Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Birahi Binal - Part 17

Part 17



Ketika jam tangan sudah menunjukkan jam 12 malam lebih, barulah aku pulang ke rumah Mamie.

Rumah Mamie tampak sepi. Pasti sudah pada tidur.

Aku pun masuk ke dalam kamarku. Kemudian membuka pintu yang menghubungkan kamarku dan kamar Vivi. Ternyata Vivi sudah tidur nyenyak. Aku tak tega membangunkannya. Lalu kembali ke kamarku setelah menutup dan menguncikan kembali pintu penghubung itu.

Kemudian aku masuk ke dalam lift dan naik ke lantai 3. Ternyata Mamie masih duduk di sofa sambil nonton televisi.

“ Kok baru pulang ? “ sambut Mamie samvbil tersenyum.

“ Iya Mam. Banyak yang dirundingkan dengan Tante Tari, “ sahutku sambil mengusap usap betis Mamie yang muncul di belahan kimononya yang terbuat dari bahan handuk putih.

“ Banyak perundingan apa kangen kangenan ? “ tanya Mamie dengan sikap menggoda.

“ Mamie tau aja, “ sahutku sambil berdiri dan melepaskan celana panjang berikut celana dalamku sekalian.

Mamie tersenyum sambil memegang kontolku yang masih lemas. Maklum tadi di rumah Tanter Tari sudah 2 kali ejakulasi. Tapi aku yakin masih kuat main lagi. Kuat memuasi Mamie yang tampak horny setelah melihat kontolku.

Mamie benar benar mengulum dan menyepong kontolku. Hanya butuh beberapa menigt Mamie menyepongku, karena kontolku sudah mulai ngaceng.

Kemudian Mamie menanggalkan kimononya. Sehingga tubuh chubbynya langsung telanjang bulat.

“ Vivi udah tidur ? “ tanya Mamie sambil duduk kembali di sofa, sambil merentangkan sepasang paha gempal putih mulusnya.

“ Udah. Gak tega banguninnya, “ sahutku sambil duduk di atas lantai berkarpet, di antara kedua lutut Mamie.

“ Dia lagi datang bulan, tadi siang, “ kata Mamie.

“ Ohya ?! Aku malah baru tau sekarang. “

“ Makanya pernikahanmu dengan Vivi harus setelah dia bersih. “

“ Iya Mam, gak harus buru buru kok, “ sahutku sambil mengusap usap memek tembem Mamie.

“ Kamu udah ambil keperawanannya ? “

“ Belum. Nanti aja setelah sah menjadi istriku. “

“ Iya. Itu lebih bagus. Ooooooh ….. Boooon …. oooooh …. ooooo …. ooooooh … “ Mamie mulai merintih rintih, karena aku mulai menjilati memek harumnya dengan lahap.

Kujauhkan dulu mulutku dari memek Mamie, “ Udah pernah nyobain kontol Arab Mam ? “ tanyaku.

“ Belum pernah. Mamie hanya pernah dengan kamu dan ayahmu. “

“ Kontol bule udah nyobain ? “

“ Apalagi kontol bule. Iiiih … kenapa kamu tanyakan itu ? “

“ Aku punya teman karib, orang keturunan Arab dan keturunan Spanyol. Kalau Mamie ingin merasakannya, aku bisa menghadirkan mereka sekaligus. Biar Mamie puas sekali. “

“ Iiiih … terus kamu kenalkan Mamie sebagai ibu kandung pada mereka ? “

“ Jangan. Aku akan mengenalkan Mamie sebagai bossku aja. “

“ Gak mau ah. “

“ Iiiih … Mamie pasti merasakan sesuatu yang fantastis. Bisa merasakan dua macam kontol sekaligus. Kontol Arab dan kontol bule. “

“ Kamu mau mengobral mamie ? “ cetus Mamie dengan sorot wajah tak senang.

“ Jangan punya pikiran begitu Mam. Aku hanya ingin memanjakan Mamie, seperti Mamie memanjakanku. Kan Mamie membebaskanku untuk menggauli Tante Tari dan Tante Artini. Maka aku pun ingin membebaskan Mamie digauli oleh teman teman karibku. “

“ “ Udah ah … jangan ngomong masalah itu lagi. Mamie merinding nih. Masukin aja kontolmu Bona. Tempik mamie udah basah nih, “ kata Mamie sambil duduk mengangkang, kedua pahanya sangat terbuka ditahan oleh kedua tangannya.

Kuikuti perintah Mamie. Tanpa banyak bicara lagi kubenamkan kontolku ke dalam liang memek Mamie yang tak pernah membosankanku ini. Blessssss … langsung amblas ke dalam liang memek mamie kandungku.

Aku melakukannya sambil berlutut di atas lantai berkarpet dan memegang kedua lutut Mamie. Lalu mulailah aku mengentot mamie kandungku, dengan gairah yang selalu menggebu gebu.

Mamie pun mulai merintih rintih histeris, namun dengan suara perlahan, “ Duuuuh … Booonaaaa … ternyata kamu selalu bisa membuat mamie melayang layang . Ooooh … indah sekali Sayaaang … “

Entah kenapa, meski liang memek Mamie tidak sesempit liang memek Tante Artini dan Tante Tari, setiap kali aku menyetubuhi Mamie selalu saja aku merasakan nikmat yang luar biasa. Nikmat yang tak kurasakan di tubuh wanita lain.

Mungkin karena setiap kali menyetubuhi Mamie, perasaan dan pikiranku berbeda. Merasa seperti sedang menyetubuhi bidadari tak bersayap. Karena aku tahu bahwa kalau tiada Mamie, aku takkan terlahir ke dunia yang penuh keindahan ini.

Hanya dibutuhkan waktu belasan menit untuk membuat Mamie orgasme. Tapi Mamie tidak menyerah begitu saja. Mamie mengajakku pindah ke atas bed. Lalu di situ Mamie celentang sambil membiarkanku membenamkan kembali kontolku yang masih jauh dari ejakulasi ini. Maklum ini adalah persetubuhanku yang ketiga kalinya. Karena tadi siang aku 2 kali menyetubuhi Tante Tari. Dengan sendirinya durasi seksualku jadi lebih lama.

Meski tubuh Mamie tinggi montok, dalam posisi missionary ini Mamie bisa menggeol geolkan bokong semoknya dengan lincah. Sementara aku pun tak sekadar mengentot liang memeknya. Kujilati leher Mamie disertai dengan gigitan gigitan kecil, sehingga Mamie mulai merem melek lagi. Dan ketika tangan Mamie terjulur ke atas, kujilati dan kusedot sedot ketiaknya yang selalu harum deodorant mahal.

Sebenarnya aku masih mampu untuk bertahan selama mungkin di atas perut Mamie. Tapi aku tak ingin membuat Mamie terlalu letih meladeniku. Karena itu kukumpulkan pikiran dan perasaanku, agar bisa ngecrot berbarengan dengan orgasme Mamie. Maka ketika Mamie mulai berkelojotan, aku pun mempercepat entotanku. Kontolku maju mundur dan maju mundur dengan garangnya.

Kemudian, ketika Mamie mengejang tegang, aku pun membenamkan kontolku sedalam mungkin. Pada saat itulah terjadi suatu keindahan dan kenikmatan yang tiada taranya. Bahwa ketika liang memek Mamie berkedut kedut kencang, kontolku pun mengejut ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Cretttt … crooooooooooottttt …cretcrettt … crooooooooooottttt … croootttt … crottttttttttttt… !

Lalu aku terkapar di atas perut dan toket gede Mamie. Mamie pun tepar dengan tubuh bersimbah keringat. Berbaur dengan keringatku yang sejak tadi berjatuhan ke tubuh bohai Mamie tercinta.

Setelah mencium sepasang pipi Mamie yang basah oleh keringat, kucabut kontolku dari liang kewanitaannya. Kemudian kukenakan kembali pakaianku.

“ Cepetan turun lagi ke kamarmu gih. Takut Vivi bangun dan nyariin kamu Sayang, “ kata Mamie.

“ Iya Mamieku Sayang, “ sahutku sambil mencium pipi Mamie sekali lagi. Lalu turun lewat lift menuju kamarku. Setelah mengganti pakaianku dengan kimono, aku membersihkan kontolku di kamar mandiku. Kemudian melangkah ke pintu penghubung kamarku dengan kamar Vivi.

Kebetulan Vivi sedang terjaga, lalu duduk di atas bed sambil menggesek gesek kelopak matanya.

Setelah melihat kehadiranku di kamarnya, Vivi berkata, “ Tadi siang aku baru datang bulan Mas. “

“ Iya. Aku dengar dari Mamie tadi. Makanya waktu baru datang, aku hanya mau menengokmu saja. Tak mau mengganggumu. Ohya, biasanya kalau datang bulan suka berapa hari bersihnya ? “

“ Sepuluh harian Mas. “

“ Mmm … berarti pernikahan kita baru bisa dilaksanakan sekitar dua mingguan lagi. Menunggu sampai Vivi bersih dulu nanti, “ ucapku sambil membelai rambut Vivi yang panjangnya sebahu.

Vivi menatapku. Lalu membenamkan wajahnya di dadaku, seraya berkata, “ Kita baru kenal dua harian. Tapi aku merasa cintaku sama Mas sudah begini dalamnya. “

“ Sama, “ sahutku, “ Aku pun merasakan seperti itu. “

Vivi menatapku lagi. Lalu senyum manisnya tersungging lagi di bibir tipis merekahnya.

Aku yang sedang duduk bersila, membiarkan Vivi merebahkan kepalanya di atas kedua pahaku.

“ Kalau masih ngantuk, tidur lagi aja Sayang, “ ucapku sambil mengusap usap dahi dan pipinya.

“ Iya. Eh, tadi ada telpon dari Mama. Beliau bilang, sebaiknya aku pulang besok. Karena Mama mau mempertemukanku dengan Oom Koko. “

“ Siapa itu Oom Koko ? “ tanyaku.

“ Adik kandung Papa. Kan nanti dia yang akan menjadi wali pernikahan kita. “

“ Iya. Besok akan kuantarkan kamu pulang ke Semarang lagi. “



Esok harinya aku benar benar mengantarkan Vivi ke Semarang. Tapi kali ini Mamie memaksa agar Pak Karto yang nyetir. Karena kata Mamie kuatir kalau aku kelewat capek, terus terusan nyetir dalam beberapa hari belakangan ini. Sedangkan aku ini calon pengentin, yang seharusnya sudah dipingit di rumah. Akhirnya aku menurut saja. Malah enak bisa tiduran di seat belakang bersama Vivi tercinta.

“ Nanti dari keluarga papamu bakal banyak yang diundang ? “ tanyaku ketika sedan hitamku sudah dilarikan di jalan tol.

“ Mmm … paling juga Mbak Ami dan suaminya, “ jawab Vivi.

“ Siapa Mbak Ami ? “ tanyaku.

“ Kakak kandungku. “

“ Wah, aku baru tau kalau Vivi punya kakak ya. Kirain mamamu cuma punya anak Vivi seorang. Itu kakak seayah dan seibu ? “

“ Iya. “

“ Aku belum pernah diketemukan dengan Mbak Ami itu. Dia tinggal di mana ? “

“ Di Jakarta. Suaminya kan orang penting, tapi sudah tua. “

“ Ohya ?! “

“ Iya. Mbak Ami sekarang baru duapuluhtiga tahunan. Tapi suaminya sudah berusia limapuluh tahun lebih. “

“ Berarti umur Mbak Ami itu lebih muda setahun daripada aku. Tapi aku tetap harus manggil dia Mbak ya. “

“ Iya Mas. Kata orang, sirsilah keluarga itu tak boleh dirusak susunannya. “

“ Tapi kalau aku gak nikah sama Vivi, Mbak Ami itu harus manggil Mas padaku. Karena mamamu itu adik mamieku. Iya kan ? “

“ Iya … hihihiiii … kita jalani aja deh gimana baiknya. “

Setibanya di rumah Tante Surti, di Semarang, kebetulan wanita muda yang disebut Mbak Ami itu ada di rumah Tante Surti.

Mbak Ami itu tak kalah cantik daripada Vivi. Bahkan kalau dilihat dari bodynya, Mbak Ami itu seksi sekali di mataku.

Ketika Vivi masuk ke dalam kamar mamanya, Mbak Ami itulah yang menemaniku di ruang tamu.

Yang membuatku jengah, Mbak Ami itu seperti menyelidikiku terus menerus. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Tapi aku suka dengan sikap dan perilakunya, baru ngobrol beberapa menit, aku merasa langsung akrab dengannya.

Bahkan diam diam aku dan Mbak Ami tukaran nomor hape segala. Untuk membicarakan sesuatu yang siapa tahu Mbak Ami punya jalannya kelak.

“ Suami Mbak kok gak ikut ke sini ? “ tanyaku pada suatu saat.

“ Dia sih orang sibuk Bon. Selalu sibuk. “

“ Ohya … sebenarnya aku butuh lahan atau bangunan kantor yang sudah tidak dipakai di Jakarta Mbak. “

“ Maksudnya mau beli atau cuma mau ngontrak. “

“ Mau beli Mbak. “

“ Pengennya di Jakarta sebelah mana ? “

“ Yang penting di Jakarta Mbak. Mau selatan, utara, barat atau timur boleh aja. “

Mbak Ami tercenung sejenak. Lalu berkata, “ Ada bangunan lama yang bisa dijual dengan harga murah. Bangunan itu sudah disita oleh bank. Kita bisa menghubungi pihak bank, untuk membeli bangunan itu dengan harga lelang. “

“ Wow itu lebih bagus Mbak. Supaya jangan membeli bangunan dengan harga mencekik leher, “ tanggapku.

“ Tapi bangunannya masih bangunan lama. Harus direnovasi kalau sudah dibeli nanti, “ kata Mbak Ami.

“ Iya. Yang penting harganya murah, supaya ada uang untuk merenovasinya. “

“ Harganya pasti jauh di bawah harga pasaran. “

“ Oke. Nanti kita bisa contact by phone sebelum aku berangkat ke Jakarta. “

Obrolanku dengan Mbak Ami terputus, karena Vivi dan Tante Surti sudah muncul. Lalu bergabung dengan kami.

Kemudian kami berunding, untuk menentukan hari H pernikahanku dengan Vivi. Juga merundingkan segala sesuatunya untuk pesta nanti.

Tadinya aku ingin agar perhelatan pernikahanku dengan Vivi dilaksanakan secara sederhana saja. Yang penting keluarga kumpul semua. Tapi Mbak Ami ingin agar setelah akad nikah, ada fresepsi juga di gedung yang akan disewa olehnya. Karena itu aku pun langsung menyatakan siap menanggung biayanya secara keseluruhan, di luar sewa gedung convention hall yang akan dibiayai oleh Mbak Ami tersebut.

Lalu semuanya sepakat. Bahwa resepsi akan dilaksanakan di convention hall, yang biaya sewanya ditanggung oleh Mbak Ami.

Ketika hari mulai sore, aku pun pamitan pulang.

Aku baru teringat bahwa Pak Karto belum diajak makan. Maka sebelum keluar dari kota Semarang, aku mengajak sopir setia Mamie itu untuk makan dulu di sebuah rumah makan.

Setelah makan, aku masuk lagi ke dalam sedan hitamku, untuk merebahkan diri di seat belakang.



Hasil kesepakatan itu kulaporkan semua kepada Mamie, setelah aku berada di rumah kembali.

Mamie setuju saja pada hasil kesepakatan itu. “ Memang Ami itu istri orang penting. Tentu saja dia takkan setuju kalau pernikahan Vivi dilaksanakan secara sederhana. Apalagi Vivi itu adik Ami satu satunya, “ kata Mamie.

Kemudian Mamie terdiam. Dan tiba tiba Mamie berkata, “ Setelah mamie pikir pikir usulmu, tentang temanmu yang orang Arab dan orang bule Spanyol itu, mamie jadi penasaran juga. Ingin merasakan bertualang, mumpung mamie belum tua tua bener. “

Aku terkejut dan menjawabnya, “ Jadi Mamie udah siap mengikuti usulku ? “

“ Iya, “ Mamie mengangguk sambil tersenyum malu malu, “ Tapi mamie gak mau langsung dikeroyok sama tiga orang. Mamie maunya seorang demi seorang aja yang menemanimu menyetubuhi mamie nanti. “

“ Mamie mau yang mana dulu ? Yang Arab apa yang bule ? “ tanyaku dengan semangat bergejolak di dalam batinku.

“ Yang bule dulu. Biar mamie merasakan seperti apa rasanya orang bule kalau lagi begituan. “

“ Lalu dalam kesempatan berikutnya, baru kemudian yang Arab. Begitu ? “

“ Iya. Itun pun ada syarat syaratnya. “

“ Apa tuh syarat syaratnya ? “ tanyaku.

“ Pertama, kamu jangan mengenalkan mamie sebagai ibumu. “

“ Iya. Kan aku udah bilang mau ngenalin Mamie sebagai bossku. “

“ Syarat kedua, mamie mau pakai topeng. Supaya mereka tetap gak bisa mengenal mamie kalau kebetulan ketemu di jalan kelak. “

“ Oke Mam. Terus kapan acara sama si bule mau dilakukan ? “

“ Besok malam aja. Ohya, pelaksanaannya jangan di sini. “

“ Iya Mam. Laksanakan di rumahku aja, rumah yang kusiapkan untuk Mama Maryani tapi ditolak karena dfia sudah telanjur kerasan tinggal di Subang. “

“ Iya … iya … Sekarang kamu istirahat dulu sebanyak mungkin. Supaya besok malam kamu fresh waktu menyetubuhi mamie bersama teman bulemu itu. “

Aku mengangguk. Lalu merebahkan diri di kamarku, sementara Mamie akan tidur di kamarnya sendiri.

Pada saat merebahkan diri inilah aku menerawang jauh ke belakang.

Selain teman teman seangkatanku di fakultas pertanian, aku juga punya teman teman karib. Teman teman masa kecilku sampai sama sama dewasa, yang tetap sering berjumpa pada saat saat tertentu.

Mereka sama sama melanjutkan pendidikan, tapi beda beda kampus. Bahkan ada juga yang kuliah di Jakarta, di Bandung dan di Surabaya. Tapi setelah pada lulus dari kampusnya masing masing, mereka suka kumpul denganku. Terutama setelah aku punya rumah sendiri yang tadinya kusiapkan untuk tempat tinggal mama angkatku. Tapi karena Mama bersikeras untuk tetap tinggal di Subang, Jabar, akhirnya rumah itu kutempati sendiri. Karena aku sering menyendiri manakala sedang memutar otak untuk melancarkan bisnisku yang macam macam itu.

Biasanya pada malam malam weekend teman teman karibku suka berkumpul di rumahku. Terutama Dicky, Farouk dan Pedro.

Ketiga teman karibku itu sudah pada kerja di Jogja. Sehingga mereka hampir setiap malam weekend berkumpul di rumahku. Sekadar untuk ngobrol tentang macam macam topik, terutama tentang seksual. Kebetulan kami berempat penggemar wanita setengah baya. Sehingga obrolan kami jadi nyambung.

Farouk dan Pedro bukan orang asli Indonesia, tapi mereka lahir dan dibesarkan di Jogja. Farouk keturunan Arab, sementara Pedro keturunan bule Spanyol.

Aku tersenyum sendiri, karena sudah terbayang bagaimana yang akan terjadi besok malam. Membayangkan klepek klepeknya Mamie menghadapiku bersama Pedro.

Aku bukan ingin mengobral Mamie. Tapi ingin Mamie puas sepuas puasnya dengan caraku sendiri. Dengan kata lain, saking sayangnya kepada Mamie, aku ingin membuatnya nikmat melebihi kebiasaan.

Lalu sebelum tidur, kusempatkan menghubungi Pedro lewat ponselku.

“ Besok malam ada wanita STW yang tinggi montok, siap untuk dithreesome oleh kita berdua, “ kataku di dekat hapeku.

“ Ohya ?! Siap lah Bona. Jam berapa dan di mana ? “ tanya Pedro di ujung sana.

“ Jam tujuh malam. Di rumahku aja. Tapi ingat, elu harus sopan dan jangan kasar sama dia. Karena dia itu bossku sendiri Pedro. “

“ Oke … oke. Perawakannya gimana ? “

“ Tinggi montok. Toketnya gede, pantatnya juga semok. “

“ Wow … itu favorit gue benar Bon. Terus, si Farouk diajak gak ? “

“ Wanitanya gak mau foursome. Cuma mau threesome. Makanya jangan bilang bilang sama Farouk. Nanti kalau wanitanya sudah bersedia foursome, baru kita ajak si Farouk. “

“ Oke. Berarti aku menda[pat prioritas pertama ya. Hahahaaa … thanks Bro. “

“ Besok bawa minuman ya. “

“ Oke. Soal itu sih gampang. Di rumah gue selalu banyak minuman. ”

Setelah hubungan seluler dengan Pedro ditutup, aku tersenyum sendiri. Masalahnya aku sudah akan menjadi pengantin sebulan lagi. Tapi masih sempat juga aku berbuat macam macam.

Tapi tadi aku sendiri pun kaget, karena Mamie tiba tiba berubah pikiran dan penasaran pada usulku tentang teman karibku itu. Sekarang aku yang jadi penasaran, seperti apa perilaku Mamie besok malam.

Akhirnya aku tertidur nyenyak sekali. Tanpa mimpi.

Keesokan harinya aku bangun terlambat. Itu pun terbangun karena Mamie membangunkanku, “ Sayang … kok bangunnya sampai seperti pingsan gitu ? Kecapean ya ? “

“ Nggak Mam. Hei … Mamie udah menghitamkan rambut segala Mam ? Biasanya kan ada kuningnya dan ada coklatnya, “ ucapku sambil menggeliat.

“ Sambil nungguin kamu bangun, mamie ke salon dulu tadi. Untuk perawatan sekalian menghitamkan rambut mamie. Malah mamie udah dapet topeng segala, “ sahut Mamie.

“ Emang sekarang udah jam berapa ? “ gumamku sambil menoleh ke jam dinding. Gila, ternyata sudah lebih dari jam 12 siang … !

Aku pun turun dari bed. Dan buru buru masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah kencing, boker dan mandi, aku keluar dari kamar mandi. Ternyata Mamie sudah tidak ada di kamarku lagi.



Jam 5 sore, aku sudah berada di belakang setir mobilku. Mamie pun sudah duduk di samping kiriku. Aku ingin agar sebelum Pedro datang, aku dan Mamie sudah tiba di rumahku yang di Jogja. Berarti sebelum jam 7 malam kami harus sudah berada di rumahku.

“ Kamu kenal di mana dengan bule Spanyol yang akan bersama kita itu ? “ tanya Mamie.

“ Aku sudah kenal dia sejak masih sama sama di SD. Waktu aku masih bersama Mama Maryani. Pasti Mamie dan Pedro belum kenal, karena pertemananku dengannya waktu … mmm … mungkin waktu Mamie masih di Hongkong dan belum ketemu denganku. “

“ Kok bisa orang Spanyol lahifr besar di Jogja ? “

“ Ayahnya pelukis Mam. Lalu jatuh cinta pada Indonesia. Dan akhirnya jadi WNI. “

“ Berarti si Pedro itu sudah fasih berbahasa Indonesia, “ ucap Mamie.

“ Sangat fasih. Dengan orang tuanya pun biasa menggunakan bahasa Indonesia, “ sahutku.

“ Mmm … nanti ingat … jangan sampai dia tau kalau mamie ini ibu kandungmu. “

“ Iya Mam. Aku sudah bilang Mamie ini bossku di perusahaan Mamie. “

“ Jangan bilang jenis perusahaan mamie juga. Nanti gampang melacaknya. Mamie kan gak mau kalau teman teman karibmu sampai tau alamat mamie segala. “

“ Iya Mam. Tadi malam aku nelepon Pedro juga cuma bilang Bu Boss aja. “

Menjelang jam 18.30 aku sudah tiba di rumahku yang di Jogja. Aku dan Mamie pun lalu masuk ke dalam.

“ Rumahmu makin lama makin bagus aja keliatannya. Banyak perabotan baru yang modern, ditata secara apik, “ kata Mamie sambil menanggalkan gaun terusan berwarna hitamnya. Ternyata Mamie mengenakan bikini di balik gaun hitam itu.

“ Nanti mamie gak mau telanjang bulat. Mau pakai bikini ini aja, “ ucap Mamie.

“ Terus kalau mau masukin kontol ke dalam memek Mamie nanti gimana ? Ditarik aja ke samping memek Mamie ? “

Mamie tersenyum. Lalu memperlihatkan bagian bikini yang menutupi kemaluannya bisa dibuka, karena ada kancing rekat di situ.

“ Oh … begitu ya … “ gumamku sambil memegang memek Mamie yang terbuka di bagian bawah bikininya.

Tapi Mamie menepiskan tanganku sambil berkata, “ Jangan megang megang memek mamie djulu. Kayak belum hapal aja sama mamie. Kalau tempik udah dipegang pegang, pasti mamie langsung minta dientot sama kamu. “

Kemudian Mamie mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah topeng hitam yang terbuat dari kain disertai sulaman dan renda yang cantik. Dan … Mamie mengenakan topeng itu.

“ Bagaimana ? Identitas mamie mulai tersamarkan toh ? “ tanya Mamie.

“ Mamie malah tampak makin cantik. Dari mana Mamie mendapatkan topeng itu ? “ aku balik nanya.

“ Dari salon. Kan salon itu menyediakan juga beberapa peralatan pesta. Mamie beli banyak kok. Tapi yang dibawa cuma ini. “

Tiba tiba terdengar bunyi motor gede Pedro.

Aku kaget dan berkata kepada Mamie, “ Pedro udah datang tuh, Mamie di dalam kamarku dulu, jangan langsung tampil. “

Mamie mengangguk, lalu melangkah ke dalam kamarku sambil menjinjing tasnya.

Aku membuka pintu garasi, untuk motor gede Pedro. “ Masukin aja ke garasi. Kalau disimpan di luar, takutnya Farouk atau Dicky datang dan mengacaukan acara kita, “ kataku.

Pedro mengangguk dan memasukkan motornya ke dalam garasi. Lalu pintu garasi kututup dan kukunci. Lalu aku mengajak Pedro masuk ke dalam rumahku, lewat pintu yang menghubungkan garasi dengan ruang keluarga.

Setelah mengunci pintu depan dan beberapa pintu lainnya, aku mengajak Pedro masuk ke dalam kamarku. Pedro yang sat itu hanya mengenakan celana jogger pendek dan baju kaus yang sama dengan celana jogger pendeknya, sama sama biru tua. Pedro saat itu menjinjing ranselnya, yang katanya berisi minuman untuk menghangatkan badan dan mencairkan suasana nanti.

Kamarku cukup luas. Ukuran 8 X 7 meter. Karena itu di dalam kamarku bukan hanya ada bed ukuran luas, tapi ada juga meja tulis dan meja makan berikut 4 kursinya. Ada pula sofa 1 set. Tentunya ada kamar mandi di dalamnya, berikut bathtubnya. Di samping kamar mandi itu ada toilet yang diposisikan paling ujung, supaya hawanya langsung tersedot ke luar lewat exhaust fan. Semuanya model terbaru.

Ketika aku dan Pedro masuk ke dalam kamar, kulihat Mamie sedang duduk di sofa. Dengan hanya mengenakan bikini berwarna hitam yang tadi dipakainya. Tentu dengan wajah yang sudah disamarkan dengan topeng hitam itu.

“ Bu Boss … ini kenalkan teman karibku yang sudah kuceritakan tadi, “ kataku sambil menunjuk ke arah Pedro yang berdiri di sampingku.

Mamie berdiri sambil menjulurkan tangannya kepada Pedro. “ Sussy, “ kata Mamie menyebutkan nama samarannya, karena dia tidak mau ketahuan identitasnya, terutama hubungan darahnya denganku.

Pedro pun menyebutkan namanya sambil mencium tangan Mamie, bukan hanya menjabatnya.

Kuambil ransel yang Pedro letakkan di lantai dan kubuka penutupnya. Beberapa botol minuman yang kadar alkoholnya tinggi semua.

Kuletakkan beberapa botol minuman itu di atas meja tulisku. Lalu kubuka lemari barang belah pecah. Dan kukeluarkan 3 gelas kecil. Aku tahu bahwa Mamie suka minum juga sesekali. Seperti aku. Karena itu tanpa ragu kutuangi gelas itu dengan minuman.

Kuserahkan gelas pertama kepada Mamie, lalu kepada Pedro yang duduk sesofa dengan Mamie, lalu gelas ketiga untukku sendiri.

Lalu kami bersulang setelah aku mengatakan “ Sukses !” Yang disahut oleh Mamie dan Pedro, “ Sukses ! “

Melihat aku langsung meneguk mninuman di gelas kecil itu sampai habis, begitu juga Pedro, maka Mamie pun meneguk isi gelas kecilnya sampai habis.

Aku melangkah menuju pintu keluar. Kututup dan kukuncikan pintu itu supaya aman dan nyaman.

Lalu aku mengambil remote control AC. Kemudian menyalakan AC pada suhu 18 derajat celcius.

Ketika aku kembali lagi ke arah sofa yang sedang diduduki oleh Mamie dan Pedro, aku menyaksikan sesuatu yang agak mengejutkan. Ternyata Mamie tengah berciuman dengan Pedro, sementara tangan Mamie sudah memasuki celana jogger pendek yang elastis itu. Mungkin sedang menggenggam kontol Pedro … !

Hahahahaaa … ternyata Mamie sangat “cerdas”. Mamie sudah tahu arah mana yang harus dituju, tahu pula bahwa sang waktu harus dimanfaatkan sebaik baiknya.

Masa pula Mamie tidak suka pada Pedro yang tinggi atletis dan bule pula itu.

Aku belum pernah lihat seperti apa kontol teman karibku yang bule Spanyol itu. Tapi aku berani memastikan, bahwa kontol Pedro tidak disunat alias kuncup puncaknya.

Pada saat itu Pedro duduk di sebelah kanan, Mamie di sebelah kirinya. Aku pun duduk di sebelah kiri Mamie, sambil berusaha ungtuk melepaskan kancing perekat bikini pada bagian yang menutupi kemaluan Mamie itu. Tanpa memberi komentar atas apa yang sedang mereka lakukan.

Mamie malah sudah berhasil menyembulkan kontol Pedro ketika aku telah berhasil pula membuka kancing perekat di bikini Mamie. Sehingga ketika Mamie masih berciuman dan saling lumat bibir dengan Pedro, aku pun sudah mulai mengusap usap dan mencolok colok memek Mamie dengan jari jemariku.

“ Biar leluasa, pindah ke atas bed aja yuk, “ ajakku.

Mamie dan Pedro. Mamie melepaskan kontol Pedro dari genggamannya. Lalu Pedro pun menanggalkan celana jogger pendeknya, diikuti dengan pelepasan baju kausnya. Sehingga makin jelaslah betapa putihnya tubuh teman karibku yang bule itu. Melihat Pedro sudah telanjang bulat, aku pun menanggalkan segala yang melekat di tubuhku, sampai telanjang juga seperti Pedro.

Sementara Mamie sudah menunggu di atas bed, dengan bikini yang sudah kulepaskan kancing perekatnya itu.

Melihat aku dan Pedro sudah sama sama telanjang, Mamie tersenyum senang. Dan ketika Pedro naik ke atas bed, Mamie menangkap kontolnya yang putih bersih dan tidak bersunat itu. Gedenya kontol Pedro, ternyata sama gede dengan kontolku. Tapi kelihatannya kontol Pedro sedikit lebih panjang.

Aku pun naik ke atas bed, rebah miring di belakang Mamie sambil membenamkan jari tengah dan telunjukku ke dalam memekn Mamie.

Sesaat kemudian, Pedro celentang, sementara Mamie sudah mengulum kontolnya sambil rebah miring ke arah Pedro. Aku pun diam diam sudah berhasil membenamkan kontolku dari belakang, karena ternyata liang kemaluan Mamie sudah cukup basah.

Dan ketika Mamie sudah mulai menyepong kontol Pedro, aku pun mulai mengayun kontolku, bermaju mundur di dalam jepitan liang memek Mamie.

Mungkin karena mulai merasakan nikmatnya dientot olehku, Mamie jadi semakin binal mengoral kontol Pedro. Sementara Pedro mulai meremas remas rambut Mamie sambil menahan nahan napasnya.
 
Terimakasih banyak untuk update an cerita nya,,tetap utamakan RL nya juragan,, mudah2an cepat kondusif RL nya,,supaya bisa fokus lagi di halaman lapak ini lagi,,#semangat_juragaaann,,
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd