Episode 1: Luka dan Keteguhan - Bagian 1: Senyum di Balik Jahitan
Udara di ruang kerja Clara terasa dingin meski matahari bersinar terang di luar. Cahaya keemasan menerpa meja kerjanya, di mana tangannya yang cekatan menjahit gaun sutra emerald yang mewah. Setiap tusukan jarum seolah membawa benang kehidupan Clara, sekaligus menjahit lukanya yang tak terlihat.Senyum tipis terukir di bibirnya, senyum yang tak sampai ke mata. Senyum yang terlatih untuk menyembunyikan rasa lelah dan kesedihan yang menggerogoti hatinya. Clara, seorang single parent dengan putri semata wayang bernama Bintang, harus berjuang keras demi kehidupan mereka.
Bulan-bulan berlalu dengan ritme yang sama: desain, jahitan, klien, lembur. Clara tak pernah absen dari pentas mode meskipun matanya seringkali terasa berat dan punggungnya pegal. Dia tak ingin Bintang tumbuh tanpa kasih sayang dan kenyamanan, meskipun itu berarti dirinya harus mengorbankan waktu dan kesehatannya sendiri.
Di sudut ruang kerja, sebuah foto terpampang manis dalam pigura. Foto yang memperlihatkan Clara muda dengan senyum yang lebih ceria, berdampingan dengan seorang pria dan bayi mungil di lengannya. Bintang. Suami Clara telah meninggalkan mereka saat Bintang masih bayi, meninggalkan jejak luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
Clara kembali menunduk, jarumnya menusuk kain. Benang emerald seolah berkelak-kelindat seperti air mata yang berusaha ditahannya. Dia merindukan Bintang, ingin memeluknya dan membisikkan kata cinta. Tapi Bintang lebih dekat dengan Bi Nita, asisten rumah tangga mereka, daripada dirinya.
Bunyi pintu terbuka mengagetkan Clara. Bi Nita masuk dengan senyum hangat, membawa secangkir teh dan sepiring kue. "Bu Clara, istirahat sebentar, ya. Jangan terlalu dipaksa," kata Bi Nita lembut.
"Terima kasih, Bi," ujar Clara, menerima teh dengan tangan gemetar. "Bintang sudah pulang sekolah?"
"Sudah, Bu. Sekarang sedang belajar di kamarnya," jawab Bi Nita.
Clara mengangguk pelan. Dia ingin sekali menemui Bintang, memeluknya, dan bercerita tentang hari-harinya. Tapi dia ragu. Apa Bintang akan menerima kasih sayang yang jarang diberikannya? Apa Bintang akan mengerti perjuangannya?
Dengan helaan nafas, Clara kembali menjahit gaun emerald. Senyum tipis terukir lagi di bibirnya, senyum yang tak sampai ke mata. Senyum seorang ibu yang kuat, senyum seorang perempuan yang penuh luka, senyum yang menyimpan harapan dan cinta untuk putri kecilnya.