Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Cahaya Gulita

Ch. 4: Rendra


Di pagi hari yang sejuk, matahari masih malu untuk terbit, karena cuaca yang dingin masih meliputi suasana di atas kediaman tempat Ara tinggal. Saat ini juga Ara sudah terbangun dari tidurnya dan juga ia sudah bersiap-siap untuk menghadiri meeting penting dengan Pak Bagas berbekal info dari Riki kemarin. Di lain tempat, Reno yang juga sudah siap, malah terlihat khawatir dengan meeting ini, entah apa yang ia pikirkan, tapi raut mukanya memang menunjukkan ketidak nyamanannya pada pagi ini, yang mana harus segera ia sembunyikan saat nanti sudah bertemu dengan sahabatnya.

Pukul delapan pagi tepat, kedua sahabat itu sudah sampai di kantor perusahaan Pak Bagas, mereka juga di sambut oleh Riki yang memang akan menjemput mereka untuk membawanya masuk ke dalam ruang meeting. Saat mereka sudah masuk, disana sudah berada Pak Bagas beserta beberapa anak buahnya yang lain. Ara dengan senyum hangatnya memberikan salam lebih dulu kepada Bagas. Tentunya Pria tua itu menyambut dengan tak kalah hangat.

“Pagi Pak Bagas,” sapa Ara.

“Ya, pagi juga generasi muda,” balas Bagas. Dan membuat semua orang di ruangan itu tersenyum mendengar sambutan yang sedikit nyeleneh.

Lalu meeting itu pun di mulai. Pembahasan seputar tentang proposal kerja sama yang di tawarkan oleh perusahaan Ara, di sambut dengan baik oleh tim Bagas, beserta beberapa ide untuk rencana awal bagaimana agar kerja sama ini berjalan dengan baik dan seharusnya. Ara juga menampilkan presentasi yang membuat siapapun melihatnya mudah mengerti dan terbawa dengan semangat serta ide-ide menarik yang Ara sampaikan.

Gairah yang jelas berbeda dengan Ara yang kemarin. Reno yang memperhatikan itu tahu bahwa Ara memang pandai dalam menentukan sikapnya di mana pun ia berada.
Sementara Bagas tidak terlalu banyak memperhatikan apa yang di sampaikan oleh Ara. Di karenakan ia tahu, bahwa anak muda yang berda di depannya itu sedang mengalami masalah besar. Masalah yang cepat menyebar beritanya di kalangan pengusaha-pengusaha berkelas seperti Bagas. Tetapi sorot mata Bagas sama sekali tidak menunjukkan tatapan yang merendahkan Ara. Sorot mata itu malah menunjukkan sebaliknya.

Tepat sebelum jam makan siang, meeting pun berakhir. Ara yang hendak keluar ruangan, di tahan oleh Bagas. Pria tua itu menatapnya sebentar, lalu mengucapkan, “Saya masih ingin bicara dengan kamu setelah makan siang. Hanya berdua, Bisa?”

Ara yang terkejut dengan ajakan itu tak kuasa untuk menolaknya, karena rasa hormat pada pengusaha senior yang berada di depannya. “Baik, pak,”

Saat makan siang, Ara di temani oleh Reno dan Riki. Mereka bertiga tidak melibatkan obrolan mereka seputar kerjaan, justru malah mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan canda dan tawa. Yang di mana suasana itu tak membuat satu orang di antara mereka menjadi nyaman.

“Ren, nanti lu balik duluan aja ke kantor, tadi Pak Bagas mau ngobrol dulu empat mata sama gue,” ucap Ara kepada Reno.

“Hah? Mau ngapain dia?” tanya Riki

“Nggak tau juga, sih apa yang mau dia bahas,” jawab Ara, karena memang ia masih bingung dengan ajakan Pak Bagas tadi.

“Oke, oke. Gue juga mau langsung cabut nih, Ra,” ucap Reno.

“Yaudah sip, gue lanjut ke atas lagi,” balas Ara, “Anterin gue nanti ke ruangannya Pak Bagas yah, Rik,” lanjut Ara meminta Riki untuk mengantarnya ke ruangan Bagas.

“Oke siap,”
 
***

“Kamu kemana tadi, kenapa tidak hadir meeting?” bentak seoarng Pria tua saat melihat sosok wanita cantik yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.

“Papah kan tahu, aku mana bisa bangun sepagi itu,” jawab wanita cantik itu dengan santai.

“Kapan kamu berubah, Lea. Kamu tahu, kan, Papah sebentar lagi pensiun, dan kamu yang akan melanjutkan ini, tapi kamu sama sekali tak ada niat serius menjalani ini semua,” Pria tua mulai kesal dengan jawaban wanita yang meruapakan anaknya. Kini si wanita sudah duduk di sofa ruangannya setelah ia menaruh kotak makan di meja pria tua tersebut.

“Lagi kan meeting tadi nggak terlalu berpengaruh buat perusahaan kita, Pah. Walaupun nantinya kita kerjasama dengan mereka atau tidak juga, nggak ngasih efek yang besar lho,” jawab si wanita masih dengan santainya.

“Itu penting. Karena itu akan menunjukkan nilai kehormatan bagi perusahaan kita, dan cara kita menghormati seseorang yang akan bekerja sama dengan kita. Papah sama sekali tidak suka dengan sikap kamu yang merendahkan itu,” tegas Pria tua itu kepada anaknya yang semakin hari semakin bertindak sesuka hati.

“Yaudahlah, aku mau ke ruangan aku dulu. Papah jangan lupa makan. Kasihan Mamah udah masak enak buat Papah. Itu makanannya bisa bikin meredam emosi tau, Pah. Heheheh…,” balas si wanita tak menghiraukan omelan dari ayahnya.

“Dasar!”

Saat wanita itu sudah keluar ruangan ayahnya, ia bertemu dengan Ara dan Riki yang akan menemui Pak Bagas.

“Siang, Bu Lea,” sapa Riki sopan.

“Eh lo, kan?” ucap Lea seraya menunjuk kepada Ara.

“Yang mana?” jawab Ara sekenanya.

“Nggak usah pura-pura lupa. Lo ngapain disini?” balas Lea dengan curiga.

“Gini, Bu, jadi Pak Ara ini,” ucap Riki.

“Diem lo!” Lea memotong ucapan Riki yang hendak menjelaskan siapa Ara.

“Iyah, gue calon OB baru disini, tadi di panggil Pak Bagas karena bikin masalah,” ucap Ara menjelaskan seenaknya.

“Dih. Dia serius, Rik?” Lea tak mempercayai ucapan Ara, kini ia malah bertanya pada Riki yang tadi dia suruh untuk diam.

Dan benar saja, Riki hanya diam tak menjawab pertanyaan dari Lea, tapi ia masih memberi anggukan sebagai jawaban.

“Kok lu malah diem?” bentak Lea.

“Kan tadi Ibu suruh diem,” jawab Riki dengan gugup.

“Hahahahahaha…,” tawa Ara memecahkan kebingungan yang terjadi antara Lea dan Riki. “Udah-udah, nanti kita malah kelamaan, Rik. Emang yang mana ruangan Pak Bagas?” lanjut Ara bertanya pada Riki yang saat ini sedang menggaruk kepala belakangnya karena Ia bingung dengan sikap Ara yang santai.

“Yah itu di depan,” jawab Riki. Ara pun langsung menuju ke ruangan Pak Bagas, tanpa permisi sedikitpun kepada Lea dan Riki yang kini malah semakin mematung kesal dengan sikap Ara.

“Oh iya, thanks, Rik,” ucap Ara setelah berada di depan pintu ruangan Pak Bagas.

“Itu temen lo?” tanya Lea pada Riki dengan tatapan kesal dan curiganya.

“Iya, Bu,” jawab Riki yang mulai menundukkan kepalanya di depan putri semata wayang dari Bosnya tersebut.

“Aneh!”

Sementara itu Ara dan Pak Bagas kini sudah berdampingan di sofa besar yang ada di dalam ruang kerja Pak Bagas, mereka berdua sudah terlibat pembicaraan yang cukup serius terkait masalah yang sedang di hadapi oleh Ara. Yang mana itu cukup membuat Ara terkejut karena Pak Bagas sudah mengetahui masalah tersebut.

“Kamu tidak tahu siapa Rendra?” ucap Bagas setelah mendengar cerita yang jujur dari Ara terkait masalah perusahaannya.

“Hanya tahu sedikit, Karena yang saya lihat saat itu hanyalah track record perusahaan yang memang bagus untuk di jadikan rekan bisnis,” jawab Ara.

“Jadi kamu tidak melihat dan mengetahui siapa sosok dari Rendra?” Bagas melanjutkan pertanyaannya, yang hanya di balas anggukan oleh Ara. “Harusnya kamu lihat juga track record dari orang yang akan kamu ajak kerja sama,” tegas Bagas yang kini mulai menasihati Ara.
 
“Dan saya yakin pun, kamu tidak mengetahui saya selama ini. Kamu hanya tahu saya sebagai pebisnis ulung yang senior. Kamu sama sekali tidak mengetahui latar belakang saya, kan? Harusnya kamu cari tahu dulu kiprah saya selama menjadi pengusaha, begitupun juga yang lain, supaya kamu tidak salah dalam memilih,” lanjut Bagas yang kembali menasihati Ara dengan pengalamannya sebagai pengusaha senior yang sudah berkiprah selama 25 tahun. “baik, kita focus ke siapa Rendra, karena saya cukup mengenal dengan baik keluarganya,”

Ara hanya terdiam tidak membalas ataupun menjawab nasihat dari Bagas.

“Rendra itu anak dari pesaing bisnis saya dulu. Romi Soewito. Romi di kenal banyak pengusaha sebagai orang yang cukup licik, tapi karena dia punya backingan yang besar pada saat itu, tidak ada satupun yang bisa melawannya. Bahkan dia tidak segan untuk menjatuhkan siapa saja yang akan mengganggu jalur bisnisnya,” Bagas mulai menceritakan siapa Rendra dari awal.

“Saya adalah orang yang pernah jatuh dengan cara liciknya Romi. Dan saat itu saya lebih memilih menghindar dan membuka jalur bisnis lain agar tak lagi bersentuhan dengan Romi. Saat itu saya masih cukup lemah, karena sebagai pengusaha muda saya terlalu mudah percaya dengan perusahaan yang terlihat berpengalaman dan jauh di atas saya. Tapi nyatanya rasa hormat yang saya berikan saat itu hanya menjadi bahan dari rencana busuknya Romi. Saya pun jatuh, dan butuh waktu lama untuk bangkit lagi.” lanjut Bagas.

Ara memperhatikan dengan seksama semua ucapan yang di ceritakan oleh Pak Bagas, walaupun ia belum terlalu mengerti kemana arah dari pembicaraan ini.

“Dan dua tahun lalu, saya mendengar bahwa Romi mulai sakit-sakitan dan kini tak berdaya. Rendra melanjutkan semua tanggung jawab dari Romi sebagai pimpinan di perusahaan mereka. Rendra adalah anak tunggal, dan sejauh yang saya dengar dari cerita-cerita pengusaha lain. Cara kerja Rendra persis dan sama seperti ayahnya,” Bagas mulai sampai pada inti dari ceritanya. “Dan yang kamu tidak tahu adalah dia punya jalur bisnis yang sama dengan perusahaanmu, dan itu cukup menganggu dia, karena dia sudah menjadikan kamu sebagai pengganggu bagi bisnisnya,” lanjut Bagas yang sudah menyelesaikan ceritanya dengan memberi peringatan pada Ara.

Dan Ara sendiri cukup terkejut dan mulai mengerti kearah mana pembicaraan ini. Sebuah peringatan yang cukup keras dan telak dari Pak Bagas.

“Sekarang kamu sudah paham, kan? Apa maksud dari yang saya ceritakan ini!” tanya Bagas.

“Paham, Pak. Cukup dan saya sangat mengerti,” jawab Ara pelan, karena masih cukup terkejut. Dalam pikirannya tentang Rendra. Ara juga sedang memikirkan langkah apa yang harus ia ambil untuk mengatasi masalahnya.

“Saya tahu berapa besar kerugian yang akan kamu terima imbas dari semua kepolosanmu,” ucap Bagas, “Dan saya akan sangat senang membantu, tapi dengan satu syarat!” lanjutnya.

“Syarat?” Ara lagi-lagiterkejut dengan ucapan Bagas yang akan membantunya. Nampaknya hari ini penuh kejutan yang masuk ke kuping Ara. Apakah ini sebuah pertanda keajaiban datang untuk membantunya.
 
Kalo copas dari wps ke semprot, keknya nggak bisa sebanyak dulu yah wordsnya. Jadi tiap chapter 3 kolom gini dah.

Btw. Tiap chapter konsisten di kurang lebih 1000 s/d 1500 kata.

Dan untuk index, sabar yah, belum sempet edit lewat PC.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd