Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bimbingan Skripsi Membawa Nikmat [Remake by : Bantengamuk]

Siapa Perempuan yang Suhu-Suhu Favoritkan di Cerbung ini ?


  • Total voters
    750
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Part XII - Ora Congyang Ora Goyang

POV Fitri

Fitriana Ambarini

Pukul 15.00 kami berdua telah usai mewawancarai bapak kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Jawa Tengah. Setelah menunggu cukup lama, wawancara dengan durasi 2 jam ini kami selesaikan pada hari pertama di Semarang. Dari wawancara tersebut kami mengetahui praktik penggunaan Alokasi Dana Desa yang tiap tahun dianggarkan untuk desa-desa di Jawa Tengah, bahkan mereka memberi data-data dari Laporan Pertanggungjawaban. Aku dan Mufti segera menyicil penelitian ini, mumpung ada mood. Akhirnya kami memilih sebuah coffee shop yang tak begitu jauh dari kantor gubernuran Jateng. Kami membagi tugas, aku menuangkan pernyataan-pernyataan kunci dari bapak kepala dinas tadi sedangkan Mufti menuliskan seluruh percakapan wawancara tadi, mengingat transkrip wawancara wajib dilampirkan dalam penelitian ini.

Tak terasa azan Maghrib berkumandang, kami berdua mencukupkan pekerjaan hari ini. Tak perlu memforsir diri karena masih ada hari esok, bahkan tak masalah jika dilanjutkan di Bandung selama tidak melewati deadline yang ditetapkan Bu Puspa. Sebagai muslim yang taat segera aku menuju mushola yang tersedia di coffee shop ini.

"Muf, kamu jadinya gimana ? Udah dapet tempat nginep di rumah temenmu ?" tanyaku pada Mufti sesaat setelah sholat Maghrib. Memang tadi dia mengatakan akan menginap di rumah temannya agar aku tak sekamar dengannya, katanya bisa gawat nanti hahaha.

"Belum dibales sama temenku. Moga-moga aja bisa ya fit. Mosok aku sekamar karo Bu Nyai ndak mengko didukani Pak Kyai hahaha (Masak aku satu kamar sama Bu Nyai nanti dimarahi Pak Kyai hahaha)" jawabnya diiringi candaan.

"Kalo ndak bisa di rumah temenmu aku bookingin hotel deh" tawarku dengan menunjukkan aplikasi pemesanan hotel.

"Halah ra sah mesen liwat kono, ngko zonk koyok ndek mau isuk (Halah nggak usah memesan lewat aplikasi itu, nanti zonk kayak tadi pagi), udah lah santai aja. Tapi lek umpomo gak iso mengko tak turu ning sofa wengi iki (Tapi seumpama nggak bisa nanti aku tidur di sofa kamar malam ini)" ucapnya santai.

"Ya sudah lah mau gimana lagi kalau nanti gak bisa, tapi kalau kamu macem-macem nanti tak bilangin Bu Puspa" ancamku pada Mufti. Aku suka dengan penelitian lapangan, karena bisa wisata kuliner, "Muf, wisata kuliner yok. Tempat yang enak buat jalan-jalan sambil makan-makan dimana ya ? Yang kayak Malioboro gitu lho" ajakku.

"Kalau Semarang ikonnya Simpang Lima sih. Memang nggak ada yang jualan oleh-oleh kayak Malioboro sih. Tapi disitu pas lah buat wisata kuliner, banyak pilihan" tawar Mufti padaku, tentu saja kuiyakan tawarannya itu. Berhubung jarak antara tempat nongkrong dan Simpang Lima tidak sampai satu kilometer maka kami berjalan kesana.

Seperti yang diperkirakan, kawasan Simpang Lima yang menjadi landmark Kota Semarang begitu ramai dikunjungi ketika malam hari. Mufti merekomendasikan untuk makan di Nasi Ayam Bu Wido, ternyata sudah banyak pembeli yang mengantre disana. Setelah menunggu agak lama, kami memesan nasi ayam yang disiram kuah santan yang encer dan gurih itu. Mungkin karena porsinya terhitung sedikit untuk laki-laki, Mufti menghabiskannya dengan cepat. Bahkan setelah ini ia mengajakku untuk makan tahu pong yang masih satu kawasan, katanya warung tahu pong itu jadi langganan bos pabrik rokok besar di negeri ini.

Setelah aku selesai makan, kami berdua kembali berjalan kesana, namanya juga wisata kuliner satu tempat aja nggak cukup. Untung saja hari ini bukan weekend sehingga kami tak perlu menunggu terlalu lama seperti tadi.

"He fit, habis ini mau nggak jalan-jalan di tempat bersejarah disini, spesial banget pokoknya" katanya bak seorang tour guide.

"Emang apa itu muf ?" tanyaku penasaran soal tempat yang ia maksud.

"Lawang Sewu, ada night tournya lho, berani gak ?" ucapnya seolah menantangku. Aku tidak terlalu takut sama hal-hal horor seperti itu, "Oke siapa takut !" kuiyakan tantangannya. Katanya night tour itu dimulai jam 10 malam, semoga aja bisa.

Sembari menyantap tahu pong, kami ngobrol ngalor ngidul. Ternyata ada kemiripan mengenai riwayat nama kami, sama dengan Mufti namaku diganti pada saat bayi karena 'keberatan nama'. Nama lahirku adalah Durottun Nafisah, yang artinya amat berharga. Berkebalikan dengan Mufti, jika namaku awalku cenderung kearab-araban dan berganti menjadi agak kejawen. Memang namaku tak umum bagi kalangan santri. Sementara nama Mufti juga tak lazim bagi kalangan abangan, terlalu kearaban hehe.

Boleh dibilang pengalaman masa remajaku tak sebebas teman-teman pada umumnya. Kontras dengan masa dewasaku yang memiliki kebebasan.

Entah darimana terlintas, tercetuslah ideku agar mengalami keseruan seperti orang-orang lain, "Muf, kamu tau congyang gak ? Nanti malem kita cobain yuk !" ya aku tahu bahwa itu minuman beralkohol khas Semarang. Aku pun penasaran ingin mencobanya.

Mendengar ajakanku, Mufti hampir tersedak, ia kaget, "Fit, ojo edan kowe. Iku ombenan sing ora apik kanggomu (Fit, jangan gila kamu. Itu minuman yang nggak baik buat kamu)" ucap Mufti dengan reaksi kaget.

"Wes to gak opo, pisan-pisan aku pengen njajal lah (Udah lah gak apa-apa, sesekali aku pengen nyobain lah). Kan kita udah dewasa juga secara hukum nggak dilarang toh ?" kataku meyakinkan Mufti.

"Ya udah deh fit kalau kamu pengen. Sehabis dari Lawang Sewu nanti aku beliin, kamu langsung aja balik ke hotel" intruksi Mufti. Kujawab singkat, "Okay" sambil mengacungkan jempol.

"Udah kenyang kan fit ?" tanya Mufti sesaat setelah menghabiskan makanan. Sambil menyedot es teh, aku hanya mengangguk pelan. Setelah membayar tahu pong yang disajikan, kami berdua memesan taksi online untuk menuju ke Lawang Sewu.

Bangunan klasik nan megah ini terlihat begitu indah di malam hari. Kami yang hanya berdua kemudian bergabung dengan rombongan wisatawan yang memenuhi kuota minimal, karena syaratnya minimal 20 orang untuk bisa night tour disini. Bagian dalam Lawang Sewu nampak begitu indah di mataku, karena bangunan ini baru saja dipugar kata tour guide.

Baik aku maupun Mufti tak merasa takut ketika di dalam Lawang Sewu, bahkan kami mengambil beberapa foto untuk mengabadikan momen ini. Namun ketika tour guide mengajak rombongan menuju ruang bawah tanah, suasana mencekam begitu terasa. Gelap, pengap, dan lembap ketika di ruang bawah tanah ini memberi kesan angker, meskipun ada banyak orang yang masuk sini. Konon tempat ini digunakan sebagai penjara bawah tanah pada masa penjajahan Belanda, lebih parah lagi ketika masa pendudukan Jepang tempat ini difungsikan sebagai ruang eksekusi mati para tahanan. Bulu kudukku terasa merinding, bohong saja kalau aku mengatakan tidak.

Untung saja perjalanan uji nyali ini telah usai. Seperti yang kami rencanakan sebelumnya, aku memesan taksi online untuk kembali ke hotel sementara Mufti naik ojek online untuk membeli congyang yang sebetulnya dilarang oleh agama.

*****
POV Penulis

Langkah kaki pemuda ini terasa begitu cepat, seolah tak sabar memasuki salah satu kamar hotel ini. Mufti sedang menenteng goodie bag yang berisi dua botol congyang berukuran sedang. Ditekannya bel pintu kamar agar Fitri membukakan pintu untuknya.

Tak disangka-sangka olehnya, perempuan yang selama ini begitu anggun mengenakan jilbab kini menampakkan rambut pendeknya sebahu. Balutan kaos panjang dan celana training yang dipakainya nampak memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Seharusnya ini ditampilkan Fitri pada mahromnya, sementara Mufti bukan siapa-siapa.

"Heh, malah bengong ! Masuk lah !" perintah Fitri agar Mufti tak hanya mematung di depan pintu.

"Eh....iya maaf. Habis kamu ayu tenan fit" puji Mufti terkagum-kagum.

"Ealah gombal ! Udah kebal aku dirayu-rayu begini" tanggap Fitri jutek.

"Ini pesenannya Bu Nyai. Sebelum diminum ada aturannya, semacam kearifan lokal" kata Mufti dengan nada serius setelah menaruhnya di meja.

"Hah aturan apa ?" tanya Fitri heran sambil melihat apakah ada tulisan di botol.

"Ehhh....jangan dipegang dulu ! Taruh di meja !" perintah Mufti seolah botol ini benda yang berbahaya. Ya berbahaya memang karena bikin tepar hehehe.

"Sebelum kamu megang botol itu kamu harus nyembah botol itu, bukan syirik ya, tapi kayak sungkem ke botol itu tiga kali. Kalau udah selesai baru bisa kamu pegang. Sebelum kamu buka tutup botolnya, kamu harus ketok bagian bawah pakai sikumu. Kalau nggak kamu patuhi bakal kualat lho" intruksi Mufti bagaikan pawang congyang.

Dilakukannya petunjuk dari Mufti tadi. Sedari tadi Mufti berusaha menahan tawa melihat kelakuan Fitri. Bayangkan bung nona, seorang perempuan alim sedang menyembah congyang hahahaha. Diambil oleh Fitri gelas di meja, meskipun terlalu besar untuk pengganti sloki, dan dituangkan separuh gelas.

Melihat Mufti yang menahan tawa Fitri pun curiga, "Kamu kenapa ketawa muf ? Ada yang lucu ?" makin tak tertahankan tawa Mufti, tawanya kian lepas.

"Hahahaha cah pesantrenan koyok kowe lho kok yo percoyo aturan goroh ngene hahahaha (hahahaha anak pesantrenan kayak kamu lho kok ya percaya ada aturan bohongan begini hahahaha)" Mufti memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa. Lalu Fitri mencubiti Mufti yang berani-beraninya menjahilinya, menyebalkan memang. Seorang dosen muda dengan pendidikan S2 bisa dikibuli oleh mahasiswa 'abadi' yang S1 pun belum rampung.

"Asu emang kamu muf !" umpat Fitri tanpa filter. Keduanya duduk di atas karpet, "Fit, minumnya sedikit-sedikit. Kalo langsung setengah gelas bakal tepar kamu" ucap Mufti mewanti-wanti. Masih sebal dengan keisengan Mufti Fitri menjawab, "Iya iya...udah tau kok" jawabnya pendek.

Untuk mencairkan suasana Mufti pun bertanya mengenai rasa congyang. Fitri pun berkata rasanya manis dan terasa hangat di tenggorokan. Obrolan mereka pun beralih pada sisi menatik kegiatan-kegiatan mereka, bahkan sampai mendetil.

Tahu bahwa gelas mereka sudah kosong, Mufti pun menuangkan botol ke gelas masing-masing. Nampak di matanya bahwa Fitri sudah mulai terpengaruh alkohol. Terlihat dari topik pembicaraan yang diawalinya ini, "Muf, sebetulnya cowok permasalahin keperawanan cewek nggak sih ?" pertanyaan yang menjurus ke arah seks bagi Mufti.

Dengan tetap berusaha tenang, Mufti menjawab, "Kalau secara umum aku nggak tau ya. Bisa jadi beda-beda jawabannya. Tapi kalau aku sih berpendapat nggak masalah. Rasanya nggak fair aja penilaiannya, cowok nggak ada parameter keperjakaan kan ? Mau ngewe sebanyak apapun tetep aja nggak ada tanda fisik. Emang kenapa kamu tanya gitu ?" tanya Mufti penasaran.

Fitri nampak terdiam sejenak, ia nampak berpikir untuk mengutarakannya, "Hufff....begini ya muf. Mungkin gak banyak yang tau kalo aku ini janda" aku Fitri.

"Wahhhh..... Jandaaaaa !!!!!" teriak Mufti dalam hati.

"Aku pernah dinikahkan sama bapak ibu setelah lulus Aliyah. Begitu aku diterima kuliah di Bandung akhirnya kami LDR. Bulan-bulan awal masih lancar tuh komunikasinya, kadang dia main ke Bandung kalo lagi longgar. Mungkin kalo weekend aku balik ke Banyumas. Tapi lewat setahun dia mulai dingin. Singkat cerita aku lihat dia lagi jalan di mall gandengan sama cewek. Ya udah akhirnya aku gugat cerai" ungkapnya panjang lebar, nampak air matanya keluar di pelupuk matanya. Merasa situasi awkward begini Mufti mendekatkan posisinya pada Fitri, dielus-elus pundaknya untuk menenangkan.

"Udah gak apa-apa fit.....nggak semua cowok kayak gitu" ucap Mufti berusaha menghibur Fitri.

"Untung ada Kang Oman yang mau nerima statusku ini. Kebetulan dia juga duda anak satu" ceritanya. "Tapi aku takut kalo dia nanti bosen terus ntar aku diselingkuhin lagi...hikss" tangisnya pecah, ada kekhawatiran begitu besar di dalam hatinya. Maklum perempuan begitu mudah trauma dengan masa lalu. Kini Mufti memeluk tubuh Fitri, ia tak peduli lagi dengan apapun, toh dia tak menolak jika dipeluk.

Setelah tenang, Fitri kembali berkata, "Muf, maaf ya soal kemarin. Aku nggak sengaja, sumpah" katanya mengingatkan kejadian OTT Bu Puspa dan Mufti di ruang departemen.

"Iya gapapa kok fit, toh kamu nggak sengaja. Tapi kamu jaga rahasia ya ?" dijawab Fitri dengan anggukan kepala.

"Muf, aku boleh nanya nggak ? Udah sejauh apa kamu ngelakuin itu sama Bu Puspa ?" tanya Fitri penasaran. Kini Mufti bercerita dari awal mula hingga kejadian kepergoknya oleh Fitri, namun tak diceritakannya pesta seks yang terjadi di rumah Silla.

"Silahkan fit kalau kamu mau melihatku sebagai lelaki bejat, jahanam, atau apalah. Aku nggak keberatan" kata Mufti pasrah.

"Nggak kok muf, itu urusan pribadimu. Aku nggak bisa judge kamu hanya dari itu" ujarnya melegakan hati Mufti.

Tiba-tiba Fitri berkata, "Muf, kamu nggak usah nginep di rumah temanmu ya. Udah terlalu malem juga, nggak enak pasti ama dia" yang hanya dijawab Mufti dengan kata "Oke" lalu ia kembali menenggak conyang.

"To be honest muf, dari beberapa hari lalu aku penasaran sama itumu" katanya sambil melirik celana chinos yang dikenakan Mufti.

"Itu apa ? Aku nggak paham" tanggapnya pura-pura tak tahu. Padahal hatinya berteriak riang gembira, pun batangnya mengeras di dalamnya.

"Kontolmu ! Puas ??" seru Fitri tanpa sungkan, ia makin terpengaruh conyang.

Dengan mantap pula Mufti melepaskan kemejanya, kemudian celana sekaligus celana dalamnya. Kini Mufti telanjang bulat di hadapan Fitri yang merupakan rekan satu tim penelitian. Dengan seksama perempuan manis ini melihat alat kelamin Mufti yang seharusnya tak diperlihatkan, "Aku pegang ya muf" pinta Fitri yang tak dijawab Mufti. Tak perlu ada jawaban karena permintaan ini tak mungkin ditolak oleh lelaki manapun.

Dielusnya junior Mufti mulai dari kepala hingga pangkalnya. Bahkan dua biji zakarnya tak luput dari rabaannya. Fitri bagaikan belajar bab alat reproduksi mata pelajaran Biologi.

"Gimana fit ? Besar gak ?" yang cuma dijawab Fitri dengan anggukan kepala.

Rabaan Fitri semakin menggoda, tak bisa dijelaskan dengan kata, "Sepongin dong fit" pinta Mufti agar ia memberikan blowjob nikmat. Dengan gelengan kepala ia menolak, "Nggak ah banyak bakteri tau".

"Lha terus maumu apa fit ?" tembak Mufti agar janda kembang ini mengutarakan maksudnya dengan gamblang.

"Kamu gapapa kalo ini dimasukin ke punyaku ?" tanyanya polos. Sepertinya masalah dosa sudah tak terpikirkan lagi olehnya, toh sudah terlanjur 'basah' ya berenang aja sekalian. Mufti hanya mengangguk pelan dengan elegannya, yang sebetulnya hanya pencitraan saja padahal sudah ngebet dari tadi.

Kemudian Fitri melepaskan semua yang melekat di tubuhnya hingga polos. Payudara yang kira-kira berukuran 34B dan bulu vaginanya yang lebat terpampang begitu jelas, membuat Mufti makin bernafsu menyetubuhinya. Asisten dosen ini kemudian naik ke atas kasur dan merebahkan dirinya, kedua pahanya dibuka lebar, "Yuk muf masukin..." ucapnya penuh kerelaan.

Bagai kucing diberi pindang, Mufti menaiki kasur. Bukannya langsung memosisikan alat kelaminnya, Mufti malah menyerbu bibir Fitri. Entah kurang pengalaman atau bagaimana, Fitri hanya melayani ciuman ini, tak membalas sama sekali. Bibirnya begitu terasa lembut, bahkan kini lidah Mufti berusaha menyerbu ke dalam mulut perempuan alim ini.

Puas dengan mulutnya, Mufti kini menciumi leher Fitri, "Jangan dicupang muf....mmmhhh...." pintanya sambil merem melek menikmati hal yang belum pernah ia dapatkan. Bibirnya kini menginvasi payudara Fitri, meskipun tak sekencang punya Irma maupun Bu Puspa, namun ia tetap senang mengulumnya. Bergantian kanan kiri puting berwarna hitam ini dihisapnya. Buah dada Fitri tak luput dari remasan tangannya, begitu pas ditangannya.

Tuntas menjelajah payudara, Mufti meneruskannya ke bawah. Namun ketika hampir sampai di kewanitaannya, Fitri menghentikannya, "Jangan, itu kotor. Nggak baik kalau lelaki jilat vagina perempuan" tanda bahwa Fitri adalah perempuan yang konservatif di ranjang. Mufti yang kini berlutut di depan vagina Fitri dengan bernafsunya memasukkan dua jarinya ke dalam lubang itu, terasa menjepit bagai perawan. Ia nampak tersentak kaget ketika liang surgawinya dimasuki benda yang asing.

Pelan-pelan Mufti memajumundurkan jarinya keluar-masuk di kemaluan Fitri. Suara desahan kenikmatan keluar dari mulutnya. Matanya terpejam tanda bahwa ia menikmati foreplay yang dilakukan rekan satu tim penelitiannya ini.

"Mmhhh....ughhh....Muf masukin ajaa..." ucapnya memohon pada Mufti. Seperti tak menggubris, makin cepat ia kocokkan jarinya. CLUG CLUG CLUG CLUG. Vaginanya makin banjir. Tak lama kemudian matanya melotot dan mulutnya menganga, "Ahhhhh......" kewanitaannya berkedut-kedut dan membasahi jari Mufti dengan cairannya.

"Oh....ini toh yang namanya orgasme. Kenapa aku baru merasakannya sekarang ? Enak banget..." kata Fitri dalam hatinya. Jelas saja ia merasa keenakan karena sebelumnya Fitri hanya digenjot mantan suaminya dengan posisi misionaris. Paling mentok 10 menit ia sudah mengeluarkan sperma di rahim Fitri, mantan suaminya merasa puas sementara ia tidak waktu bercinta.

"Fit, aku masukin ya" izin Mufti sambil menempatkan penisnya di bibir vagina Fitri. Batang Mufti mulai menerobos masuk. Perlu sedikit penyesuaian agar vagina Fitri terbiasa dengan benda tumpul ini. Dengan bantuan cairan kewanitaannya, kemaluan Mufti mulai masuk perlahan-lahan. Setelah dirasa cukup beradaptasi Mufti mulai memajumundurkan badannya untuk menggenjot Fitri.

"Uhh....Mmmhhhh...." nampak seperti menahan desahan kontras dengan lawan main Mufti selama ini, mungkin ia tipe wanita yang malu-malu. Justru itu membuatnya tampak anggun di mata Mufti.

Merasa bosan dengan posisi konservatif ini, Mufti membalik posisi. Kini Fitri ada di atas tubuhnya, "Kamu goyang dong say, aku pengen lihat badanmu yang seksi" godanya agar Fitri mau melakukan yang diinginkannya. Dengan posisi Woman On Top Fitri bergoyang maju mundur, ia melakukannya seolah penunggang dan penis Mufti adalah pelananya. Fitri tampak memejamkan mata dan tubuhnya merapat ke dada Mufti, ia tampak menikmatinya. Meskipun demikian ia perlu belajar untuk menjadi playmaker di ranjang, agar bisa menyamai level Bu Puspa.

Vaginanya terasa berdenyut dan menarik-narik penis Mufti yang ada di dalamnya. Fitri pun berteriak nikmat, "Ahhhh......" setelah mendapatkan orgasme yang kedua kalinya. Tubuhnya terasa lemas, ia tengkurap di atas badan Mufti dengan kemaluan yang masih dalam senggama.

Mufti memberikan kesempatan bagi pasangannya pada malam ini untuk break memulihkan tenaga. Setelah beberapa menit, Mufti berbisik, "Lagi yuk" ajaknya pada Fitri.

"Kamu nungging ya" perintah Mufti agar Fitri bersiap untuk disodok dari belakang. Kedua tangannya menahan tubuh bagian depan, kakinya tertekuk, pahanya terbuka selebar mungkin, dan pantat ditunggingkan. Pantatnya yang bulat meskipun tak terlalu besar ditamparnya agak kencang, "Aduh..." teriaknya kesakitan, warnanya menjadi agak kemerahan berkat tamparan Mufti.

Ia langsung memasukkan kepala penisnya ke sela-sela bibir vagina Fitri yang sudah basah kuyup. Sambil memegang erat pinggul Fitri, Mufti mulai menekan pinggulnya dalam-dalam. Pemuda ini menekan agak keras sehingga setengah batang kenikmatannya amblas. Berkat nafsu yang sudah meninggi Mufti langsung gas gigi empat, tempo cepat.

PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK

Suara paha mereka bertumbukan begitu nyaring. Tangan kiri Fitri meremas head board menahan kenikmatan yang melanda sekujur tubuhnya. Kedua tangan Mufti begitu nakalnya meremas-remas payudara Fitri yang sedari tadi memantul-mantul begitu indah. Desah mereka berdua terkumulasi memenuhi ruang kamar ini.

Kedua insan yang sedang bercinta ini nampak bermandikan peluh, suhu kamar yang dingin seolah tak mampu membendung panasnya permainan mereka yang sepanas suhu Semarang. Baik Mufti maupun Fitri semakin dekat dengan orgasme, Fitri pun tak kuat menahan klimaksnya. "Ahhhhhhh... Mmhhhhh...." teriaknya sesaat setelah tubuhnya bergetar hebat. Vaginanya menyemprot dan memijat penis Mufti. Seakan tahu harus dikeluarkan dimana Mufti pun mencabut penisnya dan mengocok. CROT CROTT CROTTT. Ada sekitar lima kali kemaluannya menembakkan spermanya mengenai pantat dan punggung Fitri.

Dengan penuh tanggung jawab Mufti membersihkan cairan hinanya dengan tisu yang terletak tak jauh dari kasur. Walaupun telah bersih, ia ingin membasuh tubuhnya dengan air agar tak lengket. Setelah keluar dari kamar mandi, ia pun berkata pada Mufti, "Cukup kali ini ya muf. Jangan sampe terulang lagi" katanya sambil merebahkan diri lalu terlelap karena lelah.

Mufti pun bersandar. Benar kata orang-orang, ora congyang ora goyang. Congyang tak cuma membuatmu mabuk, tapi menambah nafsu sih. Entah cuma sugesti atau apa yang jelas permainan barusan membuktikan. Pemuda ini hanya senyum-senyum sendiri dengan keseruan hari ini.

BERSAMBUNG
 
Keren banget ceritanya. Semoga update hari ini.

Sudah update ya hu 🙏

Jalan keberuntungan mufti masih panjang.. hekekek

Hu pollingnya emang ga dikasih multiple vote ya?

Ada pepatah orang pinter kalah sama orang bejo. Pulungnya Mufti lagi berlimpah ruah, kalau kata Orang Jawa.

Mohon maaf nggak hu, One Man One Vote hehehehe
 
Part XII - Ora Congyang Ora Goyang

POV Fitri

Fitriana Ambarini

Pukul 15.00 kami berdua telah usai mewawancarai bapak kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Jawa Tengah. Setelah menunggu cukup lama, wawancara dengan durasi 2 jam ini kami selesaikan pada hari pertama di Semarang. Dari wawancara tersebut kami mengetahui praktik penggunaan Alokasi Dana Desa yang tiap tahun dianggarkan untuk desa-desa di Jawa Tengah, bahkan mereka memberi data-data dari Laporan Pertanggungjawaban. Aku dan Mufti segera menyicil penelitian ini, mumpung ada mood. Akhirnya kami memilih sebuah coffee shop yang tak begitu jauh dari kantor gubernuran Jateng. Kami membagi tugas, aku menuangkan pernyataan-pernyataan kunci dari bapak kepala dinas tadi sedangkan Mufti menuliskan seluruh percakapan wawancara tadi, mengingat transkrip wawancara wajib dilampirkan dalam penelitian ini.

Tak terasa azan Maghrib berkumandang, kami berdua mencukupkan pekerjaan hari ini. Tak perlu memforsir diri karena masih ada hari esok, bahkan tak masalah jika dilanjutkan di Bandung selama tidak melewati deadline yang ditetapkan Bu Puspa. Sebagai muslim yang taat segera aku menuju mushola yang tersedia di coffee shop ini.

"Muf, kamu jadinya gimana ? Udah dapet tempat nginep di rumah temenmu ?" tanyaku pada Mufti sesaat setelah sholat Maghrib. Memang tadi dia mengatakan akan menginap di rumah temannya agar aku tak sekamar dengannya, katanya bisa gawat nanti hahaha.

"Belum dibales sama temenku. Moga-moga aja bisa ya fit. Mosok aku sekamar karo Bu Nyai ndak mengko didukani Pak Kyai hahaha (Masak aku satu kamar sama Bu Nyai nanti dimarahi Pak Kyai hahaha)" jawabnya diiringi candaan.

"Kalo ndak bisa di rumah temenmu aku bookingin hotel deh" tawarku dengan menunjukkan aplikasi pemesanan hotel.

"Halah ra sah mesen liwat kono, ngko zonk koyok ndek mau isuk (Halah nggak usah memesan lewat aplikasi itu, nanti zonk kayak tadi pagi), udah lah santai aja. Tapi lek umpomo gak iso mengko tak turu ning sofa wengi iki (Tapi seumpama nggak bisa nanti aku tidur di sofa kamar malam ini)" ucapnya santai.

"Ya sudah lah mau gimana lagi kalau nanti gak bisa, tapi kalau kamu macem-macem nanti tak bilangin Bu Puspa" ancamku pada Mufti. Aku suka dengan penelitian lapangan, karena bisa wisata kuliner, "Muf, wisata kuliner yok. Tempat yang enak buat jalan-jalan sambil makan-makan dimana ya ? Yang kayak Malioboro gitu lho" ajakku.

"Kalau Semarang ikonnya Simpang Lima sih. Memang nggak ada yang jualan oleh-oleh kayak Malioboro sih. Tapi disitu pas lah buat wisata kuliner, banyak pilihan" tawar Mufti padaku, tentu saja kuiyakan tawarannya itu. Berhubung jarak antara tempat nongkrong dan Simpang Lima tidak sampai satu kilometer maka kami berjalan kesana.

Seperti yang diperkirakan, kawasan Simpang Lima yang menjadi landmark Kota Semarang begitu ramai dikunjungi ketika malam hari. Mufti merekomendasikan untuk makan di Nasi Ayam Bu Wido, ternyata sudah banyak pembeli yang mengantre disana. Setelah menunggu agak lama, kami memesan nasi ayam yang disiram kuah santan yang encer dan gurih itu. Mungkin karena porsinya terhitung sedikit untuk laki-laki, Mufti menghabiskannya dengan cepat. Bahkan setelah ini ia mengajakku untuk makan tahu pong yang masih satu kawasan, katanya warung tahu pong itu jadi langganan bos pabrik rokok besar di negeri ini.

Setelah aku selesai makan, kami berdua kembali berjalan kesana, namanya juga wisata kuliner satu tempat aja nggak cukup. Untung saja hari ini bukan weekend sehingga kami tak perlu menunggu terlalu lama seperti tadi.

"He fit, habis ini mau nggak jalan-jalan di tempat bersejarah disini, spesial banget pokoknya" katanya bak seorang tour guide.

"Emang apa itu muf ?" tanyaku penasaran soal tempat yang ia maksud.

"Lawang Sewu, ada night tournya lho, berani gak ?" ucapnya seolah menantangku. Aku tidak terlalu takut sama hal-hal horor seperti itu, "Oke siapa takut !" kuiyakan tantangannya. Katanya night tour itu dimulai jam 10 malam, semoga aja bisa.

Sembari menyantap tahu pong, kami ngobrol ngalor ngidul. Ternyata ada kemiripan mengenai riwayat nama kami, sama dengan Mufti namaku diganti pada saat bayi karena 'keberatan nama'. Nama lahirku adalah Durottun Nafisah, yang artinya amat berharga. Berkebalikan dengan Mufti, jika namaku awalku cenderung kearab-araban dan berganti menjadi agak kejawen. Memang namaku tak umum bagi kalangan santri. Sementara nama Mufti juga tak lazim bagi kalangan abangan, terlalu kearaban hehe.

Boleh dibilang pengalaman masa remajaku tak sebebas teman-teman pada umumnya. Kontras dengan masa dewasaku yang memiliki kebebasan.

Entah darimana terlintas, tercetuslah ideku agar mengalami keseruan seperti orang-orang lain, "Muf, kamu tau congyang gak ? Nanti malem kita cobain yuk !" ya aku tahu bahwa itu minuman beralkohol khas Semarang. Aku pun penasaran ingin mencobanya.

Mendengar ajakanku, Mufti hampir tersedak, ia kaget, "Fit, ojo edan kowe. Iku ombenan sing ora apik kanggomu (Fit, jangan gila kamu. Itu minuman yang nggak baik buat kamu)" ucap Mufti dengan reaksi kaget.

"Wes to gak opo, pisan-pisan aku pengen njajal lah (Udah lah gak apa-apa, sesekali aku pengen nyobain lah). Kan kita udah dewasa juga secara hukum nggak dilarang toh ?" kataku meyakinkan Mufti.

"Ya udah deh fit kalau kamu pengen. Sehabis dari Lawang Sewu nanti aku beliin, kamu langsung aja balik ke hotel" intruksi Mufti. Kujawab singkat, "Okay" sambil mengacungkan jempol.

"Udah kenyang kan fit ?" tanya Mufti sesaat setelah menghabiskan makanan. Sambil menyedot es teh, aku hanya mengangguk pelan. Setelah membayar tahu pong yang disajikan, kami berdua memesan taksi online untuk menuju ke Lawang Sewu.

Bangunan klasik nan megah ini terlihat begitu indah di malam hari. Kami yang hanya berdua kemudian bergabung dengan rombongan wisatawan yang memenuhi kuota minimal, karena syaratnya minimal 20 orang untuk bisa night tour disini. Bagian dalam Lawang Sewu nampak begitu indah di mataku, karena bangunan ini baru saja dipugar kata tour guide.

Baik aku maupun Mufti tak merasa takut ketika di dalam Lawang Sewu, bahkan kami mengambil beberapa foto untuk mengabadikan momen ini. Namun ketika tour guide mengajak rombongan menuju ruang bawah tanah, suasana mencekam begitu terasa. Gelap, pengap, dan lembap ketika di ruang bawah tanah ini memberi kesan angker, meskipun ada banyak orang yang masuk sini. Konon tempat ini digunakan sebagai penjara bawah tanah pada masa penjajahan Belanda, lebih parah lagi ketika masa pendudukan Jepang tempat ini difungsikan sebagai ruang eksekusi mati para tahanan. Bulu kudukku terasa merinding, bohong saja kalau aku mengatakan tidak.

Untung saja perjalanan uji nyali ini telah usai. Seperti yang kami rencanakan sebelumnya, aku memesan taksi online untuk kembali ke hotel sementara Mufti naik ojek online untuk membeli congyang yang sebetulnya dilarang oleh agama.

*****
POV Penulis

Langkah kaki pemuda ini terasa begitu cepat, seolah tak sabar memasuki salah satu kamar hotel ini. Mufti sedang menenteng goodie bag yang berisi dua botol congyang berukuran sedang. Ditekannya bel pintu kamar agar Fitri membukakan pintu untuknya.

Tak disangka-sangka olehnya, perempuan yang selama ini begitu anggun mengenakan jilbab kini menampakkan rambut pendeknya sebahu. Balutan kaos panjang dan celana training yang dipakainya nampak memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Seharusnya ini ditampilkan Fitri pada mahromnya, sementara Mufti bukan siapa-siapa.

"Heh, malah bengong ! Masuk lah !" perintah Fitri agar Mufti tak hanya mematung di depan pintu.

"Eh....iya maaf. Habis kamu ayu tenan fit" puji Mufti terkagum-kagum.

"Ealah gombal ! Udah kebal aku dirayu-rayu begini" tanggap Fitri jutek.

"Ini pesenannya Bu Nyai. Sebelum diminum ada aturannya, semacam kearifan lokal" kata Mufti dengan nada serius setelah menaruhnya di meja.

"Hah aturan apa ?" tanya Fitri heran sambil melihat apakah ada tulisan di botol.

"Ehhh....jangan dipegang dulu ! Taruh di meja !" perintah Mufti seolah botol ini benda yang berbahaya. Ya berbahaya memang karena bikin tepar hehehe.

"Sebelum kamu megang botol itu kamu harus nyembah botol itu, bukan syirik ya, tapi kayak sungkem ke botol itu tiga kali. Kalau udah selesai baru bisa kamu pegang. Sebelum kamu buka tutup botolnya, kamu harus ketok bagian bawah pakai sikumu. Kalau nggak kamu patuhi bakal kualat lho" intruksi Mufti bagaikan pawang congyang.

Dilakukannya petunjuk dari Mufti tadi. Sedari tadi Mufti berusaha menahan tawa melihat kelakuan Fitri. Bayangkan bung nona, seorang perempuan alim sedang menyembah congyang hahahaha. Diambil oleh Fitri gelas di meja, meskipun terlalu besar untuk pengganti sloki, dan dituangkan separuh gelas.

Melihat Mufti yang menahan tawa Fitri pun curiga, "Kamu kenapa ketawa muf ? Ada yang lucu ?" makin tak tertahankan tawa Mufti, tawanya kian lepas.

"Hahahaha cah pesantrenan koyok kowe lho kok yo percoyo aturan goroh ngene hahahaha (hahahaha anak pesantrenan kayak kamu lho kok ya percaya ada aturan bohongan begini hahahaha)" Mufti memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa. Lalu Fitri mencubiti Mufti yang berani-beraninya menjahilinya, menyebalkan memang. Seorang dosen muda dengan pendidikan S2 bisa dikibuli oleh mahasiswa 'abadi' yang S1 pun belum rampung.

"Asu emang kamu muf !" umpat Fitri tanpa filter. Keduanya duduk di atas karpet, "Fit, minumnya sedikit-sedikit. Kalo langsung setengah gelas bakal tepar kamu" ucap Mufti mewanti-wanti. Masih sebal dengan keisengan Mufti Fitri menjawab, "Iya iya...udah tau kok" jawabnya pendek.

Untuk mencairkan suasana Mufti pun bertanya mengenai rasa congyang. Fitri pun berkata rasanya manis dan terasa hangat di tenggorokan. Obrolan mereka pun beralih pada sisi menatik kegiatan-kegiatan mereka, bahkan sampai mendetil.

Tahu bahwa gelas mereka sudah kosong, Mufti pun menuangkan botol ke gelas masing-masing. Nampak di matanya bahwa Fitri sudah mulai terpengaruh alkohol. Terlihat dari topik pembicaraan yang diawalinya ini, "Muf, sebetulnya cowok permasalahin keperawanan cewek nggak sih ?" pertanyaan yang menjurus ke arah seks bagi Mufti.

Dengan tetap berusaha tenang, Mufti menjawab, "Kalau secara umum aku nggak tau ya. Bisa jadi beda-beda jawabannya. Tapi kalau aku sih berpendapat nggak masalah. Rasanya nggak fair aja penilaiannya, cowok nggak ada parameter keperjakaan kan ? Mau ngewe sebanyak apapun tetep aja nggak ada tanda fisik. Emang kenapa kamu tanya gitu ?" tanya Mufti penasaran.

Fitri nampak terdiam sejenak, ia nampak berpikir untuk mengutarakannya, "Hufff....begini ya muf. Mungkin gak banyak yang tau kalo aku ini janda" aku Fitri.

"Wahhhh..... Jandaaaaa !!!!!" teriak Mufti dalam hati.

"Aku pernah dinikahkan sama bapak ibu setelah lulus Aliyah. Begitu aku diterima kuliah di Bandung akhirnya kami LDR. Bulan-bulan awal masih lancar tuh komunikasinya, kadang dia main ke Bandung kalo lagi longgar. Mungkin kalo weekend aku balik ke Banyumas. Tapi lewat setahun dia mulai dingin. Singkat cerita aku lihat dia lagi jalan di mall gandengan sama cewek. Ya udah akhirnya aku gugat cerai" ungkapnya panjang lebar, nampak air matanya keluar di pelupuk matanya. Merasa situasi awkward begini Mufti mendekatkan posisinya pada Fitri, dielus-elus pundaknya untuk menenangkan.

"Udah gak apa-apa fit.....nggak semua cowok kayak gitu" ucap Mufti berusaha menghibur Fitri.

"Untung ada Kang Oman yang mau nerima statusku ini. Kebetulan dia juga duda anak satu" ceritanya. "Tapi aku takut kalo dia nanti bosen terus ntar aku diselingkuhin lagi...hikss" tangisnya pecah, ada kekhawatiran begitu besar di dalam hatinya. Maklum perempuan begitu mudah trauma dengan masa lalu. Kini Mufti memeluk tubuh Fitri, ia tak peduli lagi dengan apapun, toh dia tak menolak jika dipeluk.

Setelah tenang, Fitri kembali berkata, "Muf, maaf ya soal kemarin. Aku nggak sengaja, sumpah" katanya mengingatkan kejadian OTT Bu Puspa dan Mufti di ruang departemen.

"Iya gapapa kok fit, toh kamu nggak sengaja. Tapi kamu jaga rahasia ya ?" dijawab Fitri dengan anggukan kepala.

"Muf, aku boleh nanya nggak ? Udah sejauh apa kamu ngelakuin itu sama Bu Puspa ?" tanya Fitri penasaran. Kini Mufti bercerita dari awal mula hingga kejadian kepergoknya oleh Fitri, namun tak diceritakannya pesta seks yang terjadi di rumah Silla.

"Silahkan fit kalau kamu mau melihatku sebagai lelaki bejat, jahanam, atau apalah. Aku nggak keberatan" kata Mufti pasrah.

"Nggak kok muf, itu urusan pribadimu. Aku nggak bisa judge kamu hanya dari itu" ujarnya melegakan hati Mufti.

Tiba-tiba Fitri berkata, "Muf, kamu nggak usah nginep di rumah temanmu ya. Udah terlalu malem juga, nggak enak pasti ama dia" yang hanya dijawab Mufti dengan kata "Oke" lalu ia kembali menenggak conyang.

"To be honest muf, dari beberapa hari lalu aku penasaran sama itumu" katanya sambil melirik celana chinos yang dikenakan Mufti.

"Itu apa ? Aku nggak paham" tanggapnya pura-pura tak tahu. Padahal hatinya berteriak riang gembira, pun batangnya mengeras di dalamnya.

"Kontolmu ! Puas ??" seru Fitri tanpa sungkan, ia makin terpengaruh conyang.

Dengan mantap pula Mufti melepaskan kemejanya, kemudian celana sekaligus celana dalamnya. Kini Mufti telanjang bulat di hadapan Fitri yang merupakan rekan satu tim penelitian. Dengan seksama perempuan manis ini melihat alat kelamin Mufti yang seharusnya tak diperlihatkan, "Aku pegang ya muf" pinta Fitri yang tak dijawab Mufti. Tak perlu ada jawaban karena permintaan ini tak mungkin ditolak oleh lelaki manapun.

Dielusnya junior Mufti mulai dari kepala hingga pangkalnya. Bahkan dua biji zakarnya tak luput dari rabaannya. Fitri bagaikan belajar bab alat reproduksi mata pelajaran Biologi.

"Gimana fit ? Besar gak ?" yang cuma dijawab Fitri dengan anggukan kepala.

Rabaan Fitri semakin menggoda, tak bisa dijelaskan dengan kata, "Sepongin dong fit" pinta Mufti agar ia memberikan blowjob nikmat. Dengan gelengan kepala ia menolak, "Nggak ah banyak bakteri tau".

"Lha terus maumu apa fit ?" tembak Mufti agar janda kembang ini mengutarakan maksudnya dengan gamblang.

"Kamu gapapa kalo ini dimasukin ke punyaku ?" tanyanya polos. Sepertinya masalah dosa sudah tak terpikirkan lagi olehnya, toh sudah terlanjur 'basah' ya berenang aja sekalian. Mufti hanya mengangguk pelan dengan elegannya, yang sebetulnya hanya pencitraan saja padahal sudah ngebet dari tadi.

Kemudian Fitri melepaskan semua yang melekat di tubuhnya hingga polos. Payudara yang kira-kira berukuran 34B dan bulu vaginanya yang lebat terpampang begitu jelas, membuat Mufti makin bernafsu menyetubuhinya. Asisten dosen ini kemudian naik ke atas kasur dan merebahkan dirinya, kedua pahanya dibuka lebar, "Yuk muf masukin..." ucapnya penuh kerelaan.

Bagai kucing diberi pindang, Mufti menaiki kasur. Bukannya langsung memosisikan alat kelaminnya, Mufti malah menyerbu bibir Fitri. Entah kurang pengalaman atau bagaimana, Fitri hanya melayani ciuman ini, tak membalas sama sekali. Bibirnya begitu terasa lembut, bahkan kini lidah Mufti berusaha menyerbu ke dalam mulut perempuan alim ini.

Puas dengan mulutnya, Mufti kini menciumi leher Fitri, "Jangan dicupang muf....mmmhhh...." pintanya sambil merem melek menikmati hal yang belum pernah ia dapatkan. Bibirnya kini menginvasi payudara Fitri, meskipun tak sekencang punya Irma maupun Bu Puspa, namun ia tetap senang mengulumnya. Bergantian kanan kiri puting berwarna hitam ini dihisapnya. Buah dada Fitri tak luput dari remasan tangannya, begitu pas ditangannya.

Tuntas menjelajah payudara, Mufti meneruskannya ke bawah. Namun ketika hampir sampai di kewanitaannya, Fitri menghentikannya, "Jangan, itu kotor. Nggak baik kalau lelaki jilat vagina perempuan" tanda bahwa Fitri adalah perempuan yang konservatif di ranjang. Mufti yang kini berlutut di depan vagina Fitri dengan bernafsunya memasukkan dua jarinya ke dalam lubang itu, terasa menjepit bagai perawan. Ia nampak tersentak kaget ketika liang surgawinya dimasuki benda yang asing.

Pelan-pelan Mufti memajumundurkan jarinya keluar-masuk di kemaluan Fitri. Suara desahan kenikmatan keluar dari mulutnya. Matanya terpejam tanda bahwa ia menikmati foreplay yang dilakukan rekan satu tim penelitiannya ini.

"Mmhhh....ughhh....Muf masukin ajaa..." ucapnya memohon pada Mufti. Seperti tak menggubris, makin cepat ia kocokkan jarinya. CLUG CLUG CLUG CLUG. Vaginanya makin banjir. Tak lama kemudian matanya melotot dan mulutnya menganga, "Ahhhhh......" kewanitaannya berkedut-kedut dan membasahi jari Mufti dengan cairannya.

"Oh....ini toh yang namanya orgasme. Kenapa aku baru merasakannya sekarang ? Enak banget..." kata Fitri dalam hatinya. Jelas saja ia merasa keenakan karena sebelumnya Fitri hanya digenjot mantan suaminya dengan posisi misionaris. Paling mentok 10 menit ia sudah mengeluarkan sperma di rahim Fitri, mantan suaminya merasa puas sementara ia tidak waktu bercinta.

"Fit, aku masukin ya" izin Mufti sambil menempatkan penisnya di bibir vagina Fitri. Batang Mufti mulai menerobos masuk. Perlu sedikit penyesuaian agar vagina Fitri terbiasa dengan benda tumpul ini. Dengan bantuan cairan kewanitaannya, kemaluan Mufti mulai masuk perlahan-lahan. Setelah dirasa cukup beradaptasi Mufti mulai memajumundurkan badannya untuk menggenjot Fitri.

"Uhh....Mmmhhhh...." nampak seperti menahan desahan kontras dengan lawan main Mufti selama ini, mungkin ia tipe wanita yang malu-malu. Justru itu membuatnya tampak anggun di mata Mufti.

Merasa bosan dengan posisi konservatif ini, Mufti membalik posisi. Kini Fitri ada di atas tubuhnya, "Kamu goyang dong say, aku pengen lihat badanmu yang seksi" godanya agar Fitri mau melakukan yang diinginkannya. Dengan posisi Woman On Top Fitri bergoyang maju mundur, ia melakukannya seolah penunggang dan penis Mufti adalah pelananya. Fitri tampak memejamkan mata dan tubuhnya merapat ke dada Mufti, ia tampak menikmatinya. Meskipun demikian ia perlu belajar untuk menjadi playmaker di ranjang, agar bisa menyamai level Bu Puspa.

Vaginanya terasa berdenyut dan menarik-narik penis Mufti yang ada di dalamnya. Fitri pun berteriak nikmat, "Ahhhh......" setelah mendapatkan orgasme yang kedua kalinya. Tubuhnya terasa lemas, ia tengkurap di atas badan Mufti dengan kemaluan yang masih dalam senggama.

Mufti memberikan kesempatan bagi pasangannya pada malam ini untuk break memulihkan tenaga. Setelah beberapa menit, Mufti berbisik, "Lagi yuk" ajaknya pada Fitri.

"Kamu nungging ya" perintah Mufti agar Fitri bersiap untuk disodok dari belakang. Kedua tangannya menahan tubuh bagian depan, kakinya tertekuk, pahanya terbuka selebar mungkin, dan pantat ditunggingkan. Pantatnya yang bulat meskipun tak terlalu besar ditamparnya agak kencang, "Aduh..." teriaknya kesakitan, warnanya menjadi agak kemerahan berkat tamparan Mufti.

Ia langsung memasukkan kepala penisnya ke sela-sela bibir vagina Fitri yang sudah basah kuyup. Sambil memegang erat pinggul Fitri, Mufti mulai menekan pinggulnya dalam-dalam. Pemuda ini menekan agak keras sehingga setengah batang kenikmatannya amblas. Berkat nafsu yang sudah meninggi Mufti langsung gas gigi empat, tempo cepat.

PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK

Suara paha mereka bertumbukan begitu nyaring. Tangan kiri Fitri meremas head board menahan kenikmatan yang melanda sekujur tubuhnya. Kedua tangan Mufti begitu nakalnya meremas-remas payudara Fitri yang sedari tadi memantul-mantul begitu indah. Desah mereka berdua terkumulasi memenuhi ruang kamar ini.

Kedua insan yang sedang bercinta ini nampak bermandikan peluh, suhu kamar yang dingin seolah tak mampu membendung panasnya permainan mereka yang sepanas suhu Semarang. Baik Mufti maupun Fitri semakin dekat dengan orgasme, Fitri pun tak kuat menahan klimaksnya. "Ahhhhhhh... Mmhhhhh...." teriaknya sesaat setelah tubuhnya bergetar hebat. Vaginanya menyemprot dan memijat penis Mufti. Seakan tahu harus dikeluarkan dimana Mufti pun mencabut penisnya dan mengocok. CROT CROTT CROTTT. Ada sekitar lima kali kemaluannya menembakkan spermanya mengenai pantat dan punggung Fitri.

Dengan penuh tanggung jawab Mufti membersihkan cairan hinanya dengan tisu yang terletak tak jauh dari kasur. Walaupun telah bersih, ia ingin membasuh tubuhnya dengan air agar tak lengket. Setelah keluar dari kamar mandi, ia pun berkata pada Mufti, "Cukup kali ini ya muf. Jangan sampe terulang lagi" katanya sambil merebahkan diri lalu terlelap karena lelah.

Mufti pun bersandar. Benar kata orang-orang, ora congyang ora goyang. Congyang tak cuma membuatmu mabuk, tapi menambah nafsu sih. Entah cuma sugesti atau apa yang jelas permainan barusan membuktikan. Pemuda ini hanya senyum-senyum sendiri dengan keseruan hari ini.

BERSAMBUNG

Trnyata Fitri Rondo rsa Perawan, ya....
Maturnuwun updatenya ya, hu....

:D
 
Matur nuwun updatenya bosz...
Gagal Pertamax.....
Keduluan om @samcoki .....

:perang:

Wes lah gpp hu, pertamax apa nggak yang penting gayeng hu :beer:

Matur nuwun udah meramaikan padahal ayam sudah mulai berkokok
:ampun:

Trnyata Fitri Rondo rsa Perawan, ya....
Maturnuwun updatenya ya, hu....

:D

Hahaha mungkin banyak yg mikir Fitri masih perawan ting-ting ya. Ternyata pada salah menduga hehehe

Tapi dari ML nya Fitri emang kyk perawan sih, too pasive
 
Wes lah gpp hu, pertamax apa nggak yang penting gayeng hu :beer:

Matur nuwun udah meramaikan padahal ayam sudah mulai berkokok
:ampun:



Hahaha mungkin banyak yg mikir Fitri masih perawan ting-ting ya. Ternyata pada salah menduga hehehe

Tapi dari ML nya Fitri emang kyk perawan sih, too pasive

Emang ane Insom, hu...

Jelas aja dia gya ngeuenya pasif...
Lulus Aliyah lngsung nikah, n mntn suaminya peltu....

Jd blm smet dia goyang, dah keburu muncrat, lakinya....


N itu jg yg bkin MQnya msih ngegigit....
Udah dianya yg kurang experience, ditancep konti Mufti yg gede....

Hasilnya.....
Oh yes oh no, cret cret wau wau.....

:ngakak
 
Part XII - Ora Congyang Ora Goyang

POV Fitri

Fitriana Ambarini

Pukul 15.00 kami berdua telah usai mewawancarai bapak kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Jawa Tengah. Setelah menunggu cukup lama, wawancara dengan durasi 2 jam ini kami selesaikan pada hari pertama di Semarang. Dari wawancara tersebut kami mengetahui praktik penggunaan Alokasi Dana Desa yang tiap tahun dianggarkan untuk desa-desa di Jawa Tengah, bahkan mereka memberi data-data dari Laporan Pertanggungjawaban. Aku dan Mufti segera menyicil penelitian ini, mumpung ada mood. Akhirnya kami memilih sebuah coffee shop yang tak begitu jauh dari kantor gubernuran Jateng. Kami membagi tugas, aku menuangkan pernyataan-pernyataan kunci dari bapak kepala dinas tadi sedangkan Mufti menuliskan seluruh percakapan wawancara tadi, mengingat transkrip wawancara wajib dilampirkan dalam penelitian ini.

Tak terasa azan Maghrib berkumandang, kami berdua mencukupkan pekerjaan hari ini. Tak perlu memforsir diri karena masih ada hari esok, bahkan tak masalah jika dilanjutkan di Bandung selama tidak melewati deadline yang ditetapkan Bu Puspa. Sebagai muslim yang taat segera aku menuju mushola yang tersedia di coffee shop ini.

"Muf, kamu jadinya gimana ? Udah dapet tempat nginep di rumah temenmu ?" tanyaku pada Mufti sesaat setelah sholat Maghrib. Memang tadi dia mengatakan akan menginap di rumah temannya agar aku tak sekamar dengannya, katanya bisa gawat nanti hahaha.

"Belum dibales sama temenku. Moga-moga aja bisa ya fit. Mosok aku sekamar karo Bu Nyai ndak mengko didukani Pak Kyai hahaha (Masak aku satu kamar sama Bu Nyai nanti dimarahi Pak Kyai hahaha)" jawabnya diiringi candaan.

"Kalo ndak bisa di rumah temenmu aku bookingin hotel deh" tawarku dengan menunjukkan aplikasi pemesanan hotel.

"Halah ra sah mesen liwat kono, ngko zonk koyok ndek mau isuk (Halah nggak usah memesan lewat aplikasi itu, nanti zonk kayak tadi pagi), udah lah santai aja. Tapi lek umpomo gak iso mengko tak turu ning sofa wengi iki (Tapi seumpama nggak bisa nanti aku tidur di sofa kamar malam ini)" ucapnya santai.

"Ya sudah lah mau gimana lagi kalau nanti gak bisa, tapi kalau kamu macem-macem nanti tak bilangin Bu Puspa" ancamku pada Mufti. Aku suka dengan penelitian lapangan, karena bisa wisata kuliner, "Muf, wisata kuliner yok. Tempat yang enak buat jalan-jalan sambil makan-makan dimana ya ? Yang kayak Malioboro gitu lho" ajakku.

"Kalau Semarang ikonnya Simpang Lima sih. Memang nggak ada yang jualan oleh-oleh kayak Malioboro sih. Tapi disitu pas lah buat wisata kuliner, banyak pilihan" tawar Mufti padaku, tentu saja kuiyakan tawarannya itu. Berhubung jarak antara tempat nongkrong dan Simpang Lima tidak sampai satu kilometer maka kami berjalan kesana.

Seperti yang diperkirakan, kawasan Simpang Lima yang menjadi landmark Kota Semarang begitu ramai dikunjungi ketika malam hari. Mufti merekomendasikan untuk makan di Nasi Ayam Bu Wido, ternyata sudah banyak pembeli yang mengantre disana. Setelah menunggu agak lama, kami memesan nasi ayam yang disiram kuah santan yang encer dan gurih itu. Mungkin karena porsinya terhitung sedikit untuk laki-laki, Mufti menghabiskannya dengan cepat. Bahkan setelah ini ia mengajakku untuk makan tahu pong yang masih satu kawasan, katanya warung tahu pong itu jadi langganan bos pabrik rokok besar di negeri ini.

Setelah aku selesai makan, kami berdua kembali berjalan kesana, namanya juga wisata kuliner satu tempat aja nggak cukup. Untung saja hari ini bukan weekend sehingga kami tak perlu menunggu terlalu lama seperti tadi.

"He fit, habis ini mau nggak jalan-jalan di tempat bersejarah disini, spesial banget pokoknya" katanya bak seorang tour guide.

"Emang apa itu muf ?" tanyaku penasaran soal tempat yang ia maksud.

"Lawang Sewu, ada night tournya lho, berani gak ?" ucapnya seolah menantangku. Aku tidak terlalu takut sama hal-hal horor seperti itu, "Oke siapa takut !" kuiyakan tantangannya. Katanya night tour itu dimulai jam 10 malam, semoga aja bisa.

Sembari menyantap tahu pong, kami ngobrol ngalor ngidul. Ternyata ada kemiripan mengenai riwayat nama kami, sama dengan Mufti namaku diganti pada saat bayi karena 'keberatan nama'. Nama lahirku adalah Durottun Nafisah, yang artinya amat berharga. Berkebalikan dengan Mufti, jika namaku awalku cenderung kearab-araban dan berganti menjadi agak kejawen. Memang namaku tak umum bagi kalangan santri. Sementara nama Mufti juga tak lazim bagi kalangan abangan, terlalu kearaban hehe.

Boleh dibilang pengalaman masa remajaku tak sebebas teman-teman pada umumnya. Kontras dengan masa dewasaku yang memiliki kebebasan.

Entah darimana terlintas, tercetuslah ideku agar mengalami keseruan seperti orang-orang lain, "Muf, kamu tau congyang gak ? Nanti malem kita cobain yuk !" ya aku tahu bahwa itu minuman beralkohol khas Semarang. Aku pun penasaran ingin mencobanya.

Mendengar ajakanku, Mufti hampir tersedak, ia kaget, "Fit, ojo edan kowe. Iku ombenan sing ora apik kanggomu (Fit, jangan gila kamu. Itu minuman yang nggak baik buat kamu)" ucap Mufti dengan reaksi kaget.

"Wes to gak opo, pisan-pisan aku pengen njajal lah (Udah lah gak apa-apa, sesekali aku pengen nyobain lah). Kan kita udah dewasa juga secara hukum nggak dilarang toh ?" kataku meyakinkan Mufti.

"Ya udah deh fit kalau kamu pengen. Sehabis dari Lawang Sewu nanti aku beliin, kamu langsung aja balik ke hotel" intruksi Mufti. Kujawab singkat, "Okay" sambil mengacungkan jempol.

"Udah kenyang kan fit ?" tanya Mufti sesaat setelah menghabiskan makanan. Sambil menyedot es teh, aku hanya mengangguk pelan. Setelah membayar tahu pong yang disajikan, kami berdua memesan taksi online untuk menuju ke Lawang Sewu.

Bangunan klasik nan megah ini terlihat begitu indah di malam hari. Kami yang hanya berdua kemudian bergabung dengan rombongan wisatawan yang memenuhi kuota minimal, karena syaratnya minimal 20 orang untuk bisa night tour disini. Bagian dalam Lawang Sewu nampak begitu indah di mataku, karena bangunan ini baru saja dipugar kata tour guide.

Baik aku maupun Mufti tak merasa takut ketika di dalam Lawang Sewu, bahkan kami mengambil beberapa foto untuk mengabadikan momen ini. Namun ketika tour guide mengajak rombongan menuju ruang bawah tanah, suasana mencekam begitu terasa. Gelap, pengap, dan lembap ketika di ruang bawah tanah ini memberi kesan angker, meskipun ada banyak orang yang masuk sini. Konon tempat ini digunakan sebagai penjara bawah tanah pada masa penjajahan Belanda, lebih parah lagi ketika masa pendudukan Jepang tempat ini difungsikan sebagai ruang eksekusi mati para tahanan. Bulu kudukku terasa merinding, bohong saja kalau aku mengatakan tidak.

Untung saja perjalanan uji nyali ini telah usai. Seperti yang kami rencanakan sebelumnya, aku memesan taksi online untuk kembali ke hotel sementara Mufti naik ojek online untuk membeli congyang yang sebetulnya dilarang oleh agama.

*****
POV Penulis

Langkah kaki pemuda ini terasa begitu cepat, seolah tak sabar memasuki salah satu kamar hotel ini. Mufti sedang menenteng goodie bag yang berisi dua botol congyang berukuran sedang. Ditekannya bel pintu kamar agar Fitri membukakan pintu untuknya.

Tak disangka-sangka olehnya, perempuan yang selama ini begitu anggun mengenakan jilbab kini menampakkan rambut pendeknya sebahu. Balutan kaos panjang dan celana training yang dipakainya nampak memperlihatkan tubuhnya yang ramping. Seharusnya ini ditampilkan Fitri pada mahromnya, sementara Mufti bukan siapa-siapa.

"Heh, malah bengong ! Masuk lah !" perintah Fitri agar Mufti tak hanya mematung di depan pintu.

"Eh....iya maaf. Habis kamu ayu tenan fit" puji Mufti terkagum-kagum.

"Ealah gombal ! Udah kebal aku dirayu-rayu begini" tanggap Fitri jutek.

"Ini pesenannya Bu Nyai. Sebelum diminum ada aturannya, semacam kearifan lokal" kata Mufti dengan nada serius setelah menaruhnya di meja.

"Hah aturan apa ?" tanya Fitri heran sambil melihat apakah ada tulisan di botol.

"Ehhh....jangan dipegang dulu ! Taruh di meja !" perintah Mufti seolah botol ini benda yang berbahaya. Ya berbahaya memang karena bikin tepar hehehe.

"Sebelum kamu megang botol itu kamu harus nyembah botol itu, bukan syirik ya, tapi kayak sungkem ke botol itu tiga kali. Kalau udah selesai baru bisa kamu pegang. Sebelum kamu buka tutup botolnya, kamu harus ketok bagian bawah pakai sikumu. Kalau nggak kamu patuhi bakal kualat lho" intruksi Mufti bagaikan pawang congyang.

Dilakukannya petunjuk dari Mufti tadi. Sedari tadi Mufti berusaha menahan tawa melihat kelakuan Fitri. Bayangkan bung nona, seorang perempuan alim sedang menyembah congyang hahahaha. Diambil oleh Fitri gelas di meja, meskipun terlalu besar untuk pengganti sloki, dan dituangkan separuh gelas.

Melihat Mufti yang menahan tawa Fitri pun curiga, "Kamu kenapa ketawa muf ? Ada yang lucu ?" makin tak tertahankan tawa Mufti, tawanya kian lepas.

"Hahahaha cah pesantrenan koyok kowe lho kok yo percoyo aturan goroh ngene hahahaha (hahahaha anak pesantrenan kayak kamu lho kok ya percaya ada aturan bohongan begini hahahaha)" Mufti memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa. Lalu Fitri mencubiti Mufti yang berani-beraninya menjahilinya, menyebalkan memang. Seorang dosen muda dengan pendidikan S2 bisa dikibuli oleh mahasiswa 'abadi' yang S1 pun belum rampung.

"Asu emang kamu muf !" umpat Fitri tanpa filter. Keduanya duduk di atas karpet, "Fit, minumnya sedikit-sedikit. Kalo langsung setengah gelas bakal tepar kamu" ucap Mufti mewanti-wanti. Masih sebal dengan keisengan Mufti Fitri menjawab, "Iya iya...udah tau kok" jawabnya pendek.

Untuk mencairkan suasana Mufti pun bertanya mengenai rasa congyang. Fitri pun berkata rasanya manis dan terasa hangat di tenggorokan. Obrolan mereka pun beralih pada sisi menatik kegiatan-kegiatan mereka, bahkan sampai mendetil.

Tahu bahwa gelas mereka sudah kosong, Mufti pun menuangkan botol ke gelas masing-masing. Nampak di matanya bahwa Fitri sudah mulai terpengaruh alkohol. Terlihat dari topik pembicaraan yang diawalinya ini, "Muf, sebetulnya cowok permasalahin keperawanan cewek nggak sih ?" pertanyaan yang menjurus ke arah seks bagi Mufti.

Dengan tetap berusaha tenang, Mufti menjawab, "Kalau secara umum aku nggak tau ya. Bisa jadi beda-beda jawabannya. Tapi kalau aku sih berpendapat nggak masalah. Rasanya nggak fair aja penilaiannya, cowok nggak ada parameter keperjakaan kan ? Mau ngewe sebanyak apapun tetep aja nggak ada tanda fisik. Emang kenapa kamu tanya gitu ?" tanya Mufti penasaran.

Fitri nampak terdiam sejenak, ia nampak berpikir untuk mengutarakannya, "Hufff....begini ya muf. Mungkin gak banyak yang tau kalo aku ini janda" aku Fitri.

"Wahhhh..... Jandaaaaa !!!!!" teriak Mufti dalam hati.

"Aku pernah dinikahkan sama bapak ibu setelah lulus Aliyah. Begitu aku diterima kuliah di Bandung akhirnya kami LDR. Bulan-bulan awal masih lancar tuh komunikasinya, kadang dia main ke Bandung kalo lagi longgar. Mungkin kalo weekend aku balik ke Banyumas. Tapi lewat setahun dia mulai dingin. Singkat cerita aku lihat dia lagi jalan di mall gandengan sama cewek. Ya udah akhirnya aku gugat cerai" ungkapnya panjang lebar, nampak air matanya keluar di pelupuk matanya. Merasa situasi awkward begini Mufti mendekatkan posisinya pada Fitri, dielus-elus pundaknya untuk menenangkan.

"Udah gak apa-apa fit.....nggak semua cowok kayak gitu" ucap Mufti berusaha menghibur Fitri.

"Untung ada Kang Oman yang mau nerima statusku ini. Kebetulan dia juga duda anak satu" ceritanya. "Tapi aku takut kalo dia nanti bosen terus ntar aku diselingkuhin lagi...hikss" tangisnya pecah, ada kekhawatiran begitu besar di dalam hatinya. Maklum perempuan begitu mudah trauma dengan masa lalu. Kini Mufti memeluk tubuh Fitri, ia tak peduli lagi dengan apapun, toh dia tak menolak jika dipeluk.

Setelah tenang, Fitri kembali berkata, "Muf, maaf ya soal kemarin. Aku nggak sengaja, sumpah" katanya mengingatkan kejadian OTT Bu Puspa dan Mufti di ruang departemen.

"Iya gapapa kok fit, toh kamu nggak sengaja. Tapi kamu jaga rahasia ya ?" dijawab Fitri dengan anggukan kepala.

"Muf, aku boleh nanya nggak ? Udah sejauh apa kamu ngelakuin itu sama Bu Puspa ?" tanya Fitri penasaran. Kini Mufti bercerita dari awal mula hingga kejadian kepergoknya oleh Fitri, namun tak diceritakannya pesta seks yang terjadi di rumah Silla.

"Silahkan fit kalau kamu mau melihatku sebagai lelaki bejat, jahanam, atau apalah. Aku nggak keberatan" kata Mufti pasrah.

"Nggak kok muf, itu urusan pribadimu. Aku nggak bisa judge kamu hanya dari itu" ujarnya melegakan hati Mufti.

Tiba-tiba Fitri berkata, "Muf, kamu nggak usah nginep di rumah temanmu ya. Udah terlalu malem juga, nggak enak pasti ama dia" yang hanya dijawab Mufti dengan kata "Oke" lalu ia kembali menenggak conyang.

"To be honest muf, dari beberapa hari lalu aku penasaran sama itumu" katanya sambil melirik celana chinos yang dikenakan Mufti.

"Itu apa ? Aku nggak paham" tanggapnya pura-pura tak tahu. Padahal hatinya berteriak riang gembira, pun batangnya mengeras di dalamnya.

"Kontolmu ! Puas ??" seru Fitri tanpa sungkan, ia makin terpengaruh conyang.

Dengan mantap pula Mufti melepaskan kemejanya, kemudian celana sekaligus celana dalamnya. Kini Mufti telanjang bulat di hadapan Fitri yang merupakan rekan satu tim penelitian. Dengan seksama perempuan manis ini melihat alat kelamin Mufti yang seharusnya tak diperlihatkan, "Aku pegang ya muf" pinta Fitri yang tak dijawab Mufti. Tak perlu ada jawaban karena permintaan ini tak mungkin ditolak oleh lelaki manapun.

Dielusnya junior Mufti mulai dari kepala hingga pangkalnya. Bahkan dua biji zakarnya tak luput dari rabaannya. Fitri bagaikan belajar bab alat reproduksi mata pelajaran Biologi.

"Gimana fit ? Besar gak ?" yang cuma dijawab Fitri dengan anggukan kepala.

Rabaan Fitri semakin menggoda, tak bisa dijelaskan dengan kata, "Sepongin dong fit" pinta Mufti agar ia memberikan blowjob nikmat. Dengan gelengan kepala ia menolak, "Nggak ah banyak bakteri tau".

"Lha terus maumu apa fit ?" tembak Mufti agar janda kembang ini mengutarakan maksudnya dengan gamblang.

"Kamu gapapa kalo ini dimasukin ke punyaku ?" tanyanya polos. Sepertinya masalah dosa sudah tak terpikirkan lagi olehnya, toh sudah terlanjur 'basah' ya berenang aja sekalian. Mufti hanya mengangguk pelan dengan elegannya, yang sebetulnya hanya pencitraan saja padahal sudah ngebet dari tadi.

Kemudian Fitri melepaskan semua yang melekat di tubuhnya hingga polos. Payudara yang kira-kira berukuran 34B dan bulu vaginanya yang lebat terpampang begitu jelas, membuat Mufti makin bernafsu menyetubuhinya. Asisten dosen ini kemudian naik ke atas kasur dan merebahkan dirinya, kedua pahanya dibuka lebar, "Yuk muf masukin..." ucapnya penuh kerelaan.

Bagai kucing diberi pindang, Mufti menaiki kasur. Bukannya langsung memosisikan alat kelaminnya, Mufti malah menyerbu bibir Fitri. Entah kurang pengalaman atau bagaimana, Fitri hanya melayani ciuman ini, tak membalas sama sekali. Bibirnya begitu terasa lembut, bahkan kini lidah Mufti berusaha menyerbu ke dalam mulut perempuan alim ini.

Puas dengan mulutnya, Mufti kini menciumi leher Fitri, "Jangan dicupang muf....mmmhhh...." pintanya sambil merem melek menikmati hal yang belum pernah ia dapatkan. Bibirnya kini menginvasi payudara Fitri, meskipun tak sekencang punya Irma maupun Bu Puspa, namun ia tetap senang mengulumnya. Bergantian kanan kiri puting berwarna hitam ini dihisapnya. Buah dada Fitri tak luput dari remasan tangannya, begitu pas ditangannya.

Tuntas menjelajah payudara, Mufti meneruskannya ke bawah. Namun ketika hampir sampai di kewanitaannya, Fitri menghentikannya, "Jangan, itu kotor. Nggak baik kalau lelaki jilat vagina perempuan" tanda bahwa Fitri adalah perempuan yang konservatif di ranjang. Mufti yang kini berlutut di depan vagina Fitri dengan bernafsunya memasukkan dua jarinya ke dalam lubang itu, terasa menjepit bagai perawan. Ia nampak tersentak kaget ketika liang surgawinya dimasuki benda yang asing.

Pelan-pelan Mufti memajumundurkan jarinya keluar-masuk di kemaluan Fitri. Suara desahan kenikmatan keluar dari mulutnya. Matanya terpejam tanda bahwa ia menikmati foreplay yang dilakukan rekan satu tim penelitiannya ini.

"Mmhhh....ughhh....Muf masukin ajaa..." ucapnya memohon pada Mufti. Seperti tak menggubris, makin cepat ia kocokkan jarinya. CLUG CLUG CLUG CLUG. Vaginanya makin banjir. Tak lama kemudian matanya melotot dan mulutnya menganga, "Ahhhhh......" kewanitaannya berkedut-kedut dan membasahi jari Mufti dengan cairannya.

"Oh....ini toh yang namanya orgasme. Kenapa aku baru merasakannya sekarang ? Enak banget..." kata Fitri dalam hatinya. Jelas saja ia merasa keenakan karena sebelumnya Fitri hanya digenjot mantan suaminya dengan posisi misionaris. Paling mentok 10 menit ia sudah mengeluarkan sperma di rahim Fitri, mantan suaminya merasa puas sementara ia tidak waktu bercinta.

"Fit, aku masukin ya" izin Mufti sambil menempatkan penisnya di bibir vagina Fitri. Batang Mufti mulai menerobos masuk. Perlu sedikit penyesuaian agar vagina Fitri terbiasa dengan benda tumpul ini. Dengan bantuan cairan kewanitaannya, kemaluan Mufti mulai masuk perlahan-lahan. Setelah dirasa cukup beradaptasi Mufti mulai memajumundurkan badannya untuk menggenjot Fitri.

"Uhh....Mmmhhhh...." nampak seperti menahan desahan kontras dengan lawan main Mufti selama ini, mungkin ia tipe wanita yang malu-malu. Justru itu membuatnya tampak anggun di mata Mufti.

Merasa bosan dengan posisi konservatif ini, Mufti membalik posisi. Kini Fitri ada di atas tubuhnya, "Kamu goyang dong say, aku pengen lihat badanmu yang seksi" godanya agar Fitri mau melakukan yang diinginkannya. Dengan posisi Woman On Top Fitri bergoyang maju mundur, ia melakukannya seolah penunggang dan penis Mufti adalah pelananya. Fitri tampak memejamkan mata dan tubuhnya merapat ke dada Mufti, ia tampak menikmatinya. Meskipun demikian ia perlu belajar untuk menjadi playmaker di ranjang, agar bisa menyamai level Bu Puspa.

Vaginanya terasa berdenyut dan menarik-narik penis Mufti yang ada di dalamnya. Fitri pun berteriak nikmat, "Ahhhh......" setelah mendapatkan orgasme yang kedua kalinya. Tubuhnya terasa lemas, ia tengkurap di atas badan Mufti dengan kemaluan yang masih dalam senggama.

Mufti memberikan kesempatan bagi pasangannya pada malam ini untuk break memulihkan tenaga. Setelah beberapa menit, Mufti berbisik, "Lagi yuk" ajaknya pada Fitri.

"Kamu nungging ya" perintah Mufti agar Fitri bersiap untuk disodok dari belakang. Kedua tangannya menahan tubuh bagian depan, kakinya tertekuk, pahanya terbuka selebar mungkin, dan pantat ditunggingkan. Pantatnya yang bulat meskipun tak terlalu besar ditamparnya agak kencang, "Aduh..." teriaknya kesakitan, warnanya menjadi agak kemerahan berkat tamparan Mufti.

Ia langsung memasukkan kepala penisnya ke sela-sela bibir vagina Fitri yang sudah basah kuyup. Sambil memegang erat pinggul Fitri, Mufti mulai menekan pinggulnya dalam-dalam. Pemuda ini menekan agak keras sehingga setengah batang kenikmatannya amblas. Berkat nafsu yang sudah meninggi Mufti langsung gas gigi empat, tempo cepat.

PLOK PLOK PLOK
PLOK PLOK PLOK

Suara paha mereka bertumbukan begitu nyaring. Tangan kiri Fitri meremas head board menahan kenikmatan yang melanda sekujur tubuhnya. Kedua tangan Mufti begitu nakalnya meremas-remas payudara Fitri yang sedari tadi memantul-mantul begitu indah. Desah mereka berdua terkumulasi memenuhi ruang kamar ini.

Kedua insan yang sedang bercinta ini nampak bermandikan peluh, suhu kamar yang dingin seolah tak mampu membendung panasnya permainan mereka yang sepanas suhu Semarang. Baik Mufti maupun Fitri semakin dekat dengan orgasme, Fitri pun tak kuat menahan klimaksnya. "Ahhhhhhh... Mmhhhhh...." teriaknya sesaat setelah tubuhnya bergetar hebat. Vaginanya menyemprot dan memijat penis Mufti. Seakan tahu harus dikeluarkan dimana Mufti pun mencabut penisnya dan mengocok. CROT CROTT CROTTT. Ada sekitar lima kali kemaluannya menembakkan spermanya mengenai pantat dan punggung Fitri.

Dengan penuh tanggung jawab Mufti membersihkan cairan hinanya dengan tisu yang terletak tak jauh dari kasur. Walaupun telah bersih, ia ingin membasuh tubuhnya dengan air agar tak lengket. Setelah keluar dari kamar mandi, ia pun berkata pada Mufti, "Cukup kali ini ya muf. Jangan sampe terulang lagi" katanya sambil merebahkan diri lalu terlelap karena lelah.

Mufti pun bersandar. Benar kata orang-orang, ora congyang ora goyang. Congyang tak cuma membuatmu mabuk, tapi menambah nafsu sih. Entah cuma sugesti atau apa yang jelas permainan barusan membuktikan. Pemuda ini hanya senyum-senyum sendiri dengan keseruan hari ini.

BERSAMBUNG
"Cukup kali ini untuk hari ini,jangan terulang lagi. Besok kita lanjut di Bandung..."

Lumayan nih Mufti,dalam beberapa bulan sejak balik kuliah
Hoki nya keluar,4 cewek udah di exe,1 udah petting sampek parah gitu...

Akankah muncul tokoh wanita baru disisi Mufti ni Master @Bantengamuk ?
Biar makin banyak koleksinya,namun g hanya sekedar numpanh lewat di-crot-in
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd