Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT CERITA MASA LALU ISTRI

Betapa canggung rasanya datang ke kampus dan bertemu dengan orang yang dekat denganku dulu: Aldi. Karena alasan KKN dan Niko, hubunganku aku dan dia menjadi agak renggang.

Pertemuan itu terjadi saat angkatanku tengah mengadakan tamasya ke salah satu tempat wisata pegunungan. Jaraknya lumayan jauh dari kampus. Saat itu kami dilarang membawa pasangan karena tamasya ini memang dikhususkan untuk teman-teman satu angkatan saja.

Kami berangkat menggunakan bus. Saat sudah menemukan kursiku, entah kenapa aku malah satu bangku dengan Aldi. Astaga. Ingin rasanya aku menolak, tapi tentunya itu tidak etis.

Niko sendiri tidak tahu soal Aldi. Aku tidak pernah menceritakan kisahku dengan Aldi padanya. Niko juga bukan tipe orang yang mudah curiga. Jadi ia sama sekali tak khawatir aku akan macam-macam.

Soal Niko, kami masih belum pernah melakukan hubungan intim setidaknya sampai aku melakukan tamasya ini. Niko memang beberapa kali memaksa. Namun aku selalu menolak dan Niko langsung mengurangkan niatnya.

“Hei...” kata Aldi menyapaku.

“Hei.” Balasku.

“Kita sebangku?” tanyanya. Aku mengangguk.

Setelah itu tak banyak yang kami bicarakan selama perjalanan. Paling hanya cerita soal program KKN dan bagaimana hasilnya. Soal kerenggangan hubungan kami, tidak kami bahas.
Sampai di lokasi, kami langsung menuju penginapan. Penginapan kami ini menyerupai villa. Kurang lebih sekitar empat villa yang dipakai. Tiga villa untuk perempuan dan sisanya untuk pria. Kami hanya menginap satu malam saja.

Kami sampai di sana sekitar pukul tiga sore. Sesampainya di sana kami beristirahat karena kelelahan. Bangun tidur aku melihat ada pesan masuk di HP-ku. Ternyata itu dari Aldi.

“Ntar ada acara ga? Cari makan bareng yuk!”

Aku bingung harus menerima ajakannya atau tidak. Semula aku takut untuk menerimanya. Tetapi pada akhirnya aku terima juga ajakan makan malam bersamanya.

Aku mencari makan bersama Aldi. Kami makan bakso di warung terdekat. Sehabis makan, Aldi mengajakku jalan-jalan. Kami berjalan melihat-lihat keadaan sekitar. Karena ini bukan di akhir pekan jadi suasana tak begitu ramai.

Saat tengah asyik berjalan-jalan, kami tiba di satu lokasi yang bisa melihat bintang-bintang. Lokasinya juga agak jauh dari jalan dan villa kami. Udara begitu dingin saat itu meski kami sudah mengenakan jaket tebal.

“Kok kita jadi canggung gini ya?” kata Aldi memecah sunyi.

“Biasa aja kok.” Jawabku.

“Dulu kita ga gini kan?”

“Emang gimana? Sama aja.”

“Kamu sudah punya cowok ya?” tanya Aldi. Aku melihat wajahnya.

Lalu aku menjawab, “Kamu yang menjauh, Di.”

“Kamu juga tidak pernah ada kabar.”

“Sudahlah. Itu sudah masa lalu.”

Tiba-tiba Aldi memeluk tubuhku dari belakang. Seketika aku merasa hangat. Nafas Aldi langsung terasa di leher belakangku.

“Aku kangen kamu.” Katanya.

Anehnya aku diam saja ketika Aldi melakukan hal itu. Aku merasakan sesuatu yang nyaman dari dekapan Aldi. Hangat. Jujur saja pelukan macam ini memang pernah kami lakukan saat dekat dulu. Ya, hanya sebatas pelukan. Tidak lebih.

Namun, kali ini lebih dari pelukan. Saat aku tengah menikmati dekapan Aldi, tiba-tiba saja ia memalingkan wajahku dan langsung mengecup bibirku. Aku sempat kaget dan ingin menghentikannya. Tetapi Aldi berhasil menahanku dan terus mengecup bibirku. Lama kelamaan aku makin terseret arus ciuman Aldi. Aku mulai menikmati.

Entah berapa lama kami melakukan ciuman sampai akhirnya aku sadar bahwa ini salah. Aku mengkhianati Niko, kekasihku.

“Di, cukup.” Kataku selepas menarik bibirku dari ciuman.

Tapi Aldi tak menggubris ucapanku. Dia kembali mengecup dan melumat bibirku dengan ganasnya. Dan kini ia memaksaku menghadap ke arahnya. Kami berhadap-hadapan. Aku tak kuasa menolak. Kami pun kembali dalam ciuman yang penuh nafsu.

Di tengah ciuman kami, kurasa ada sesuatu yang mengganjal di perutku. Keras. Yang jelas itu bukan HP. Aku tahu benda apa itu. Aldi mulai ereksi.

Ciumannya kini mulai turun ke leherku. Aku mendesah menahan nikmat. Aku sudah tak peduli lagi dengan apa yang terjadi. Barangkali nafsu sudah menguasai kami.

Tangan Aldi lalu meraih tanganku dan menuntunnya ke selangkangannya. Dan benar bahwa apa yang kuduga: Aldi sudah ereksi. Penisnya sudah mengeras. Aldi memberi isyarat padaku agar meremas-remas penisnya. Aku menuruti permintaannya.

Lalu, setelah agak lama, Aldi mencoba menyelinap masuk ke balik celanaku. Buru-buru aku langsung mencegahnya.

“Jangan, Di. Nanti ada orang lewat.”

“Kita cari tempat, yuk!” ajak Aldi.

“Nggak. Aku takut. Lagian teman-teman pasti curiga.”

Aku pun mengajak Aldi kembali. Dan kami kembali ke penginapan kami.

Setelah selesai seluruh rangkaian acara, kami pun kembali. Kami kembali agak sore. Jadi saat malam hari kami berada di perjalanan. Hampir seluruhnya yang ada di bus tertidur. Aku sebenarnya ingin tidur, tapi Aldi malah melakukan hal aneh.

Kulihat Aldi memasang selimut pada tubuhnya. Katanya dingin. Saat agak lama setelah itu, dan semua teman-teman sudah tertidur termasuk aku juga, kurasa tanganku memegang sesuatu. Sungguh aku terkejut begitu aku membuka mata.
Tangan kiriku sudah berada di dalam selimut Aldi dan kini sedang memegang penisnya. Kurasa penis itu sudah keras. Aldi memberi isyarat padaku untuk diam. Aku menuruti permintaannya. Maka selanjutnya Aldi memintaku mengocoknya. Tanganku pun dengan lihai mengocok penis itu.

Dari yang bisa kurasakan di tangan, sepertinya penis Aldi lebih besar dari Niko dan panjang pula. Ah, mungkin karena dia senang berolahraga. Entahlah.

Niko kemudian juga memasang selimut pada tubuhku. Kini kami sama-sama berselimut. Aku paham apa maksud Aldi. Karena tak lama setelahnya, tangannya bergerilya ke selangkanganku. Lalu mencoba membuka resleting celana. Tapi kali ini aku cegah. Aku tidak mau. Aldi pun menurut dan terus menikmati kocokanku pada penisnya.

Lama aku mengocok tapi Aldi tak kunjung orgasme sampai tanganku kelelahan. Namun Aldi terus memintaku mengocok. Aku pun menurutinya.

Namun, pada akhirnya, Aldi juga sampai pada titik puncak birahinya. Kurasakan penisnya berkedut-kedut dan ada lelehan cairan di tanganku dan terasa hangat. Itu sperma Aldi. Kemudian, dengan selimut fasilitas bus, Aldi membersihkan tanganku dan penisnya.

Kejadian pada tamasya itu membuat Aldi semakin berani padaku. Sehabis pulang dari tamasya, Aldi langsung mengirim pesan padaku.

“Hai, makasih ya.” Katanya.

“Makasih apa?” tanyaku.

“Untuk di tempat tamasya dan di bus.”

“Ah, udahlah. Lupakan aja.”

“Mana bisa segampang itu melupakan momen indah? Btw, kocokanmu hebat. Pasti sering praktik.”

“Ih, apaan sih, Di. Udah ya jangan bahas itu lagi. Cukup.”

“Ibarat sebuah bom, kamu sudah menyalakan sumbunya.”

Mendengar ucapan itu, aku menjadi khawatir. Benar saja hari-hari berikutnya Aldi makin sering berkirim pesan yang topiknya sama. Mungkin karena terbawa arus atau apa, aku jadi meladeni obrolan macam itu. Tentu saja tanpa sepengetahuan Niko.

“Kangen kocokanmu, Sayang.” Kata Aldi dalam pesannya.

“Sini.”

“Aman? Hehe.”

“Ih, ngarep ya?”

“Masa mau nolak rejeki nomplok?”

“Ngga, ah. Capek ngocok punyamu. Lama keluarnya.”

“Itu tandanya aku kuat, Sayang.”

“Oh ya?”

“Mau bukti?”

“Hmmm. Mau ga ya?”

“Yang jelas lebih kuat dari cowokmu. Hahah.”

“Ih, sok tau.”

“Bener kan? Ayo jujur kalo berani.”

“Udah, ah. Makin ngaco kamu ngomongnya.”

“Kalo udah mengalihkan pembicaraan gini berarti bener. Hehe.”

“Nggak juga.”

“Soal ukuran deh. Gedean punya siapa?”

Astaga. Omongan Aldi makin ngaco. Aku tidak membalas. Tapi tiba-tiba Aldi mengirim foto kepadaku. Fotonya, astaga. Foto yang dia kirim ternyata foto selangkangannya. Dapat terlihat jelas bentuk dan ukuran penisnya dari balik celana pendek yang dia kenakan. Aku makin yakin kalo milik Niko masih kalah. Tapi aku berusaha untuk tidak tergoda dengan hal itu.

Suatu hari, Aldi mengajakku pergi berlibur. Tidak hanya aku yang dia ajak. Ada 4 orang lain lagi. Kami semua berenam. Tiga cowok dan tiga cewek. Kami berlibur ke pemandian air panas.

Awalnya aku menolak dengan alasan Niko tak mengijinkanku. Tapi sikap Niko malah membuatku marah padanya. Selama dia pulang kampung, dia jarang menghubungiku dan agak dingin sikapanya. Aku tanya apakah ada masalah keluarga, ia bilang tidak ada. Tapi sikapnya yang cuek padaku membuatku marah. Akhirnya aku pun memutuskan untuk ikut.

Letaknya ada di kota sebelah. Tidak begitu jauh tapi medan yang dilalui lumayan penuh tantangan. Lokasi itu dipilih karena ada salah satu teman yang ikut punya rumah di sana. Jadi kami tak perlu menyewa penginapan.

Kami sampai di sana sekitar pukul 7 malam. Udara dingin sekali. Kami buru-buru masuk ke dalam rumah. Di rumah itu ditempati oleh orang tua temanku. Kebetulan pada saat kami ke sana, orang tuanya tengah ke luar kota. Jadi tidak ada siapa pun.

Aku baru sadar bahwa 4 orang lain yang diajak ternyata saling dekat. Meskipun aku tidak tahu sudah pacaran atau belum. Termasuk temanku yang punya rumah. Dia membawa cewek yang dekat dengannya ikut.

Sehabis makan lama, kami semua mengantuk. Tiba-tiba si pemilik rumah mengajak tidur pada wanitanya. Awalnya si wanita menolak, tapi akhirnya luluh juga. Mereka langsung masuk ke kamar. Oh ya, sebelum si empunya rumah masuk, dia mengatakan bahwa kamar di sini ada tiga. Pas untuk kami. Lalu sepasang yang lainnya juga langsung mengikutinya. Tinggal aku berdua dengan Aldi.

“Kamu ga mau tidur?”

“Aku tidur di sini saja.”

“Yakin? Dingin lho.”

“Ngga apa-apa.”

“Udah tenang aja. Aku ga mungkin ngapa-ngapain kok.”

Rupanya Aldi tahu apa yang aku khawatirkan. Namun, aku percaya pada Aldi pada akhirnya dan kami tidur berdua di kamar yang tersisa. Aku harus tidur satu ranjang dengan Aldi.

Sebelum tidur, aku mengganti pakaianku dulu dengan sesuatu yang sedikit longgar. Tapi aku bingung dimana aku mengganti pakaian. Mau di kamar mandi, takut dan Aldi tak mau mengantarku.

“Udah di sini aja. Aku ga lihat deh.”

“Bener ya?”

“Iya.”

Aku meminta Aldi berbalik arah. Dan setelah memastikan ia tak mungkin mengintip, aku buru-buru mengganti pakaian. Sayangnya, sebelum memasang baju. Kurasakan tangan Aldi sudah melingkar di perutku yang tak tertutup apapun. Aku kaget.

“Aldi.”

Aku berusaha menutup tubuku dengan tangan.

“Stttt.”

Tiba-tiba Aldi membawaku ke depan kaca besar di kamar itu.

“Kenapa mesti malu?” katanya. “Lihatlah betapa indah tubuhmu.” Aldi seraya mencoba menurunkan tanganku. Aku menolak. Tapi dengan segala rayuannya dia berhasil menurunkannya.

“Kamu cantik, Sayang. Tubuhmu indah. Betapa beruntung laki-laki yang bisa menikahimu kelak.”
Aldi berdiri di belakangku sambil memeluk perutku. Nafasnya terasa di tengkuk. Ada sesuatu yang menjalar di tubuhku.

“Di...” kataku.

“Sssttt.”

“Ijinka aku memuji kecantikanmu, Sayang. Menikmatinya lewat cermin ini.”

Rayuan-rayuan yang datang membuatku hilang kendali atas tubuhku. Aldi makin erat memelukku sebelum akhirnya dia kembali mengecupku. Kini kami saling berhadapan. Aku langsung ikut arus pemainan nafsu Aldi. Aku merasa ciuman kami mulai liar.

Ciuman Aldi terus turun ke leher dan terus sampai dadaku. Sebelum tiba di payudaraku, tangannya meraih kaitan belakang BH-ku dan melepaskannya. Aku diam menuruti kemauan Aldi. Tubuh bagian atasku sudah tak tertutup apa-apa.

Aldi agak menunduk di hadapanku agar mulutnya bisa meraih payudaraku. Mulutnya langsung dengan lahapnya melumat payudaraku. Aku menikmati setiap sentuhan wajahnya di dadaku. Ada getar aneh tapi nikmat. Aku hanya bisa mengelus-elus kepala Aldi.

Aldi melahap payudaraku secara bergantian kiri dan kanan. Setelah puas, ia langsung memintaku untuk tiduran di ranjang. Aku menurutinya dan langsung berbaring. Dengan masih berdiri di hadapanku, kulihat Aldi langsung membuka kaosnya dan tampaklah badannya yang kekar. Itu pasti karena ia sering olahraga. Sehabis kaosnya, ia langsung menurunkan celananya berikut CD-nya pula. Maka langsung terpampang penisnya yang sudah tegak dan keras. Kini aku bisa memastikan langsung bahwa miliknya lebih besar dari Niko. Mungkin juga lebih besar dari milik Pak Karim.

Setelah semua lepas, Aldi turun ke tubuhku dan langsung kembali melahap payudaraku. Lalu mulutnya turun dan turun sampai di atas selangkanganku. Ia terhenti di sana dan kurasakan ia membuka resleting celanaku.

Anehnya tak ada penolakan dariku. Aku diam saja ketika Aldi perlahan-lahan menarik celana yang kukenakan sampai ia terlepas. Aku menduga bahwa Aldi pasti juga akan menurunkan CD-ku tapi ternyata tidak.

Namun dia melakukan gerakan mengelus-elus bagian vaginaku. Aku ingat. Lama kelamaan elusan dan gesekan itu mulai membawa kenikmatan bagiku. Aku mulai mendesah.

“Ah....ah...”

Aldi terus melakukan hal itu padaku sampai kurasa bahwa CD-ku sudah basah. Entah aku perlu malu atau tidak, tapi jujur aku menikmatinya.

Aldi kemudian membuka pahaku lebar-lebar dan kini aku mulai khawatir. Apalagi ketika ia mengarahkan penisnya ke vaginaku. Tapi ternyata yang dia lakukan adalah menggesekkan penisnya ke vaginaku. Semula gesekannya pelan dan lembut. Lama kelamaan menjadi agak cepat dan sensasi yang diberikan padaku lebih terasa. Aku kembali mendesah. Aku sudah tidak peduli pada CD-ku yang sudah basah. Jujur saja, aku ingin sekali penis itu langsung menusuk vaginaku saja.

Gesekan itu terus dan terus memberiku rasa nikmat. Karena ukurannya yang besar dan keras ia mampu menutupi seluruh bibir vaginaku. Dan tak lama kemudian, aku menegang. Aku orgasme. Kupegang seprai ranjang saat itu untuk menahan nikmat yang kurasakan.

“Nikmat kan?” Kata Aldi kepadaku. Aku tak menjawab apa pun.

Setelah itu, giliran Aldi yang memintaku untuk mengocoknya. Kini Aldi duduk di ranjang dan aku berjongkok di hadapannya. Penis Aldi tepat berada di wajahku. Kugenggam penis itu dan tampak besar di tanganku. Aku mulai mengocok.
Pelan-pelan aku mengocok penisnya. Setelah itu kupercepat kocokanku. Aldi mendesah karena permainan tanganku. Ia tampak merem melek. Ia begitu menikmatinya.

Entah setan dari mana yang merasuki aku, tiba-tiba saja aku melahap penis Aldi dengan mulutku. Aldi mungkin juga terkejut. Tapi aku tak peduli. Aku terus saja mengulum penisnya. Penisnya terasa sesak di mulutku. Kujilati seluruh batangnya dan kuhisap-hisap.

Benar memang perkataan Aldi bahwa ia kuat. Cukup lama aku mengulum penisnya tapi ia belum menunjukkan tanda-tanda akan orgasme.
Tapi pada akhirnya setelah hampir 15 menit Aldi sampai di puncaknya. Spermanya menyemprot ke dalam mulutku. Tapi aku tak menelannya dan aku juga tidak marah Aldi karena mengeluarkannya di mulutku.

Setelah kami saling membersihkan diri dari sperma, kami pun tidur. Kami masih dengan keadaan yang sama: aku hanya mengenakan CD dan Aldi telanjang. Kami tidur dalam satu selimut. Untuk mengusir rasa dingin maka kami saling berpelukan.

Paginya aku terbangun lantara ada sesuatu yang bergerak di selangkanganku. Kulihat Aldi mulai menjilat vaginaku yang masih terbungkus CD. Aku mendesah.

“Ah...”

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd