Hadapi dengan senyuman
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua kan baik-baik saja
Bila telah ditetapkan tetaplah sudah
Tak ada yang bisa merubah
Dan takkan bisa berubah
Relakanlah saja ini
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang
Chapter 25 : Katarsis
Ndri, sudah sampai Kubangunkan kekasihku yang tertidur di sebelahku.
Hoam.... udah sampai ya? matanya mengerjap-ngerjap, mencoba mencari posisi dimana dia berada.
Iya ra tuku kataku sambil tertawa
Be te we be te we, dimana kantornya?
Hemmm? Alamatnya ada di tasku, bentar tak ambilin. Emang jam berapa ini?
Jam setengah 7, sayang
Oooh... Kumpulnya jam 9. Cari maem dulu yuk
Boleh, tapi cari kantornya dulu ya. Biar gak tersesat
Iya, terserah
Subuh-subuh, setelah memastikan bahwa mobil bisa berjalan kembali, aku melanjutkan perjalanan dari Sampang menuju ke Sumenep. Sepanjang perjalanan tidak lepas tanganku bergenggaman dengan tangan Indri hingga dia tertidur. Kami manfaatkan saat-saat terakhir ini, seakan kami tidak akan bertemu lagi di masa depan. Dan begitulah, seolah jarak tidak sepakat kami. Belum puas rasanya aku bersamanya, tahu-tahu kami sudah sampai, lebih cepat dari perkiraan.
Dan di sinilah aku. Duduk berdua dengan seorang yang kucintai, duduk berdua di taman kota, makan nasi bungkus yang dibeli di pinggir jalan, yang mereka namakan
Nasi Romi, sembari menikmati saat-saat terakhir kami.
Mas Pai
Hem?
Terima kasih mas mau nemani aku ke sini
Teyuh mulutku penuh makanan
Seneng aja
Mas
Hem?
Jangan lupakan aku ya
Indri juga...
Pasti
Hmm aku mengangguk. Yakin.
Berikutnya hanya canda tawa yang menyertai kisah kami di taman, hingga sebelum berangkat menuju kantor yang dituju, kukecup keningnya untuk yang terakhir kali. Sebuah kecupan perpisahan. Kecupan yang berasa manis, sekaligus pahit. Hanya itu yang dapat kuberikan untuknya. Bukan sesuatu yang romantis, tapi cukup untuk mewakili seluruh perasaan yang kutitipkan padanya.
Akhirnya tibalah saat perpisahan. Pagi itu, di kantor bupati sumenep, setelah mengurus berbagai administrasi ala birokrasi, untuk yang terakhir kali aku menatap Indri.
Dari sini nanti indri diantar bersama-sama oleh rombongan kecamatan yang mau balik ke Massalembu
Gitu ya, jadi aku sudah gak perlu lagi nganter Indri Ucapku berlagak sedih
Bukan gitu chayaaank, aa chayank kan maci ada teh Nopi di yumah, maca ditinggal lama cih sambil memonyong-monyongkan bibirnya hingga tampak menggemaskan
Kan Novi lagi di Jakarta
Ah iya ya? Kok aku yang lupa?
Hahahaha Kami tertawa bersama
Saatnya pergi
Aku mengangguk
Makasih ya mas, atas semua kenangan indah selama ini
Aku mengangguk, pasti.
Kamu kenangan terindahku, Ndri
Kamu juga mas. Tapi Novi masih menunggumu. Dialah masa depanmu, bukan aku
Sedikit perih kurasakan di hati ini.
Hadapi dengan senyuman
Semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tenang jiwa
Semua kan baik-baik saja
Kuharapkan mas bahagia dengan Novi. Dia menjanjikan masa depan yang indah, jauh lebih indah dibandingkan denganku mas
Indri benar.
Kugenggam tangannya erat. Seolah tak rela berpisah.
I love you...
...I love you ucap kami berbarengan
Indri tersenyum, aku tersenyum.
Dadah mas. Selamat tinggal. Hati-hati di jalan
Indri juga. Semoga selamat sampai tujuan. Jangan lupakan aku ya
Mas juga. Ingat Indri selalu ya
Pasti
Bila telah ditetapkan tetaplah sudah
Tak ada yang bisa merubah
Dan takkan bisa berubah
Aku masih tersenyum ketika perlahan kulepas genggaman tanganku, sampai dengan saat Indri masuk ke dalam kantor instansi di sana. Perlahan senyumku bertambah dengan air mata yang mulai menggenangi mata.
Dan tetesan itu semakin deras tatkala mobil yang kukendarai meninggalkan Sumenep menuju Malang. Rumah, pohon, pembatas jalan, pantai, kota, apapun yang bergerak mundur seolah menjadi isyarat bahwa kenangan tak akan kembali lagi. Berakhirlah cerita kami. Kisah antara aku dan Indri.
Relakanlah saja ini
Bahwa semua yang terbaik
Terbaik untuk kita semua
Menyerahlah untuk menang
-o0o-
Kusudahi lukisan tentangnya, dengan pigora terindah yang pernah kubuat. Kusimpan rapat lukisan itu dalam lemari kenangan, dan tak akan kubuka lagi. Dalam tangisku aku bersyukur bahwa aku masih diberi kesempatan untuk menuntaskan semua yang tersisa. Menjadikan diri ini seorang yang baru. Meregenerasi hati. Bagaikan bayi yang baru lahir.
Dan kini, hari ini, aku melangkah dengan tegap. Keluar dari imaji masa lalu, meninggalkan kenangan, menuju masa depan yang cerah. Dengan baju toga yang ku kenakan, aku keluar dari gedung serba guna. Di sana, semua sudah menungguku. Bapak, Ibu, saudara-saudara, teman-temanku.
Selamat ya nak Kata Bapak sembari terenyum bahagia
Sukses ya nak Ucap Ibu sambil menangis terharu, membuatku ikut terharu.
"Terima kasih Pak, Bu. Akhirnya aku bisa sedikit memberi kebahagiaan buat njenengan berdua" ucapku sambil menahan air mata
Akhirnya wisuda juga kamu kang kata Inul yang datang bersama Yaya
Hahaha, kapan kamu nyusul
Isih, ngenteni skripsiku mari katanya
(masih, menunggu skripsiku selesai)
Ojo suwe-suwe, sulak bosok
(jangan lama-lama, keburu busuk)
Hahahaha kami tertawa bersama.
Kemudian kulihat Asep bersama Lukman dengan tergopoh-gopoh datang menggandeng mesra perempuan masing-masing di sebelahnya. Yang mengejutkan adalah gandengan mereka mirip. Sepertinya mereka kembar.
Hei, sori pren, terlambat kata Asep
Iya, maklum. Yang diajak dandannya lama tambah Lukman
Hei, hei, hei, hei. Sik talah. Arek loro iki opo-opoan yo
(Hei, hei, hei, hei. Sebentar sebentar. Anak dua ini apa-apaan ya)
Maksudmu Di? sahut Asep
Lha iso gandengan ngene, rupane podo pisan
(Lha bisa gandengan begini, wajahnya sama pula)
Lha piye to Di? ucap Lukman
(Lha bagaimana maksudnya Di?)
Iki rak koncoku. Iku koncone Lukman. Ngono tok lho. Koncoan tok Di tambah Asep
(Ini kan temanku. Itu temannya Lukman. Begitu saja lho. Berteman saja Di)
Konco tah konco? tanyaku penuh selidik
(Teman apa teman?)
Iyo, Konco kok gandengan Sahut Inul, sontak mereka melepaskan pegangannya.
(Iya, teman kok gandengan)
Jiakakakakak konco tah karo isin-isin Sahut Eko
(Jiakakakakak teman kah pake malu-malu segala)
Walah dalah meneng-meneng arek loro iso kompakan ngene. Sik lanang tibakno awakmu Sep Ledek Ali
(Walah dalah diam-diam berdua bisa kompakan gini. Masih laki ternyata kamu Sep)
Timbangane gak onok sing ngancani mrene Bela Lukman
(Dari pada gak ada yang menemani ke sini)
Iyo, timbangane ijenan koyok awakmu Li Asep menambahkan
(Iya, daripada sendirian kayak kamu Li)
Tanpa permisi aku langsung menjulurkan tanganku kepada si kembar di sebelah Asep dan Lukman.
Ehem, ehem. Kenalan dulu Ucapku sok cool
Ane, Paidi. Eh, tidak tidak tidak... Paidi, SE.
Saya, Hagemaru sambut wanita yang bersama Asep
Marucil sambut wanita yang menggandeng Lukman
Kalian kembar? tanyaku
Iya, kami si kembar Maru lanjut Hagemaru
Oooo pantes sama. Kalian keturunan Jepang ya?
Hehehe iya kakek kami orang Jepang jawab Marucil
Ah, makanya, kalian putih banget. Pantes pula Asep sama Lukman jatuh cintrong sama kalian"
Iya, pantes kok Asep sama lukman jatuh cinta pada kalian wakakakakak Sahut Andre
Wakakakak iyo, tibakno Asep pinter golek Konco yang lain menimpali
(Wakakakak iya, ternyata Asep pintar mencari teman)
Wakakak Asep karo Lukman lho kok gelem-geleme gendhakan bagi-bagi yang lain lagi menyambung
(Wakakak Asep sama Lukman kok mau-maunya kencannya berbagi)
Ojok-ojok, malah Asep sing gendhakan karo Lukman iku timpal yang lain
(Jangan-jangan, malah Asep yang kencan sama Lukman itu)
"Jangan lupa jadi
ojob yang baik bagi mereka ya timpal yang lain lagi
Yup, ledekan berikutnya dan berikutnya semakin brutal kepada Asep dan Lukman. Yah, begitulah kalau geng KK21 lagi kumat. Ancur-ancur dah mereka hehehe. Sedangkan si kembar Maru? Mereka hanya bisa tersipu, menahan malu. Sumpah, wajah merekapun saat ini sudah seperti kepiting rebus.
Sejenak kulupakan keberadaan Bapak, Ibu, dan keluargaku demi menghabisi kedua temanku. Saat kutoleh mereka hanya tertawa geli. Setengah jaim juga sih kelihatannya. Ya sudahlah, yang penting mereka terhibur.
Diantara canda tawa bersama teman dan kerabatku, mataku memandang sekeliling, mencari kehadiran seseorang diantara keramaian wisudawan dan keluarga mereka. Seseorang yang sangat kuharapkan datang di acara sepenting ini. Seseorang yang akan kuperkenalkan kepada orang tuaku sebagai calon istriku. Namun tak tampak diantara kerumunan orang-orang sosoknya.
Tiba-tiba pundakku ditepuk seseorang dari samping. Sontak kutoleh ke arah tepukan itu berasal.
Kamu cari siapa nak? tanya Bapak
Eh, ada deh pak aku tersenyum malu.
Siapa? Cewek cantik? Tuh di belakangmu Kata Bapak sambil tertawa lepas
Seluruh kata kutulis
Dan kuucap dengan sepenuh hati
Dengan nafas yang tak pernah melemah
Penuh harapan
Kepadamu
Perlahan aku menoleh ke belakang. Terlihat seperti gerakan lambat, seseorang yang sedang tersenyum, manis. Entah sejak kapan dia di sana. Dari tadi aku sama sekali tidak menemukan keberadaannya. Tiba-tiba saja dia muncul layaknya pesulap yang mampu menghilang dan memunculkan dirinya sendiri.
E... eh Aku tak bisa berkata-kata
Cari siapa bang? Tanyanya renyah
Mukaku merah, menahan malu.
Su..sudah kenalan belom kataku menahan malu
P..Pak, kenalkan ini.. kataku gugup, entah kenapa, tiba-tiba aku gugup
Hahahaha udah tau kali ujar adikku yang paling kecil langsung menggelandot tangannya
Ini pacarmu kah nak? ucap Bapak
Eh buk...eh iya, eh... calon menantu Bapak
Kita tadi sudah kenalan kok nak. Jangan kuatir salah, Novi anak yang baik Jelas Ibu.
Hahahaha semua tertawa, lega, bahagia.
Aku lega, Novi diterima dengan baik oleh keluargaku. Kini masa depanku semakin cerah lagi, tidak hanya keluargaku, bahkan keluarga Novi juga menerimaku. Perkenalan kami terjadi ketika malam sebelum wisudanya. Oleh Papanya Novi bahkan aku diberi wejangan menjadi suami yang baik. Terima kasih Tuhan, Kau berikan jalan yang baik untukku. Meskipun jalan itu terlihat sulit pada awalnya.
Tak tahu dimanakah awalnya
Rasa ini tumbuh dengan tulus
Dan apakah ini akan berakhir
Semua diluar kuasaku
Ku teringat sore hari itu. Saat aku sedang duduk berdua dengan kekasihku, di teras depan kamar kost. Novi sedang merebahkan kepalanya di pundakku, sedang mempermainkan jemariku.
Maafkan aku kataku pelan
Maaf kenapa Novi berkata tanpa menoleh
Aku... kataku tertahan
Mas kenapa?
Aku merasa gak enak sama Novi
Lho kenapa masku sayang?
Iya, gak enak aja. Dulu aku pernah ngegantungin perasaan Novi
Bahkan aku sempat ingin membencimu, saat dirimu mulai membuka luka hatiku
Hihihi ga papa kali mas. Yang penting sekarang mas Paidiku yang ganteng ini udah bisa menerima Novi
Oh iya?
Dan aku yakin mas Paidiku akan menjadi suami yang bertanggungjawab, mampu memimpin dan membina rumah tangga yang sakinah mawadah warohmah
Hahaha bisa saja kau Nov. Udah yuk, maem. Aku lapar.
Hehehe ayuk
Hanya saja selagi kuhidup
Sluruh pikir dan ilham untukmu
Takkan kubagi walaupun setetes
Segenap hidupku untukmu
TAMAT