Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT CERITA MASA LALU ISTRI

Kenakalan Bermula

Kejadian di kebun warga itu membuatku dan Niko semakin intens berciuman, Mas. Terkadang Niko diam-diam nekat menciumku saat sedang tak ada ada kawan-kawan yang lain.

Aku dan Niko semakin berani menujukkan kemesraan di depan kawan-kawan yang lain. Tentu saja kemesraan sewajarnya orang pacaran. Misalnya, Niko berani menyuapiku di depan yang lain. Begitu juga sebaliknya.

Suatu hari, Mas, kami ada program sosialisasi pembuatan saos tomat untuk ibu-ibu di sana. Kami membutuhkan tomat sebagai bahan resep kami. Ada seorang warga yang menawari kami tomat hasil panen di ladangnya. Sebenarnya bukan milik warga tersebut. Melainkan milik saudaranya. Letaknya ada di desa sebelah. Setelah berdiskusi, aku dan Niko yang ditugaskan mengambil tomat-tomat itu.

Berangkatlah aku dan Niko ke desa sebelah, Mas. Kami sudah diberi tahu di mana lokasinya. Maka kami pun bisa langsung tepat menuju TKP. Sampai di sana, si pemilik lahan masih belum datang. Kami terpaksa menunggu.

Di dekat lahan itu terdapat sebuah gubuk kecil. Aku dan Niko duduk-duduk di sana, Mas. Sambil menunggu kami ngobrol banyak hal. Karena saat itu masih pagi, udara masih dingin. Niko tiba-tiba memelukku.

“Niko, nanti ada orang.”

Ia tidak menghiraukan ucapanku. Malahan dia justru mencium bibirku. Tentu aku menolaknya karena situasi yang kurang aman. Bagaimana bila ada orang? Tapi ia sepertinya memang tak mau menghiraukan. Ia terus saja memaksaku melakukan ciuman di bibir. Akhirnya aku pun yang harus kalah. Aku terlarut dalam ciumannya.

Kami saling melumat satu sama lain. Bibir kami saling berpagutan, Mas. Lidah kami saling bergulat. Niko sesekali melakukan gigitan kecil. Aku langsung meresponnya dengan mencubit pinggangnya.

Tangan Niko, Mas, juga tak mau diam. Ia langsung menyelinap ke balik bajuku. Menuju ke arah belakang dan membuka kaitan BH-ku. Telapak tangannya langsung menggenggam payudaraku, Mas. Hangat. Ia lalu meremas-remas keduanya. Lalu juga memainkan putingnya. Nafsuku mulai bangkit. Ciumanku menjadi semakin ganas di bibir Niko.

Karena permainan Niko di putingku, aku merasa selangkanganku mulai basah. Maka aku pun menghentikan semuanya.

“Udah. Ntar yang punya datang.”

Tapi Niko seperti tak bergeming. Ia malah mencoba untuk mengangkat bajuku. Tetapi kali ini aku benar-benar menolak, Mas. Aku mengerti maksud dan tujuannya. Dia ingin melakukan petting.

Selain dari sikap, kedekatan aku dan Niko juga dibuktikan dengan obrolan kami yang makin liar. Pernah suatu kali, aku dan Niko jalan-jalan dan melewati jembatan di sungai. Saat sedang asyik jalan, tiba-tiba aku melihat sesuatu yang membuatku memalingkan wajah.

“Ih.” Seruku.

“Kenapa?” tanya Niko.

Karena penasaran, Niko coba mencari tahu. Lalu dia pun melihatnya sendiri. Ya, dia pun melihat bahwa di bawah jembatan ada seorang lelaki sedang mandi tanpa mengenakan apapun. Meski sekilas, tapi aku sempat melihat kemaluan orang itu. Sepertinya orang itu adalah petani yang baru datang dari ladangnya.

“Kenapa harus memalingkan wajah?” tanya Niko.

“Ih, masa mau dilihat?”

“Itu namanya rejeki.” goda Niko.

“Gila.”

“Ntar kalo nikah kamu kan pasti lihat punya suamimu, jadi harus dibiasakan dulu.”

“Nanti aja kalo udah nikah.”

“Yakin ga mau lihat sekarang? Mumpung belum jauh.” Godanya lagi sambil tertawa.

“Ih, apaan sih, Nik.”

“Apa mau lihat punyaku?” katanya sambil tertawa.

Karena tak tahan, aku pun memukulnya.

Pernah juga suatu ketika kami sedang makan pisang. Karena ukuran pisang yang sangat besar, Niko nyeletuk, “Wih, gede banget.” Aku tahu dia mengatakan itu dengan tujuan memancingku.

Semula aku agak risih dengan candaan Niko itu. Namun lama kelamaan, aku malah justru meladeni candaan itu dan bersikap biasa saja.

“Nik, tadi pagi aku ga sengaja lihat si Rahman (teman KKN kami) tidur. Dia tidur kan pakai sarung. Terus... ga sengaja juga aku lihat 'itunya' Rahman berdiri.”

“Heh, serius?”

Aku mengangguk. Niko tertawa.

“Ih, kok ketawa sih? Kok bisa ya orangnya tidur tapi bangun gitu?”

“Cowok emang gitu, Jeng. Kalo pagi pasti bangun. Istilahnya Morning Wood,” jawab Niko. “Aku juga kalo pagi pasti bangun.”

“Punyamu bisa bangun?” godaku.

“Ngece ya. Mau bukti?” tantang Niko.

“Hmmm.” Aku pura-pura berpikir.

Niko pun tanpa diduga langsung mencoba membuka resletingnya. Namun, aku langsung mencegahnya.

“Kalo aku ga usah nunggu pagi. Dekat kamu aja aku bangun.” Kata Niko.

“Berarti sekarang ini, kamu bangun?”
Niko mengangguk. “Mau lihat?”

Aku langsung menolaknya. Tapi setelah itu, kadang-kadang Niko saat aku bonceng dengannya, dia menaruh tanganku tepat di atas kemaluannya .

“Tuh, kan, bangun.” katanya.

Aku pun langsung menariknya. Memang, aku merasakan kemaluan itu sudah keras.
Dalam perasaanku sesungguhnya aku ingin menyentuh penis itu secara langsung, Mas. Aku penasaran. Selama ini aku hanya bisa melihatnya saja. Entah itu langsung maupun tidak. Tapi aku belum pernah melihatnya.

Setiap kali berboncengan Niko pasti mengarahkan tangannya ke selangkangannya. Aku yang semula menghindari, kini bersikap biasa saja bahkan kadang-kadang meremasnya dari balik celananya. Mungkin karena hal itulah Niko kemudian memaksaku memegang penisnya.

Saat itu sedang digelar pasar malam di desaku. Kami semua datang ke sana untuk jalan-jalan. Sekitar pukul 21.00 teman-teman belum ada yang ingin kembali. Aku memaksa Niko karena mataku mulai mengantuk. Aku tak punya niat apapun akan hal itu.

Sesampainya di kontrakan, aku langsung rebah di tempat tidur. Niko kulihat ke arah belakang kontrakan.

“Eh, Nik, mau ke mana?” tanyaku.

“Pipis.”

“Ikut. Aku juga kebelet nih.”

Kami berdua menuju kamar mandi di belakang.

“Jangan ngintip ya.” kataku.

“Emang kenapa?”

“Ga boleh.”

“Bareng aja deh biar cepat.”

“Ih, enak aja.”

Kami secara berganti masuk ke kamar mandi. Saat Niko sudah selesai dan kami akan kembali ke dalam kontrakan, tiba-tiba Niko menarikku ke dalam kamar mandi lagi.

“Nik, mau ngapain? Ntar ada orang loh.”

Tapi Niko tak menjawab apapun.

Dia mulai memelukku dan mencium bibirku. Aku semula menolak, tapi libidoku yang naik, tak bisa kutolak. Aku pun membalas ciumannya. Tangan Niko juga tak bisa diam. Ia mulai masuk menyelinap ke dalam kaosku. Tangannya langsung meremas payudaraku yang terbungkus BH. Sesekali jari-jemarinya bermain di puting susuku.

Ciuman Niko pun turun ke leher. Ia menjilati seluruh leherku. Kiri dan kanan bergantian. Aku tak bisa mengelak. Nafsuku menuntutku untuk menikmatinya. Tanpa kutahu, Niko melakukan cupang di leherku.

Tangan Niko yang semula ada di payudaraku, kini turun dan menyelinap ke dalam celanaku. Aku tahu maksud Niko. Aku pun mencegahnya.

“Nik, please, jangan.”

Niko tak memaksa. Tapi sebagai gantinya, ia membuka resleting celananya dan menurunkannya. Begitu juga dengan CD yang dia pakai. Aku pun kini bisa melihat dengan jelas penis Niko yang sudah keras dan berdiri.

Aku tak paham bagaimana ukuran penis yang besar sebenarnya. Sejauh ini, ukuran penis terbesar yang pernah kulihat itu adalah di film porno. Saat itu pemerannya adalah seorang laki-laki hitam. Penisnya hitam, panjang, dan besar tentunya.

Penis Niko sendiri tak begitu panjang. Tapi diameternya cukup besar. Kepalanya agak mendongak. Jembutnya tumbuh dengan lebat.

Niko mengarahkan tanganku untuk menggenggam penisnya. Semula aku ragu, tapi Niko yang terus memaksa membuatku merasakan juga bersentuhan dengan kemaluan laki-laki untuk pertama kalinya. Rasanya hangat.

Niko kembali menciumku. Tangan Niko memberi perintah padaku untuk melakukan kocokan di penisnya. Aku pun menurut. Kumulai mengocok penis Niko dengan perlahan.

Tangan Niko kembali ke dalam kaosku. Ia mulai meramas payudaraku lagi tanpa melepaskan ciumannya. Aku sendiri mulai mengocok penis Niko dengan bertambah cepat. Penis Niko bertambah keras.

Saat Niko melepas ciumannya kudengar ia mulai mendesah seiring kocokanku di kemaluannya.

“Ah... ah... ah...” desahnya. “Lebih cepat, Jeng.”

Aku menuruti perintahnya. Kupercepat kocokanku dan tak lama kemudian penis Niko berkedut-kedut sambil memuncratkan spermanya.

Crot. Crot. Crot.

“Ah...ah...ah...” desah Niko seiring muntahan spermanya.

Spermanya itu mengenai bajuku. Banyak sekali bahkan ada yang sebagaian ke tanganku. Setelah penis Niko mulai melemas, aku melepaskannya. Kami pun mulai membersihkan sisa-sisa sperma yang menempel.

Beruntunglah saat itu teman-teman yang lain belum datang. Saat mereka sudah datang, kami pun bersikap seolah tak ada apa-apa.

Akhirnya aku memegang kemaluan laki-laki juga. Ada perasaan bahagia saat aku melakukan hal itu. Tiba-tiba ada pesan dari Niko, “Makasih ya, Sayang. Tadi nikmat sekali. Kapan-kapan giliranku yang pegang punya kamu ya?”

Aku langsung membayangkan vaginaku ini disentuh oleh Niko. Akankah aku membiarkan laki-laki yang belum menjadi suamiku melihat kemaluanku?

Jujur saja bayangan itu membuat nafsuku sedikit bangkit. Kejadian tadi sendiri sebenarnya sudah membuat liang kemaluanku basah.

Akankah aku siap jika suatu waktu Niko meminta hal itu lagi?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd