarikan tambang sang psycho yang terkadang sengaja menyentak tambang, membuat sang gadis kembali terbanting dan terseret-seret di lantai hutan.
****
Pondok yang sebenarnya hanya berupa tiang-tiang kayu yang beratap dedaunan, dan lantai papan yang nampak berlumut dan kotor oleh daun-daun yang berguguran...
Tubuh sang gadis tersungkur lemah di atas tanah, di depan pondok kecil, pondok peristirahatan para pemburu… Kotor oleh tanah, lumpur, lumut, dan dedaunan dan banyak luka-luka lecet yang menghias sekujurnya, hadiah dari sang psycho yang menariknya bagai menarik seekor binatang…. Tank top nya sudah nyaris tak berbentuk, sobek di sana-sini, sebelah tali sudah putus, bahkan sebelah payudara mungilnya kini terpampang bebas di hadapan tiga lelaki yang memandang buas kepadanya… Hanya Bardian, pemuda pendiam itu yang tak nampak di sana…
Sang gadis mendesis, menggeliat menahan perih ketika Tommy mengguyur tubuhnya dengan salah satu ember air yang ada di sana…
“Biar bersih sedikit… Hihihi…” katanya sambil melempar ember itu sembarangan….
Sang gadis tercekik, terseret dalam posisi berlutut, mengikuti tarikan tambang di lehernya… Bukan… bukan sang psychopath…
Edo…. pemburu yang berwajah sangar itu kini menyeringai ganas…. Tangannya mencengram tambang yang melingkar di leher sang gadis, dan melempar sang gadis ke atas dipan.
“NGGA…! ANJING….! NGGA…!” teriak sang gadis, kembali meronta, menendang-nendang sekuat tenaganya yang tersisa… Lelaki tu memaksa membuka celana dalamnya dan menarik-narik kakinya agar ia tetap berada di tepi dipan…
Hanya ketika akhirnya sebuah tinju yang keras ke arah telinganya, yang membuat kupingnya berdenging, sang gadis menyerah dan menangis pasrah ketika akhirnya ia merasa ujung penis lelaki itu menempel di bibir vaginanya…
“AAAGHHHHH!!!!!!!” jeritnya ketika akhirnya penis itu dihujam dengan kasar ke dalam vaginanya…
“Tidak….. Tidak…. Tidak….” isaknya sambil terus-menerus meronta, mencoba melepas penis nista yang sedang menghujam-hujam lorong vaginanya, sementara Edo mendengus-dengus penuh kepuasan, merasakan bagaimana penisnya diremas vagina sang gadis yang kering tanpa pelumas itu…. Vagina yang juga merasakan perihnya zipper dan gesper sang lelaki yang merasa tak perlu membuka celananya, cukup dengan mengeluarkan penisnya dan menghujam sang gadis dengan hentakkan kasar dan dalam…
Sang gadis terus terisak dan menagis, ya sebagaimana tomboynya ia, ia tetap seorang wanita, memandang ke atap pondok, tak mau melihat bagaimana lelaki itu menikmati tubuhnya, bagaimana lelaki itu meremas payudara mungilnya itu, bagaimana sang lelaki menelusupkan wajahnya ke lehernya dan mencupanginya dengan kasar, menghentak-hentak tubuhnya dengan semakin cepat…
Jangan…. Jangan didalam…. JAAAANGAAAAANNNNN!!!!!” teriak sang gadis sekuat tenaga ketika ia merasa denyut penis sang l;elaki di dalam vaginanya… ia berusaha meronta sekuatnya, menyentak-nyentakkan pinggulnya, namun…
“HUAAAAAAAA!!!!!” Sang gadis menjerit frustrasi…. Lelaki itu dengan sengaja menekan penisnya dalam dalam, menekan dan menahan penis nista itu di liang peranakannya dan menyemburkan spermanya ke dalam vagina sang gadis.
Setelah lelaki itu bangkit dari tubuhnya, gadis itu meringkuk dan menangis sejadinya, tak terima kalau sperma najis lelaki itu mengotori vaginanya, rahimnya…
Dan suara kekeh yang mendekatinya membuiatnya mencoba untuk lari, namun cekalan di kakinya, dan jamahan dua pasang tangan yang merubunginya membuatnya hanya bisa menjerit-jerit histeris, meludah-ludah sebisanya, melawan sekuatnya tanpa hasil, terlebih ketika kini Harry, sang pemimpin perburuan menghujamkan penisnya dengan kasar di dalam vagina sang gadis yang kembali mencoba welawan dengan menyentak-nyentakkan tubuhnya, mencoba melepaskan diri dari tekanan lelaki itu tanpa hasil…
“Tolong…. tolong… jangan di dalam lagi…. please….” Sang gadis mengiba ketika ia merasa desakan penis Edo yang semakin kencang, dan merasakan penis itu mulai berdenyut…
“Ngga mau di dalam?” tanya Harry….
“Iya… please… jangan di dalam….” hibanya lagi…
“Terus di mana, Jan… aku ngga mau buang di badan kamu, atau di muka kamu….” Kata Harry dengan suara bergetar menahan kenikmatan di penisnya yang diremas oleh vagina sang gadis yang berusaha dengan sebisanya tak menerima semburan sperma lagi dalam tubuhnya
“Aku hisap… please…” tawar sang gadis yang dijawab dengan dengusan melecehkan lelaki itu, “Aku telan…. aku telan, please…” kata sang gadis yang benar-benar tak ingin rahimnya diisi sperma untuk kedua kalinya, walau ia tau kalau sebenarnya itu hanya sebuah pertanyaan rhetoric…
Harry menyeringai penuh kemenenangan sambil dengan bergegas mencabut penisnya, lalu dengan kasar menarik tambang di leher sang gadis hingga tercekik dan menarik sang gadis hingga kepalanya terjuntai dipinggir lantai, dan dengan kasar menyodok penisnya ke dalam tenggorokan sang gadis…
Selagi sang gadis berjuang mencari udara karena lelaki itu menyetubuhi mulutnya dengan kasar, seakan akan ia sedang menyetubuhi vaginanya, dan juga karena seperti Edo, lelaki itu juga hanya menurunkan celananya sperlunya, hingga ayunan sabuk, dan zipper celananya kini ikut menambah lecet yang sudah banyak di wajahnya.
“Mmmmhhhh!!!!” ronta sang gadis karena kini ia kembali merasa sebuah penis kembali menghujam vaginanya… dan suara cekikikan itu membuatnya kembali meronta….
Ia tak rela psychopath itu menyetubuhinya….
Ia mencoba menggigit penis sang pemimpin perburuan, namun posisi kepalanya yang tergantung ke bawah membuat ia tak bisa mengatupkan mulutnya dengan baik…. Lelaki itu sepertinya tau rencananya….
Janice tersedak, bahkan sampai muntah ketika Harry dengan satu sentakan keras menghujam penisnya dalam-dalam dan menyemburkan spermanya langsung ke dalam tenggorokan sang gadis…
Kini, terbatuk-batuk, megap-megap mencari udara, sang gadis merasakan tubuhnya kembali di tarik ke tengah lantai pondok, dan dipaksa untuk menelungkup di atas tubuh Edo yang sudah menanti dengan penis yang tegak, dan kembali mendobrak vaginanya dengan paksa…
“NGGA… NGGGAAAAAAAAAARRRGGGHHHH!!!!!! ANJJJIIING KALIAN….!!!! BAJINGAAAN…..!!!! BANGSAAAAATTTT….!!!!!!! CABUUUTTT…..!!!! SAKIIITTTT!!!!!”
Lolongan kembali terdengar, ke luar dari mulut sang gadis. Rontaan dan perlawanan sang gadis kembali nampak…. Anusnya kini sedang disodomi dengan paksa oleh sang psycho yang langsung dengan kasar menghentak-hentak anus sang gadis yang jelas berdarah-darah karena dihujam dengan kasar seperti itu….
Tommy segera membekap mulut sang gadis, membuat raungannya tertahan… Raungan yang tak lama berubah menjadi tangisan yang teredam.
Air mata mengalir deras dari mata sang gadis yang kini terlonjak-lonjak di antara dua lelaki yang penis keduanya sedang mengisi vagina dan anusnya… Yang tanpa memperhatikan kondisinya asyik mengejar kenikmatan mereka sendiri…
Dan kini, ia bahkan tak lagi menghiba… Ia tau permohonannya akan percuma…
Tubuhnya tergeletak lemah di tengah pondok kecil itu, lelehan sperma mengair dari dalam vaginanya, deposit kedua kalinya dari Edo…
Ia hanya menggeleng lemah ketika tubuhnya kini ditelentangkan di tengah lantai pondok, dan seringai sang psycho tepat di atas tubuhnya, mengangkat kakinya ke atas bahunya, dan menekan tubuhnya, hingga lututunya menghimpit payudara mungilnya…
Sang gadis kembali menjerit parau… sang psycho memilih untuk menghujamkan penis nistanya ke dalam anusnya yang masih amat sangat terasa perih…
Tanpa belas kasihan lelaki itu menyentak-nyentak anus sang gadis dengan kasar sambil menekan lutut sang gadis hingga menepel di telinganya. Tubuhnya terbanting-banting di atas lantai kayu yang berderit-derit seiring hujaman penis sang psycho yang semakin cepat…
“AAAAGGGHHHH…..!! TIDAAAK…!!!” Jerit sang gadis parau…
Dengan kasar Tommy mencabut penisnya dari dalam anus sang gadis dan dengan cepat menghujamkan penis yang berlumuran darah yang dihasilkan dari dalam anusnya yang lecet, teruka… Lalu dengan kasar menghujam penis itu ke dalam vagina sang gadis, lalu bergerak cepat, menghujam kasar, dan….
Kini sang gadis meringkuk menyamping, menangis sejadinya…. Merasakan lelehan sperma najis sang psycho perlahan meleleh ke luar dari dalam vaginanya…
“Tidak… cukup… please… cukup…” iba sang gadis demi merasakan cekalan di kakinya, mekasa kakinya membuka, dan Harry nampak menyeringai kepadanya…
****
“Ah… Bardian… bagaimana persiapannya…” Tanya Harry demi melihat pemuda itu ke luar dari balik pepohonan, mengangguk ke arah ketiga lelaki yang kini sedang duduk di beberapa tunggul kayu yang di susun di sekeliling api unggun.
Mata tajam sang pemuda memandang ke arah tengah pondok, melihat sosok tubuh berantakan sang gadis yang tergeletak lemas di sana…
“Kamu mau coba? Kucing kecil itu udah jinak, hihihi….” kikik sang psycho
Bardian tak mengacuhkan kicauan Tommy, ia berkata dengan suara yang dalam pada Harry… “Matahari hampir tenggelam, waktunya hampir tiba…”
“Well… satu ronde lagi, hihihi… Aku duluan…” kata Tommy sambil bangkit, menepuk-nepuk bagian belakang celananya sambil kemudian berjalan ke arah pondok…
Janice tersedak menacari nafas… Tommy dengan kasar menarik tambang yang melingkari lehernya seperti menarik bangkai, dan membuat sang gadis terbanting di tanah sebelum menariknya ke arah sebuah ember lain yang berisi air.
“Kamu harus berisihin muka kamu, kucing kecil, hihihi… “ kata lelaki itu sambil menunggingkan sang gdis dan membenamkan wajahnya ke dalam ember…
“Edaaan… boolnya makin ngejepit!!!!!” seru sang psycho demi merasa kalau anus sang gadis berkontraksi meremas penisnya, berkontraksi seiring usaha sang gadis mencari udara, setelah beberapa kali pemuda itu mengangkat wajahnya sedikit diatas permukaan air, lalu membenamkannya kembali membuat gadis itu kembali berontak, aliran nafasnya kembali tertutup air…
Bardian memandang tajam ke arah Harry yang akhirnya berseru pada sang pemuda, yang sedang menikmati kedua lubang sang gadis, vagina dan anusnya bergantian….
“Tommy! Ingat pantangan di hutan ini…!”
Sang psycho mendengus kesal namun segera mengangkat kepala sang gadis yang sudah lemas itu… “You are lucky, Bitch!” katanya sambil memandang tajam ke arah Bardian…
“Do… Mau double team?” seru Tommy yang dijawab temannya itu dengan berdiri, menghampiri rekannya sambil membuka gespernya, senyum iblis nampak di wajahnya…
Bardian mendengus melihat kegilaan di depannya, di mana ia melihat sang gadis terombang-ambing lemas tanpa daya, dengan anus yang dibombardir sang psycho, sementara Edo memperkosa mulut sang gadis dengan brutal, membuat ujung bibirnya yang pecah tadi, kembali mengeluarkan darah….
“Aku tunggu di ujung jalan ini…” Katanya sambil berlalu dari sana
****
Tubuh telanjangnya menggigil menahan dinginya angin gunung, ditambah dinginya kabut yang mulai turun…. Dinginnya semakin menusuk karena tanah di bawahnya basah oleh sebagian air dari ember yang tumpah ketika kedua bajingan itu memperkosanya habis-habisan… Juga ketika Tommy, psychopath itu kembali mengencingi wajahnya untuk kedua kalinya, sengaja mengarahkan kucuran kencingnya ke hidungnya sehingga sang gadis terpaksa membuka mulutnya, dan menyebabkan ia harus menelan ceceran kencing nista lelaki itu demi membuat dirinya bisa sedikit bernafas.
Ia mencoba berteriak hanya untuk mendapati atau tepatnya menyadari kalau kini tambang lain memelintang, membungkam mulutnya, erat… Begitu erat sampai memperparah lecet di mulut dan kini di kedua pipinya…
Perlahan sang gadis merayap dengan dorongan kakinya, menjauhi kubangan itu, karena tangannya masih terikat tambang dengan kuat di belakang tubuhnya, tambang yang juga masih melingkari lehernya yang sudah lecet parah… Tambang yang ujungnya terikat di atap pondok…
Dengan sisa tenaganya sang gadis menyandarkan bahunya ke tiang pondok, mencoba mendorongnya tiang itu, yang sama sekali tak goyang… Ia terus menerus mencoba, sampai akhirnya tubuhnya menggelosor di tiang pondok itu, membentur-benturkan kepalanya ke tiang pondok dengan frustasi, lalu akhirnya, menyerah kalah, membungkuk dan menarik kaki ke arah dada, dan kembali menangis sejadi-jadinya….
Rasa dingin itu semakin menusuk, selain karena memang waktu yang semakin malam, serta tidak adanya nyala api yang bisa dipakainya untuk menghangatkan tubuhnya…. Para bajigan memastikan kalau kayu yang tadi mereka pakai benar-benar padam. Sang gadis melihat kalau ember yang tadi dipakai merendam kepalanya tadi nampak tergeletak begitu saja di samping tumpukan api unggun, dan kayu api itu nampak basah…
****
Ia meringkuk sebisanya… Ia bisa merasakan badannya meriang… Bagaimana tidak, telanjang bulat, basah karena kabut dan embun pagi yang mulai menerpa tubuhnya seiring cericip burung yang mulai ramai disekitarnya…
Perutnya yang mulai meronta karena belum diisi makanan sejak terakhir ia mengigit sedikit paha rusa di dekat danau.…
Kruyuuukkk…
Suara perut sang gadis terdengar jelas, sementara sang gadis menggeliat-geliat di atas lantai pondok, menahan lapar yang kini dirasakannya…
Ya, setelah adrenaline nya menghilang, rasa sakit disekujuur tubuhnya mulai terasa, kini diperparah dengan rasa lapar mulai menyerangnya…
Masalahnya bukan hanya rasa lapar, tetapi rasa dingin, tubuh yang basah karena kabut membuat perutnya memberontak, meminta pelepasan…
Perlahan, sedikit beringsut, sang gadis memaksakan dirinya untuk turun dari pondok, lalu menuju ke arah semak yang cukup jauh yang bisa dijangkaunya. Secara naluri, ia kembali memandang skeliling, memastikan tak ada yang melihatnya berjongkok, dan menuntaskan hajatnya yangsekali ini, walau cuma cairan encer yang ke luar, namun tetap terasa perih, karena dinding anusnya yang masih terluka akibat sodomi kasar oleh psychopath itu….
“MMMMNNNGGHHHHHH!!!!!!” Seru sang gadis kesal, di balik bekapan tambang yang membungkam mulutnya…. Terlepas dari kondisi tubuhnya yang kusut masai dan berantakan, namun kenyataan kalau dirinya tak dapat membersihkan lubang anusnya dengan sempurna, hanya sebisanya di gosok ke sebuah dahan tumbang yang ada didekatnya, membuat dirinya merasa semakin kotor…. Terutama dengan kenyataan kalau cairan feces dan air seninya mulai mengalir turun ke pahanya, membuatnya berjengit menahan jijik, dan rasa malu yang amat sangat…. Berjalan sedikit mengangkang dan berjinjit menuju pondok untuk kemudian kembali meringkuk di sana….
Suara gemeresek di atas kepalanya membuat sang gadis, yang sedang berusaha menghangatkan tubuhnya dengan berjemur di bawah sinar matahari yang sedikit bisa menembus lebatnya canopy hutan, mengangkat kepalanya dan melihat gerombolan kera yang sedang mencari makanan…
Perlahan sang gadis beringsut ke atas pondok, lalu berlindung di salah satu pojok pondok yang melindunginya dari pandangan para kera yang nampak sedang asyik berpindah dari satu pohon ke pohon lainya sambil memakan pucuk-pucuk dedaunan… Pengetahuannya cukup untuk membuatnya berlindung dibanding membuat keributan yang bisa membuat kera-kera itu menyerangnya… Sudah banyak kasus di mana cabikan kuku kera bisa membuat kerusakan yang permanen…
Sang gadis berusaha mengusir beberapa kera muda yang turun ke tanah dan akhirnya mengetahui kalau ada sosok unik yang berjongkok di atas pondok…
Rasa keingintahuan kera-kera muda itu membuat mereka berloncatan ke atas pondok….
Akhirnya sang gadis tak lagi tahan untuk tetap diam ketika kera-kera muda itu memanjati tubuhnya, satu ekor naik ke atas bahunya, mencari-cari kulit mati di atas kepalanya, satu ekor berloncat-locatan di pahanya, dan seekor yang membuatnya akhirnya meronta, yaitu seekor yang menyangka kalau ia adalah induknya dan dengan tanpa dosa mencengkram payudaranya dan mulai menghisap putingnya, mengharap adanya cairan pertumbuhan yang ke luar dari sana…
Sang gadis meronta, menyentak kepalanya, membuat kera di kepalanya melompat kaget, menendang kera muda yang ada di pangkuannya, dan meronta membuat kera yang sedang menyusu di payudaranya terlepas sambil melompat berteriak-teriak…
Kini, sang gadis dikepung puluhan kera yang berteriak-teriak memamerkan dertan taring yang siap mengoyak tubuhnya… Bahkan kini sebagian sudah mulai melemparinya dengan apa yang bisa mereka pungut, mulai dari tanah, ranting, bahkan batu-batu kecil….
Mata sang gadis menutup erat demi melihat seekor kera yang jelas merupakan pemimpin romboang menyerbunya….
****
Suara auman itu membuat kera-kera itu berteriak-teriak panik, dan mulai berloncatan melarikan diri….
Sang gadis menutup matanya lebih rapat lagi…. Ketakutan, sampai terkencing di atas lantai pondok… demi mendengar suara gerendeng yang begitu dekat dengan dirinya, ia tahu kalau ada sosok lain di dekat pondok itu… Ia merapatkan tubuhnya, berharap kalau tiang itu bisa menyembunyikan tubuhnya…
Ia bisa mendengar dengusan nafas mahluk itu…. Ia sudah pasrah kalau ia akan menjadi sarapan pagi predator itu…
Namun suara kemeretek dedaunan dan ranting terinjak yang semakin menjauh, membuat sang gadis akhirnya berani mengintip dan melihat kelebatan kaki belakang dan ekor hewan berwarna kuning kemerahan dengan tutul tutul hitam menghias di sana...
Sang gadis menggelosor di tiang pondok, bahkan sifat tomboy nya tak bisa menutupi jati dirinya sebagai seorang wanita, yang akhirnya kembali tersedu frustrasi… Ia tau kalau macan tutul itu bukan hadir untuk meyelamatkan dirinya… Macan itu hanya memastikan kalau tak ada hewan lain yang mengganggiu buruannya… Ia tau kalau hewan itu akan kembali begitu dirinya sangat lemah, dan siap untuk disantap…
Dan ia menyadari, hewan itu tak akan perlu menunggu lebih lama lagi…
****
enjoy...
Suara dengus terdengar dari gadis yang duduk di depan meja belajar yang ada di dalam kamar kost yang cukup nyaman, yang ia tempati sejak ia duduk di tingkat pertama perkuliahan di kota itu, ia nampak menelengkan kepala nya ke kanan dan ke kiri, ke dua tangannya bertaut di atas kepalanya, teregang penuh, berusaha menghilangkan rasa pegal di pundaknya... Cukup lama matanya terpaku menatap layar laptop di hadapannya....
Ia menggeliatkan tubuhnya sejenak, bunyi derak terdengar saat ia memutar tubuhnya, dan ia baru menyadari kalau perutnya terasa perih... Ia lalu bangkit, dan rasa sakit yang sedikit menusuk di pinggangnya mengingatkan dirinya kalau sedari tadi, di tengah keseriusannya mencari informasi yang diinginkannya, dehidrasi....
Berdiri, lalu meregangkan tangannya ke atas kepala sampai kakinya berjinjit, membuat tank top biru muda itu terangkat ke atas, menyibak bentuk pinggang ramping dan perut rata sang gadis.... Ia lalu mamakai sendal, melangkahkan kaki yang berbalut pajama ke luar dari kamar.
"Eehhh... Sorry... Sorry Jen!" Seru gadis yang nampak tergesa, hapir menabrak sang gadis yang baru saja ke luar kamarnya...
Gadis itu menggeleng gelengkan kepalanya sambil mendengus antara kesal dan pasrah dengan kelakuan teman satu kost nya yang begitu tergesa, masih dengan berusaha merapikan dandanannya, berlari dengan kurang hati-hati menuruni tangga menuju lantai satu rumah kost tempat mereka tinggal sementara menimba ilmu di kota itu.
"Jen... Mau ikut ngga? Kita mau ke mall...!" Seru Mira, gadis yang hampir menabrak nya tadi, yang kini berkumpul dengan seorang temannya, yang mencoba menyembunyikan kekeksalan karena harus menunggu gadis itu cukup lama, dengan dandanan yang tak kalah rapi… Sementara ia menuruni tangga, menuju dapur untuk membuat satu mug kopi dan membuat roti untuk mengusir rasa laparnya....
Sang gadis hanya tersenyum simpul sambil menggeleng pelan kepada ajakan yang ia tau cuma sekedar basa basi itu, lalu kembali naik ke kamar, dengan segelas kopi panas di tangan kirinya, sementara mulutnya menggigit roti dengan lapisan selai kacang yang memang disukainya... Samar ia bisa mendengar temannya terus berceloteh, sambil masih sibuk membenahi diri, sambil melangkah menuju pintu....
"Iih... Sebel... Padahal udah janjian juga.... Yang lain juga ngga jadi ikut?!" Kata Mira dengan ketus, yang di amini temannya dengan wajah sebal...
Sang gadis menutup pintu kamarnya, meletakkan mug kopi panas di meja sementara roti tadi kini dengan nyaman mengisi perutnya... Ia lalu menutup laptop yang masih menyala ketika ditinggal nya tadi, lalu bergerak menuju samping lemari pakaiannya, dan tangannya meraih carrier yang telah menanti di sana....
'Itu alasannya....' batin sang gadis sambil memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam carrier nya...
Ya... Gadis itu sangat-sangat jarang, mungkin hampir tidak pernah, membuat rencana bepergian bekelompok.... Karena akhirnya selalu sama... Ketika pertama rencana terlontar, mungkin ada sekitar dua puluh orang yang setuju, ketika tanggal mulai ditetapkan, dan wacana biaya bergulir, biasanya hanya tinggal sedikit saja yang tersisa... Mungkin hanya separuh jumlah peminat awal... Dan ketika hari keberangkatan semakin dekat, biasanya jumlah itupun semakin berkurang, hingga akhirnya, seperti biasanya, hanya dirinya dan dua atau tiga orang teman yang menjadi inisiator yanga akhirnya benar benar berangkat.
Gadis itu memandang carrier besar di hadapannya dengan pandangan puas setelah ia memastikan kembali tidak ada yang tertinggal, yang bisa membuat rencana perjalannannya jadi kurang memuaskan...
Ia lalu melepas pajama pants yang dikenakanannya dan meletakkannya di laundry bag, meninggalkan pink panties menutupi bagian kewanitaannya, lalu sambil mengambil sehelai handuk kecil, masuk ke dalam kamar mandi yang menjadi bagian kamar tidurnya, salah satu fasilitas di kost nya... Ia lalu menurunkan celana dalamnya, duduk di atas closet, dan.....
Sang gadis mendesah lega setelah ia mendeposit isi perutnya dan selesai berkemih, lalu membasuh vagina dan lubang pembuangannya dengan spray hose yang ada di samping toilet, sambil membenahi celana dalamnya menekan tombol flush, lalu kemudian sekedarnya membasuh wajah, menggosok gigi nya, lalu ke luar dari kamar mandi...
Setelah handuk kecil itu mengisi laundry bag, ia lalu membuka lemari, megambil satu stel kemeja berwarna hijau army, yang biasa dipakai nya saat travelling, lalu mengenakan cargo pants senada yang kini menyembunyikan pink panties tadi...
Ia lalu membereskan laptop nya, memasukkannya ke dalam lemari dan menguncinya... Ia mematikan AC kamar, mencantel carrier di bahu kanan, lalu mematikan lampu sebelum ia mengunci kamar... Ia melangkah turun menuju lantai bawah....
"Teh Ami" Ujar sang gadis, pada sosok wanita dewasa yang memang bekerja untuk mengurus rumah kost itu...
"Eeh... Mbak Jeni...." Jawab Ami, sedikit kaget karena ia sedang sibuk membersihkan sisa makanan di atas meja makan... "Mau ke mana, mbak...? Ngga ikut sama mbak Manda?" Tanya nya demi melihat carrier yang tercantol di bahu sang gadis, yang hanya membalas dengan seringai...
"Teh... Tolong cuciin ini, ya..." Kata sang gadis, mengangsurkan laundry bag pada Ami... "Sama titip kamar ya..." Lanjutnya sambil melangkah ke dapur...
"Mbaaak...." Seru sang wanita, demi mendengar suara air mengalir di dapur, tak dapat mencegah sang gadis yang mencuci mug kopi tadi...
"Teh.... Aku jalan dulu ya...." Ujar sang gadis sambil tersenyum, meninggalkan Ami yang menggelengkan kepala, melihat gadis yang merupakan anomaly di rumah kost itu....
Seperti saat ini....
Di saat penghuni kost yang lain mengisi libur semester dengan pergi ke mall, gadis tomboy itu, dengan carrier di punggungnya, malah sedang duduk di belakang ojek online yang mengantarkannya ke terminal bus antar kota...
Di saat teman temannya menikmati dinginnya ac di dalam mall, gadis itu sedang " menikmati" semburan ac yang kadang tak di setel oleh supir bus, yang lebih mementingkan cepatnya bus itu sampai di tujuan dibanding kenyamanan penumpangnya...
Di saat teman temannya berdesakan di dalam toko, berebutan demi melihat bahkan memperbutkan barang-barang sale, gadis itu, setelah perjuangannya di dalam bus yang akhirnya tiba di terminal, masih harus berjuang, berdesakan, bersusah payah duduk berdesakkan di dalam colt L300, berdempet dengan penumpang lainnya, di mana aroma keringat, minyak wangi yang sangat tajam baunya, menyatu, semerbak di dalam kendaraan yang menuju desa tujuannya, sementara carrier nya pasrah terhimpit, berdesakan dengan beberapa barang penumpang lainnya di atas atap,
****
Hari sudah beranjak senja ketika desah lega ke luar dari mulut sang gadis saat ia akhirnya ke luar dari L300 tadi....
Suasana khas terminal desa langsung menyambutnya.... Terminal yang bersatu dengan pasar traditional yang sudah sepi... Hanya ada beberapa lapak penjual penganan yang masih buka...
Mencangklong kembali carrier nya, gadis itu melangkahkan kakinya menuju lapak sederhana di depan penjual jangung rebus, seorang kakek menjaga lapak itu...
Mendadak kuduknya meremang... Bukan... Bukan dari cuaca dingin desa yang memang terletak di ketinggian itu....
Sang gadis memandang sekelilingnya, mencari sumber yang membuat kuduknya mendadak meremang....
Hiruk pikuk pasar.... Sekelompok remaja yang nampak membawa perlengkapan sama seperti dirinya....
Tidak.... Tidak ada yang aneh... 'Perasaan aku saja'.... Batinnya mengibaskan kepalanya lalu kembali melangkakan kaki dan duduk di bangku panjang sederhana dari bahan bambu di lapak kakek tadi...
"Kopinya ngga pake gula, neng?" Tanya sang penjual jagung seakan tak percaya kalau gadis manis seperti dirinya lebih memilih meminum kopi hitam tanpa gula.... Anomaly lainnya dari sang gadis yang mengangguk sambil tersenyum pada kakek penjual jagung tadi, meyakinkan kalau itu memang pesanannya...
"Hati hati neng... Masih panas..." Kata sang kakek sambil mengangsurkan jagung yang memang masih mengepulkan asap, karena baru saja diangkat dari dandang besar yang bagian bawahnya menghitam oleh bara api yang berasal dari kayu bakar...
"Terimakasih,Ki...." Jawab sang gadis, sopan, sambil perlahan menghirup kopi pahit nya...
Kelompok remaja itu nampak riuh, tertawa tawa, sambil berjalan melalui lapak tempatnya beristirahat.....
"Neng mau ke puncak juga?" Tanya sang bapak sambil merapikan jagung yang di jajakannya...
"Iya Ki..." Kata sang gadis dengan sopan, meletakkan kulit jagung rebus ke dua yang kini sudah mengenyangkan dan menghangatkan perutnya...
"Neng sudah tau jalurnya, kan?" Tanya sang bapak meyakinkan, karena cukup jarang ada hiker solo, terlebih seorang gadis seperti dirinya....
"Sudah Ki.... Saya sudah dikasih tau jalurnya sama teman saya..." Jawab sang gadis, menunjuk garmin csx yang tercantel di pinggang celananya…
Yang tak diberitahu sang gadis, kalau “teman” yang memberi informasi padanya tentang lokasi yang akan ditujunya, hanya seorang anonymous pengguna forum trekking yang sharing dm kepadanya, itupun karena sang gadis merasa intrigued dengan lokasi yang disebutkan oleh sang anonymous di message board sebelumnya…
Dan dengan pengetahuan serta informasi yang dimilikinya, sang gadis merasa tergelitik karena ia belum mengetahui tempat itu…
"Ooh... Sukur atuh...." Sang bapak nampak lega mengetahui gadis di hadapannya sudah mempersiapkan perjalannanya dengan seksama...
"Hatur nuhun, Neng..." Kata sang bapak, menerima lembaran uang dari sang gadis yang kini berdiri, bersiap melanjutkan perjalannya...
Deg...
Kembali kuduknya meremang ....
Ia memandang sekelilingnya dan pandangannya tertumbuk pada punggung seorang lelaki yang berjalan melewatinya tanpa menoleh sama sekali, sekilas sang gadis bisa melihat brewok berantakan yang menghiasi wajah lelaki, yang mengenakan kemeja dan celana pangsi warna hitam, berjalan tanpa alas kaki mendekati sebuah land cruiser defender tua namun jelas sudah di modified itu...
"Ada apa, Neng?" Tanya sang kakek jagung, demi melihat sang gadis yang mematung itu...
"Oh... Ngga... Ngga kenapa napa, Ki... Permisi ya... Saya lanjut jalan...." Katanya sambil segera bergegas melanjutkan perjalannya, tanpa melihat pandangan tajam penuh rasa marah, bahkan benci pedagang jagung itu ke arah tiga orang lelaki yang turun dari defender itu....
****
Janice berjalan menyusuri perkampungan yang masih asri itu, yang belum terlalu terganggu oleh pengunjung ataupun pendatang dari luar daerah....
Hanya para hikers, atau trekkers yang mendatangi lokasi ini. Itupun bukan mereka yang lebih memilih gunung yang sudah punya nama...
Tempat yang sesuai bagi dirinya....
******
Melewati desa, sang gadis kemudian menyusuri jalan setapak yang mulai menanjak, hingga ia tiba di bagian jalan yang menikung cukup tajam.... Ia meraih garmin yang tergantung di pinggangnya, dan melihat arah menuju lokasi yang sudah diinput sebelumnya.
Dan...
Sang gadis mantap melangkahkan kakinya ke luar jalan setapak, ia menerobos semak-semak dan terus bergerak maju hingga ia menemukan jalan setapak samar yang lebih kecil yang nampak sangat jarang dilalui, dan dengan langkah pasti terus masuk ke dalam hutan yang semakin lama semakin lebat itu...
****
Beberapa kali sang gadis, walau sudah menggunakan sepatu trekking terbaik yang dimilikinya, terpeleset karena licinnya lantai hutan yang penuh daun, ranting dan dahan kayu lapuk dan lumut... Terlebih karena ia semakin bergegas agar ia tak kehilangan sinar matahari yang semakin turun, yang akan membuatnya kehilangan panduan, karena gps nya tak dapat berbuat banyak di dalam rerimbunan hutan.
Sang gadis terus bergegeas sampai akhirnya ia melihat kalau rerimbunan di hadapannya mulai berkurang.
****
Bertolak pinggang, nafas memburu, keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, sang gadis memandang keindahan danau di hadapannya, dengan semburat matahari yang mulai terbenam, membuat segala perjuangannya seakan terbayar lunas, seiring helaan nafas penuh kelegaan yang keluar dari mulut sang gadis
Berkeringat karena jalan jalan di mall?
Berjuang demi mendapat barang discount? What a joke…
Selesai memandang keindahan alam itu, sang gadis sadar kalau ia harus bergegas.
Ia segera menurunkan ransel yang ada dipunggungnya, sedikit menjatuhkanya karena sedari tadi benda itu cukup membebani punggung dan bahunya… Dan mendirikan double person tent yang sudah dipersiapkannya. Setelah itu ia sedikit menjauh dari tenda, ada segelondong batang kayu tumbang di sana, ia lalu menggaruk dedaunan di atas tanah di depan tumbangan itu dengan sepatunya dan sebatang kayu yang cukup panjang yang ditemukannya di sana, membentuk lingkaran kecil di sana lalu mengambil alocs alcohol stove dari dalam ranselnya lalu kemudian memasak air di atasnya, bukan untuk memasak makanan… Ia tak merasa terlalu perlu bersusah payah untuk memasak karena ransom pack selalu siap diperbekalannya…. Ia hanya perlu air panas untuk menggodog kopi tumbuk kesukaannya.
Wajahnya nampak begitu damai, menghela nafas lega sambil ia duduk di kayu tumbang itu dengan kedua tangan menangkup mug kopi panas di tangannya, ke arah mentari yang menurun ke balik pepohonan, memandang ke arah danau yang memantulkan semburat mentari senja, ke arah tebing kecil yang mengailrkan air yang menambah kesejukkan dalam hatinya…
Malam pun tiba, kelelahan setelah berjuang untuk dapat terus menikjmati sekeping surga duniawi di hadapannya akhirnya menerpa dirinya…. Perlahan ia berjalan menuju tenda kecil yang telah menantinya.
Sang gadis membuka sepatunya, lalu membuka jacketnya sebelum ia memasuki tenda dan merapikan jacketnya di samping ransel yang juga dimasukkanya ke dalam tenda, karena, walaupun ia senang untuk travelling seorang diri, ia juga senang kalau ranselnya tetap kering… Besides, extra leg room wouldn’t hurt, right?
Sambil duduk di atas sleeping bag yang di hamparkannya, sang gadis membuka kemeja dan merapikannya, meninggalkan tank top biru muda yang dipakainya bahkan sebelum ia meninggalkan kostnya, nampak putingnya medikit menonjol dari balik tank top itu… Bra bukan barang yang terlalu dipusingan dirinya, terlebih dengan 32A cup yang dimilikinya, she’s not that worry about that piece of fabric….
Lalu, kini duduk di dalam sleeping bag sang gadis membuka cargo pants yang kini mulai tak nyaman untuk digunakan, mengendusnya dan berjengit karena bau keringatnya sendiri sebelum mengendikkan bahu tak peduli dan melipat cargo pants itu lalu meletakkannya di atas kemeja yang juga sudah terlipat dengan rapi di sana. Tangannya lalu menjangkau lampu electric yang menerangi tenda, dan mematikannya.
Sang gadis begitu nyaman dan damai terlelap dalam tidurnya yang nyenyak, ditemani suara hewan-hewan dan serangga malam.
Sangat-sangat damai…
*****
Cericip burung-burung pagi membangunkan sang gadis dari tidurnya yang sangat nyenyak, ia sebenarnya masih ingin tidur lebih lama lagi, namun kandung kemih nya yang semakin sakit kalau semakin lama ia tahan, membuatnya dengan dengus kesal bangun, mengambil jacket lalu keluar dan memakai sepatunya tanpa bersusah payah mengikat talinya dan kemudian melangkah menuju tepian danau, secara naluriah sang gadis melihat ke sekelilingnya, memastikan kalau tak ada siapa-siapa disekitarnya, lalu kemudian menurunkan celana dalam nya sampak ke lutut lalu jongkok dan mengososngkan kandung kemihnya…
Merasa tak mungkin lagi tidur, sang gadis memutuskan untuk mennyalakan kembali kompor dan mendidihkan air, dan tanpa merasa perlu merapikan diri, masih berbalut celana dalam, ia duduk di atas gelondong kayu, mengeratkan jaket ditubuhnya, memandang ke arah danau yang kini mulai memantulkan semburat cahaya mentari pagi yang menembus dedaunan hutan itu, namun kini selain burung, suara monyet-monyet hutan mulai terdengar dikejauhan.
Suara keresek membuatnya terjaga, namun seekor rusa muda yang pergi ke pinggir danau dan mulai minum, membuatnya tersenyum dan mengendurkan penjagaannya…
Rusa itu mendadak mendongakkan kepalanya, nampak memandang sekelilingnya, lalu dengan satu sentakkan, rusa itu melompat dan berlari ke dalam rimbunnya hutan, dan di saat itu sang gadis mendengar suara keresek lain dari arah tendanya…
“Wah, wah…. Kita dapat durian runtuh, anak-anak…”
Sang gadis memandang ke arah empat orang lelaki yang ke luar dari balik pepohonan… Ia mengenal salah seorang dari mereka…. Lelaki itu…. Lelaki yang berpapasan dengan dirinya di terminal kemarin, dengan brewok lebat, dengan alis yang tak kalah lebat, dan rambut acak-acakan, masih mengenakan baju hitam yang sama, celana pangsi, dan bertelanjang kaki… Ia tampak berperan sebagai penunjuk jalan atau pemandu bagi ketiga orang lainnya
Sang gadis melihat tiga lelaki yang lainnya berjalan mendekatinya, senjata berburu tergenggam erat di pagangan mereka dan bilah-bilah parang yang tersampir di pinggang mereka…
Seorang dari mereka nampak seperti pemimpin perburuan, seorang lelaki berumur sekitar 50 tahunan dengan rambut yang beruban, sementara dua rekannya nampak berusia di pertengahan tiga puluhan. Satu orang dari mereka membuatnya bergidik, lelaki itu terus menerus cekikikan, matanya menatap liar kearahnya, seperti seorang psikopat, dan yang seorang lagi, yang kemungkinan seumuran dengan sang psycho berpenampilan garang, walau tak seseram sosok pemuda berpakaian hitam-hitam yang berdiri dengan tangan yang terlipat di dada, bersandar dengan bahunya di pohon besar yang ada di sampingnya… Diam, memandang dengan tajam menusuk ke arah dirinya…
Sang gadis menimbang segala kemungkinan yang bisa dilakukannya sementara pemimpin perburuan itu mendudukkan dirinya di samping sang gadis yang beringsut, mengeratkan jacketnya… Ia melihat kompor yang masih mendidihkan seduhan kopi itu, berfikir berapa cepat ia bisa bergerak menyambar cairan panas itu dan menyiramkannya ke wajah lelaki di sampingnya… Setidaknya ia tak akan menyerah dengan mudah….
“Terimakasih kopinya….” Kata lelaki itu membuyarkan salah satu rencana sang gadis, dan setelah menyesap kopi itu menyerahkan mug panas tadi untuk dinikmati juga oleh dua orang rekannya yang lain, yang berdiri sedikit berjarak dengan mereka, menunjukkan bagaimana mereka sudah sering melakukan perburuan seperti ini… Naluri survival sang gadis berkata kalau ia harus berusaha mencari celah ketika para lelaki itu lengah, dan mencoba melarikan diri… Hanya itu yang bisa dilakukannya sekarang…
“Kamu sendirian….?” tanya pemimpin perburuan tadi sambil kembali menyesap kopi yang dikembalikan rekannya.… “Siapa namamu….” Tanyanya lagi…
“Janice…” Jawab sang gadis datar, masih memikirkan cara untuk melalrikan diri, namun ia melihat kalau kemungkinannya sangat kecil, karena lelaki berewokan berpakaian serba hitam itu tetap bersandar di pohon yang memiliki coverage menyeluruh pada area itu.
Lelaki berwajah kejam, anggota perburuan itu mengambil beberapa kayu bakar, lalu mengganti kompor kecil tadi dengan tumpukan kayu, menuang alcohol dari dalam kompor kecil itu, lalu menyalakan api unggun.
Janice melihat kalau lelaki yang selalu cekikikan itu kini menghampiri tendanya, dan tak lama, ke luar membawa ranselnya mendekati dirinya dan sang pemimpin yang kini dibantu rekannya membesarkan api unggun, dan melemparkan ranselnya sembarangan, dan hampir jatuh ke atas api.
Sang gadis berjengit, menaikkan bahunya dan mengebaskan sikunya ke belakang… Lelaki psychopath itu berjalan ke belakangnya dan menendus lehernya….
Sambil mundur terkikik… “Oooo… Seraaaam…”katanya dengan nada mengejek sambil menggoyang-goyangkan tangannya demi melihat Janice yang memandangnya dengan tatapan jijik dan penuh kebencian, namun ia tetap harus menahan emosinya, ia harus tetap berfikir jernih…
Ia membuang muka ke arah api nampak mulai mengecil….
“Maafkan kelakuan rekan saya, Nona Janice….” Kata lelaki itu sambil mendorong potongan-potongan kecil kayu untuk memperbesar nyala api menggunakan parangnya yang berkilat, tajam…
“Ah, maafkan saya… Perkenalkan… Saya Harry…” Kata lelaki itu, dengan parang mengarah ke tanah, ia menunjuk ke arah dirinya, lalu dengan ujung parang menunjuk kepada pemuda berwajah sangar, “Itu, Edo, dan… Tommy“ katanya menunjuk ke pemuda psycho yang kini menepuk-nepukkan bilah parangnya ke telapak tangannya yang lain, seringainya nampak berubah menjadi seringai bahaya…
“Dan… Bardian…”Katanya menunjuk ke arah pemuda yang kemudian dipanggil mendekat.
“Bar…. Coba kamu check perangkap kita…” Katanya yang diikuti anggukan tanda mengerti dari sang pemuda yang kemudian dengan langkah ringan, menunjukkan kaki telanjangnya sudah kapalan karena seakan tak merasakan lantai hutan yang penuh dengan akar yang menonjol, duri tajam, dan juga bebatuan… Berjalan meninggalkan mereka, masuk kedalam kerimbunan hutan.
Jantung sang gadis berdegup kencang, penyergapnya berkurang satu… Ia harus bersabar sedikit lebih lama, karena ia harus menunggu saat yang benar-benar tepat untuk melarikan diri.
Kembali sang gadis mengibaskan tangannya dan memandang penuh kebencian pada Toni, sang psycho yang kini malah menempelkan hidungnya ke batang leher sang gadis dan menghirup keras-keras.
“Hihihi….”kikinya menyebalkan…. “Cantik-cantik bau acem….”katanya mengejek sang gadis sambil menjepit hidungnya.
Ya, penampilannya memang acak-acakan… hey what would you expect… dia baru bangun tidur, sedang duduk nyaman, dan mereka datang dan menyergapnya begitu rupa….
Harry mendengus sambil tersenyum dan memandang ke arah sang gadis yang makin mempererat pegangan di jaketnya…
“Kami mengganggu acaramu mandi, Jan?” Tanya Harry yang kini menyeringai sama menyebalkannya seperti seringai anak buahnya, Tommy….
Gadis itu menggeleng, kini goose bumps mulai terasa menjalari tubuhnya, walau dengan jacket yang membungkus rapat dirinya… Ia tak suka arah pembicaraan ini..
“Tommy benar, Jan… Anak gadis sebaiknya harus bisa merawat dirinya…” Kata Harry, sambil memandang ke arah sang gadis…
“Silahkan… Mandi…”Katanya sambil menunjuk ke arah danau. Janice memandang tajam ke arah Harry…
Janice bisa mendengar kokangan dua senapan dari arah belakang dan sampingnya…
“Kamu ngga mungkin mandi dengan jacket seperti itu, kan? Katanya lelaki itu lagi dengan nada menghina, demi melihat sang gadis yang akhirnya berdiri dan hendak melangkahkan kaki ke arah danau.
Sang gadis memandang dengan tatapan tajam, pandangan siap membunuh… Namun senjata yang dengan santai diarahkan kepadanya membuatnya menyadari, saat ini, ia tak ada pilihan kecuali dengan perlahan menanggalkan jacketnya…
“Apinya mulai padam, Jan… sebaiknya kamu taro jacket kamu di sana….” Ujar Harry dengan santai, sambil menunjuk ke arah api unggun...
Sang gadis mendengus kesal dan dengan kasar melempar jacketnya ke arah api yang langsung terbakar dan membuat api kembali memebesar.
“Sepatunya juga, Jan… Nanti sepatu kamu bau…”Kata lelaki itu lagi mempermainkan sang gadis yang memandang dengan penuh kekesalan pada sang lelaki, namun kemudian tetap melakukan apa yang diperintahkannya dan menedang sepatu yang dikenakannya sembarangan.
Menekap tangan ke dada, menahan dingin yang langsung menusuk kulitnya, Janice melangkahkan kaki yang hanya berbalut kaus kaki itu, dibawah todongan senjata Edo, mendekati air danau yang hanya berjarak sekitar lima meter dari tempatnya tadi.
Walau dengan dada yang kecil, namun pemandangan seorang gadis muda dengan tubuh padat, pinggul dan bulatan pantat yang penuh, serta tungkai kaki yang pepal, hanya berbalut tank top tipis yang tak dapat menutupi puting yang samar membayang di baliknya, dan pink panties sederhana itu, tetap membuat ketiga lelaki yang melihatnya menelan ludah mereka.
Namun seperti saat mereka berburu… Kesabaran, itulah kuncinya….
“Cukup…”Perintah Edo…. ketika air danau itu sudah menyentuh pangkal paha sang gadis. “Jongkok!” Perintahnya lagi, yang dengan sangat terpaksa dituruti sang gadis
Sang gadis langsung mengigil ketika akhirnya, ia kini berjongkok di dalam air danau yang dingn itu, merendam tubuhnya sampai ke batas sternumnya… Matanya tetap memancarkan perlawanan dan kebencian pada para lelaki, terutama pada Tommy yang terkikik seperti orang gila, sambil menggaruk-garuk kepalanya, sebelum akhirnya mendekati api unggun.
Gigi sang gadis gemeretak antara menahan dingin, dan marah demi melihat psychopath itu membongkar ranselnya dan melempar-lempar isinya menjadi bahan bakar tambahan bagi api ungggun itu.
Suara keresek membuat sang gadis sedikit berharap ada trekker lain yang datang dan bisa dimintainya batuan, namun demi melihat Bardian, pemuda pendiam itu, yang datang, harapan sang gadis menguap. Lelaki itu membawa rusa muda yang tadi minum di danau itu, namun kini rusa itu dipanggul sang pemuda dengan leher yang hampir putus…
“Good timing, Bar…. Kita sudah mulai lapar…. Ayo… bersihkan….”perintah lelaki itu pada sang lelaki yang langsung berjalan ke arah tepi danau, dan tanpa banyak bicara langsung menjatuhkan rusa itu di tepi air.
Sang gadis melihat belati yang nampak sering digunakan namun tetap tajam terurus, yang dipegang pemuda yang langsung memebelah perut pelanduk itu, dan mebuang isinya ke dalam air danau, membiarakan sisa darah dan jeroan itu mengotori air danau yang bersih, dan akhirnya menyentuh sternum sang gadis yang masih dalam posisi berjongkok menggigil kedinginan di dalam danau… Bau anyir darah menyerauk hidung sang gadis… Membuatnya mual…
***
Tak perlu waktu lama, aroma daging bakar memenuhi udara.
Dari posisinya yang terksiksa kaerena masih dipaksa berjongkok di dalam air danau, di bawah todongan senjata Edo, Janice bisa melihat daging rusa yang berkilat, tetesan lemak yang terbakar menambah siksaan yang diterima tubuhnya yang semakin lemah…
Harry memandang ke arah sang gadis yang matanya semakin layu, dengan gemeretak gigi yang semakin lambat, dan bibir yang semakin membiru…
“Ayo, Jan… Kamu lapar, kan?” katanya berbasa basi… sambil mengangguk ke arah Edo yang kemudian dengan gerakan senjata memerintahkan Janice yang terhuyung, bahkan beberapa kali terjatuh sebelum bisa menahan tubuhnya dan dengan menekap dadanya erat melawan dingin yang menusuk tubuhnya akibat dinginnya air danau dan dinginnya hembusan angin pegunungan, berjalan dengan tertatih, dengan kaus kaki yang sekarang kotor oleh tanah danau, humus, dedaunan,, gemetaran. Bahkan jarak yang hanya lima meter itu serasa perjalanan berkilometer bagi sang gadis, yang akhirnya bisa merasakan hangatnya api di hadapannya, walau tetap saja, tank top dan celana dalam basah yang menempel di tubuhnya membuat rasa dingin itu tetap menyiksanya.
“Tenang, Jan… Jangan buru-buru, nanti keselek…” kata Harry yang melihat sang gadis meneguk kopi panas, yang diangsurkan lelaki itu, dengan tergesa gesa.
Janice merasa hidup kembali seiring rasa panas dari kopi yang diteguknya sampai habis, bahkan sampai ke ampasnya…
Rasa lapar membuat sang gadis sejenak melupakan kebenciannya pada para penyergapnya yang baru saja menyiksanya dengan merendamnya di air danau yang dingin. Dengan lahap ia memakan paha pelanduk yang diangsurkan sang pemimpin perburuan.
Sang gadis hanya beringsut, sambil tetap mengunyah daging pelanduk itu, saat ini ia tak peduli kejahilan Tommy yang kembali mengedus-ngedus leher sang gadis. Bahkan menjilati batang leher sang gadis…
Namun, ketika tangan sang psycho meremas paha dalamnya...
Janice menamparkan sisa paha pelanduk itu ke wajah Tommy, dan mendorong lelaki itu sampai jatuh terjengkang. Dengan kekuatan baru yang seakan muncul di dalam dirinya, sang gadis melompat dan berlari sekuat tenaga menuju ke dalam kerimbunan hutan, tak peduli kondisi tubuhnya yang nyaris telanjang dan kaki yang hanya terbalut kaus kaki…
****
SNAAAP!
AAAGGGHHHH!!!!!
Jeritan sang gadis menggema di kerimbunan hutan….
Sementara itu di depan api unggun….
“Tommy….!” kata pemimpin perburuan dengan tegas itu demi melihat anak buahnya itu menjilat bilah parangnya, wajahnya menjadi lebih menakutkan dengan seringai buas yang kini menghias wajahnya…
“Biarkan dia sebentar…. Dia ngga bisa kemana-mana…. Kita nikmati dulu makanan kita… Kita rayakan hasil perburuan kita…” kata lelaki itu lagi, melempar sebuah paha rusa ke arah sang psycho yang kini duduk menikmati daging bakar itu, dan kembali cekikikan… Menghayalkan apa yang akan dilakukannya nanti pada tubuh sang gadis….
****
Tenggorokannya terasa perih setelah ia berteriak-teriak tanpa hasil….
“Aaarrrrggggghhh!” Teriaknya kesal setelah untuk kesekian kalinya ia kembali gagal meraih simpul tambang yang menjerat kaki kanannya, kaki kirinya yang menjuntai bebas menggapai-gapai, menendang-nendang langit. Tubuhnya kembali terjuntai, tergantung terbalik…. Tangannya hanya berjarak sekitar dua jengkal dari atas tanah, membuatnya semakin frustasi dan kembali berteriak-teriak dan meronta-ronta sebisanya….
Entah berapa lama ia tergantung seperti in… Namun yang jelas, tenaganya semakin terkuras setelah semua rontaan dan teriakan minta tolong yang sama sekali tak terdengar oleh siapapun, yang mungkin kalaupun mendengar akan menganggap teriakannya bagai suara penunggu hutan yang justru membuat yang mendengarnya ketakutan. Dan posisinya kini membuat darah mengalir ke kepalanya, membuatnya semakin merasa pusing, nafas semakin terasa berat.
Suara keresek dedaunan sayup terdengar di telinganya dan akhirnya dengan pandangan yang kabur, sang gadis melihat beberapa pasang sepatu yang mendekatinya.
“To…. tolong….” Katanya dengan suara yang parau dan lemah… Akhirnya…. Pertolongan datang…
Dan….
“Hihihi…. Halo cantik…. Kita ketemu lagi….”
****
Sang gadis, walau diam dan memberi pandangan melawan, namun tetap tak bisa menahan laju airmata yang ke luar dari matanya, demi menyadari siapa pemilik tiga pasang sepatu yang ada di hadapannya…
“Bar… turunkan dia….” Kata sang pemimpin…
“Sebentar…. “ kata sang psycho menghentikan langkah seng pemuda, sebelum ia sendiri melangkah mendekati sang gadis yang mendengar suara zipper yang diturunkan…
“Aaaaggghh…! Bangsat…! Anjing…!” maki sang gadis melawan sekuatnya ketika wajahnya dikencingi lelaki psycho itu,
Dirinya sadar kalau ia sudah kalah ketika mereka sudah mendapatinya tergantung…
Tapi… Dihina seperti ini?
“Kamu harus diajar sopan santun…” kata sang psycho sambil menendang wajah sang gadis dengan cukup keras… membuat bibir sang gadis pecah dan berdarah
“Tommy…. Cukup!” bentak sang pemimpin, yang cukup untuk membuat sang psycho mundur, mengangkat tangan ke depan dada, tanda menyerah, sambil tetap menyeringai menjijikkan dan tetap memandang dengan bengis ke arah sang gadis yang kini tak lagi menyembunyikan tangisannya
Sang gadis terjatuh berdebam ketika Bardian memotong tali yang berada di pohon tempat jerat itu terpasang, dan meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya, rasa terhina yang diterimanya…
Bilah parang sang psycho yang ditekan ke bukit payudaranya membuat sang gadis akhirnya berhenti meronta…
“Kamu ngga bisa ngatasin kucing kecil, Bar?” hina sang psycho pada Bardian yang nampak bersusah payah buat menahan tubuh sang gadis yang tak berhenti meronta, mencakar-cakar, memukul-mukul, dan berguling-guling di tanah, menendang nendang… Sang pemuda memandang sengit pada sang psycho, lalu dengan kasar membalik tubuh sang gadis hingga menelungkup di tanah lalu dengan kasar menelikung tangan sang gadis ke belakang tubuhnya, dan menahan dengan lututnya sambil ia mengambil tambang dan mengikat kedua tangannya menyatu, dan kemudian menarik tambang itu ke arah leher sang gadis sehingga tangannya menyiku di belakang tubuhnya, lalu emgikat tambang itu degan cukup erat di leher sang gadis.
Sang pemimpin perburuan menyeringai melihat sang gadis yang berusaha duduk memandang penuh perlawanan….
“Ayo… Kita ke pondok…” Kata lelaki itu sambil berbalik badan dan mulai berjalan mengikuti langkah Bardian yang mendahuluinya….
“Janice…” katanya berhenti sejenak dan memandang ke arah sang gadis… “Sebaiknya kamu nurut, atau perjalananmu nanti akan sangat tidak menyenangkan…” lanjutnya sambil kembali berjalan…
“Heergghhh…”
Suara tersedak terdengar dari sang leher sang gadis, ketika Tommy menarik tambang itu dengan kasar, membuatnya terbating ke depan, dan terseret seret di tanah seakan seonggok danging, di belakang sang psycho yang terus melangkah…
Tertatih, berjingkat menahan sakit, sang gadis, yang akhirnya bisa berdiri, berjalan mengikuti tarikan tambang sang psycho yang terkadang sengaja menyentak tambang, membuat sang gadis kembali terbanting dan terseret-seret di lantai hutan.
****
Pondok yang sebenarnya hanya berupa tiang-tiang kayu yang beratap dedaunan, dan lantai papan yang nampak berlumut dan kotor oleh daun-daun yang berguguran...
Tubuh sang gadis tersungkur lemah di atas tanah, di depan pondok kecil, pondok peristirahatan para pemburu… Kotor oleh tanah, lumpur, lumut, dan dedaunan dan banyak luka-luka lecet yang menghias sekujurnya, hadiah dari sang psycho yang menariknya bagai menarik seekor binatang…. Tank top nya sudah nyaris tak berbentuk, sobek di sana-sini, sebelah tali sudah putus, bahkan sebelah payudara mungilnya kini terpampang bebas di hadapan tiga lelaki yang memandang buas kepadanya… Hanya Bardian, pemuda pendiam itu yang tak nampak di sana…
Sang gadis mendesis, menggeliat menahan perih ketika Tommy mengguyur tubuhnya dengan salah satu ember air yang ada di sana…
“Biar bersih sedikit… Hihihi…” katanya sambil melempar ember itu sembarangan….
Sang gadis tercekik, terseret dalam posisi berlutut, mengikuti tarikan tambang di lehernya… Bukan… bukan sang psychopath…
Edo…. pemburu yang berwajah sangar itu kini menyeringai ganas…. Tangannya mencengram tambang yang melingkar di leher sang gadis, dan melempar sang gadis ke atas dipan.
“NGGA…! ANJING….! NGGA…!” teriak sang gadis, kembali meronta, menendang-nendang sekuat tenaganya yang tersisa… Lelaki tu memaksa membuka celana dalamnya dan menarik-narik kakinya agar ia tetap berada di tepi dipan…
Hanya ketika akhirnya sebuah tinju yang keras ke arah telinganya, yang membuat kupingnya berdenging, sang gadis menyerah dan menangis pasrah ketika akhirnya ia merasa ujung penis lelaki itu menempel di bibir vaginanya…
“AAAGHHHHH!!!!!!!” jeritnya ketika akhirnya penis itu dihujam dengan kasar ke dalam vaginanya…
“Tidak….. Tidak…. Tidak….” isaknya sambil terus-menerus meronta, mencoba melepas penis nista yang sedang menghujam-hujam lorong vaginanya, sementara Edo mendengus-dengus penuh kepuasan, merasakan bagaimana penisnya diremas vagina sang gadis yang kering tanpa pelumas itu…. Vagina yang juga merasakan perihnya zipper dan gesper sang lelaki yang merasa tak perlu membuka celananya, cukup dengan mengeluarkan penisnya dan menghujam sang gadis dengan hentakkan kasar dan dalam…
Sang gadis terus terisak dan menagis, ya sebagaimana tomboynya ia, ia tetap seorang wanita, memandang ke atap pondok, tak mau melihat bagaimana lelaki itu menikmati tubuhnya, bagaimana lelaki itu meremas payudara mungilnya itu, bagaimana sang lelaki menelusupkan wajahnya ke lehernya dan mencupanginya dengan kasar, menghentak-hentak tubuhnya dengan semakin cepat…
Jangan…. Jangan didalam…. JAAAANGAAAAANNNNN!!!!!” teriak sang gadis sekuat tenaga ketika ia merasa denyut penis sang l;elaki di dalam vaginanya… ia berusaha meronta sekuatnya, menyentak-nyentakkan pinggulnya, namun…
“HUAAAAAAAA!!!!!” Sang gadis menjerit frustrasi…. Lelaki itu dengan sengaja menekan penisnya dalam dalam, menekan dan menahan penis nista itu di liang peranakannya dan menyemburkan spermanya ke dalam vagina sang gadis.
Setelah lelaki itu bangkit dari tubuhnya, gadis itu meringkuk dan menangis sejadinya, tak terima kalau sperma najis lelaki itu mengotori vaginanya, rahimnya…
Dan suara kekeh yang mendekatinya membuiatnya mencoba untuk lari, namun cekalan di kakinya, dan jamahan dua pasang tangan yang merubunginya membuatnya hanya bisa menjerit-jerit histeris, meludah-ludah sebisanya, melawan sekuatnya tanpa hasil, terlebih ketika kini Harry, sang pemimpin perburuan menghujamkan penisnya dengan kasar di dalam vagina sang gadis yang kembali mencoba welawan dengan menyentak-nyentakkan tubuhnya, mencoba melepaskan diri dari tekanan lelaki itu tanpa hasil…
“Tolong…. tolong… jangan di dalam lagi…. please….” Sang gadis mengiba ketika ia merasa desakan penis Edo yang semakin kencang, dan merasakan penis itu mulai berdenyut…
“Ngga mau di dalam?” tanya Harry….
“Iya… please… jangan di dalam….” hibanya lagi…
“Terus di mana, Jan… aku ngga mau buang di badan kamu, atau di muka kamu….” Kata Harry dengan suara bergetar menahan kenikmatan di penisnya yang diremas oleh vagina sang gadis yang berusaha dengan sebisanya tak menerima semburan sperma lagi dalam tubuhnya
“Aku hisap… please…” tawar sang gadis yang dijawab dengan dengusan melecehkan lelaki itu, “Aku telan…. aku telan, please…” kata sang gadis yang benar-benar tak ingin rahimnya diisi sperma untuk kedua kalinya, walau ia tau kalau sebenarnya itu hanya sebuah pertanyaan rhetoric…
Harry menyeringai penuh kemenenangan sambil dengan bergegas mencabut penisnya, lalu dengan kasar menarik tambang di leher sang gadis hingga tercekik dan menarik sang gadis hingga kepalanya terjuntai dipinggir lantai, dan dengan kasar menyodok penisnya ke dalam tenggorokan sang gadis…
Selagi sang gadis berjuang mencari udara karena lelaki itu menyetubuhi mulutnya dengan kasar, seakan akan ia sedang menyetubuhi vaginanya, dan juga karena seperti Edo, lelaki itu juga hanya menurunkan celananya sperlunya, hingga ayunan sabuk, dan zipper celananya kini ikut menambah lecet yang sudah banyak di wajahnya.
“Mmmmhhhh!!!!” ronta sang gadis karena kini ia kembali merasa sebuah penis kembali menghujam vaginanya… dan suara cekikikan itu membuatnya kembali meronta….
Ia tak rela psychopath itu menyetubuhinya….
Ia mencoba menggigit penis sang pemimpin perburuan, namun posisi kepalanya yang tergantung ke bawah membuat ia tak bisa mengatupkan mulutnya dengan baik…. Lelaki itu sepertinya tau rencananya….
Janice tersedak, bahkan sampai muntah ketika Harry dengan satu sentakan keras menghujam penisnya dalam-dalam dan menyemburkan spermanya langsung ke dalam tenggorokan sang gadis…
Kini, terbatuk-batuk, megap-megap mencari udara, sang gadis merasakan tubuhnya kembali di tarik ke tengah lantai pondok, dan dipaksa untuk menelungkup di atas tubuh Edo yang sudah menanti dengan penis yang tegak, dan kembali mendobrak vaginanya dengan paksa…
“NGGA… NGGGAAAAAAAAAARRRGGGHHHH!!!!!! ANJJJIIING KALIAN….!!!! BAJINGAAAN…..!!!! BANGSAAAAATTTT….!!!!!!! CABUUUTTT…..!!!! SAKIIITTTT!!!!!”
Lolongan kembali terdengar, ke luar dari mulut sang gadis. Rontaan dan perlawanan sang gadis kembali nampak…. Anusnya kini sedang disodomi dengan paksa oleh sang psycho yang langsung dengan kasar menghentak-hentak anus sang gadis yang jelas berdarah-darah karena dihujam dengan kasar seperti itu….
Tommy segera membekap mulut sang gadis, membuat raungannya tertahan… Raungan yang tak lama berubah menjadi tangisan yang teredam.
Air mata mengalir deras dari mata sang gadis yang kini terlonjak-lonjak di antara dua lelaki yang penis keduanya sedang mengisi vagina dan anusnya… Yang tanpa memperhatikan kondisinya asyik mengejar kenikmatan mereka sendiri…
Dan kini, ia bahkan tak lagi menghiba… Ia tau permohonannya akan percuma…
Tubuhnya tergeletak lemah di tengah pondok kecil itu, lelehan sperma mengair dari dalam vaginanya, deposit kedua kalinya dari Edo…
Ia hanya menggeleng lemah ketika tubuhnya kini ditelentangkan di tengah lantai pondok, dan seringai sang psycho tepat di atas tubuhnya, mengangkat kakinya ke atas bahunya, dan menekan tubuhnya, hingga lututunya menghimpit payudara mungilnya…
Sang gadis kembali menjerit parau… sang psycho memilih untuk menghujamkan penis nistanya ke dalam anusnya yang masih amat sangat terasa perih…
Tanpa belas kasihan lelaki itu menyentak-nyentak anus sang gadis dengan kasar sambil menekan lutut sang gadis hingga menepel di telinganya. Tubuhnya terbanting-banting di atas lantai kayu yang berderit-derit seiring hujaman penis sang psycho yang semakin cepat…
“AAAAGGGHHHH…..!! TIDAAAK…!!!” Jerit sang gadis parau…
Dengan kasar Tommy mencabut penisnya dari dalam anus sang gadis dan dengan cepat menghujamkan penis yang berlumuran darah yang dihasilkan dari dalam anusnya yang lecet, teruka… Lalu dengan kasar menghujam penis itu ke dalam vagina sang gadis, lalu bergerak cepat, menghujam kasar, dan….
Kini sang gadis meringkuk menyamping, menangis sejadinya…. Merasakan lelehan sperma najis sang psycho perlahan meleleh ke luar dari dalam vaginanya…
“Tidak… cukup… please… cukup…” iba sang gadis demi merasakan cekalan di kakinya, mekasa kakinya membuka, dan Harry nampak menyeringai kepadanya…
****
“Ah… Bardian… bagaimana persiapannya…” Tanya Harry demi melihat pemuda itu ke luar dari balik pepohonan, mengangguk ke arah ketiga lelaki yang kini sedang duduk di beberapa tunggul kayu yang di susun di sekeliling api unggun.
Mata tajam sang pemuda memandang ke arah tengah pondok, melihat sosok tubuh berantakan sang gadis yang tergeletak lemas di sana…
“Kamu mau coba? Kucing kecil itu udah jinak, hihihi….” kikik sang psycho
Bardian tak mengacuhkan kicauan Tommy, ia berkata dengan suara yang dalam pada Harry… “Matahari hampir tenggelam, waktunya hampir tiba…”
“Well… satu ronde lagi, hihihi… Aku duluan…” kata Tommy sambil bangkit, menepuk-nepuk bagian belakang celananya sambil kemudian berjalan ke arah pondok…
Janice tersedak menacari nafas… Tommy dengan kasar menarik tambang yang melingkari lehernya seperti menarik bangkai, dan membuat sang gadis terbanting di tanah sebelum menariknya ke arah sebuah ember lain yang berisi air.
“Kamu harus berisihin muka kamu, kucing kecil, hihihi… “ kata lelaki itu sambil menunggingkan sang gdis dan membenamkan wajahnya ke dalam ember…
“Edaaan… boolnya makin ngejepit!!!!!” seru sang psycho demi merasa kalau anus sang gadis berkontraksi meremas penisnya, berkontraksi seiring usaha sang gadis mencari udara, setelah beberapa kali pemuda itu mengangkat wajahnya sedikit diatas permukaan air, lalu membenamkannya kembali membuat gadis itu kembali berontak, aliran nafasnya kembali tertutup air…
Bardian memandang tajam ke arah Harry yang akhirnya berseru pada sang pemuda, yang sedang menikmati kedua lubang sang gadis, vagina dan anusnya bergantian….
“Tommy! Ingat pantangan di hutan ini…!”
Sang psycho mendengus kesal namun segera mengangkat kepala sang gadis yang sudah lemas itu… “You are lucky, Bitch!” katanya sambil memandang tajam ke arah Bardian…
“Do… Mau double team?” seru Tommy yang dijawab temannya itu dengan berdiri, menghampiri rekannya sambil membuka gespernya, senyum iblis nampak di wajahnya…
Bardian mendengus melihat kegilaan di depannya, di mana ia melihat sang gadis terombang-ambing lemas tanpa daya, dengan anus yang dibombardir sang psycho, sementara Edo memperkosa mulut sang gadis dengan brutal, membuat ujung bibirnya yang pecah tadi, kembali mengeluarkan darah….
“Aku tunggu di ujung jalan ini…” Katanya sambil berlalu dari sana
****
Tubuh telanjangnya menggigil menahan dinginya angin gunung, ditambah dinginya kabut yang mulai turun…. Dinginnya semakin menusuk karena tanah di bawahnya basah oleh sebagian air dari ember yang tumpah ketika kedua bajingan itu memperkosanya habis-habisan… Juga ketika Tommy, psychopath itu kembali mengencingi wajahnya untuk kedua kalinya, sengaja mengarahkan kucuran kencingnya ke hidungnya sehingga sang gadis terpaksa membuka mulutnya, dan menyebabkan ia harus menelan ceceran kencing nista lelaki itu demi membuat dirinya bisa sedikit bernafas.
Ia mencoba berteriak hanya untuk mendapati atau tepatnya menyadari kalau kini tambang lain memelintang, membungkam mulutnya, erat… Begitu erat sampai memperparah lecet di mulut dan kini di kedua pipinya…
Perlahan sang gadis merayap dengan dorongan kakinya, menjauhi kubangan itu, karena tangannya masih terikat tambang dengan kuat di belakang tubuhnya, tambang yang juga masih melingkari lehernya yang sudah lecet parah… Tambang yang ujungnya terikat di atap pondok…
Dengan sisa tenaganya sang gadis menyandarkan bahunya ke tiang pondok, mencoba mendorongnya tiang itu, yang sama sekali tak goyang… Ia terus menerus mencoba, sampai akhirnya tubuhnya menggelosor di tiang pondok itu, membentur-benturkan kepalanya ke tiang pondok dengan frustasi, lalu akhirnya, menyerah kalah, membungkuk dan menarik kaki ke arah dada, dan kembali menangis sejadi-jadinya….
Rasa dingin itu semakin menusuk, selain karena memang waktu yang semakin malam, serta tidak adanya nyala api yang bisa dipakainya untuk menghangatkan tubuhnya…. Para bajigan memastikan kalau kayu yang tadi mereka pakai benar-benar padam. Sang gadis melihat kalau ember yang tadi dipakai merendam kepalanya tadi nampak tergeletak begitu saja di samping tumpukan api unggun, dan kayu api itu nampak basah…
****
Ia meringkuk sebisanya… Ia bisa merasakan badannya meriang… Bagaimana tidak, telanjang bulat, basah karena kabut dan embun pagi yang mulai menerpa tubuhnya seiring cericip burung yang mulai ramai disekitarnya…
Perutnya yang mulai meronta karena belum diisi makanan sejak terakhir ia mengigit sedikit paha rusa di dekat danau.…
Kruyuuukkk…
Suara perut sang gadis terdengar jelas, sementara sang gadis menggeliat-geliat di atas lantai pondok, menahan lapar yang kini dirasakannya…
Ya, setelah adrenaline nya menghilang, rasa sakit disekujuur tubuhnya mulai terasa, kini diperparah dengan rasa lapar mulai menyerangnya…
Masalahnya bukan hanya rasa lapar, tetapi rasa dingin, tubuh yang basah karena kabut membuat perutnya memberontak, meminta pelepasan…
Perlahan, sedikit beringsut, sang gadis memaksakan dirinya untuk turun dari pondok, lalu menuju ke arah semak yang cukup jauh yang bisa dijangkaunya. Secara naluri, ia kembali memandang skeliling, memastikan tak ada yang melihatnya berjongkok, dan menuntaskan hajatnya yangsekali ini, walau cuma cairan encer yang ke luar, namun tetap terasa perih, karena dinding anusnya yang masih terluka akibat sodomi kasar oleh psychopath itu….
“MMMMNNNGGHHHHHH!!!!!!” Seru sang gadis kesal, di balik bekapan tambang yang membungkam mulutnya…. Terlepas dari kondisi tubuhnya yang kusut masai dan berantakan, namun kenyataan kalau dirinya tak dapat membersihkan lubang anusnya dengan sempurna, hanya sebisanya di gosok ke sebuah dahan tumbang yang ada didekatnya, membuat dirinya merasa semakin kotor…. Terutama dengan kenyataan kalau cairan feces dan air seninya mulai mengalir turun ke pahanya, membuatnya berjengit menahan jijik, dan rasa malu yang amat sangat…. Berjalan sedikit mengangkang dan berjinjit menuju pondok untuk kemudian kembali meringkuk di sana….
Suara gemeresek di atas kepalanya membuat sang gadis, yang sedang berusaha menghangatkan tubuhnya dengan berjemur di bawah sinar matahari yang sedikit bisa menembus lebatnya canopy hutan, mengangkat kepalanya dan melihat gerombolan kera yang sedang mencari makanan…
Perlahan sang gadis beringsut ke atas pondok, lalu berlindung di salah satu pojok pondok yang melindunginya dari pandangan para kera yang nampak sedang asyik berpindah dari satu pohon ke pohon lainya sambil memakan pucuk-pucuk dedaunan… Pengetahuannya cukup untuk membuatnya berlindung dibanding membuat keributan yang bisa membuat kera-kera itu menyerangnya… Sudah banyak kasus di mana cabikan kuku kera bisa membuat kerusakan yang permanen…
Sang gadis berusaha mengusir beberapa kera muda yang turun ke tanah dan akhirnya mengetahui kalau ada sosok unik yang berjongkok di atas pondok…
Rasa keingintahuan kera-kera muda itu membuat mereka berloncatan ke atas pondok….
Akhirnya sang gadis tak lagi tahan untuk tetap diam ketika kera-kera muda itu memanjati tubuhnya, satu ekor naik ke atas bahunya, mencari-cari kulit mati di atas kepalanya, satu ekor berloncat-locatan di pahanya, dan seekor yang membuatnya akhirnya meronta, yaitu seekor yang menyangka kalau ia adalah induknya dan dengan tanpa dosa mencengkram payudaranya dan mulai menghisap putingnya, mengharap adanya cairan pertumbuhan yang ke luar dari sana…
Sang gadis meronta, menyentak kepalanya, membuat kera di kepalanya melompat kaget, menendang kera muda yang ada di pangkuannya, dan meronta membuat kera yang sedang menyusu di payudaranya terlepas sambil melompat berteriak-teriak…
Kini, sang gadis dikepung puluhan kera yang berteriak-teriak memamerkan dertan taring yang siap mengoyak tubuhnya… Bahkan kini sebagian sudah mulai melemparinya dengan apa yang bisa mereka pungut, mulai dari tanah, ranting, bahkan batu-batu kecil….
Mata sang gadis menutup erat demi melihat seekor kera yang jelas merupakan pemimpin romboang menyerbunya….
****
Suara auman itu membuat kera-kera itu berteriak-teriak panik, dan mulai berloncatan melarikan diri….
Sang gadis menutup matanya lebih rapat lagi…. Ketakutan, sampai terkencing di atas lantai pondok… demi mendengar suara gerendeng yang begitu dekat dengan dirinya, ia tahu kalau ada sosok lain di dekat pondok itu… Ia merapatkan tubuhnya, berharap kalau tiang itu bisa menyembunyikan tubuhnya…
Ia bisa mendengar dengusan nafas mahluk itu…. Ia sudah pasrah kalau ia akan menjadi sarapan pagi predator itu…
Namun suara kemeretek dedaunan dan ranting terinjak yang semakin menjauh, membuat sang gadis akhirnya berani mengintip dan melihat kelebatan kaki belakang dan ekor hewan berwarna kuning kemerahan dengan tutul tutul hitam menghias di sana...
Sang gadis menggelosor di tiang pondok, bahkan sifat tomboy nya tak bisa menutupi jati dirinya sebagai seorang wanita, yang akhirnya kembali tersedu frustrasi… Ia tau kalau macan tutul itu bukan hadir untuk meyelamatkan dirinya… Macan itu hanya memastikan kalau tak ada hewan lain yang mengganggiu buruannya… Ia tau kalau hewan itu akan kembali begitu dirinya sangat lemah, dan siap untuk disantap…
Dan ia menyadari, hewan itu tak akan perlu menunggu lebih lama lagi…
****