Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
BAGIAN 2

Mengapa Aku selalu merasa kurang puas bercinta dengan Meli. Dia patuh untuk beberapa hal, kecuali ya itu... kurang bisa menyenangi suaminya di tempat tidur.

"Hisap burungku, Miih"

"Enggak! enggak mau, jijik!",

"Menghisap kemaluan suami tidak haram loh"

"Enggak haram bukan berarti boleh memaksa juga Bi, Umi tetap enggak mau", Meli menoleh badan ke samping, tidur membelakangiku.

"Kamu enggak takut dilaknat malaikat?"

"Kita sudah melakukannya, Umi melayani Abi dengan baik. Malaikat tidak melaknat istri yang menolak menghisap kemaluan suaminya... Abi masih suka banget keinginan begitu. Aneh banget. Sudah jelas dari awal nikah Umi bilang enggak pernah mau, eh masih aja begitu terus", ketus Meli menyanggah.

"Huuuuh..."

"Ingat Bi, suami harus mempelakukan istri dengan baik juga, semua atas dasar kesenangan bersama, bukan sepihak. Bagi Umi, yang Abi pengen itu menjijikkan, cukup jelas"

"Ya sudah, jangan banyak omong lagi kalau enggak mau. Diem aja. Di kasur masih aja kayak Mamah Dedeh kamu"

Sejujurnya Aku masih menginginkan hubungan seks setelah klimaks ini. Akan tetapi, Meli tidak berkenan. Jalan satu-satunya Aku berselancar di dunia maya, membuka situs dewasa, mencari film porno genre kesukaan, membayangkannya itu adalah Aku dengan perempuan lain. Meli tahu kebiasaan burukku ini. Dia pernah mengingatkan. Lalu kubentak balik dia takut. Aku pernah mencoba membentaknya supaya menuruti keinginan seksualku yang aneh-aneh. Dia justru malah mengancam balik, hendak mengadukanku pada orang tuanya.

"Abi jangan lupa mandi, inget belum sholat Isya, Biii"

"Iyaa tahu, sudah diem kamu!", Meli masih saja mengoceh. Aku sedikit menggertak karena dibuatnya kesal.

Sudah berbuntut satu, hubunganku dengan Meli masih tetap saja begini. Perkara esek-esek yang membosankan. Aku mengalah dan mengalah terus untuk urusan birahi yang tak pernah bisa terlampiaskan. Kusodori film porno, Meli tahu, tetapi menolak menontonnya. Katanya dosa. Aku dituduh mau mencekokinya sesuatu yang dia tidak mau lakukan. Naas. Karena itu juga, Aku justru hampir ingin menggunakan perempuan BO lewat aplikasi agar hasratku ini bisa segera beres, tetapi diriku terlalu takut terkena penyakit kelamin.

ARH! BISA GILA LAMA LAMA... PUNYA BINI CANTIK TAPI KOLOT...

Semustinya Meli itu patut bersyukur dia mempunyai suami yang perkasa di ranjang, menagih berkali-kali, sayangnya Meli tak sanggup. Apakah Aku ini terlalu melampaui batas untuk urusan seks? Lagipula halal menyalurkannya tetap satu satunya ke istri, bukan ke yang lain. Tapi istrinya, begitu... errggh... geram.

Rasanya tititku ini mau kupotong saja. Enggak ada guna dia keras-keras, gede-gede, tapi tersia-siakan. Kontol!


|
|
|
|
|


"Kamu semustinya bersyukur, punya istri seperti Meli. Dia bisa menutupi auratnya dari pandangan laki-laki lain. Abang malah susah payah mengingatkan Istri Abang", ucap Abang Rustanto ketika Aku bertandang ke rumahnya.

"Aku justru pengennya Meli seperti Mbak Ratih, Bang, jangan kaku kaku bangetlah..."

"Astaghfirullah, Ki... dapat bini yang agamanya bagus mestinya disyukurin, dijaga... eh kamunya punya keinginan macem gitu, istighfar... sadar kamu barusan ngomong apa"

Aku rasanya tidak mungkin mengatakan bahwa Aku kagum dengan Mbak Ratih kepada Abangku karena akan memunculkan polemik. Aku menyampaikannya secara halus bahwa Aku ingin Meli seperti Mbak Ratih. Namun Lain Meli, Lain pula Mbak Ratih. Aku betah di rumah Abangku, melihat-lihat Mbak Ratih yang sedang sibuk memasak. Ternyata dia berpakaian lengkap dan berhijab tadi mau keluar rumah membeli sesuatu, dihidangkan untukku sebagai tamu. Setibanya kembali, dia melepas hijabnya, menggunakan pakaian yang menyorot bentuk tubuhnya lagi. Makin betahlah di sini Aku. Hehehe...

"Dulu Abang bertemu Mbak Ratih di mana?"

"Abang ini lagi bahas masalahmu, mengapa kamu tiba-tiba bertanya tentang Mbak Ratih? Bukannya kamu sudah tahu juga, kami ini teman satu kantor dulunya"

"Oh iya ya... lupa bang, hehe..."

"Hemm... Inget Loh Ki, istrimu itu sudah baik, penyabar banget, nyaris sempurna, satu kaki kamu sudah di surga, tinggal bagaimana kamu membimbingnya. Jangan malah kamu yang diajari istrimu loh... hahaa", ucapan Abang Rustanto menyindir sekali. Seandai dia tahu masalah utamaku apa, habis Aku dicelanya.

"Ya enggaklah, Aku ini kepala rumah tangga, imam keluarga, komando terdepan..."

"Nah itu baru betul! Setuju Abang sama kamu!"

"Tapi, Meli masih kuat banget dengan prinsip pemahamannya, bang. Saklek banget dia... Aku mengira dulu bisa membujuknya halus, pelan-pelan, nyatanya enggak", Aku mengeluh.

"Masalahnya di mana? Rasanya istrimu baik-baik aja kok, toleran aja dia dengan hal itu. Masalah riba? Masalah Maulid? Masalah Qunut? Yasinan? enggakkan?"

"Bukan itu"

"Lantas apa? Ngomong yang jelas..."

"Masalah... enghhmmm...", tampaknya tidak mungkin menyampaikan masalah ranjang ke seseorang yang kurang tepat.

Aku belum lanjut bicara. Abang Rustanto menjawab panggilan ponselnya yang berbunyi. Dia ke halaman depan, meninggalkanku. Langit mendung gelap kelabu. Aku semakin tak ada alasan pulang. Selanjutnya Aku yang melamun lalu masuk ke dalam, menengok Mbak Ratih yang sedang memasak. Aroma bawang yang tergoreng mengundangku untuk melihat.

SRET... SRET... SRET...|Mbak Ratih berdiri memotong bahan sayur mayur untuk membuat sup.

Kuperhatikan ada wajan cekung yang terlungkup dekat kompor, permukaannya sedikit mirip-mirip bokong Mbak Ratih. Hehee.... Mau menggoda, takut salah-salah ucap. Abang Rustanto sedang di depan pula.

"Eh kamu Ki, sudah lapar ya?", sapa Mbak Ratih.

"Belum, masak apa Mbak, baunya kecium banget"

"Ayam goreng dan sayur sup"

"Oooh... enak nih", timpalku antuasias. Bodi dan paras wajah Mbak Ratih ini menyerupai Vitalia Sesha. Asli bikin merinding. Agak grogi Aku bila menghadapinya.

"Meli kalau di rumah biasanya masak apa?"

"Mirip-miriplah Mbak, sup, rendang, ayam ditumis...", Aku menengok halaman belakang rumah Abang Rustanto yang digunakan untuk menjemur pakaian. Kutengok pakaian yang biasa digunakan keluarga ini. Di pojoknya, ada dalaman dan lingerie berwarna merah. AJIB! Bener-bener Abangku, beruntung bener! Ngiri Aku dengannya! Punya istri Alim, pinter nyenengin suami. Nakal ini pasti kalau di ranjang! Ugh betapa sok tahunya aku. Kemudian Aku mengalihkan muka ke bodi Mbak Ratih, membayangkan bagaimana dia mengenakan lingerie tersebut.

WEH... WEH... WEH... WEH...

GLEGH...|NGECES! SEDEEP!

"Hujan ya di luar?", tanya Mbak Ratih menengok ke jendela belakang.

"Belum... baru mau, Mbak"

Meski hujan belum turun, langit telah gelap. Mba Ratih berinisiatif mencopoti jemurannya yang sudah kering. Aku yang hendak membantu, diminta mengawasi ayam goreng yang belum matang sepenuhnya di atas wajan kecil. Mbak Ratih mengambil satu demi satu pakaian dari hanger, tak terkecuali pakaian dalamnya. Dia jatuhkan, tumpukkan dengan pakaian lainnya dalam keranjang plastik. Di tengah Mbak Ratih masih sibuk mengangkat jemuran. Hujan deras mendadak turun tanpa kompromi. Baju dan Rambutnya sedikit kebasahan. Aku yang kembali lagi bermaksud menolong, tidak diperkenankan oleh Mbak Ratih. Katanya sudah hampir selesai.

"Sudah enggak usah, ini sudah selesai", ujar Mbak Ratih membopong keranjang plastik ke kamarnya.

"Bener nih Mbak?"

"Bener kok, santai, Ki. Kalau begini Mbak masih kuat"

"Oke..."

Bunyi hujan deras beradu dengan bunyi minyak yang terpecah-pecah, menyiprat-nyiprat di dalam wajan penggorengan. Ayamnya sudah coklat utuh. Aku mengira sudah matang. Aku ambil sodet goreng, memeriksa bagian sebaliknya. Setelah sama-sama cokelat permukaan kulitnya, Aku mematikan kompor. Kemudian segera melaporkan kepada Mbak Ratih.

Aku menyusul ke ruang tengah. Kulihat Abang Rustanto tak ada di halaman depan. Ruang tamu pun juga. Apakah dia keluar ya? Aku duduk sejenak di ruang tamu, melihat ayam goreng belum juga terangkat dari wajan. Aku khawatir minyaknya terlanjur meresap. Aku mencoba menghampiri Mbak Ratih di kamarnya.

"Emmpphh... Sleeupphh..."

"Ourghh... Sudah cukup, Yang, cukup... Ourgh..."

"Enggak mau dikeluarin, Yah? Mumpung anak kita masih di luar"

"Sloupph... Sleuuph...", dari lubang pintu yang bolong kecil. Aku terkaget memandangi Abang Rustanto menurunkan celananya separuh. Lalu Mbak Ratih bersimpuh, mengemut batang penisnya.

"Nanti malam aja, enggak puas kalau hanya diisep. Kalau Yongki enggak kemari, udah aku sikat kamu, Yang..."

CLOK... CLOK... CLOK...

OURGH!

"Mau dong, Yahh... Aku mau...", ucap Mbak Ratih manja sambil mengocokki batang penis Abang Rustanto, suaminya.

"Nanti ya ayang, enggak enak, ada Yongki"

OURGH!!

EEEMMPHHH... MMMPPHH...

"Dia kan di luar, enggak tahu kita di sini", Mbak Ratih menghisap kembali penis Abang Rustanto.

SREEEK!

"Sudah, setop ayang... berhenti", Abang Rustanto lantas menutup celananya. "Lagi kepengen ya kamu???"

"Iyaa, kepengen"

"Tunggu Yongki pulang yaa. Nanti kita main. Kamu belum selesai masak kan?"

"Belum"

"Selesain dulu masaknya, aku sudah lapar"

"Enggak mau dilanjut nih?", tanya Mbak Ratih, dituntun berdiri oleh Abang Rustanto.

"Nanti, ayang, sabar yaa..."

MMMUACCCHHH....|kening Mbak Ratih dicium Abang Rustanto.

"Iyaaa, Ayaah", dibalas senyum oleh Mbak Ratih. Mereka lalu berpelukan. Sebelum berpisah, Mbak Ratih sempat menanyakan ke suaminya.

"Ayah paling seneng dimanjainnya gimana?"

"Kayak tadi itu... diisep titit ayah sampai keras, rasanya enak banget. Kamu suka juga kan?"

"Suka dong, kalau enggak, dari dulu aku mana mau melakukannya, hehehe..."

"Pantesan aja Aku kian hari selalu makin sayang kamu"

"Gombal ih Ayah...!", cubit gemas Mbak Ratih di lengan Abang Rustanto.

Bajingan! Bukannya terharu memandangi hubungan mesra rumah tangga Abangku, Aku malah panas hati. Haaaahhh! Hampir kugebrak ini pintu! Abangku bisa-bisanya dihisap burungnya oleh istrinya, sedangkan Aku tidak sama sekali. Payah! Ah, benar-benar sial diriku ini, seolah-olah telah keliru memilih jodoh. Menyenangkan sekali jadi kau ya Abang Rustanto. Aku sungguh sangat iri padamu. Hidup bercukupan. Istri cantik. Anak pintar dan sholeh. Sementara Aku, nyaris mirip nasibnya denganmu. Namun, Meli tidak mau menghisap tititku sebagaimana Mbak Ratih mau menghisap tititmu. Tititmu dan tititku padahal kan tak jauh beda. Tapi Takdir berkata lain.

ASU!
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd