Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Copas + Remake) Serial Pendekar Rajawali Sakti Episode 1& 2

Serentak Rangga dan Lestini pun langsung menoleh dengan cepat, begitu telinga mereka mendengar suara teriakan yang keras dan lantang itu. Seketika dari arah kejauhan, terlihat Saka Lintang yang tengah berlari tergesa-gesa menuju ke arah mereka. Dada pemuda tampan itu pun langsung berdesir begitu melihatnya, berbagai macam perasaan berkecamuk kembali hinggap dalam hatinya seketika. Saka Lintang juga tidak jauh berbeda perasaannya, dari kejauhan sepasang matanya menatap lurus wajah pemuda tampan dan juga berilmu tinggi itu. Wajah yang telah membuat hatinya selalu memendam kerinduan yang amat dalam. Meski pun pemuda yang di cintainya itu, adalah orang yang telah membunuh Ayah angkatnya. Namun rasa cintanya yang terlampau besar, mampu mengalahkan perasaan benci dan dendam yang selalu hadir mencabik-cabik relung hatinya yang paling dalam. Rasa cinta yang tulus dan teramat amat besar itu,selalu menghalangi dan memupus perasaan dendamnya terhadap Rangga.

“Dinda Lintang…,” gumam Rangga pelan, sambil memandang tubuh semampai yang tengah berlari itu.

“Lintang awaasss…,” teriak Lestini tiba-tiba, dengan suara keras yang menggema.

Belum lagi hilang gema suara wanita itu terdengar, dari arah kiri Saka Lintang yang sedang berlari itu. Terlihat lima bayangan kuning yang melesat cepat melaju ke arah dirinya, dengan pedang terhunus siap untuk membunuh. Gerakannya yang begitu cepat dan tak terlihat, menandakan kalau ke lima penyerang misterius itu bukanlah orang sembarangan. Ujung pedang mereka yang runcing dan tajam, melesat cepat menuju tubuh gadis yang kini berjuluk Bidadari Sungai Ular itu.

Wesshhh…,

"Hup...,"

Saka Lintang yang mendengar teriakan bibinya tadi, sekaligus juga langsung menyadari serangan mendadak itu. Dengan cepatnya gadis itu pun langsung mengulingkan tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kali. Sehingga lima ujung pedang runcing itu pun, berhasil di hindarinya. Dan baru saja tubuhnya bangkit berdiri kembali, di hadapannya telah berdiri lima orang lelaki yang masing-masing menggenggam sebilah pedang di tangan kanannya.

“Pari Emas…,” ucap Saka Lintang pelan, begitu mengenali lima orang penyerangnya itu.

Rangga yang melihat pujaan hatinya tengah berhadapan dengan lima orang lelaki yang berjuluk pari emas, seketika dalam dirinya timbul pertentangan batin yang hebat. Di satu sisi hatinya merasa sangat ingin membantu gadis itu. Namun di sisi lain, dia juga tak ingin mengotori nama baik Mendiang Gurunya. Apa lagi tokoh yang hendak di tolongnya itu adalah salah satu tokoh yang berasal dari golongan hitam.

***
 
Sementara itu di Sungai Ular, pertempuran masih terlihat terus berlangsung dengan hebat. Kali ini yang tengah di hadapi oleh Aki Lungkur, hanya tinggal empat orang saja. Mayat-mayat pun terlihat menyebar di mana-mana. Di hiasi bau anyir darah yang langsung menyebar terbawa angin.

“Hehehe…,” kakek tua berjuluk Pengemis Sakti Tongkat Merah itu terlihat terkekeh-kekeh.

Hanya dengan sekali gebrak saja, empat orang lelaki yang memang sudah tidak punya nyali lagi itu langsung di buat tidak berkutik. Ujung tongkat di tangannya, dengan ganas langsung merobek-robek dada mereka. Darah segar pun langsung menyembur deras, di sertai jeritan kesakitan yang juga terdengar keras saling susul menyusul. Ke empat orang lelaki itu pun kini ambruk kehilangan nyawa. Sementara kakek tua itu hanya terlihat berdiri mematung, memandangi mayat-mayat di hadapannya itu, sambil terkekeh-kekeh.

“Kasihan sekali kalian, hanya membuang nyawa sia-sia.” gumam Aki Lungkur.

Pelan-pelan, sepasang kakinya mulai terayun melangkah meninggalkan tempat itu. Ironis sekali memang, tempat yang indah dan sangat menyejukkan itu. Seketika langsung berubah jadi mengerikan, bahkan bau anyir darah pun telah mengundang gerombolan srigala-srigala hutan. Yang saat itu terlihat muncul berlarian untuk menyantap mayat-mayat yang bergelimpangan itu. Tak luput juga beberapa burung bangkai pun telah berkeliling di angkasa, seolah minta bagian. Sementara Aki Lungkur pun, telah mengayunkan langkahnya menuju bukit Guntur. Langkah kaki yang kelihatannya pelan sekali itu, namun kenyataannya sebentar saja tubuh kakek tua itu telah jauh melangkah. Sepasang kakinya yang bergerak melangkah, bagaikan tidak menapak tanah. Karena kakek tua itu menggunakan ilmu ‘Sayiti Angin’, orang yang menguasai ilmu itu, dapat meminjam hembusan angin untuk mendorong tubuhnya. Layaknya sehelai kapas yang terbang di hembus angin.

“Mudah-mudahan saja Pendekar Rajawali Sakti tidak kesulitan di sana.” gumam kakek tua itu pelan.

“Hahaha…,”

Tiba-tiba terdengar suara tertawa yang amat keras, dengan cepatnya Aki Lungkur pun langsung menghentikan langkah. Karena suara itu jelas menggunakan tenaga dalam yang amat luar biasa.

“Tidak disangka-sangka, Pengemis Sakti Tongkat Merah mau saja mengotori tangannya hanya untuk membantai cacing-cacing tanah.” terdengar sebuah suara mengejek.

“Hhhh…,” keluh Aki Lungkur sesaat, lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Namun baru saja langkah kakinya berjarak tiga tindak, tiba-tiba di hadapan kakek tua itu muncul seorang laki-laki gendut berkepala botak yang mengenakan jubah berwarna kuning. Serta sebuah untaian tasbih yang tergenggam di tangan kanannya.

“Rupanya kau, Pendeta Murtad.” dengus kakek tua itu.

“Aku rasa kau tidak perlu ke bukit Guntur Lungkur, karena itu hanya akan menambah kotor tanganmu saja.” kata Pendeta Murtad yang nama aslinya adalah Pradya Dagma.

“Aku kira tanganmu itu tidak lebih bersih dari pada tanganku, Pradya Dagma.” tenang sekali Aki Lungkur menyahut.

“Tapi aku tidak pernah usil dengan urusan orang lain Lungkur, tidak sepertimu.”

“Dengan menghadang jalanku ini, kau sudah mencampuri urusan orang lain. Apa kau tidak sadar?.”

“Phuih…, Justru aku sengaja menghadangmu di sini, untuk mencegah agar kau tidak ikut campur dalam urusan keponakanku.”

“Keponakan? Hahaha…, Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan kau punya keponakan? Oh aku tahu sekarang, mengapa kau lari dari Lembah Tengkorak waktu itu? Kenapa tidak kau bantu keponakanmu itu? Apakah itu yang di sebut paman yang baik?” ucap kakek tua itu memberondong.

Pradya Dagma yang mendengar kata-kata itu, seketika wajahnya langsung merah padam. Kata-kata kakek tua di hadapannya itu begitu tenang terdendar di ucapkan, tetapi sakit sekali di dengarnya. Kata-kata itu baginya adalah penghinaan yang sangat luar biasa.

“Ahhh…, sudahlah lupakan kata-kataku tadi. Aku juga tidak ada urusan denganmu.” kata Aki Lungkur lagi dengan suara pelan.

Lalu kakek tua itu pun kembali melangkah melanjutkan perjalanan tanpa perduli pada lelaki itu. Sementara Pradya Dagma yang melihat sikap kakek tua itu, semakin merasa terhina saja. Dengan cepatnya dia pun kembali menghadang ke depan.

“Sudah kukatakan aku tidak ada urusan denganmu Pradya Dagma, minggirlah, aku mau pergi.” dengus kakek tua itu sedikit jengkel.

“Kalau kau mencampuri urusan Saka Lintang, maka kau juga harus berurusan denganku.”' sahut lelaki bernama Pradya Dagma itu cepat.

“Kau mau cari penyakit rupanya.”

“Kau yang cari penyakit Lungkur.”

Aki Lungkur pun langsung mendelik, kali ini dia terlihat langsung bersiap-siap. Ketika melihat lelaki berjuluk Pendeta Murtad itu telah membuka jurus-jurus andalannya.

“Hiyaattt…,”

“Heeaaa…,”

Bughk...,

Tanpa dapat di cegah lagi, ke dua tokoh sakti berlainan aliran itu pun langsung bertempur dengan sengit. Di antara mereka berdua sebenarnya tidak ada urusan apa-apa, aki Lungkur sendiri sebenarnya tidak pernah mau melayani lelaki itu meski pun dia selalu mencari perkara dengannya. Kakek tua itu melayaninya hanya dengan setengah-setengah saja, padahal saat itu Pendeta Murtad telah melancarkan serangan-serangan berbahaya. Kelihatan sekali jika dia ingin membunuh kakek tua itu.

“Hentikan Pradya Dagma.” bentak Aki Lungkur gusar.

“Sudah saatnya kau mampus Lungkur, aku tidak perduli kau mau melawan atau pun tidak.” sahut lelaki bernama Pradya Dagma itu dengan suara keras.

Geraham kakek tua itu pun langsung bergemeretak menahan hawa amarah, lelaki berjuluk Pendeta Murtad itu rupanya benar-benar ingin membunuh dirinya. Terlihat dari gerakannya, yang masih mengeluarkan jurus-jurus andalan yang hebat dan berbahaya. Maka dengan terpaksa Aki Lungkur pun harus menghadapinya dengan hati- hati, dia tahu kalau serangan-serangan Pradya Dagma itu sangat berbahaya, terutama sekali tasbihnya yang menjadi senjata andalannya. Antara Aki Lungkur dengan Pradya Dagma sendiri, sebenarnya mereka berdua masih saudara seperguruan. Ke duanya tak lain adalah murid dari seorang Guru yang bernama Resi Brahespati. Namun akibat suatu perselisihan, rupanya Pradya Dagma masih menyimpan api dendam terhadap kakak seperguruannya itu. Dia tidak mau mengakui keunggulan Aki Lungkur, padahal setiap kali mereka bentrok kakak seperguruannya itu selalu bersikap mengalah. Karena dia masih memandang hormat pada Gurunya, yaitu Resi Brahespati. Sebab Pradya Dagma sendiri tak lain, adalah anak tunggal dari gurunya itu. Itulah sebabnya mengapa Aki Lungkur selalu menolak, setiap tantangan Pradya Dagma. Dia pun tak ingin mencampuri urusan adik seperguruannya itu, meskipun tindakan dan perbuatannya selalu merugikan orang lain.

“Maaf Pradya Dagma, aku masih ada urusan yang lebih penting lagi.” ujar kakek tua itu masih berusaha mengalah, namun dengan cepatnya pula dia pun segera melenting ke udara.

“Berhenti keparat.” Teriak Pradya Dagma keras.

Lalu dia pun segera melesat mengejar kakek tua itu, hanya beberapa kali lompatan saja tubuhnya telah berhasil mengejar. Lalu di sertai satu pukulan keras yang mengandung tenaga dalam tingkat tinggi, dia pun menderu cepat menyerang kakak seperguruannya itu. Aki Lungkur yang terkejut karena mendapat serangan yang tiba-tiba itu, dengan cepatnya pula segera membuang dirinya ke tanah. Sehingga pukulan Pradya Dagma pun hanya menghantam sebatang pohon besar, dan seketika pohon itu pun langsung tumbang di sertai suara gemuruh yang amat dahsyat. Dan belum juga kakek tua itu bersiap-siap, tiba-tiba datang kembali serangan berikutnya. Aki Lungkur pun harus kembali bergulingan di tanah, lalu secepatnya langsung melenting dan kembali berdiri di tanah dengan kokoh.

Wusshhh…,

Bughk…,

Glaarrr…,

Grosraakkk…,

“Kelakuanmu sudah melampaui batas Pradya Dagma.” geram Aki Lungkur, dengan sepasang bola mata menatap tajam.

“Kalau kau memang laki-laki, jangan hanya bisa menghindar saja. Lawan aku.”ejek Pradya Dagma.

“Kau memang sudah tidak bisa di beri hati lagi, seluruh pikiran dan hatimu sudah tertutup oleh iblis.”

“Terserah apa katamu, yang jelas kau pun akan senang tinggal di neraka bersama iblis.”

“Demi Resi Brahespati, aku tidak bermaksud menurunkan tangan kejam padamu.” Ucap Aki Lungkur.

Rupanya kakek tua itu sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya, dengan cepat dia pun segera membuka jurus ‘Tongkat Sakti’. Pradya Dagma yang melihat kakak seperguruannya itu mulai terpancing Kemarahannya, hanya tersenyum saja. Lalu dengan cepatnya pula dia pun segera mengerahkan jurus ‘Tasbih Sakti’. Kini ke dua tokoh itu mulai mempergunakan jurus yang did apatnya dari sumber yang sama. Mereka berdua juga sama-sama telah mengenal jurus masing-masing, dan setelah ke dua mata mereka saling pandang sesaat, terdengar suara teriakan yang keras. Di barengi dengan ke dua tokoh sakti itu, yang terlihat sama-sama melesat mulai saling menyerang satu sama lain.

“Hiyaattt…,”

“Heeaaa…,”

Glaarrr…,

***
 
Kembali ke Bukit Guntur, Rangga yang saat itu hatinya masih di liputi perasaan bimbang. Terlihat masih menatap cemas pada Saka Lintang, yang saat itu sudah sibuk bertarung dengan Lima Pari Emas bersaudara. Namun ketika melihat serangan lima lelaki itu semakin hebat dan dahsyat, pemuda tampan itu pun tidak bisa lagi menahan diri. Perasaan bersalah yang amat dalam terhadap gadis itu, mambuatnya nekad mengambil segala resiko apa pun. Dengan cepatnya dia pun melesat cepat ke arah Saka Lintang, bermaksud hendak ikut membantunya. Namun baru saja tubuhnya melesat, seberkas sinar merah terlihat meluncur deras menyambar dirinya.

Wusshhh…,

Slappp…,

“Hup…,”

Dengan sigapnya Rangga pun langsung kembali melenting tinggi, sambil meminjam landasan sehelai daun yang melayang di udara. Tubuhnya dengan gerakan yang begitu lincah, berhasil menghindari sinar merah yang datang secara tiba-tiba itu. Namun sebelum dia sempat menjejakkan ke dua kakinya ke tanah, kembali selarik sinar merah terlihat datang lagi menyerang tubuhnya. Rangga pun dengan cepatnya pula langsung membuka jurus ‘Sayap Rajawali Membelah Mega’. Dan ketika tubuhnya sedang meliuk indah, menghindari terpaan sinar merah yang berbahaya itu. Matanya yang tajam bagaikan mata elang, langsung cepat mengetahui dari mana datangnya sinar merah itu. Dengan cepat Rangga pun langsung mencabut pedang pusakanya di punggung, lalu mengibaskan tangannya dengan cepat pula. Hingga seketika, dia pun telah menggenggam Pedang pusakanya. Kini pedang itu terlihat dia arahkan pada sebuah pohon besar yang berada tidak jauh dari sampingnya.

Slaappp…,

Syiuuttt...,

Dari ujung pedang pusaka yang gagangnya berbentuk kepala burung Rajawali itu, seketika tampak meluncur sinar biru yang bergulung-gulung. Sinar biru itu pun melesat deras, dan menghantam pohon besar itu.

Blaarrr…,

Pohon besar itu pun langsung hancur berkeping-keping, setelah tersambar sinar biru yang meluncur dari ujung pedang pusaka di tangan Rangga. Pemuda tampan itu kembali memasukkan pedang pusakanya ke dalam sarung di punggungnya, tepat setelah sepasang kakinya kembali menginjak tanah. Dan bersamaan dengan itu, terlihat muncul pula seorang kakek tua yang mengenakan jubah merah. Kakek tua itu mencelat keluar dengan gerakan cepat, bersamaan dengan hancurnya pohon besar tempat bersembunyinya itu.

“Kakang Nambi.” ucap Lestini pelan, dengan raut wajah gembira.

Seorang tokoh tua sakti mandraguna bernama Nambi, muncul di tengah-tengah arena pertarungan. Dalam rimba persilatan, dia di kenal dengan julukan Setan Jubah Merah. Tokoh itu juga berasal dari aliran hitam dan dia juga dulunya merupakan suami dari Lestini atau Bayangan Hitam. Sampai sekarang pun sebenarnya mereka masih suami istri, hanya saja kemunculan mereka yang tidak selalu bersamaan. Sehingga banyak para tokoh yang menduga, kalau mereka berdua tengah bentrok. Watak ke dua tokoh tua itu memang terbiasa malang melintang di rimba persilatan, sehingga mereka berdua tidak menghiraukan status hubungan suami istri. Karena kini mereka juga sibuk mendirikan perguruan sendiri-sendiri.

“Menyingkir dari hadapanku orang tua.” kata Rangga dengan nada kesal.

Pemuda tampan itu merasa sedikit geram, karena niatnya yang hendak menolong Saka Lintang di halangi oleh lelaki tua bernama Nambi itu. Sementara Saka Lintang yang masih sibuk bertarung, terlihat mulai sendu wajahnya. Sebenarnya niat gadis itu tak lain, hanya ingin merubah Intan Kemuning menjadi seorang pendekar wanita. Tetapi tak di duga sama sekali akibatnya menjadi demikian buruk. Seluruh anak buahnya mati seketika, dia juga sadar semua ini adalah kesalahannya. Diam-diam sepasang matanya melirik Intan Kemuning, yang masih terlihat berdiri di depan pintu. Mungkin kalau Pengemis Sakti Tongkat Merah tidak ikut campur, dirinya pasti mampu mengalahkan Patih Giling Wesi dan para prajuritnya. Tapi sekarang? Apalagi pemuda pujaan hatinya juga ikut membantu, di tambah lagi dengan Lima Pari Emas Bersaudara. Gadis itu memandang wajah Rangga sesaat, dan seketika itu pula hatinya kembali bergetar. Benih-benih cinta pun kembali muncul dalam hatinya. Namun bibit dendam dan kebencian juga ikut bertumbuhan. Untuk ke dua kalinya dia harus berhadapan dengan pemuda tampan, yang telah merobek-robek hatinya itu. (Untuk lebih jelas, silahkan baca Pendekar Rajawali Sakti dalam episode 1: Iblis Lembah Tengkorak.) Sedangkan Nambi terlihat memandang pada istrinya, sepasang bola matanya tampak agak menyipit saat melihat ke arah pundak wanita tua itu. Pundak itu terlihat melesak ke dalam. Patah. Mendadak hati lelaki tua itu langsung merasa panas seketika.

“Lawan aku Anak muda.” bentak Nambi yang berjuluk Setan Jubah Merah.

“Hati-hati Kakang, ilmunya sangat tangguh.” ucap Lestini memperingatkan.

“Maaf, aku tidak ada urusan denganmu.” kata Rangga cepat.

Setelah berkata demikian, dia pun kembali melompat menuju ke arah Saka Lintang. Namun bersamaan dengan itu, lelaki tua bernama Nambi itu juga dengan cepatnya melompat cepat sambil mengirimkan sebuah tendangan menggledek ke tubuh Rangga.

“Hup…,”

“Hap…,”

Bughk…,

Deesss…,

“Ugh…,”

Posisi Rangga yang saat itu masih di udara, di tambah konsentrasinya juga terpecah dua. Tak dapat lagi menghindar, tubuhnya dengan telak terhantam tendangan yang mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi itu hingga terpental cukup deras. Tubuh Rangga yang terpental itu, bergulingan beberapa saat lamanya. Namun dengan sigapnya dia pun mampu bangkit berdiri kembali. Sementara Saka Lintang yang melihat pujaan hatinya terkena tendangan Paman Angkatnya, dia pun sama-sama tak bisa lagi fokus ke pertarungan. Konsentrasinya langsung buyar seketika.

“Kakaaang…, Ranggaaa…, Paman Jangaaan…,” teriak Saka Lintang cemas.

Sementara Rangga terlihat masih memandang tajam wajah lelaki tua itu, namun diam-diam sesekali ekor mata sempat melirik ke arah pertarungan Saka Lintang dan Lima Pari Emas Yang tampak masih berlangsung dengan sengit itu.

***
 
Sementara di Sungai Ular, kali ini Aki Lungkur terlihat tidak main-main lagi. Kemauan saudara seperguruannya itu dia layani dengan sungguh-sungguh. Bahkan serangan-serangan balasannya juga tidak tanggung-tanggung, mengarah ke bagian-bagian tubuh lawan yang mematikan. Hingga tak terasa lima jurus telah mereka lewati, namun masing-masing belum ada yang terdesak sama sekali. Mereka berdua sudah paham betul dengan kelemahan dan kelebihan, jurus-jurus masing-masing. Sebab jurus-jurus yang mereka pergunakan itu memang beraliran sama, hanya penerapannya saja yang lain. Jika Pradya Dagma menggunakannya untuk jalan kejahatan, sedangkan Aki Lungkur menggunakannya untuk membela yang lemah dan menumpas kejahatan. Jurus demi jurus berlalu dengan cepat. Aki Lungkur yang selalu memperdalam dan menyempumakan ilmunya, memang kelihatan lebih unggul ketika memasuki jurus yang ke seratus. Sedikit demi sedikit Pradya Dagma pun terlihat mulai kewalahan dan terdesak. Bahkan beberapa kali ujung tongkat kakek tua itu hampir menyentuh tubuhnya, namun Aki Lungkur selalu saja sengaja membelokkan arahnya. Hatinya tetap tidak mengijinkan, untuk melukai saudara seperguruannya itu. Tapi Pradya Dagma sudah tidak perduli lagi, lelaki bertubuh cebol itu malah menggunakan kesempatan itu untuk mendesak lawannya. Sehingga timbul sifat mengalah dalam hati Aki Lungkur, dengan sengaja dia biarkan dirinya terdesak. Bahkan terlihat kalau lelaki tua itu kelihatan tidak ada semangat lagi untuk melanjutkan pertarungan. Hingga pada suatu saat…,

Bughk…,

Deesss…,

“Akh…,” kakek tua itu memekik tertahan.

Sebuah tendangan keras dari Pradya Dagma berhasil menghantam dadanya dengan telak, tubuh pengemis tua itu pun terdorong dua tombak. Sepasang matanya mulai berkunang-kunang, dan dadanya juga terasa sesak. Tendangan pendeta cebol itu begitu keras, serta mengandung tenaga dalam yang hebat. Kalau bukan Aki Lungkur, mungkin dada itu telah jebol terkena tendangan hebat itu.

“Kau benar-benar menghinaku Lungkur, aku tahu kau sengaja mengalah.” sentak Pradya Dagma geram.

“Aku mengaku kalah Pradya Dagma.” kata Aki Lungkur dengan nafas tersendat-sendat.

“Sudah aku katakan, aku tidak peduli dengan sikapmu, ayo lawan aku.” bentak Pradya Dagma lagi.

Wesshhh…,

Tiba-tiba di depan Aki Lungkur terlihat berdiri seorang resi, seketika pengemis tua itu pun langsung menjatuhkan diri dan berlutut. Setelah dia tahu, jika yang berdiri di depannya itu adalah sukma Resi Brahespati, Mendiang Gurunya sekaligus mendiang Ayahanda Pradya Dagma.

“Ampunkan muridmu yang hina ini Resi.” ucap Aki Lungkur dengan kepala tertunduk.

Sedangkan Pradya Dagma yang melihat sikap kakek tua itu, malah kebingungan. Dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Aki Lungkur seperti ketakutan, bahkan sampai menyebut-nyebut nama Resi. Pradya Dagma memang tidak melihat wujud sukma Resi Brahespati, ayahandanya itu. Yang kini tengah berdiri di hadapan mereka berdua.

“Bangunlah, tidak layak kau berbuat begitu Lungkur.” Lembut dan berwibawa suara Resi Brahespati terdengar.

“Aku berusaha mengalah Resi, tapi Pradya Dagma...,” Aki Lungkur tidak melanjutkan kata-katanya.

“Dia memang benar-benar sudah murtad, aku mengijinkan kalau kau memang ingin menjatuhkan tangan padanya. Beri dia pelajaran agar Mata dan hatinya terbuka lebar.”

“Resi…,” Aki Lungkur terkejut menerima petuah yang tiba-tiba itu.

Namun ketika dia ingin melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba wujud sukma Resi Brahespati telah lenyap dari pandangan. Kini yang berdiri di hadapannya hanyalah Pradya Dagma. Masih terngiang-ngiang kata-kata gurunya tadi. Rasanya memang masih terasa berat untuk menjatukan tangan kepada Pradya Dagma. Namun dengan segera Aki Lungkur pun mulai memantapkan hatinya, untuk memberi pelajaran kepada saudara seperguruannya yang murtad itu. Belum juga Aki Lungkur bersiap-siap, Pradya Dagma sudah kembali menyerang dirinya dengan jurus-jurusnya. Terpaksa Aki Lungkur harus jatuh bangun, menghindari serangan beruntun itu. Ketika posisinya menguntungkan, kakek tua itu mulai segera membalas tanpa memberi ampun lagi. Pradya Dagma yang setingkat di bawah Aki Lungkur pun, mulai kembali terdesak. Sementara kata-kata Resi Brahespati tadi, terus terngiang- ngiang di telinga Aki Lungkur. Hal inilah yang membuat pengemis tua itu, tidak memberi kesempatan kepada Pradya Dagma untuk membalas. Hingga pada suatu kesempatan yang baik, dengan cepat pukulan Aki Lungkur pun bersarang di dada pendeta murtad itu. Lalu di susul dengan tendangan keras yang juga ikut mendarat di dada lawannya.

Bughk…,

Deesss…,

“Ugh…,”

Tubuh Pendeta Murtad itu pun terdorong sejauh tiga tombak, dan dari sudut bibirnya mulai keluar darah segar.

“Demi Resi Brahespati, minta ampunlah kau pada ayahandamu.” kata Aki Lungkur lantang.

“Setan, jangan sebut-sebut nama Ayahandaku. Dia sudah tenang di alam sana.” dengus Pradya Dagma sambil menyeka darah yang terusmengalir di sudut bibirnya.

Setelah berkata demikian, pendeta murtad itu kembali menyerang membabi buta. Aki Lungkur pun tidak segan-segan lagi melayaninya. Tongkatnya kini terlihat berkelebat cepat, hingga...,

Creebbb…,

“Aaaakh…,”

Jeritan panjang dan melengking terdengar menyayat telinga, tepat di saat Aki Lungkur mencabut tongkatnya yang menembus dada pendeta murtad itu. Tubuh Pradya Dagma pun ambruk, dengan darah muncrat dari dadanya yang bolong. Aki Lungkur yang melihat hal itu, dengan cepatnya langsung menghampiri dan merangkul tubuh gemuk itu.

“Dagma…,” suara Aki Lungkur bergetar.

Sedangkan Pradya Dagma hanya terlihat tersenyum, namun deru napasnya tampak tersendat-sendat. Di barengi dengan darah yang semakin banyak keluar.

“Aku senang bisa mati di tangan tokoh sakti sepertimu Lungkur.” lemah dan tersendat-sendat suara Pradya Dagma terdengar.

“Dagma..., kau harus hidup. Kita akan bersama-sama lagi saudaraku.” hibur Aki Lungkur.

“Tidak, Lungkur. Aku puas. Kini keinginanku tercapai sudah. Terima kasih, kau mau memenuhi keinginanku.”

Kakek tua bernama Aki Lungkur itu masih tidak mengerti, mengapa Pradya Dagma menginginkan mati di tangannya.

“Aku sudah berjanji pada Komala, hanya kaulah yang boleh membunuhku.”

“Dagma, kau bicara apa?.” Aki Lungkur makin tidak mengerti.

Namun di saat itu juga ingatannya menerawang, mundur puluhan tahun yang silam. Waktu itu mereka masih sama-sama muda, dan tinggal di padepokan Resi Brahespati. Di desa dekat padepokan itu tinggallah seorang gadis bernama Komala. Dia cantik dan juga merupakan kembang desa itu. Ternyata Komala juga membuka hatinya pada seorang pemuda bernama Lungkur. Hubungan mereka berdua pun, telah di restui oleh Resi Brahespati. Dan ke duanya juga telah merencanakan, untuk memasuki jenjang perkawinan. Tetapi sebelum hari bahagia itu di langsungkan, seluruh desa dan padepokan di buat geger. Komala kedapatan mati dengan leher tertembus pisau. Dan sejak itu pulalah, Lungkur pun tidak ada niat lagi mendekati wanita. Hingga tua dia tidak pernah menikah.

“Aku merasa iri karena Komala menjatuhkan pilihan kepadamu. Malam itu, sehari sebelum pernikahanmu dengan Komala, aku menyelinap ke kamarnya. Aku telah memperkosa dan membunuhnya, Lungkur. Bahkan di depan mayatnya aku berjanji, hanya tanganmulah yang bisa membunuhku. Kini keinginanku menebus dosa pada Komala terlaksana sudah, Lungkur.” ucap Pradya Dagma menjelaskan.

Sementara Aki Lungkur hanya terlihat tertunduk saja, dia tak tahu harus bagaimana lagi. Peristiwa itu sudah lama terjadi, bahkan juga sudah hampir di lupakannya. Tapi kini, peristiwa itu seperti membayang kembali, seolah baru saja terjadi.

“Semula aku hanya ingin memperkosa saja Lungkur, aku ingin membuatmu kecewa dan sakit hati. Aku tidak sengaja membunuhnya, Sungguh. Dia mengambil pisau, dan aku berusaha mencegahnya. Tapi perbuatanku itu justru malah menghilangkan nyawanya. Seharusnya malam itu ku biarkan saja dia membunuhku.” Pradya Dagma meneruskan ceritanya, setitik air bening mulai menggulir di pipi Aki Lungkur.

“Maafkan aku, Lungkur. Hatiku akan tenang jika kau mau memaafkan aku.” kata Pradya Dagma lagi.

“Sudah sejak lama aku selalu memaafkanmu, saudaraku.” sahut Aki Lungkur pelan, kakek tua itu tidak tahu lagi harus berkata apa.

“Terima kasih saudaraku.”

Pradya Dagma pun menutup mata dengan tenang, setelah mengucapkan kata maaf dan terima kasih. Bibirnya menyunggingkan senyum hangat, karena keinginannya telah terkabul. Menerima kenyataan itu, Aki Lungkur pun benar-benar merasa sedih. Dia baru sadar kalau perbuatan Pradya Dagma tadi, hanyalah untuk memancing kemarahannya agar dapat membunuhnya. Kalau saja hal itu dia ketahui sejak dulu, mungkin dia pun akan segera membunuh adik seperguruannya itu, agar kesengsaraan hidupnya tidak berlarut-larut. Tidak ada yang tahu kalau seluruh perbuatan Pradya Dagma hanyalah pancingan, agar Aki Lungkur dapat membunuhnya. Ternyata di balik hatinya yang keji, masih tersimpan sedikit jiwa ksatria. Teguh pada janji dan pendiriannya Hanya sayangnya, sikap Pradya Dagma berada di jalan yang salah.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd