Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Copas - dr tetangga sebelah]Antara Istriku, Iparku dan Pembantuku

Ditunggu update nya suhu, alur ceritanya asik, tidak tergesa gesa.. dan bikin penasaran
 
makasih untuk semua suhu yang sudah mampir ke trit nubi,
sebagai balasan atas kebaikan suhu semua...nubi updet ceritanya lagi
 
(ini adalah bagian akhir dari cerita ini dan tidak ada lanjutannya, mohon maaf jika trit ini kurang berkenan)

Aku membalik Koran sabtu itu dengan enggan sambil bertengger di kursi santai samping kolam Koi belakang rumah, relax sehabis mandi pagi di hari libur yang tenang itu. Aku memakai celana kombor putih dan baju dalem santaiku. Aku cuek kalau celana gomborku tidak menampung juniorku dengan sempurna. Jadi makhluk tengil itu kubiarkan leluasa menerobos celah di kaki celanaku sambil mengintip matahari pagi. Junior juga kadang pengin berjemur, hehehe…



“Ini, Pah, kopinya.” suara Lastri terdengar.



“Yup, taruh aja di situ…” kataku sambil melirik sedikit dan masih sedikit fokus ke koran.



Lirikan sekilas itu ternyata tidak sebanding dengan efeknya. Posisi Lastri yang membungkuk menaruh kopiku di meja pendek itu membuat bagian leher kaos longgar yang dia kenakan membuka cukup lebar untuk aku dapat melihat BH coklat mungil yang membungkus dada kecil imutnya. Semerta-merta junior bangkit. Dan kebangkitannya yang mendadak itu tentunya menghasilkan gerakan yang mengundang perhatian, karena junior memutuskan untuk bangkit di luar celana, menerobos celah lobang kaki celana yang gombrong.



“Ah!” Lastri sepontan sedikit terlonjak, sambil memalingkan muka ketika melihat proses itu.



“Halah, kaya ga pernah liat punya papa aja kamu, Las… dua kali lho papa mergokin Lastri ngintip papa ama mama berhubungan di sofa ruang tengah.” aku membela diri tak kalah spontan.



“Eh… iya, abis Lastri kaget… eh, anu, Pah… soal ngintip itu… Lastri minta maaf, waktu itu… anu, Pah… mama mendesah cukup kenceng… jadi kedengeran Lastri… jadi penasaran deh… eh, maaf kalau itu membuat mood papa jadi down saat… ngegituin mamah…” jawabnya terbata-bata.



Aku garuk-garuk kepala sambil ‘menyimpan’ si otong kembali ke kandangnya. Kalau kukatakan aku tambah terangsang waktu lihat dia ngintip karena di dalam bayanganku dialah yang kuentot… wedew!



“Eh, jadi kamu penasaran? Lalu cepet-cepet ngambil dildo mamah buat masturbasi sambil ngintipin mamah papah ML? Mmm… ada sesuatu yang bener-bener harus kamu klarifikasi!” kataku dengan akting sok marah.



Lastri menunduk di depanku, mimik mukanya kelihatan takut, tapi aku tahu matanya masih lirak-lirik ke juniorku, aku biarkan itu.



“Betul kan?” desakku lebih lanjut, masih akting sok marah.



“I-iya, Pah. Maaf, itu memang mainan burung-burungannya mamah… Lastri lancang minjem, tapi sudah Lastri cuci dan balikin lagi kok… tapi Lastri salah, Lastri mohon maaf, Pah…” jawabnya polos dan jujur. Satu lagi yang kami suka dari Lastri, dia jujur dan mau bertanggung jawab. Tidak seperti pembantu lain yang lebih suka ngeles.



“Maksud papa… hrmm (dehem karena canggung) walau dildo itu ukurannya sedikit kecil, tapi kalau kamu masukkan semua ke vagina kamu… itu bisa merobek selaput keperawananmu…”



Lastri mendengus dan tersenyum malu-malu sambil masih menunduk. “Lastri udah gak perawan, Pah…” katanya kemudian dengan enteng. “Itulah kenapa Lastri malu sekali dengan kata-kata Lastri semalam ke papah. Lastri saat itu seperti mengingkari status Lastri sendiri… yang cuman pembantu dari desa… yang sudah mendapatkan kasih sayang sedemikan banyak dari keluarga ini… malah masih mau lancang mengharapkan papah… maafin, Lastri serakah… dan lagipula, Lastri juga tidak ada yang bisa dipersembahkan ke papah, misalkan papah menghendaki… eee… maksud Lastri… anu… kan Lastri…” lanjutnya terbata.



“Ayolah, Lat, kamu tahu kami menyayangimu. Kami tidak pernah melihat back ground kamu… kalau kamu tidak keberatan, papah pengin tahu masa lalu kamu, kok sampai Lastri bilang sudah tidak perawan itu gimana? Coba-coba dengan pacar kamu, atau… padahal Lastri kan baru 17 tahun…” ujarku memotong ucapan terbata-batanya sambil menggeser posisi duduk dan menepuk-nepuk bantalan kursi yang aku duduki, memberi isyarat kepada Lastri untuk duduk di situ, berbagi kursi.



“Ehmm…” Lastri memulai ceritanya dengan senyuman kecut, dia mengikuti isyaratku dan mulai duduk di sebelahku, berbagi kursi. “Latri tidak perawan bukan karena coba-coba dengan pacar, Pah, tapi karena bapak Lastri…”





“Hah!! Maksudnya?” aku kurang mencerna penjelasannya. “Kamu diperkosa sama bapak kamu?” Aku masih mencari penjelasan, karena setahuku Lastri sudah yatim sejak beberapa tahun, kalau aku gak salah denger berita, ayahnya meninggal dalam kecelakaan KA. Tapi kalau ada pengalaman kekerasan sexual, mungkin dia termasuk anak yang ke depannya memerlukan perlakuan khusus, biar tidak terjadi trauma. Well, as I told you, kami sekeluarga menyayanginya.



“Bukan begitu, Pah… Lastri emang sudah tidak perawan dari SMP… karena keperawanan Lastri dijual sama bapak untuk menutup hutang judinya…” lanjutnya dengan getir. “Lalu emak tahu, emang emak tidak melaporkanya ke polisi, tapi emak langsung minta cerai ke bapak dan melarang bapak mendekati keluarga kami. Bapak langsung pergi dan tak berapa lama kemudian kami dengar bapak menjadi korban kecelakaan kereta arah ke Jakarta…”



“Eh? Oya?” serius aku terkejut, ternyata Lastri yang selalu ceria mempunyai masa lalu yang demikian tragis. “Trus? Eh, maksud papah, pas kejadian itu, kenapa kamu nurut aja? Kenapa tidak berontak?” tanyaku lebih jauh.



“Saat di kamar dengan orang itu, Lastri marah, takut dan perasaan benci banget sama bapak. Lastri berontak, menangis dan mencoba lari, tapi dia mengancam akan membunuh Lastri dan ibu kalau Lastri tidak menurut… Lastri lalu menurut karena ancaman itu kelihatannya tidak main-main, dia preman dan rentenir yang cukup terkenal ganas di daerah kami dan katanya memiliki backing aparat… lalu saat orang itu menelanjangi Lastri dan mulai menciumi Lastri, meraba-raba serta menjilati dada Lastti, Lastri jadi… eh, anehnya Lastri jadi tidak takut lagi, malah lebih ke gemetaran yang aneh, trus... malah anehnya Lastri jadi menurut karena tidak bisa menahan getaran itu… lalu dia mulai kangkangin kaki Lastri dan berusaha masukin burungnya ke lubang Lastri… lebih aneh lagi, Lastri tambah nurut aja, malah seperti penasaran gimana rasanya…”



“Eh? Oya?” potongku singkat berusaha mencerna cerita Lastri.



“Maksud Lastri… eh, tapi baru saja burung orang itu masuk sedikit ke lubang Lastri… dia langsung… ehm, muncratin… anu… eh, lalu trus dia langsung selesai dan… jadi malah langsung lemas… jadinya Lastri malah jadi gemes… maksudnya, penasaran gitu… lalu Lastri tunggu kali aja dia mencoba lagi, tapi dia malah langsung keluar kamar dan ngobrol sama bapak. Tak lama kemudian Lastri diajak pulang… dan karena… eh, itu… Lastri malah jadi ketagihan… eh! Emm… maksudnya, penasaran…” lanjutnya terbata.



Aku bengong… Kalau pada saat itu benar-benar tidak terjadi penetrasi, kemungkinan dia masih perawan… Tapi aku (entah kenapa) tidak mau mengutarakan kemungkinan itu, well paling enggak Lastri tidak trauma dan kalau dia tidak mengalami hal yang dia alami tersebut mugkin kejadian ini tidak akan pernah ada.



“Trus?” tanyaku penasaran.



“Ya walau Lastri penasaran, tapi Lastri tetap gak berani ngajak gituan sama laki-laki, Pah, karena menjaga nama emak di kampung juga. Lalu ada temen Lastri yang membawa film di HP… tentang cewek yang main-mainin miliknya sendiri… katanya namanya masturbasi… Lastri coba-coba dan ternyata… eh, makanya sejak saat itu… Lastri jadi ketagihan… eh, maksudnya keterusan… anu… masturbasi…”



“Oya?” aku garuk-garuk kepala, dia mengangguk. Seperti cerita fiksi aneh dari film bokep JAV murahan. But what the hell…



“Trus, apa yang pernah kamu… eghmm… masukin? Maksudnya pas masturbasi gitu…” tanyaku lebih lanjut, setelah tahu dia tidak mengalami kekerasan sexual yang dapat membuatnya trauma, aku malah jadi penasaran bagian masturbasinya cuy… maklum, aku lelaki normal… well, lelaki bejad tepatnya!



“Awalnya ya cuman jari, Pah… lalu akhir-akhir ini Lastri menemukan… mainan mamah…”



Aku garuk-garuk kepala lagi, dan juniorku semakin ngaceng mendengar cerita itu… “Las…” kataku sambil menelan ludah.



“Iya, Pah…”



“Kamu masih penasaran sama punya cowok yang asli?” Gila! Aku sendiri tercekat sama kata-kata yang barusan aku ucapin.******! Bego! Tolol!



“Ah, Papah… malu, ah…”



“Kalau papah minta Lastri pegang punya papah, Lastri mau gak?” ujarku lebih lanjut. Terlanjur basah man! Well, dalam hal ini terlanjur kentang! Anjriitt!!! Apa yang gw lakukan???



“Mau! Mau banget, Pah! Eh, anu… ee, maksudnya… jangankan cuman disuruh megang punya papah, disuruh megang bara api sekarang juga Lastri mau, Pah! Jasa papah dan keluarga ini besar banget untuk Lastri bisa bales…” katanya sok diplomatis.



Eh?



Latri mulai menggerakkan tangannya (awalnya sedikit canggung) untuk memegang Penisku.



“Oough! Tangan kamu anget banget, Las…” aku berkata sambil menikmati genggaman dia.



“Ehh… kok gede banged sih, Pah? Lastri kira mainan mamah udah gede… burung rentenir yang dulu membeli Lastri lebih kecil lagi dari burung burungan mamah…” katanya sambil memegang Penisku dengan dua tangan, menyusuri figurnya dari pangkal ke ujung dan melakukan gerakan meremas-remas gemas, sedangkan matanya melotot melihat siluetnya yang tercetak di balik celana.



Aku hanya tersenyum, tanganku pun tidak diam saja, aku meraih ke depan dan sukses mendarat di dadanya. Aku membelainya pelan. Mungil… imut… kenyal... sekaligus lembut… benar-benar khas dada ABG… Lastri mendesah dan memandangku sayu. Tanganku bergerak ke samping, tepat di ketiaknya. Dengan sekali sentakan, Lastri kuangkat lalu kududukkan di pangkuanku.Kami berhadapan. Mata kami bertemu. Pandangannya tajam, menantang. Sedangkan aku… kembali dilanda keraguan.



Aku berada dalam posisi duduk sekarang. Kakiku menjuntai menapak lantai. Sedangkan Lastri berada di pangkuan pahaku dengan posisi kedua kaki mengangkang dan menghadap kearahku. Dalam posisi itu, selangkang kami memang belum saling menggesek, tapi jaraknya hanya hitungan centi. Aku memeluk pinggulnya, sedangkan tangannya masih berusaha mengkucel-kucel Penisku. Pandangannya lurus ke mataku. Anak 17 tahun ini membuatku grogi. Aneh…



Beberapa lama aku cuman mematung, bimbang antara nafsu dan akal sehat, sampai Lastri meremas lagi senjataku dari luar celana. Kucengkeram erat pinggulnya. Kutarik maju sehingga posisi selangkangan kami saling menempel, walau barang kami masih ada di dalam celana masing-masing.



Lastri mendesah tertahan. Tanganku merambat naik ke punggung dia, kurasakan geronjal kecil, tali belakang BH dia. Tanganku terus naik, mengusap dan menggenggam tengkuknya. Lehernya yang kecil hampir muat kugenggam dengan sebelah tanganku. Lalu tanganku bergerak maju, mengusap pipinya, bibirnya yang mungil namun merekah itu tak lepas dari sentuhan jari-jariku. Latri mendesah, alih-alih dia memejamkan mata, pandangannya malah lebih tajam menusuk mataku. Kuusap rambut bagian belakang dari kepala kecilnya, tanganku bergerak ke dagunya dan perlahan kutrik ke depan untuk mendekatkan bibirnya ke bibirku. Dia belum juga menutup matanya. Sampai bibir kami bertemu dan desahan kecil itu kembali tersedengar dari mulutnya.



Dan kami berciuman.



Sama seperti French kiss kita yang pertama, ciuman demi ciuman kudaratkan dengan penuh penghayatan di bibir dia, lidah kami pun saling membelit. Suara cepakan dan cecapan terdengar dari bibir dan lidah kami dalam balutan air ludah yang kami pertukarkan serta berpadu dengan nafas kami yang saling memburu oksigen di sela-sela jeda longmarch kegiatan silat lidah kami. Namun bedanya kali ini dia dengan berani memeluk bahuku dan mengusap-usap tengkukku seiring ritme yang tercipta diantara kami, sedangkan tanganku mengelus, meremas dan menjelajahi pantat mungilnya serta mendorong-dorongnya ke depan untuk menggesekkan selangkangan kami. Dia menanggapinya dengan semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku.





Foreplay yang panas dan romantis.



Kegiatan saling belit itu berlangsung agak lama, aku memang sangat menikmati moment ciuman dengannya dan tidak ada alasan untuk tergesa-gesa. Namun seiring waktu, ciumanku kupadu dengan cecapan dan jilatan ke leher dan telinga Lastri. Lastri seperti tidak mau kalah, ciumannya pun mendarat bertubi-tubi di wajah dan leherku.



Sejenak kurenggangkan jarak tubuh kami, wajah kami pun menjauh. Kutatap matanya, Lastri balas menatapku. Sekian lama kami membisu dan bertukar pandang. Mengatur nafas. Mengatur ritme. Dan aku menanyakan sekali lagi ke hatiku, benarkah aku menginginkan ini?



Tiba-tiba Lastri melengkungkan badannya ke belakang, dia menggunakan tangannya untuk menyangga tubuhnya dengan menumpukannya ke kedua lututku. Dada kecil itu sekarang tersaji dengan menantang di depan mataku, dia menatapku seakan menantang. Dan dia tersenyum, misterius, aneh sekaligus menggairahkan. Lastri sejenak melirik dadanya sendiri lalu kembali menatapku. Masih dengan senyuman menantang.



Menerima tantangan itu, tanpa menunggu lama lagi, kususupkan wajahku ke dadanya, kukenyot kedua buah dada kecil itu dari balik kaos dan BHnya yang masih terpasang. Sejenak bermain di permukaan dadanya, tanganku mulai menelusup ke balik bajunya. Dia mendesah, dengan masih melengkungkan badannya ke belakang. Suara desahannya semakin menjadi.



Mulutku bermain-main di perut datarnya ketika kedua tangganku menyingkapkan kaosnya. Lastri mendesah lagi, lalu membantuku untuk membuka bajunya sendiri. Payudara kecil itu masih terlindung BH berwarna krem, tapi salah satu putingnya sudah sedikit mengintip keluar dari BH kecil yang ternyata masih sedikit kegedean buatnya. Puting itu cerah, berwarna merah muda segar dan menantang, wujudnya sebesar ujung jari kelingking serta tampak sudah mengeras. Semerta-merta kudaratkan lidahku dengan gerakan menyapu ke atasnya.



“Aaaaaagggghhhhh…” Lastri mendesah panjang seiring sentuhan lidahku di permukaan putingnya.



Sejenak kemudian, BH nya sudah tanggal di lantai sedangkan sapuan dan jilatan itu sudah berubah gaya menjadi kenyotan dan empotan halus. Kedua tangannya yang tadinya bertumpu di lututku berpindah ke leherku, sambil bergelayutan mesra. Aku menyapu seluruh permukaan payudara kecilnya dengan bibir dan lidahku. Tanganku melingkar dipinggul kecilnya untuk membantunya mempertahankan posisi itu. Sengaja kupertahankan untuk menyentuhnya seringan mungkin agar muncul efek geli yang berdasarkan pengamatanku dari rangsangan-rangsangankuku beberapa saat tadi, aku ketahui semakin mengangkat birahinya. Lastri semakin menggeliat-geliat liar. Beberapa saat kemudian, tubuhnya mengejang menyentak-nyentak, kakinya yang sebelumnya menjuntai mengapit erat pinggulku disertai pekikan keras.



“Aaaaakkkkkkhhhhh…”



Lalu tubuhnya terhempas, kepalanya tersandar lemas di bahuku dengan kaki masih mengangkang, selangkangannya bergesekan dengan selangkanganku. Dadanya yang sudah mulai berkeringat menempel erat di dadaku. Terengah-engah, dia berusaha berkata… “Papaaaah… eehhh… hhhh… Lastriii… eehhh… hehhh… hehhh …” katanya sambil memelukku lebih erat. Badannya masih melejat-lejat lemah lebih lanjut.



Kurasakan celana di atas Vaginanya basah kuyup, rupanya dia mendapatkan orgasme. Seperti bekas yang kutemukan di lantai beberapa saat setelah dia orgasme waktu masturbasi sambil mengintip aku dan istriku yang sedang bersenggama, ternyata dia jenis cewek basah. Lendirnya banyak banget. Jenis cewek kayak gini ini biasanya cepet banget orgasme, tapi juga langsung lemes setelahnya karena produksi hormone yang berlebih, tapi cepet panas lagi, sebagian besar cewek dengan type ini mampu menghandle multi orgasme, sebagian lagi langsung lemas setelah first-O.



Tapi cewek jenis ini bisa diajak longmarch apabila melakukan hubungan sex, karena lendirnya yang terus menerus keluar, jadi tidak membikin Mr. P lecet. Salah satu jenis cewek favoritku. Pernah aku menggarap ABG setype dengan dia, semalam mampu melayaniku tujuh kali, tapi esok paginya dia tepar. Dan dua hari kemudian meneleponku untuk mengajak ngesex lagi, gratis katanya… ketagihan dia rupanya. Hehehe…



“Kamu sudah dapat orgasme, Las?” kataku sambil tersenyum menatap matanya, tubuhnya sekarang sudah agak menjauh, sehingga kami dapat saling berpandangan. Tangannya masih bertengger di bahuku dan nafasnya masih ngos-ngosan. Kulirik dada kecil itu… kenceng. Ampun DJ! Mana tahan…



“Ah, papah nakal…” jawabnya singkat sambil tersenyum juga di sela sengalan nafasnya.



“Pindah dalem yuk, di sini sudah mulai terik mataharinya…” ajakku.



“Ayuk, Pah…”



“Di kamar papah atau di kamarmu?”



“Di kamarku aja, Pah…”



“Kenapa?”



“Biar keliatan papah yang nakalin Lastri, hihihi…”



Aku mencubit hidungnya dan mulai berdiri sambil menggendongnya. Seperti menggendong anak kecil di depan, kakinya melingkar di pinggangku, otomatis Vagina basahnya menempel ketat di Penis tegangku. Sedangkan tangannya menggelayut manja di leherku. Kepalanya dia sandarkan ke pundakku. Sengaja sambil menggendong aku remas-remas pelan pantatnya sambil mengobel pelan daerah lobang pantat dan lobang Vaginanya. Sambil menyandarkan kepalanya ke pundakku, kudengar dia mendesis-desis halus. Kurasakan cairannya tambah membanjir. Apalagi seiring langkah kakiku, kelamin kami saling menggesek dengan cara beradu yang (menurutku) erotis. Penisku tambah kencang, libidoku naik, nafsuku sudah tak tertahankan. Kali ini, Vaginanya yang memang sudah tidak perawan itu pasti akan kujelajahi setiap inci pada relung kenikmatannya.



“Aackhhh…” erangnya pendek saat aku membaringkannya ke ranjangnya sendiri sambil dengan sengaja menyorongkan senjataku ke selangkangannya. Matanya, seperti sebelumnya, menatap, kali ini diantara senyum anehnya, Lastri meggigit kecil bibir bawahnya. Erotisme Lolita… ancurrr...



“Aaaahh… papah nakal…” desahnya lagi sambil tersenyum lebar.



Aku meringis sambil mengangkat-angkat alisku dengan mimik om-om genit. Hehehe…



"Peluk Lastri lagi, Pah..."



Hmmm...



Aku memutuskan untuk tidak memeluknya kali ini. Lagipula, aku masih ada janji untuk menghukumnya, dan itu akan kulakukan.Hehehe… becanda. Kupegang kedua betisnya, lalu kukangkangkan kakinya. Dengan gerakan lemas kakinya mengikuti arah tanganku. Aku meliriknya sekilas sambil tersenyum simpul. Matanya seolah bertanya apa yang hendak aku perbuat. Tanpa basa-basi kusorongkan mulutku ke arah Vaginanya dan mulai menjilat, menyedot bahkan menggigit-gigit kecil bukit mini itu dari balik celana hotpantsnya.



“Papah! Aagggghhttthtt…” Lastri bereaksi spontan saat mulutku mendarat di permukaan Vaginanya dari luar celana. Spontan pula semburan cairan panas melanda mulutku. Luapan cairan orgasme ataukah squirt? Aku tidak peduli, semakin membanjir itu Vagina, semakin keras aku menyedot. Lastri tersengal, mengejang dan menggelepar-gelepar menghadapi gempuranku. Entah berapa kali anak 17 tahun itu sudah orgasme dari awal ciuman kami.



Tanganku menggenggam kolor hotpantsnya, pelan-pelan kutarik celana itu ke bawah. Lastri membantu dengan sedikit mengangkat dan mengejang-ngejangkan pinggulnya. Tak lama kemudian barang itu terpapar di depanku.



Tak kusangka, vaginanya begitu merah-muda, dengan rambut yang masih sangat jarang-jarang. Sisi luar bibir vaginanya terbelah dengan sempurna dan menonjol dengan cantik. Elegan namun imut. Klitorisnya berwarna sedikit lebih cerah dari daerah labia minora atau bibir vagina-nya. Dengan gemetar kusibakkan bibir vagina itu dengan jempol kananku. Lorong itu terlihat berkerut-kerut eksotis, setiap lekukan mengkilat dilapisi cairan yang seakan tidak pernah kering. Perlahan kuelus clitorisnya dan terpampang pemandangan yang membuat darahku berdesir sampai ke kepala. Vaginanya mengedut dengan sentakan-sentakan spontan. Vaginanya… Empot Ayam!



Kepala Lastri masih tergolek lemas ke samping seakan masih menikmati orgasme yang baru saja diberikan oleh permainan mulut dan lidahku dari luar celananya. Tanpa dia sadari, aku sudah melepaskan celanaku dan mengarahkan penis tegangku ke lobang vaginanya. Sebenernya aku masih pengin mengenyot barang itu, tetapi kedutan tadi membuatku tidak kuat menahan lebih lama lagi untuk menusuk dan menjelajah relung yang sudah menganga pasrah di hadapanku ini. Aku mulai menggesek-gesekkan kepala penisku ke permukaan bibir Vaginanya. Lastri masih tergolek sambil terpejam, walau Vaginanya bereaksi dengan mengirim kedutan-kedutan erotis yang membuatku semain gila. Lalu…



BBBBLLLLESSS…!!! Pelan tapi pasti, lobang itu akhirnya aku tembus…



“Aaaaagggghhhhhh! Paaaaapaaaaah!” erangnya panjang sambil berusaha menarik kepalanya ke atas untuk melihat Vaginanya yang mulai tertembus rudalku… sekilas kulihat matanya nanar melotot, menandangku panik saat merasakan Penisku menyeruak lorong Vaginanya. Masuk... masuk… mili demi mili, lebih dalam… dan semakin dalam…



Terlambat Lastri!! semua sudah terlambat kini… papa brengsekmu ini tidak dapat menahan gejolak libidonya lagi…



Tiba-tiba…





JDUK! Eh?



“Mentok?!” tanyaku di dalam batin. Lalu…



SLUPT… SLUPT… PTETTT… PTETTT… SLEPT… SLEPT…!!! Vaginanya bereaksi terhadap benda asing… empot ayam itu secara reflek memeras penisku yang baru ¾ masuk ke lorong Vaginanya.



Vagina yang cetek, empot ayam serta becek banget… Kombinasi aneh tapi luaaar biasa nikmatt…



Dan aku pun mulai memompa!



Kugenjot dia dengan ritme pelan, aku mulai dengan RPM rendah, pinggulku dengan telaten kugerakkan maju mundur, berputar dan kuselingi gerakan gerakan zig-zag secara ritmik. Lastri sudah tidak sanggup lagi menatapku, matanya kini membalik ke atas bersamaan dengan lenguhan dan goyangan kepalanya mengikuti ritme goyanganku. Tangannya menarik-narik sprei dengan kuat, dia mendesah, melenguh dan meracau. Aku tingkatkan RPM goyanganku. Dia mendelik, lenguhannya semakin keras. Vaginanya tak henti-henti menyemburkan lendir putih licinnya. Rasa licin, panas disertai emputan ayam dan pentokan dinding rahimnya di ujung penisku membuatku serasa melayang. Terbang!



Kuraih pinggulnya dengan kedua tangan untuk memaksimalkan efek goyangan pinggulku. Masih dalam posisi MOT, aku menghujamnya dengan telaten dan variatif. Suatu waktu aku bergerak secara konvensional, maju-mundur, di kombinasi dengan gerakan memutar dan memilin, di lain waktu kugerakkan pinggulku dengan arah ke atas ke bawah seperti mencungkil-cungkil. Sesekali waktu, aku memberinya kesempatan bernafas dengan menghentikan sebentar gocekan pinggulku, tempo itu aku gunakan untuk kembali mencecap putingnya yang semakin menantang itu.



Kepala Lastri yang tergolek ke samping aku tegakkan, sehingga sekarang dia terlentang dengan sempurna, penisku masih dengan nyaman bersarang di relung vaginanya. Dengan gaya kodok, aku masih menelungkupi tubuh mungilnya, tapi tidak langsung menindihnya. Kuelus kembali rambut ikalnya, kusingkirkan beberapa helai yang jatuh dan lengket di wajahnya karena keringat. Matanya sayu membuka, sambil berusaha mengatur nafas dia tersenyum. Lastri mengangkat sedikit kepalanya sambil membuka bibirnya. Isyarat minta cium.



Dan kami kembali ber French kiss. Dalam dan intim…



Persetubuhan ini memang aku bikin se-relax mungkin, di dalam pikiran jahatku, aku ingin menanamkan kesan yang dalam di benak Lastri, agar prosesi seperti ini bisa berlangsung secara kontinyu. Damn! Sebut aku banjingan, tetapi kalau kalian tidak memungkirinya, hal itu juga yang ada di benak kalian kan?



Cplup…!! Bibir kami terlepas dari FK yang dalam.



Dan aku mulai mengayuh lagi, aku mulai dengan RPM rendah lagi, hanya kali ini aku variasikan dengan hentakan-hentakan kuat sesekali tempo. Vagina Lastri mulai bereaksi kembali, walau pinggulnya masih pasif, mungkin karena lemas, tetapi relung vaginanya benar-benar aktif, mengempot dan memilin penisku yang menjelajahinya.



“Aaaaaa… AAGHH!!! AGGHH!!! AGGHH!!! AGGHH!!!” Lastri mendesah seiring tempo hentakanku. Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama, toh tidak ada yang mengharuskan kita terburu-buru. Tapi kelihatannya sudah waktunya menyelesaikan ronde satu, lagipula, aku sudah tidak menghitung lagi berapa kali tadi vagina kecil itu sudah menyemburkan cairan orgasmenya. Kupercepat RPM. Menengah! Dan Tinggi!!



Aku menyentak-nyentak kuat. CPLOK! CPLOK! CPLOK! CPLOK! Suara testisku terdengar kencang waktu menampar-nampar pantat kecilnya seiring genjotanku.



“AAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH…” desahan Lastri berubah menjadi lengkingan panjang.



Dan kayuhanku semakin kupercepat… CPAK!! CPAK!! CPAK!! CPAK!!





“ARRGGHHH!!!” aku mengeram saat puncak itu berhasil kudaki. Kuhujamkan dalam-dalam penisku ke relung vagina Lastri. Spermaku kumuntahkan semuanya di sana. Aku mengerang lagi saat merasakan guyuran cairan panas disekujur penisku. Dan aku melejang-lejang lagi. Nafasku memburu. Kemudian aku limbung, terjatuh tertelungkup di atas tubuh Lastri. Nafasnya tak kalah tersengal.



Perlahan aku geser tubuhku ke samping, memberinya kesempatan untuk menghirup udara. Kupandang wajahnya, Lastri masih memejamkan matanya, berusaha mengatur nafas. Beberapa saat kemudian, dia menoleh ke arahku. Aku sengaja belum bekata-kata, kubelai wajahnya dan kembali kutatap matanya. Bibirnya mendekat dan kita berciuman kembali. Singkat namun dalam. Kami berpelukan.



“Pah, boleh Lastri bilang kalau Lastri say… eh, nggak jadi ding…” Lastri tidak menyelesaikan kalimatnya, dia hanya langsung menyusupkan kepalanya ke dalam pelukanku.



Aku tersenyum, ayolah, masa aku tidak bisa menebak sih lanjutan kalimatnya? Tapi aku sengaja tidak menanggapinya secara verbal, aku hanya menarik wajahnya dan mengecup keningnya. Lastri menunduk lagi dan mempererat pelukannya, dan kami berpelukan kembali dalam kebisuan. Dibenakku terpikirkan hal-hal yang entah akan dapat aku sampaikan dalam bentuk kata-kata atau tidak di dalam kehidupan ini. Hal seperti: Las, aku juga…



Ini gila! Masa aku falling sih? GILAAAA!!!



Aku falling in love?? Kalimat itu masih terus menjerit-jerit di batinku, dan yang paling menyiksaku adalah kenyataan bahwa aku memang menyayanginya entah dalam konteks apa, aku sendiri juga masih bingung. Dan yang barusan terjadi, apa itu dia anggap sebagai ekpresi sayang, atau perwujudan dari nafsu bejad majikannya? Kalau yang barusan adalah pemerkosaan, kenapa dia malah hampir mengungkapkan perasaannya kepadaku? Apa memang bener kata-kata Rika? Apa aku memang semenarik itu? Ah, jangan GR lah, bajingan sepertiku seharusnya sudah tidak pantas untuk terlihat menarik di hadapan wanita manapun… Dan aku semakin dalam tenggelam dalam lamunanku.



Nafas Lastri mulai teratur, dinginnya AC di kamarnya mengeringkan keringat kami dengan cepat. Dan sejuknya seakan membius tubuh lelah kami. Tak seberapa lama, aku sudah mendengar desisan halus nafas Lastri. Rupanya Lastri sudah tertidur. Ndablek juga cewek satu ini! Padahal… Ahh…



Dan aku mempererat pelukanku.



Hangat…





***



Epilog





Saat ini Lastri ada di sebuah kota di luar propinsi yang kami tinggali, menyelesaikan kuliah manajemennya. Dengan biaya kami tentunya. Dia cukup dapat mengikuti mata kuliahnya walau masuk dengan ijazah SMA persamaan, dan kami semua bangga dengannya. Aku hanya sekali itu melakukan hubungan intim dengannya, karena itulah bisa dibilang hubungan kami malah jauh semakin akrab tapi sejauh ini juga tidak ada diantara kami yang menyatakan perasaan. Kadang, kalau ada kesempatan kami hanya berpelukan, Lastri sering minta peluk, katanya pelukanku hangat dan nyaman. Kami saling menghormati sebagai dua individu dewasa.



Aku mencintai istriku, Lastri tahu itu, tetapi aku juga mencintai Lastri, dan aku kira Lastri juga tahu itu. Walau kata-kata cinta tak pernah terlontar secara verbal dari mulutku. Setiap kutanyakan apa dia sudah punya pacar, Lastri hanya bilang dia sudah memiliki seseorang yang sangat berarti. Tapi aku tidak berani otomatis mengasumsikan orang itu adalah aku. Aku selalu menganggap cintaku bertepuk sebelah tangan kepadanya. Dan itu aku kira bagus. Menjagaku untuk tidak bertindak nekad dan melamarnya. Wedew, parah kalo itu sampe terjadi!



Hubunganku dengan istriku pun sejauh ini baik-baik saja, membaik bahkan. Komunikasi kami juga semakin intens. Everything is fine between us.



Mbak Yun akhirnya menikah lagi, dan sekarang sedang hamil anak ke tiganya dari suaminya yang kedua. Semenjak dia kembali ke kampung, balik lagi ke kotaku, bekerja di sana sampai dia menikah lagi, terhitung hanya beberapa kali kami melakukan persetubuhan, tanpa komitmen dan hanya untuk penyaluran kebutuhan, kami berdua sudah dewasa dan kami menyadari benar pentingnya pemenuhan kebutuhan sexual itu. Lalu kami memutuskan untuk mengakhirinya, demi masa depan kami sendiri.



Rika?





Si ahli manipulasi itu sampai sekarang belum banyak berubah, baik wajahnya, lekuk tubuhnya, maupun kelakuannya. Bulan lalu aku menuruti keinginannya, membelikannya sebuah mobil Toyota Yaris, aku beliin second sih tapi dia sudah OK kok dengan itu. Kenapa aku sampai bela belain beliin dia mobil? Ya karena dia adikku, walau adik ipar tepatnya. Tapi aku menyayanginya seperti adik kandungku sendiri.



END
 
mantap.... walau gak terlalu banyak sambungan... ceritanya jadi simpel, mudah dimengerti, dan g kehilangan feelx.
 
Keren bro, bikin cerita per episode secara tuntas. Bacanya asik dan so pasti bikin titit bengkak.
 
Thanks bro buat cerita nya , sangat menggairahkan :adek::adek: , terus berkarya , buat cerita2 yg bikin crot....:bacol::bacol:
 
@ALL, terima kasih untuk semua masukan dan apreasiasi dr suhu sekalian.....
 
Bimabet
Setiap detail cerita sangat memancing imajinasi liar ane, hu. Mantul.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd