argh.....
Jangan marah-marah dong!
argh.....
bangsat emang siboyJangan marah-marah dong!
mantap suhu,, semoga lancarrr
“Mama.. Papa… Titien ke kamar dulu yah, cape tadi di jalan!”
“Tumben, jam segini…” Kata mama. “Gak tunggu makan malam dulu?”
“Panggil yah… aku baring-baring dulu sebentar.”
Entah kenapa aku merasa capek sekali. Terlalu banyak yang terjadi pada minggu ini, dan aku kurang tidur. Tapi bukan itu alasan aku ke kamar…
“Udah ketemu Doni?” Papa tanya lagi.
“Iya, aku panggil dia ke kamar… aku masih mau bercakap-cakap sebentar!”
Aku sengaja memanggil Doni ke kamar denganku, kita ngobrol tentang apa aja. Doni malah minta tidur di kamarku, eh. Tempat tidurku dua susun, jadi Doni di atas, dan aku dibawah. Sudah lama aku gak ngomong dengan dia. Sekarang sudah rindu… Doni biasanya ku suruh hapal kosa kata Bahasa Inggris, tapi kali ini aku ajak ngomong aja, tanya-tanya apa kegiatannya.
Iseng-iseng sementara ngomong, aku membuka hapeku... dan melihat ada notifikasi di twit**ter.
Wah, pemusik idolaku Ryno Marcello update status… sudah lama sekali aku gak dengar tentang dia. Aku buka tweetnya, bunyinya: "Hidup lagi! Aku kira aku sudah di kubur, just finish my new song.”
Eh, kalo begitu aku tanya Ryno aja…
Aku segera reply dia “Apa yg kau buat ketika mau membenahi hati, terlalu banyak terjadi dan sehingga cinta menjadi kabur?”
“Aku ke kubur orang yang aku tahu mencintaiku apa adanya” Cepat sekali dijawab.
Benar juga kata Ryno, besok aku harus ke kuburnya Nando. Eh, di mana yah? Aku ingat Nando itu satu kampung dengan Anita, sepupuku. Anita yang kenalkan aku dengan Nando, yang katanya teman sekampung.
Kubur Anita ada di kampung tetangga, sekitar 6 km dari kampungku. Ah, besok aku kesana. Aku akan cerita kepada Nando soal Brian.
Tadi waktu makan siang, aku juga sempat ngomong dengan papa dan mama, bilang kalau aku pacaran dengan seorang cowok bule. Mereka hanya tertawa. Mama dan Papa selalu menurutiku, menurut mereka aku anak yang udah dewasa, udah mampu mandiri. Apa karena aku gak minta uang lagi dari mereka?
“Akhirnya…. kirain mau jadi perawan tua gara-gara Nando. Eh, Kamu itu dekat sekali dengan sepupumu, Anita. Udah tertular dapat cowok bule! hehehe” Itu kata Papa.
“Iya, mama juga senang, anak Mama udah pacaran lagi. Eh, teman-teman kamu udah pada kawin semua…”
Aku jadi tersipu dengan kata-kata mereka. Mungkin aja mereka udah pingin gendong cucu… apa aku kasih aja? Hihihi
“Kak… cowoknya nama apa?” Doni tiba-tina bertanya.
Ia pasti bingung lihat aku melamun. Aku menatapnya sambil menarik tangannya…
“Brian!” Aku menjawab mantap.
“Kak, kontolnya besar, yah?”
“Iyah dong! Eh... maksudnya…” Aku keceplos.
“Hahahaha… ketahuan udah ngaku! Berarti udah sempong, yah?”
“Sirik ihhhh!” Aku hanya senyum. Kontol Brian sih bukan hanya besar… tapi raksasa, hehe.
“Wah… pasti cowoknya sudah dapat toketmu, kayaknya tambah besar, tuh!” Doni meledek lagi.
“Ihhhh... mesum, kamu belajar dari siapa?” Anak SMA ini udah nakal.
“Kakak kan cantik, seksi juga, pasti banyak cowok suka. Ada teman kakak yang bilang kalo kakak pernah jadi noni kampus, terus banyak cowok yang kejar-kejar!” Kata Doni.
Aku hanya tersenyum.
“Kakak masih perawan?” Doni mengejar terus… ih…
“Eh… kok tanya gitu? gak boleh!”
“Kenalin dong dengan teman-teman cewek mu yang seksi-seksi. Cewek-cewek di kampung sini, payah! Kuno. Gak ada yang pake baju gaul dikit.” Aku baru sadar adikku sudah besar.
“Eh... nanti aku kenalin sama Chika! Pasti kamu mau... cantik loh, eh mungkin aku ada fotonya lho...” Aku tertawa mengingat gadis yang terkebelakang mental itu.
Eh lupa. Astaga... aku baru ingat Chika selalu bilang ia pacarnya Brian, jangan-jangan ia yang dibunuh. OMG!
“Eh, tunggu Doni. Kakak mau telpon teman dulu…” Aku lompat dari tempat tidur dan pergi keluar untuk telpon.
Aku menghidupkan telpon yang sengaja aku matikan dari tadi subuh. Udah banyak miscall… udah pasti dari Brian dan Naya. Aku tidak memperdulikan sms mereka, ada yang lebih penting. Ku dial nomor Vicka.
“Hallooo”
“Hallo Vicka, ini aku Titien!”
“Oh gimana Tien?” Suara Vicka seperti barusan nangis.
“Aku mau tanya kalo Chicka ada di situ?”
“Chicka? Ahhh… gak ada Tien. Dari kemarin Chicka belum pulang, aku takut jangan ia kesasar…!”
“Astaga jadi Chicka belum pulang? Gak ada berita?” Aku mulai nangis.
“Gak, kami juga bingung, takut dia kenapa-kenapa!”
“Astaga…!” Tangisanku terdengar…
“Kenapa Tien, kamu dengar kabar tentang Chicka?”
Aku terus menangis, Vicka langsung tahu. Ia menangis juga…
“Nanti ku telpon lagi yah, aku tanya Brenda. Nanti aku suruh ia menelponmu…!” Aku tak sampai hati menyampaikannya.
“Tidak Tien, bilang aja… aku kuat kok!”
“Kak, yang sabar yah…”
“Titien, bilang aja… aku butuh kabar darinya.”
Ketika aku menceritakan kejadiannya, mengenai seorang gadis yang terbunuh oleh penjahat… Kak Vicka yakin kalo itu Chika … Apa lagi mereka tinggal dekat tempat kos lama. Vicka pun langsung menangis histeris meratapi gadis malang itu.
Pasti Vicka sedih sekali... lama aku merenung, meratapi nasib gadis itu.
Setelah aku pikir-pikir, mungkin ini jalan terbaik. Vicka kini bisa ikut suaminya... tanpa terbebani dengan Chika lagi, dan Chika membawa aibnya sampai mati, gak perlu ada yang tahu.
Aku segera menelpon Brenda dan menceritakan kepadanya soal Chicka. Brenda terkejut, dan kini menyadari kebenaran kata-kataku. Ia tanya-tanya aku di mana, tapi aku gak mau bilang… yang pasti aku ada baik-baik saja.
Brenda kedengarannya lagi sibuk, aku mendengar ada beberapa orang melapor kepadanya. Aku gak boleh menganggunya, apalagi ia sementara melindungi Brian kekasihku.
Aku hanya bisa berdoa semoga cowok itu baik-baik aja…
-----
Aku langsung dibantu oleh salah seorang mariner lainnya untuk keluar dari tempat ini, dipapa oleh dua orang ini. Setelah di mobil serta dikasih air untuk mengelap muka dan tanganku. Ternyata orang itu adalah salah satu pasukan TNI-AL yang menyusup menjadi anak buah Mr. Logan. Ia mohon maaf karena sempat menakutiku dengan pisau di jari.
Untung tadi pagi sebelum keluar rumah, Brenda memaksaku memakai rompi anti peluru. Kalau tidak, entalah bagaimana nasibku. Rompi itu sangat tipis, dan memiliki sebuah pemancar GPS tersembunyi sehingga keberadaanku dapat dipantau dengan mudah.
Tak lama kemudian tim gabungan Marinir dan TNI-AL segera keluar, membawa beberapa tawanan. Juga ada beberapa kantong mayat, salah satunya berisi Mr. Logan. Operasi yang berhasil ini justru tidak menimbulkan korban jiwa di pihak kami.
Aku segera diantar ke kos, tapi sebelumnya mengambil kembali biolaku yang ditinggalkan di batu-batu di Boulevard.
----
Begitu tiba di kos, aku segera ke dapur minta makan malam dari Bang Jaya. Brenda masih sibuk dengan anak-buahnya. Mungkin nanti subuh baru pulang, ia harus buat laporan lengkap.
Sesudah mandi aku merasa sunyi sendiri di kos. Ah… pantesin, Shaun dan Naya lagi asik em el. Kedua orang itu gak ada puas-puasnya, siang malam ML terus… bagus juga yah, supaya kontol Shaun di kontrol, jangan nyebar pesona ke mana-mana.
Eh, dari pada sepi, aku samperin aja. Mereka pasti gak akan keluar lagi malam ini. Aku membuka pintu secara tiba-tiba, membuat Naya berteriak kaget. Lucu juga gayanya… tapi gadis itu tak bisa lari, tubuhnya sementara disodok dari bawah, dan tangan dan kaki Shaun mengancing tubuh Naya. Posisi gadis itu sementara tidur terlentang diatas tubuh Shaun, dan menikmati gedoran Shaun dari belakang. Gadis itu pasti malu, tubuhnya terekspos jelas.
Aku cuek aja mendekat.
“Romeo, gimana udah dapat pacar mu?” Kata Shaun masih sementara memompa.
“Belum sih! Justru aku mau tanya kalo Titien gak kesini dari tadi?”
“Gak… Eh, aku tahu kenapa ia lari… pasti karena kontolmu gak becus! ia pasti kecewa dan lari!” Shaun mulai lagi dengan ledekannya. Tapi aku malas melayaninya.
“Dickhead, tauh gak? Aku tadi justru bertemu dengan orang tua Deyana… mereka kasih tunjuk di mana kubur Deyana!”
“Huh bisa ketemu?” Shaun kaget.
“Ia Dickhead, semuanya serba gak sengaja. Besok aku ke kuburnya…!” Aku berkata mantap.
“Emangnya jauh?”
“Ia… sekitar 6 jam dari sini, naik bus!” Aku berkata yakin.
“Gak takut ditangkap si Logan?” Kata Shaun
“Eh, iya. Ada kabar baik… Si Logan udah tewas, anak buahnya juga ditangkap semua!” Aku kasih info.
“Oh baguslah… eh, tapi kita kan gak langsung pulang? Aku masih mau lama-lama disini…” Kata Shaun.
“Kemarin kamu yang minta-minta ke Bangkok?” Aku meledek.
“Iya sih… tapi bagaimana lagi… kontolku sudah kecantol memek disini!” Kata Shaun sambil menunjuk ke kemaluan Naya. Gadis itu dari tadi diam aja… kali ini ia hanya tertawa. Naya sudah gak malu seperti tadi… mungkin sudah nafsu.
“Nanti kita pulang kalo udah dekat persidangan!”
“Oh baguslah…”
“Eh itu Edo datang! Edo, sini….” Aku memanggilnya…
Edo terkejut begitu memasuki kamar, ia melihat Naya masih dientot ketika kami bercakap-cakap…
“Astaga, Nay?” Edo tertawa… Tapi tak lama kemudian ia terkesiap memandang tubuh bugil Naya yang padat. Edo tidak dapat memalingkan matanya.
“Ih… Edo, keluar dong!” Naya malu sekali, tetapi gak bisa bergerak. Ia pasrah aja menerima tusukan kontol Shaun yang semakin cepat.
“Gimana perkembangannya soal Della?” Aku bertanya.
“Jenazah Della sudah dibawah ke kampung, penguburan nanti minggu depan. Lagi tunggu saudaranya di Papua!” Edo mencoba jelaskan.
“Terus Landa?” Aku bertanya.
“Yah, biasa aja… udah bertobat kayaknya…”
“Oh, baguslah. Akhirnya semuanya berakhir seperti yang kita harapkan…”
“Ahhhhhh…” Naya mulai gelisah. Ia gak bisa tahan desahannya… Kayaknya sudah hampir orgasme…
“Eh, Shaun… butuh bantuan?” Aku meremas toket kiri Naya dan langsung mengenjet putingnya… gadis itu tambah bergelinjang…
“Aku juga dong bantu…” Edo segera meraih toket yang satunya… Naya tambah kepayahan… Serangan kami membuat gadis itu kelabakan. Kini ia mengerang kuat… tubuhnya terangkat menahan geli… bergetar… dan berkelojotan.
“Ahhhhhhh….! Ahhhhh……” Naya orgasme juga, sementara Shaun memberi kesempatan ia menarik nafas.
“Eh, Nay… tunggu… tahan dulu… Selfie dulu yah, cheese!!!” Aku mengambil beberapa gambar selfie dengan Naya yang lagi orgasme. Edo hanya tertawa-tawa dan ikut berpose. Sedangkan Shaun juga itu senyum….
Naya sampai ngamuk-ngamuk melihat kelakuan kami.
“Gimana Nay, enak? Atau sama aja sama mentimun?” Aku meledek Shaun lagi. Edo sampe tertawa terbahak-bahak.
Naya gak tahan lagi. Selesai menarik nafas panjang, Ia segera bangun dan tarik aku dan Edo ke pintu dan mengusir kami keluar.
“Bruk!” Pintu ditutup kuat-kuat dan langsung dikunci.
Aku dan Edo berpandangan sambil tertawa-tawa.
----
Malam ini aku tidur pulas penuh rasa damai… ini malam pertama aku bisa tidur nyenyak tanpa Titien. Aku punya keyakinan besar kalo kita akan segera bersatu.
Aku bangun pagi-pagi, masih sekitar jam empat subuh. Jariku mulai memainkan piano dan menghasilkan nada-nada indah. Pelan-pelan supaya gak menganggu seisi rumah. Kemarin sore Brenda menyuruh anak buahnya membawa piano pindah di tempat kos ini. Ia tahu aku butuh piano.
Akhirnya selesai juga… sebuah karya musik yang indah sudah lengkap ku tulis dan kumainkan di piano. Aku sempat rekam, dan tulis catatan penting. Sekarang waktunya upload dan kirim ke studioku di LA… supaya begitu aku pulang sudah akan di mulai proses rekaman. Sekarang waktunya memberikan kesempatan kepada oskestra dan choreographer bekerja, juga pemain latarku untuk latihan.
Masih pagi-pagi sekali, aku langsung mandi dan siap-siap pergi ke suatu tempat penting. Suatu tempat yang telah lama dicari-cari. Tempat yang seharusnya menjadi yang pertama kali aku datangi. Aku akan mengunjungi Deyana untuk terakhir kalinya… dan menceritakan tentang Titien. Eh, juga minta maaf gak sempat kenalan dengan sepupunya.
-----
Aku dapat bis pertama menuju ke terminal Modoinding. Mujur dapat bis yang masih baru dan tempat duduk di depan, dekat sopir. Aku menyukai pemandangan pegunungan dan jalan yang berkelok-kelok. Ternyata jalan ke kampungnya Deyana sangat berliku-liku.
Begitu indah… nanti aku akan kesini lagi dengan Titien naik sepeda.
Sampai di terminal Modoinding, aku mulai tanya-tanya cara ke kampungnya Deyana. Mujurlah banyak yang mengerti bahasa Inggris sedikit-sedikit. Beberapa menit kemudian aku diperkenalkan dengan seorang preman stasiun. Menurut orang-orang, anak ini jago bahasa Inggris. Ia membantuku menyewa motor untuk pergi ke kampung… Eh, ternyata ia mau menemaniku satu atau dua hari menjadi guide… tentu saja dengan bayaran 1 juta. Ia juga dapat bonus belajar Bahasa Inggris gratis.
Namanya Doni…
-----
Hmmmm pagi yang indah…. Tadi malam aku sudah menetapkan hatiku. Aku akan pergi ke kubur Nando dan minta restu soal hubunganku dengan Brian. Aku gak akan ragu-ragu lagi… cowok itu masa depanku.
Tadi malam, sebuah tweet dari idolaku Ryno membuat aku makin menetapkan hati, aku harus mengunjungi kubur Nando. Dengan cara ini aku bisa menerima kalo Nando sudah tidak ada. Aku ingat aku juga sempat janji ke Edo untuk mengunjungi kubur Nando. Aku akan membereskan semua, menyelesaikan hubungan lama, baru bisa membuka yang baru. Ini yang seharusnya aku buat sebelum menerima Brian…. Membenahi hatiku.
Pagi-pagi aku langsung menyembunyikan kunci motor Doni… biar aja anak itu ngamuk-ngamuk. Eh, ini kan sebenarnya motorku… aku yang beli, Doni hanya pinjam. Padahal aku sih nanti berangkat sesudah makan pagi… aku juga bawa bekal sekedar makanan ringan dan air aqua.
Pas keluar rumah aku bertemu dengan Santi… sahabat lamaku. Santi baru saja menikah, lagi bulan madu. Santi juga naik scooter, sedangkan motorku Suzuki Shogun. Aku bercanda dikit dengannya, sambil berkendara barengan ke kampung tetangga.
“Gimana Santi… perutmu sudah terisi?” Aku bertanya…
“Belum sih… padahal mantuku sudah pingin cepat-cepat punya cucu!” Santi menjawab malu.
“Yah, berarti harus lebih rajin lagi….”
“Iya sih... eh, rajin apa? Astaga…ihhhhh….” Santi baru sadar udah keceplos.
"Hahahaha… Biasanya tiap hari, yah?"
"Iyah... eh ngomong apaan sih?" Santi jadi malu keceplos lagi.
"Kamu tampaknya bahagia, pasti kontolnya besar, yah ?"
"Iyalah… Ihhh, kok tanya gitu?"
“Hahaha… dasar pengantin baru.”
“Pertanyaannya aneh-aneh!” Santi tertawa juga
“Emangnya kamu suka gaya apa sih?” Aku meledeknya lagi.
“Ih, mau tahu aja!” Santi malu-malu, kali ini gak mau terjebak lagi.
“Penasaran… yang paling enak gaya apa?” Aku mendesak lagi.
“Semuanya enak sih! Hehehehe…” Ia mengeluarkan lidahnya… kami memang sangat dekat.
“Eh, waktu pertama gimana sih… kata orang sakit, yang lain bilang enak!”
“Ih… rahasia dapur, nona manis… gak boleh dibilang!” Santi senyum-senyum.
"Yang pada senyum-senyum, apa baru dikasih happy tadi malam, yah?"
"Eh, suamiku baru tiba, kok. Ada ke Manado dari dua hari lalu. Hehehe…" Santi terkekeh.
"Wah, jadi dua malam dipendam dong?"
"Iya, eh maksudnya apa yang dipendam?" Kena lagi, haha.
"Yah pendam rindu dong!" Aku meledeknya lagi. "Berarti malam ini jatah tiga hari yah?"
"Ih, gadis perawan belum boleh pikir-pikir gitu!" Santi balas meledek.
"Biasanya mainnya malam ato subuh?" Aku bertanya lagi.
"Rahasia dapur nona manis!"
“Hehehe… payah dong, gak mau bagi!” Aku pura-pura merajuk.
“Sana, punya pacar cepat!” kata Santi memotivasiku. Hehehe, belum tahu dia.
Astaga, sudah jam sepuluh lewat… aku kelamaan ngomong dengan Santi. Udah rindu sih.
-----
Akhirnya aku tiba juga di kampung Nando, aku baru ingat, kubur Anita di sebelah sini…. Pasti kubur Nando juga dekat situ. Akhirnya aku menemukan kubur Nando hanya sekitar 80 meter dari kubur Anita.
“Nando, ini aku!” Baru sekarang aku kesini. Ternyata kuburnya sangat megah, ada bangunannya, maklum orang kaya.
Begitu tiba di kubur, aku mulai mengingat memoriku dengan Nando… ingat waktu kenalan dan jadian. Aku juga ingat waktu bermesraan dengannya… termasuk malam terakhir aku menyekapnya di kosku… minta diperawani tapi ia gak mau. Nando sangat baik, ia ingin aku memiliki masa depan yang bahagia.
Aku mulai menangis di makam Nando… aku curahkan semua ikatan dengannya agar aku kini bisa move on… Cukup banyak yang aku ceritakan, semua yang selama ini tidak mampu kuungkapkan.
Akhirnya aku merasa lega… hilang semua beban yang selama ini menghantuiku. Aku sudah berdamai dengan kepergiannya.
Kali ini aku mulai cerita tentang Brian. Sekalian minta restu Nando supaya aku bisa jadian dengan Brian. Aku mau cerita sedetail mungkin… kalau perlu hari ini aku disini seharian.
-----
“Do you know this place? can you take me there?”
“I can take you for a fee, but now I need to rent a motorcycle for us!”
“Will this be enough?” Aku menyerahkan uang sejuta.
“Ok, I will accompany you this whole day, and take you anywhere you want!”
“Oh, that sounds good!”
Senang juga mendapatkan guide yang lancar berbahasa Inggris, ini masalahnya kalo Bahasa Indonesiaku terbatas.
"Brurrrrr!" Aku kedinginan waktu keluar dari gedung terminal. Angin yang berhembus benar-benar dingin.
Astaga benar juga Naya, aku harus pake jaket di tempat ini. Aku minta aja Doni mengantarku membeli jaket dulu, dan ia menyanggupiku.
Setelah kami juga menyewa motor, Doni segera mengantarku ke makam Deyana. Ia sempat bingung soal aku mencari kubur orang yang dikenalnya.
Tapi aku diam aja… aku terlalu terharu bisa menemukan tempat ini.
Begitu tiba, aku langsung menangis meluk kuburnya… aku melepas rindu dengan menceritakan tentang kehidupanku. Sementara Doni hanya membayangiku dari jauh.
Eh, iya…. Aku cerita tentang Titien kepada Deyana. Sekalian minta maaf, gak sempat kenalan dengan sepupunya. Aku berjanji akan membawa Titien ke tempat ini, dan perkenalkan kepada Deyana.
Aku membuka hape… mencari foto Titien. Wah, di mana yah? Yang ada hanyalah video Titien menari sensual… gak masalah sih, hehehe… Aku kini duduk di makamnya menonton video itu sampai selesai. Sebelum aku menutup hape, muncul juga video lain, yang belum pernah ku nonton. Astaga video apa ini…
Settingnya di kamar, seorang gadis sementara tidur, kemudian tidak sadar ia sudah diikat dan ditelanjangi… yang tersisa hanyalah CD-nya.
Astaga, itu Titien… ini video Boy waktu memerkosa Titien di pantai… Aku penasaran dan menonton terus.
Titien sementara tidur, Boy mulai mengrepe badan dan toketnya… gadis itu terbangun. Boy sibuk merangsang Titien, sehingga gadis itu mendesah… tapi ia bilang tidak… Titien gak mau.
Boy terus merangsang, bahkan sampai jilmek, Titien meronta dan menolak… mulutnya terus bilang tidak. Boy terus membelai titik-titik rangsang, tapi Titien tolak walaupun tubuhnya mulai terbuai. Ia terus-terusan bilang tidak…
Kali ini Boy membuka pakaiannya, dan kontol yang besar digesek ke memek Titien. Gadis itu meronta dan memberontak… Boy gak bisa masuk karena rontaan Titien. Dan Boy pun memaksa kakinya terkangkang, sementara posisi tubuhnya berada di antara kaki Titien… Boy menguncinya supaya tidak meronta lagi, tapi Titien terus melawan walau posisinya tidak menguntungkan.
Aku melihat Boy mulai menusuk dan Titien terus menghindar dan berusaha membuka ikatannya… Tapi Boy terus memaksa! Pada saat itu pintu terbuka dan akupun masuk…
Astaga! Titien benar diperkosa… ia melawan, teriakannya jelas bilang tidak! Aku bodoh sekali sempat meragukannya. Ia gak bersalah…
Aku menuduh Titien! Kembali aku menangis minta kesempatan bertemu dengan Titien… aku harus minta maaf, aku telah menyinggung harga dirinya.
Aku kini berdiri dan membuka biolaku… aku memainkannya dengan sepenuh hati sampai laguku selesai.
Eh! Siapa itu? Ada suaraborang menangis terseduh di kubur besar sana. Aku memperhatiknnya, jangan-jangan ia butuh pertolongan. Aku melihat seorang gadis menangis memeluk sebuah kuburan lain… letaknya hanya sekitar 70 meter dari ku… ia kelihatan jatuh, aku harus menolongnya…
Aku mulai mendekat… Doni mengikutiku dari belakang, tapi ia segera bersembunyi. Mungkin ia mengenal gadis itu… Aku semakin dekat…
Astaga, itukan Titien!
Aku bingung gak percaya…. Ini beneran Titien?
Aku mendekat perlahan-lahan supaya jangan mengganggunya. Gadis sementara berbicara kepada batu nisan satunya… ia kayaknya lagi curhat, lagi sedih.
Aku sudah dibelakangnya, mencuri dengar kata-katanya. Benar sekali, itu kekasihku.
“Nando, buat aku percaya pada cinta...! hik… hik… Aku mencintai seorang cowok, ia juga pernah ditinggalkan orang yang dicintai. Tolong aku supaya menemukannya… Brian satu-satunya pria yang aku cintai. Tolong aku Nando… tolong aku menemukan cinta kembali. Dia satu-satunya alasan aku bisa move on! Aku janji akan bawa dia ke tempat ini dan kenalkan ke kamu…”
Titien masih menangis.
Melihat tangisan itu, aku gak tahan lagi. Aku segera bertelut dan memeluknya dari belakang… kedua tanganku mendekapnya erat.
Titien terkaget, tapi begitu melihatku ia hanya tersenyum…
“Romeo?”
“Iya sayang, ini aku!”
“Astaga Nando, kok cepat sekali!” Titien kaget doanya langsung dijawab. Aku sampe ketawa mendengarnya. Anak ini lucu sekali, gemes jadinya. Aku masih memeluknya makin erat…
“Titien, aku mencintaimu… maafkan aku selama ini. Aku banyak salah, malah sudah tuduh kamu macam-macam. Padahal aku yang cemburu, gak terima kalo itu terjadi padamu. Aku minta maaf yah, kau mau menerima ku kembali? Aku janji akan membahagiakanmu!” Aku menumpahkan isi hatiku.
Titien hanya tersenyum… “Jangan bilang begitu sayang, aku ngerti kok. Semua itu bukan salahmu… engkau hanya terjebak, aku juga salah gak terus terang! Kita saling terbuka yah… Aku mencintaimu!”
Kata-kata Titien membuat aku bahagia. Aku sudah temukan cinta…
“Eh tunggu, Brian duduk sini….!”
“Kenapa?” Aku bertanya, tapi Titien menyuruhku diam.
“Nando… ini Brian. Orang yang juga sangat mencintaiku. Ganteng kan? Ini pacar baru ku, dan aku juga mencintainya. Restuin kami yah?”
“Nando, aku tidak mengenalmu, tapi aku tahu kamu mencintai Titien, dan mau ia bahagia. Aku janji akan berusaha membahagiakan Titien, karena aku juga mencintainya..!” Aku juga janji ke Nando.
Kami berdiri dan berpelukan lagi.
"Eh tunggu, kamu yang main biola tadi?" Titien bertanya ketika ia melihat biolaku.
"Iya.... tadi aku main di sana!"
"Ih, bikin nangis orang. Kirain tadi mahluk halus, ini kuburan tauh!" Titien pura-pura marah tapi terus memelukku. Aku tambah gemes mendengar kata-katanya yang lucu dan sukar ditebak. Ini yang aku rindukan selama ini.
“Eh…. Tunggu, Brian ngapain ke sini? Kamu cari aku sampai di sini?” Tanya Titien.
“Hehehe…!” Aku hanya tertawa gak menjawab, biar ia kesenangan dulu.
“Wah, Romeo… aku terharu lho!”
“Aku kesini untuk ziarah ke kubur-nya Deyana… ihhhh ge-er amat?” Aku membuat gadis itu tersipu malu... sambil menyentuh ujung hidungnya dengan ujung jariku. Tapi kali ini ia tidak mencubitku, malah memelukku erat.
“Huh? Deyana juga dikubur di sini?”
“Iya… kamu ikut yuk, akan ku perkenalkan!” Kami berjalan kembali ke kubur Deyana, dan aku duduk di situ.
“Eh, itu kubur sepupuku Anita…?”
“Hah? Maksudmu?” Aku kaget.
“Itu kubur dari Anita, sepupuku… anaknya Om Agus, pemilik piano. Yang dulu kuliah di Aussie” Titien menjelaskan lebih detail.
“Eh, kamu baca sendiri… itu namanya Deyana!” Aku menunjuk ke tulisan di kubur.
“Eh iya… Anita nama panggilannya sih, dari kecil. Benar Anita dan Deyana orang yang sama. Eh? Astaga? Jadi kamu pacarnya Anita waktu di Australia dulu?” Titien menatapku kaget.
“Tunggu… jadi kamu ini sepupunya pacarku? Deyana suruh aku kenalan dengan sepupunya! Eh, jadi selama ini yang Deyana mati-matian suruh aku kenalan berarti kamu dong?” Giliran aku yang kaget… Astaga dunia ini sempit yah!
Titien mengulurkan tangannya… “Kenalan, yuk… Aku Titien! Gadis sederhana asal kampung kecil. Mahasiswa di Manado dan kerja sambilan jadi tour guide!”
“Aku Romeo, seorang musisi, baru tamat kuliah. Passionku musik klasik. Eh, Brian itu nama samaranku waktu kemari.” Aku memperkenalkan diri.
“Oh?”
“Deyana… Aku sudah penuhi lho permohonanmu… aku sudah kenalan malah kini pacaran dengan sepupumu.. kamu sih gak bilang-bilang kalau ia cantik gini, eh jago bergoyang seksi di tempat tidur…” Akhirnya cubitan yang kutunggu itupun datang juga.
“Aku janji akan membahagiakannya dan tak akan lagi mengkhianatinya.”
“Eh, Romeo… kalau kita jadian, kamu sudah beresin soal Devi?” Titien tanya lagi. Ia gak mau lagi menderita.
“Titien, Devi itu penipu. Tahu gak? Ternyata selama ini bukan aku yang perawanin dia. Dan ia hanya mendekatiku untuk cari informasi buat Mr. Logan. Kok bisanya aku jatuh sama cewek model gitu!” Aku menjelaskan…
Titien terkejut.
“Jadi dia?”
“Iya, dia itu pengkhianat yang dengan actingnya membuat aku kasian padanya!” ku jengkel kalo bicara mengenai cewek itu.
Titien kini tersenyum, ia gak ada beban lagi.
"Tapi, Brian masih mau menerimaku kalo aku tidak perawan lagi?" Titien tanya lagi sambil tersenyum misterius.
“Aku tak perduli tetap cinta dan terima kamu, Titien gak salah, kok!” Jawaban ku kini sangat mantap.
“Terus soal Brenda?”
“Brenda itu teman… Aku minta maaf soal kemarin malam, aku lagi stress! Aku pikir kamu sudah meninggal” Aku teringat lagi kegilaan itu.
“Iya… aku tahu, kamu panggil terus namaku waktu dengannya! Eh, tapi vow-mu ke Brenda sudah dipenuhi kan? hehehe”
"Astaga, iya yah!”
Pelukan kami makin erat, sementara berjalan kembali ke parkiran motor sewaanku.
“Eh… sekarang giliranku bertanya! Kenapa selama ini kamu menghidariku?” Aku bertanya.
“Gak kok, aku mau membenahi hati dulu…”
Ketika kami tiba di motor, aku mencium Titien dengan mesra…
“Eh, kamu beneran cium aku kan kemarin subuh di sofa?” Titien hanya mengangguk membenarkan.
Aku menciumnya kembali… kali ini mulai panas, Aku memeluknya dari belakang, sementara tanganku mengrepe toket bulat itu. Titien hanya pasrah membiarkan tubuhnya dibelai terus.
Mendapat angin segar, tanganku kini menyusup di balik kaosnya… terus menyentuh toketnya yang masih dilindungi oleh bra tipis. Putingnya sudah menonjol di balik bra… sementara tangan Titien menyelinap di balik celana basketku dan mengeluarkan kontolku… serta menggenggamnya. Kali ini tangannya mulai nakal mengocok batangku.
“Kak Titien? Lagi ngapain?” Doni ternyata sudah dekat.
“Eh... Doni?”
“Jangan disini dong! Nanti dilihat orang…!” Doni meledek membuat kakaknya malu.
“Eh, gak kok… kita gak ngapa-ngapain…kakak hanya terlanjur senang ketemu teman!” Titien masih malu, aku hanya tertawa dengar alasannya yang gak masuk akal.
“Terus tangan kakak lagi pegang apa?” Doni lagi…
“Hehehe…!” Titien baru sadar sementara memegang kontolku. Ia langsung meremasnya kuat.
“Auhhh Sakit. Hati-hati dong, nanti gak bisa lagi ngentot kamu!” Aku berseru sambil balas meremas toketnya…
“Ahhhh… Eh, Doni, jangan bilang orang yah...Hehehe.” Titien masih malu.
“Sip rahasia kakak terjamin!”
-----
Aku menggandeng tangan Brian dan melangkah di sampingnya. Kali ini penuh kebahagiaan… Makasih Nando dan Anita, ternyata kalian merestui hubunganku dengan Brian… eh Romeo. Aku harus belajar memanggil Romeo, tapi tampaknya cowok itu oke-oke aja tetap dipanggil Brian.
Ia memanggil Doni kembali, sempat bisik-bisik tapi aku mendengar apa yang dia minta… intinya ia suruh Doni mencari tempat untuk menginap. Ih, cowok ini pikiran ranjang lagi…
“Doni, cari tempat yang indah dan romantis, gitu… agak sunyi, cocok untuk em el!” Brian menyuruh Doni!
“Ok boss!” Jawab anak itu.
Doni senyum-senyum mengejekku. Astaga? Brian suruh apa? Aku baru sadar…
“Kak, mau ngentotnya dekat danau atau gunung?” Doni main mata meledekku lagi.
Aku malu sekali. Romeo sih bocor mulutnya, gak cek-cek kalo dia adikku. Aku hanya terdiam malu… Doni masih senyum-senyum.
“Eh, kita pergi aja ke villa milik ortu Naya di dekat danau Moat....!” Aku langsung mengajak Brian naik motor.
Brian masih sempat lagi berbisik kepada Doni, menyuruh ia membeli sesuatu dan nanti ketemu di villa milik Naya.
Villa yang luas ini dibangun di pinggiran danau Moat, memiliki empat kamar yang besar-besar, dan halaman yang luas berpagar tinggi. Pemandangan danau yang begitu indah tersaji disana. Nando dan Naya berulang kali mengajakku, dan orang tuanya juga sempat bilang kalo aku bebas datang kapan saja aku mau. Eh, gini-gini aku sudah dianggap anak mereka sendiri.
Betul juga pikiranku, semua penjaga villa masih kenal kepadaku dan dianggap ‘orang dalam’ sehingga dengan senang menerima kami nginap. Malah kami dapat kamar milik Naya yang luas dengan teras pribadi dan pemandangan mengarah ke danau.
Tak lama kemudian kami duduk-duduk dekat danau, dan aku menyandarkan kepalaku di dadanya yang bidang, menghirup keharuman tubuhnya yang barusan mandi. Aku juga baru selesai mandi setelah pakaianku sempat kotor di kuburan.
“Sayang, aku gak tahan mau tunggu malam” Brian berbisik.
“Kenapa emangnya?”
“Kita akan tidur bersama… dan malam ini akan jadi malam pertama kita!”
Dasar perayu…
“Maaf, aku gak mau, sayang!” Aku berkata tegas sambil menatapnya. Ia kelabakan mendengar penolakanku, dan aku harus menahan tawaku.
“Sayang, ayolah! Apalagi yang kurang? Kamu kan bilang kalo sudah siap…” Romeo kayak kecewa… Ia sudah mengharapkan sekali, dan dari tadi aku memberikan singal-signal positif.
“Sudah ku bilang aku tak mau…” Aku berkeras lalu berdiri…
“Tapi?”
“Aku gak mau tunggu malam… kelamaan!” Akhirnya tawa ku pecah juga. Aku mengejeknya.
“Apa katamu…?” Romeo baru sadar maksudku. Ia juga berdiri…
“Hahaha… tangkap aku dulu kalo bisa…” Aku segera berlari menghindar, sementara cowok itu mengejarku.
“Awas kamu yah kalo aku dapat…!”
“Iiiihhhh, hahaha…! Bisanya hanya segitu?”
“Eh… “
“Hahaha… ampun sayang…”
“Eh, tidak ada ampun bagimu…”
“Kreeekkk!”
“Eh..? Hahaha… sayang? Ihhh… dasar… masak aku ditelanjangi disini! Ampun deh… kita ke kamar sekarang. Hahaha”
“Aaaaahhhh…”
-----
Aku masih berada di kamar mandi ketika mendengar ketukan di pintu kamar, dan bunyi pintu dibuka orang. Aku cepat-cepat keluar untuk mencegah, tapi orang itu keburu masuk. Astaga itu Doni, ihhhhh… pasti ia sudah lihat semua.
Doni kaget melihat Brian lagi telanjang bulat dengan kontol yang sudah tegang mengancung. Tangan Brian lagi terikat di bagian atas tempat tidur, sedangkan matanya tertutup kain hitam.
Sementara Doni bertanya-tanya, ia juga melihat aku keluar dari kamar mandi menggunakan lingerie yang transparan dan sangat seksi.
“Kakak, mau ngapain?”
“Astaga Doni...!” Aku mencoba menutup toket dan memekku dari santapan mata jalangnya. Ihhh, adikku ternyata mesum juga.
“Kak, ini pesanannya!” Doni menaruh satu dos besar kondom yang isinya sampe 50 buah. Astaga, Romeo! Aku jadi malu sekali.
“Kak Titien… pake dua lapis supaya aman!” Katanya sambil tertawa-tertawa keluar dari kamar. Aku gak sempat buat apa-apa…
“Astaga kamu suruh Doni beli kondom?” Aku bertanya kepada Brian.
“Iya… kenapa emangnya?”
“Huhhh…!” Aku mencubit cowok itu, masak sih dia gak ngerti juga. “Doni itu adik kandungku, nanti ia lapor ortu…”
“Huh? Adikmu? Kenapa gak bilang-bilang? Hehehe” Brian hanya tertawa.
Terpaksa aku cepat memakai handuk lalu keluar sebentar dan mengejar Doni. Aku menyuruhnya pergi belanja dan pulang rumah, sambil bilang mama papa aku nginap di sini sama teman-teman. Besok aku bawa mereka ke rumah.
“Doni… awas, jangan bilang papa mama yah! Nanti kakak kenalin sama Brenda!” Aku ingat Doni suka diperkenalkan dengan teman-temanku.
“Siapa itu, Brenda?”
“Cewek bule, cantik sekali... lebih cantik dari model bugil yang buat kamu onani tiap malam!” Aku meledeknya.
“Bisa dientot, kak?”
“Tergantung kontolmu, cewek itu rada selektif, cuma suka yang besar gitu!” Aku membuat ia penasaran.
“Eh, pandang enteng sama senjataku...” Doni terpancing juga.
“Hahaha” Aku langsung berbalik menuju kamar.
“Eh kak, aku mau tanya?”
“Apa?”
“Kontol cowok itu besar sekali, yakin bisa masuk?”
“iiihhhhh! Nakal!” Aku mengunci pintu kamar sambil menjulurkan lidah kepada adikku…
-----
Bersambung