—Season 2—
Chapter 6:
Lusty Trance (2)
Ada perbedaan yang unik, tentang sensasi saat badanmu dijamah oleh cewek dan cowok. Ketika aku ngeseks dengan cowok, aku bisa ngerasain maskulinitas mereka. Pergerakan mereka kasar, sigap, bertenaga namun kaku. Bahkan dengan Fah yang jadi-jadian inipun, aku masih bisa ngerasain 'sentuhan' khas cowok darinya. Meski sensasinya ga seintens saat aku dengan cowok tulen.
Tapi ketika aku ngelakuin hubungan seksual dengan sesama cewek, sentuhan-sentuhan yang mereka lakuin tuh kasih sensasi yang berbeda. Cara mereka menyentuhku dengan lembut, gesturnya yang gemulai, serta naluri alamiah mereka untuk melibatkan emosi dan perasaan saat seks membuatku sangat menikmati perlakuan mereka. Aku pasti udah ga normal, karena juga menikmati aktifitas seks sesama jenis. Tapi bukannya yang dicari dari seks adalah rasa nikmatnya, ya? Mau lawan jenis atau sesama jenis, toh aku menikmati hubungan seksualku dengan keduanya.
Makanya, aku menikmati banget saat sedang dicumbu Maria. Kecupan demi kecupan yang dia kasih ke leherku bikin aku menggelinjang geli. Di sisi manapun dia membenamkan wajahnya, aku pasrah aja. Kusibak juga rambutku, biar leherku terekspos seluruhnya untuk dia cumbui.
Sekarang, aku sedang duduk bersila, dengan punggungku ditopang Maria. Dari belakang, dia terus mencumbui leher dan tengkukku. Karena bagian itu sensitif banget, desahanku spontan keluar tiap dia merangsangku. Ini baru dicumbu lehernya, loh! Gini aja aku udah menggelinjang terus kayak cacing kegerahan.
Apalagi saat dia juga iseng mencubit-cubit kedua putingku pakai jari-jarinya. God, I'm so helpless I don't know what to do with myself.
"Nadia, what's with all the movement?" bisiknya, ditengah-tengah kombinasi kecupan dan sapuan lidahnya pada tengkukku.
"How... aahh, ahhh... can I stay still... mmmhhh... when you do this to meeeee?!"
"Do this?" Fuuuuck! Sekarang dia juga gigit-gigit kecil bagian pundak dan leherku. Lalu, sambil kecupin tengkukku lagi, dia bilang, "Say it, Nadia," terus dia kecup lagi, "You don't like it?" dan kecup lagi, "Want me to stop?"
"Nnnoooo... don't. Please. Don't stoooppp... ahhh, Kak... you're unbelievable... ahhh, aaahh... there's so much a lips of yours can dooo... mmmff... aaahhhh!"
Gilaaaaaa! Tiap kecupan bibirnya pada tengkukku bikin aku menggelinjang heboh! Geli banget, dan aku ga tahan sama rasa gelinya, tapi aku juga ga bisa ngelakuin apapun. Aku cuma bisa pasrah saat dia cumbui semaunya. Bahkan ketika wajahku dia tarik ke wajahnya, aku nurut aja. Bibirnya dengan gampangnya melumat bibirku yang membuka. Lalu lumatannya ganti kecupan, berganti lumatan lagi, kecupan lagi... terus begitu hingga liurku menetes saking menikmati berciuman dengannya.
"Nadia, have you ever masturbate?" bisiknya lagi. Kali ini, daun kupingku yang jadi sasaran lumatan bibirnya. "Nevermind. Of course you have."
Itu pertanyaan apa, sih? TENTU SAJA AKU PERNAH! "And.. ahhh, what are you gonna do... mmmhhh... with that?"
"Care to do it in front of me?"
Serentak, satu ingatan lama pun muncul di kepalaku. Ingatan tentang gimana dulu aku juga bermasturbasi di ruang UKS, di depan... Bu Siska. Lalu, dengan cepat otakku menampilkan ulang memori-memoriku saat bersamanya. Waktu yang aku habiskan bersama Bu Siska, obrolan kami, momen-momen mesra, dan... caranya berhenti peduli padaku, saat aku ada di titik terendahku.
Seharusnya memori buruk yang muncul paling akhir itu ampuh untuk membuatku turn off. Tapi situasi sekarang yang mirip dengan saat pertama kali dengan Bu Siska itu justru bikin aku lebih terangsang lagi. Maksudku... dengan sesama cewek, sentuhan-sentuhannya yang lembut dan mesra, caranya memintaku bermasturbasi di depannya... aku kangen sensasi ini! Aku beneran kangen ngeseks dengan cewek!
Maka, kuturuti permintaan Maria. Masih duduk bersandar padanya, aku buka lebar pahaku. Suasana yang panas dan intens bikin aku ga nyantai. Sebelah tanganku langsung mendarat di toket kiri, sementara tangan lainnya menyasar bibir memekku yang masih tertutup celana dalam. Aku pastiin Maria ngeliat apa yang sedang aku lakuin; meremasi toketku sambil menggesek permukaan memekku pakai jari.
Sesekali, kulirik Fah. Dia juga masih terus mengocok kontolnya, sambil ngeliatin aku menjamah diriku sendiri. Kontol panjang dan besar beruratnya... dia kocokin terus, sambil ngeliatin aku dilecehin temanku sendiri. Dia ga marah, kan? Dia nikmatin pemandangan aku bermasturbasi begini, kan? Aku bikin dia horny banget, ya?
Ngeliat Fah mengocok kontolnya cepat-cepat, bikin aku pengen ngelakuin hal yang sama. Aku pun naikin tempo gesekin memekku, sambil melirik nakal ke dia. Sesekali, aku sengaja berciuman dengan Maria, lalu balik menatap ke Fah lagi. Makin digoda, dia justru makin semangat mengocok kontolnya. Sekarang, dia juga angkat kausnya, sehingga dia bisa remas-remas toket mungil nan padatnya itu.
"Don't forget that we're recording now, Nadia. There is this thing you can't do; show either your pussy or tits. But I'm good if you want to either rub it from outside, or...," Maria menuntun tanganku, mengarahkannya dari menggesek memekku dari luar untuk masuk ke balik celana dalam, "fingering yourself from behind your panty."
Aku mendongak heboh saat jari-jariku menyentuh bibir memekku sendiri. Basah banget permukaannya! Kalau begini... aku masukin satu jari aja pasti... ahhh... gampang banget! Jari tengahku masuk, ahhh... masuk semua. Nambah, ga? Iyalah! Kali ini masukin jari manis... ahhh, kedua jariku bergesekan di dalam memekku sendiri. Terus, kalau digerakin keluar-masuk rasanya juga... ahhh, ahhh....
Dagu Maria bersandar di bahuku. Saat aku melirik lewat ekor mata, dia sedang perhatiin jari-jariku yang terus kocokin memekku sendiri. Sekarang dia juga mainin kedua toketku, sambil fokus ngeliatin aku bermasturbasi. Diliatin olehnya plus digrepein dia justru bikin aku makin semangat. Kocokan jariku semakin cepat, lebih cepat lagi...
"Ahhh, ahhh... I can't do it anymore, Kaaaak... ooohh, uuhh... mmmhh... it feels so good I think I wanna cuuummmhhh!"
Maria ga merespon. Dia masih fokus liatin aku kocokin memekku sendiri. Jari-jarinya juga sibuk memilin dan mencubit putingku, yang temponya dia samain dengan desahanku.
"Kak, Kaaaak... ahhh, ahhh, ahhh, ahhh, uuuhh... oohh, please... my boobies... do anything you want with it... please do more, ahh, ahhh..."
"You like it?" bisiknya, diakhir dengan lidahnya yang bermain-main di kuping kiriku.
"There's no... fucking way... I don't like itttt! Fuuuccck, I really want to cum, I'm closer, Kak, ahhh, ahhh... I want to cummm, I want tooo—"
"What if I don't want you to cum, yet?" respon Maria, "Just kidding. You can cum as much as you want, Nadia."
"Really? My pussy... this closeeeee... to ahhh, aahhh... oohhh, to... uuhhh... ahh, ahh, ahhh, ahhh, ahhh... to... mmhhhfff... cummm, I'm cumming, I'm cumminggggg... KAK MARIA, I'M CUMMING SO MUCH I FEEL LIKE I'M SQUIRTINGGGG!!!"
Kedua jariku masih terus mengocok memekku saat orgasmenya datang. Kocokanku bahkan ga berhenti saat lubang kencingku memuncratkan cairan squirtku. Bunyi becek yang nyaring pun jadi latar belakang suara saat aku terus mengocok memekku hingga puncak orgasme.
Rasa geli dan nikmat yang berasal dari memekku yang timbul akibat orgasme pun dengan cepat menjalar ke seluruh tubuh. Memberi efek geli, gemetar, sensitif terhadap sentuhan, dan rasa nikmat bertubi-tubi yang sulit dijelaskan kata. Aku menggelepar ga karuan. Kakiku menendang-nendang ke depan, ditekuk, lalu meregang kuat. Sebelah tanganku yang sudah ga meremasi toketku lagi, mencakar-cakar udara untuk mencari pegangan.
Ahh, dapat! Tanganku mendarat di kepala Maria. Segera kutarik kepalanya, mendekat kepadaku yang kini sudah berputar jadi berhadapan dengannya. Aku menciumi bibirnya, pipinya, wajahnya, keningnya, hidungnya. Semua yang tampak di depan mataku ga luput dari ciuman bibirku. Malah kupegangi kedua pipinya, lalu kulumat bibirnya yang membuka. Mengais liurnya yang segar, lidahnya yang menari sambut lidahku, juga rasa lipbalmnya yang manis.
Saat orgasmeku mulai mereda, aku pun jadi lebih tenang. Masih kuciumi wajahnya disela aktifitas mengatur nafasku. Mataku masih sayu, badanku masih nagih dengan rangsangan, dan memekku masih gatal minta dijamah. Tapi aku ga bisa bebas ngelakuin yang kumau selama masih di depan kamera!
Seakan membaca keresahanku, Maria membisikiku, "Cium aku di bibir sekali lagi, Nadia, lalu kita bisa stop merekam videonya."
Langsung kucium bibirnya. Sebuah ciuman kilat, yang disusul ciuman lainnya yang lebih lembut. Ehe, malah dua kali ciumnya. Setelahnya, Maria dan aku bangun dari matras. Kuperhatiin Maria saat dia langsung beralih ke kameranya. Aku masih bingung mau apa, tapi Maria langsung kasih kode supaya aku samperin Fah.
Iya, kan ada kontolnya Fah. Yang paling bisa menggaruk memekku hingga bagian terdalamnya. Maka, aku beralih ke pacarku ini. Oh, dia masih ngocokin kontolnya. Kali ini temponya ga sekencang tadi, sih. Saat kudekati, Fah ga berkutik. Pun saat aku kini berlutut di antara kedua pahanya.
"Lama, ya, nunggunya? Mau aku kasih mulutku dulu?" tanyaku, sambil mengecup ringan kepala kontolnya.
Fah ga menjawab. Dia cuma mengangguk pelan. Mata sayunya terus menatapku. Aku hafal betul, sekarang dia lagi horny banget, dan kalau sudah kayak gini birahinya akan susah turun sampai dia terpuaskan. Dia juga ga akan bisa berpikir jernih untuk sementara waktu.
Jadi, kubasahi kepala kontolnya lebih dulu. Liurku mengalir lewat ujung lidah yang menjulur. Setelah banyak liur yang turun, kubaluri kontolnya dengan lidah. Menyapu dari bagian paling ujung, bergerak melingkar hingga turun ke pangkal kontolnya. Aku suka banget saat jilatin kontol Fah, karena lidahku bisa ngerasain urat-urat kencang yang menonjol di permukaan batangnya.
Mulutku pun kembali ke kepala kontolnya. Kuciumi bibir kontol Fah, kadang kuhisap pelan. Lalu mulutku membuka, mencaplok bagian kontolnya yang kubisa. Uuhh... cuma dapet sampai setengahnya. Langsung kukulum sambil turun-naikin kepalaku. Aku kasih dia blowjob terbaik yang mulutku bisa.
Karena aku kalau kasih blowjob tuh suka belepotan, jadi liurku kemana-mana. Berlumuran di sekujur kontolnya. Kupakai tangan kiriku untuk kocok kontol Fah, sekalian baluri liurku sampai merata. Sementara tangan kananku bekerja di testisnya. Kumainkan bola-bola ini, kadang dilumuri liurku juga. Di sisi Fah, dia juga sedang memilin-milin putingnya sendiri, sambil nikmatin gabungan rangsangan yang aku kasih untuknya.
"Mmmhhh... aaahh, ahhh, Deaaa... aahhh, akuuu... oohh, fffuuuuck, Deaaaa why you're soooo fucking good at thissss?" Fah meronta keenakan. Pinggulnya sampai naik-turun, bikin kontolnya jadi menyodok-nyodok mulut kerongkonganku. "Ahh, ahhh... aku nanti keluar... kalo, kalooo... ooohhh, oohhh—eh?"
Aku berhenti tepat saat Fah lagi keenakan banget. Dia sampai kebingungan, tuh. Tapi dia langsung ngerti saat aku berdiri, lalu lucuti kemben dan celana dalamku, kemudian naik ke atas sofa. Fah pun lepas semua baju yang melekat pada dirinya. Dengan kondisi sama-sama telanjang bulat, kini aku berlutut di atas selangkangannya. Aku arahin memekku ke kontolnya, dan turunin pinggulku... pelan, lebih pelan lagi. Ahhh, kepala kontolnya mulai menguak bibir memekku. Uuhhh... terus masuk lagi, ahh... udah dibasahain gini tapi masih aja seret masuknya... mmmmhhh! Masuk semua... mmmhh! Masuknya enak bangeeeeet!
"Ittadakimasu, Sayaaang! Still the best cock I've ever taste!" pujiku ke Fah, saat kontolnya masuk dalam-dalam ke memekku.
Kontol Fah yang sudah licin langsung masuk ke memekku tanpa kesulitan. Apalagi memekku juga udah basah banget, makin mempermudah prosesnya. Langsung aku goyangin pinggulku maju dan mundur. Aku mengulek kontol Fah dalam goyangan yang lembut namun intens. Tiap aku goyangin kontolnya, aku dan Fah berakhir mendesah berbarengan.
"Yanghh, hhh... hahhh... tadi pas lagi ngerekam video... ahh, ahh... Maria nanya ke aku... uuhh, nngghhh..."
"Nanya... ahhh, ahhh... apaaaa?" balas Fah.
"Nanyaaa... soal dia minta izin... ahh, ahhh... ahhh... ke aku, mau pinjem kamu, Yangghhh..."
"Mmmhh... maksudnya?"
Aku pun berhenti goyang. Susah banget ngomong sambil goyangin kontol Fah, bikin aku mendesah mulu. But no shit, kontolnya diem di memekku kayak gini aja masih kerasa enak banget! "Maria mau ngerasain pengalaman dientotin kamu. Dia tertarik dan penasaran sama kamu, tau. Ga apa-apa, kan, Yang?"
Fah langsung kaget. Mukanya sampai melongo gitu. "Terus kamunya?"
"Ya aku liatin aja. Kalo aku ga tahan paling aku join. Giman—"
Fah spontan memotong, "Bukan. Maksud aku, perasaan kamu gimana? Terima aja gitu?"
"Malah akunya juga mau. Itu salah satu syarat yang Maria kasih ke aku, supaya dia mau grepein aku, Yang."
Mulut Fah membuka makin lebar. Kayaknya dia syok. "Kamu ngejual aku?"
"Can't help," aku spontan angkat bahu, lalu, wajahku mendekat ke kupingnya, "Kalo kamu ga terima, kamu bisa jual aku juga nanti. Tawarin aku ke siapapun yang kamu mau. Liat aku dijadiin bahan masturbasi, terus bisa juga aku digrepein mereka, dilecehin, dioper sana-sini, dipake rame-rame, dan mungkin dihamilin. Gimana? Fair enough, kan?"
Aku bisa rasain kontol Fah membesar di memekku, setelah aku godain dia. Hahaha, makin terangsang, ya? Nih, aku bikin kamu jadi ga bisa mikir apa-apa lagi.
Kugerakin pinggulku turun-naik, bikin kontol Fah keluar masuk di memekku yang sudah becek. Tiap aku angkat pinggulku, dinding memekku yang diganjal kontol gede Fah jadi serasa kembali merapat, hanya untuk kembali dikuak kontol saat kujatuhkan pinggulku lagi. Kupeluk juga Fah, dan aku jilatin lehernya yang jenjang, terus naik hingga kupingnya. Setelah basahin kuping, aku berbisik pelan, "Bayangin, Yanggh... memek Maria juga pasti keenakan... ahh, ahhh, ahhh... kalo dimasukin kontol... ahhh, uuhh, mmhhh... seenak punya kamuuu..."
"Ahhh, ahhh, ahhhh... Dea gilaaaaa! Bisa-bisanya aku dijadiin barter buat muasin kamu... auuhhh... fuuuck, kontol aku mentoook... ahhh, ahhh... bibir rahim kamu ciumin kontol aku terus, Deaaaa!"
"Tapi... ahhh, aaahhh... suka sama aku, kannn?"
Fah mengangguk. Lalu dia mencaplok ganas toketku. Mulutnya bergantian isepin puting kanan dan kiri.
"Sayang jugaaa?"
"Banget! Sayang banget! Aku... uuhh, oohh... hahhh, ahhh... sayang banget sama kamu!"
"Cinta juga, gaaa? Mau kan... ahhh, ahhh... hamilin akuuu? Nanti, nanti... oohhh... kamu ngentotin Mariaaa... eehhh... oohh, ooohhh... tapi keluarin pejunyaaa... di dalemmmm... ahhh, aahh, ahhh... memek akuuu, yaaaa?"
"Iyahh, iyaaahhh! Aku cinta kamuuu! Aku cinta kamu, Dea! Aku mau nurut sama semua mau kamuuu! Ahhh, ahhh... aku mau ngentotin temen kamuuu, sini memeknya... ahhh, ahhh... sini biar aku entotin dia... kayak... ahhh, ahhh... mmmhhh... kayak aku ngentotin kamuuu..."
Great. Fah kayaknya sekarang ada di fase mania. Aku hafal banget ciri-cirinya. Dia memang lebih stabil dariku kalau di kondisi normal, tapi bipolar Fah rawan kambuh kalau lagi horny. Cuma butuh godaan yang bikin dia terangsang banget, dan dia akan masuk ke fase manianya. Kalau udah begini, dia ga akan bisa kendaliin dirinya sendiri. Hasrat seksualnya akan naik drastis, dan lebih gampang untuk diarahin sesuai yang aku mau.
What's better than seeing your lover in his sexual extacy?
Dengan tiba-tiba, aku bangun dari duduk. Ini bikin kontol Fah juga keluar dari memekku. Lalu aku beranjak darinya, berputar ke belakang. Tapi aku kaget, karena Maria udah ada di hadapanku, berdiri kurang lebih satu meter dariku.
Wow, ternyata dia udah telanjang juga. Badannya bagus banget. Bentuknya curvy, dengan lengan, perut, paha, dan pantat yang sedikit berlemak. Tapi kulit kecoklatannya juga keliatan kencang, kok. Meski badannya lebih curvy dariku, tapi dia keliatan lebih fit dan menarik. Mungkin karena rajin nge-gym, kali, ya?
Saat aku beralih ke toketnya, sepasang buah dada itu keliatan besar, padat, dan kencang, dengan putingnya yang berwarna hitam dan aerola di sekitarnya yang kecoklatan. Besarnya kayaknya seukuran Bu Siska (ooohh I love big boobies!). Kalau bandingin sama punyaku, aku masih sedikit kalah besar. Tapi ini bukan soal kompetisi. Aku ga iri, kok. Justru aku malah bahagia, karena jadi punya lebih banyak toket untuk aku grepein.
Nah, sekarang mataku menyasar ke bawah. Ohhh, Maria punya sedikit bulu-bulu pubik di bagian atas memeknya, yang dia tata rapi jadi segitiga. Lucu bangeeet! Sedikit berbeda dengan aku dan Fah yang suka waxing bulu kelamin sampai mulus, Maria cuma sisain bulu pubiknya di bagian itu. Sadar aku sedang merhatiin memeknya, dia malah sengaja colek-colek memeknya, terus kasih liat ke aku telunjuknya yang dilumuri lendir bening.
"Aaah, bikin pengen aja!" Kutarik lengannya, lalu kumasukin telunjuknya ke mulutku. Aku hisap dan sedot lendir yang berada di telunjuknya. "Kak, pacarku bisa dipake untuk waktu terbatas, ya. Go, go, gooo!"
"Thanks a lot, Nadia. I owe you a scissoring for this," balasnya.
Aku beralih ke belakang dia. Lalu kudorong badannya ke arah Fah, sambil bilang, "Looking forward to it."
Maria kini berhadapan dengan pacarku. Fah masih duduk sambil kocokin kontolnya, sementara Maria bersiap jongkok di atas selangkangannya. Keliatan banget ada kecanggungan di antara mereka. Iyalah, kenal baru sebentar tapi udah mau ngentot gini, wajar kalo grogi. Baik Fah dan Maria sama-sama senyum kikuk, saat kelamin mereka pertama kali bersentuhan.
"I'm sorry if you are forced to do this, ya, pacarnya Nadia," kata Maria, sambil gesekin bibir memeknya di kepala kontol Fah.
"Uuuh... kita bukannya udah kenalan tadi?" balas Fah, "Just call me by my name. Now, if you don't mind, I'm itching to taste your pussy."
"Such straight-forward ladyboy," respon Maria, "Pleasure's all mine."
Maria pelan-pelan turunin pantatnya, dan kuliat kontol Fah mulai tertelan memek Maria. Sedikit demi sedikit, kontol yang selama kenal pemiliknya itu hanya eksklusif milikku, kini akhirnya ngerasain memek lain selain punyaku. Ada rasa sedih dan kehilangan yang mendadak hadir di hatiku, tapi aku juga ga menampik akan sensasi mendebarkan yang kurasa. Aku menikmati proses penetrasi kontol Fah yang kini masuk sepenuhnya ke dalam memek Maria.
"NADIAAAAA... PENIS PACARMU INI BESAR SEKALI!"
Lutut Maria langsung gemetar saat menerima kontol Fah. Aku spontan merespon dengan ketawa. Dari sudut pandangku yang berada di depan mereka, aku ngeliat batang kontol Fah mengisi lubang memek Maria, hingga ga menyisakan celah sedikitkpun. Kayaknya penuh banget, ya.
"Rasanya gimana, Kak?"
"Enak! Aahh, aahhh... enak sekali! Agak sakit tapi tak masalah, mungkin karena vaginaku harus adaptasi. Tapi aku yakin akan ketagihan penis pacarmu, Nadia!"
Maria mulai turun-naikin pantatnya. Tiap kali pantatnya naik, bibir memeknya ga langsung mengikuti gerakannya. Lubang memek dia seperti menghisap batang kontol Fah kuat-kuat. Waaah... memek Maria apa serapat itu, ya?
"Penis Fah ini yang paling besar, ahhh, oohh, oohh... dan enak dari yang pernah aku coba, Nadia. Aahhh, aaahh... vaginaku sesak... perih, tapi enaaak..."
Di sisi lain, kuliat Fah juga menikmati memek Maria. Ekspresinya keenakan banget gitu, kok. Dia sampai gigit bibir terus tiap kali Maria gerakin pantatnya. Aku jadi iri. Ga terima kalau pacarku bisa menikmati memek lain selain punyaku. Aku... kesal sama mereka.
Tunggu, apa ini yang namanya cemburu? Oh, jadi begini rasanya...
Tapi aku juga menikmati pemandangan ini. Aku ga ingin mereka cepat-cepat selesai, tapi aku juga mau ada di posisi Maria. Aaargh, aku jadi bingung! Apalagi memekku juga gatal minta dimasukin kontol. Haruskah aku masturbasi dulu sambil liat mereka ngeseks?
Pake nanya. Haruslah!
Maka, aku pun duduk mengangkang di lantai. Kubuka lebar-lebar pahaku. Tangan-tanganku langsung sigap menjamah bagian-bagian sensitif tubuhku. Tapi grepein toket udah ga cukup puasin aku lagi. Apalagi, memekku masih nagih minta dimasukin meski kini udah ada dua jari yang kocokin.
Aaaaargh! Mau secepat apapun aku kocokin memekku pakai jari, rasanya ga bisa senikmat saat pakai kontol! Karena sia-sia, kucabut aja jari-jariku. Sekarang memekku justru makin nagih gara-gara ga dapet rangsangan sama sekali.
Duuuuh, aku mau dimasukin kontol! Craving banget, astaga! Mereka belum selesai juga ngentotnya? Masih lama, ya? Baru kali ini aku merasa masturbasi jadi ga senikmat biasanya. Apa karena ga fokus? Apa karena aku sebenarnya ga serela itu liat Fah ngentot dengan cewek lain?
Sekarang, aku liat Maria malah diem dan Fah yang mompain kontolnya dari bawah. Katingku itu sampai teriak-teriak keenakan, karena tiap kali Fah tusukin kontolnya, itu kayaknya sampai dalem banget. Enak, kan, ditusuk-tusuk sama kontol pacarku? Makanya cepetan gantian, aku juga butuh. Aku mau. Aku ga tahan lagi!
"Oh, God! Nadia, Nadiaaaa... ahhh, ahh, ahhh, ahhh, oohh, oohh, dalam sekali, dalam sekaliii... ahhh, aaaahh, penis pacarmu menyodok dalam sekaliii!"
Maria mendesah makin heboh seiring tempo tusukan Fah yang makin cepat. Tapi aku kesal, kenapa sih dia harus laporan ke aku hampir tiap waktu? Iya, aku tau rasanya enak! Aku yang hafal banget gimana rasanya, tau. Apalagi kalau udah disodok kuat-kuat sampai mentok. Pasti kewalahan, kan?
Setelah menghujamkan kontolnya dalam-dalam sambil meluk Maria, aku liat Fah berhenti memompa memeknya. Dia coba atur nafas. Maria justru ambil kesempatan, dia tarik kepala Fah, bikin wajahnya jadi terbenam di belahan toket Maria. Mana toketnya gede banget, lagi. Pasti kamu nikmatin, kan, Fah?
Oh, sekarang Maria bangun dari atas badan Fah. Terus, dia duduk bersandar di sofa. Dibukanya lebar-lebar kedua paha, lalu sambil buka lubang memeknya pakai jari, Maria intruksiin Fah untuk ngentotin dia dari depan. Fah juga gampang banget nurutnya. Pacarku ini pun berdiri, sambil gesek-gesekin kepala kontolnya ke bibir memek Maria.
"Aku masukin lagi, ya..."
"Iyahhh, my pussy is all yours for now, pacarnya Nadia—maksud aku... Fah. Ram your big cock into my—HNNGGGGGG!!!"
Maria langsung mendongak ketika Fah menghujamkan kontolnya dalam-dalam ke memek seniorku. Apalagi, Fah juga langsung memompa memek Maria dengan kecepatan tinggi. Maria seperti ga dikasih ampun. Dia meronta-ronta keenakan lebih heboh dari sebelumnya.
Sekarang badan Fah juga jadi condong ke Maria. Badan mereka saling menempel, dengan toket yang saling bergesekan. Mereka juga saling berpelukan erat, dengan kontol yang terus memompa memek tanpa henti. Aaaaaaaaaaaa... aku beneran iri banget! Aku juga mau kayak gituuu! Kayaknya intim banget, sumpah!
Karena makin ga sabar, aku pun duduk di sofa. Di samping mereka. Ngeliatin mereka lagi ngentot dengan lebih jelas. Gila, vibe intimnya kerasa banget. Oh, BAHKAN SEKARANG MEREKA CIUMAN, DONG! Bibir mereka saling melumat, dan desahan-desahan binal masih tetap bisa keluar dari celah bibir mereka.
Aku ga bisa apa-apa selain menjamah diriku sendiri, lagi. Aku horny berat, tapi ga bisa maksa mereka udahan juga. Akhirnya sekarang gesekin memek lagi pakai jari, sambil ngeliatin mereka. Tapi kini aku fungsikan kedua tanganku; satu untuk fingering, dan satunya lagi menstimulasi klitoris. Desahanku pun bergabung dengan desah mereka, memenuhi ruangan.
"Ahhh, ahhh, ahhh, oohh, ahhh, uuhhh... Fah, Fah... penis kamu paling enak, paling enaaaak... ahhh, ahhh, aku ketagihan sama penis kamuuu... ohhh, ooohh, terusss... iyahh, teruusss... pakai aku sepuas kamuuu, ahhh, ahhh, ahhh..."
Kating kampusku ini binal banget ternyata kalau dientot. Mulutnya berisik karena mendesah terus. Aku harus lakuin sesuatu! Makanya, wajahku pun mendekat ke Maria, lalu kusumpal bibirnya dengan bibirku. Kuluman dan pagutan ganas ga habis-habisnya kami lakuin, dengan sesekali lidah kami bertemu untuk saling membelit.
Tentu tanganku ga tinggal diam. Dengan posisi menungging di atas sofa, tangan kiriku mainin klitorisku sendiri sementara tangan kananku menjamah memek Maria. Kucari klitorisnya, dan setelah ketemu, aku lakuin hal yang sama dengan yang aku lakuin ke diriku sendiri. Aku pilin-pilin daging kecil itu, dan menggeseknya sesekali. Atau kutekan-tekan dengan lembut.
Digarap secara keroyokan begini bikin Maria makin blingsatan. Kayaknya dia sudah mau orgasme. Maka, kupercepat gesekan jari-jariku pada klitorisnya. Enak, kan, rasanya dimainin clitnya sambil dientotin kontol gede? Makanya, ayo cepetan orgasme! Aku juga mau dientot Fah!
"Nadia, Nadia... ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, ahh, kamu... ahh, ahh... berhenti... nanti aku cepat, ahhh, ahhh—mmmfff!"
Karena mulutnya makin susah disumpal, aku ga punya pilihan. Aku berdiri di sofa, lalu arahin memekku ke wajah Maria. Kubenamkan wajahnya ke memekku yang basah banget ini. Aku ga peduli kalau dia kesusahan bernafas, karena sekarang aku sedang gesekin memekku ke seluruh wajahnya. Rasa enak dan puas pun memenuhi hatiku. Apalagi saat akhirnya mulutnya mau jilatin dan hisap memekku.
"Aaahhh, gitu kek dari tadi... iyahhh, jilat terusss... Kak, lidahnya masukin... iyahh, gituuu. Aaaahh... mulut kakak tingkat aku ini enak bangeeeeet!"
Maria ngejilatin memekku cuma sebentar, karena tiba-tiba badannya menghentak-hentak heboh. Bersamaan dengan itu, kedua tangannya mencengkeram pahaku, dan mulutnya jadi menghisap memekku kuat-kuat. Saking keenakannya, aku sampai ngiler... DAN AKU SQUIRT! Orgasmeku yang datang tiba-tiba ini bikin badanku menegang, seiring pipisku yang mengucur deras langsung ke muka Maria. Badan Maria sendiri masih menegang dan menggelepar saat aku pipisin dia. Oohh... mungkin dia juga sedang orgasme, ya...
Setelah tegangnya mereda, badanku jadi lemas. Aku langsung merusut hingga menindih badan Maria. Rasanya enak banget, skinship sama dia dalam keadaan sama-sama telanjang begini.
"Nadia, kamu berani sekali kencingin aku," kata Maria. Ekspresinya keliatan jutek.
Spontan, aku melet ke dia. "Ga sengaja tau, Kak," balasku, "Let me lick it clean, ya."
Tanpa menunggu persetujuan Maria, aku langsung jilatin seluruh mukanya. Dimulai dari dagunya, lalu berlanjut ke pipi. Tapi saat aku beralih ke hidung Maria, aku ngerasa ada yang nempelin sesuatu ke memekku. Sebelum aku sempat nengok ke belakang, lubang memekku sudah dimasuki. Ahhh... aku kenal sensasi ini! Kontol Fah masuk memekku lagi, yeay!
"Ahhh... it has to be your pussy, Dea, so I can cum anytime without have to worry about cumming inside," kata Fah, sambil mulai genjot memekku dengan perlahan.
"Of course. I'm yours, after all. You can use... mmmhhh... my pussy and impregnate me as much as... uuhh... you want."
Kontol Fah dengan lancarnya keluar-masuk di memekku. Tiap tusukannya, selalu sengaja dia bikin mentok. Ga butuh waktu lama bagiku untuk jadi gila karena tusukan-tusukan kontolnya yang selalu mencium bibir rahimku.
Aku pun terusin kegiatanku yang sempat tertunda. Kembali kujilati wajah Maria. Kali ini, jilatanku berlangsung ganas dan sporadis. Bukannya kering dari pipisku, wajah Maria malah makin basah karena air liurku juga. Tapi dia nikmatin, kok. Tuh, bibirnya bahkan menangkap lidahku setiap lewat area itu.
"Aahhh, aaahhh... Kak, tadi dimentokin terus, gaaa? Kontol Fah enak, kaaan? Di aku mentok teruuus... uuuhhh..."
Maria pun senyum lebar sebelum menjawab, "Mentok juga, Nadia. Penisnya luar biasa! Aku sampai kewalahan tiap kali dia menyodok aku."
"Iya, kaaan? Enak banget, kaaaannn? Mau lagi, ga? Ahhh, aaahhh... sumpah, Kak, kontolnya nyentuh bibir rahim aku teruuuusss..."
Maria langsung menghindar dari tatapanku. Tapi ga lama, karena dia kembali tatap aku, lalu mengangguk malu-malu. Dia ga jawab pakai kata-kata, tapi dari anggukan dan tatapan matanya sudah cukup menjawab pertanyaanku.
Tapi aku mau menikmati kontol Fah dulu. Aku biarin dia sodokin memek aku sepuasnya. Awalnya masih pelan, lalu lebih cepat, dan lebih cepat lagi. Aku sampai kewalahan karena sekarang dia ngentotin aku dengan cepat dan bertenaga.
"Aahhh, aaahh, Yangghh... katanya, aaaaahhhng!" dia mentokin kontolnya terus, "Katanya... Maria mauuu... dientot kamu, ahhh, ahhh," dan mentokin lagi, "Mau dientot lagiii... sama kamuuu!"
"Mmm... maksudnya, aahhh, aaahhh... gantian gitu, masukinnya?" balas Fah. Haaaaaa... sodokannya makin kuat!
"Iyaahhh, beneeeer! Cabut dari, ahhh, ahhh, ahhh... memek aku, terus masukin ke memek Mariaaa!"
Fah segera cabut kontolnya dari memekku, lalu aku ngerasain ada pergerakan dari bawahku. Sedetik kemudian, badan Maria bergetar. Wajahnya juga langsung nunjukin ekspresi keenakan. Saat aku nengok ke belakang, kuliat Fah lagi maju-mundurin pinggulnya.
"Enak, Kak?" tanyaku, ke Maria. Kukecup ringan bibirnya.
Maria mengangguk beberapa kali. Wajahnya kayak lagi menahan nikmat, sampai memerah gitu. Dia balas kecupanku yang tadi dengan lumatan pada bibirku.
Saat aku dan Maria berciuman, aku kaget saat kontol Fah kembali sodokin memekku. Uuhhh... aku digenjot lagi. Cukup lama, sampai aku nikmatin banget sodokannya dan merasa kehilangan ketika Fah cabut kontolnya, lalu masukin ke memek Maria lagi, dan diulang terus. Dia ngelakuin ini cukup lama, sampai kami berdua jadi gila dibuatnya.
"Dea, I'm cumming... aku mau... ahhh, ahhh, ahhh... aku udah ga tahannn... should I cum inside you? It's okay kan, yaaaa?"
Fah yang lagi ngentotin Maria, langsung cabut kontolnya terus masukin ke memekku. Dia langsung ngentotin aku dengan cepat. Keluar, masuk, keluar, masuk... tiap sodokannya bikin aku keenakan sampai ga mampu bersuara. Tiba-tiba, sodokan kontolnya jadi makin cepat, lebih cepat lagi... dan akhirnya dia menghujam memekku begitu kuat, sampai-sampai aku spontan mendongak dan menegang saat kontolnya sedikit menguak bibir rahimku. Ada rasa ngilu yang menyertai nikmat yang aku rasain, yang justru malah bikin tambah enak. Lagi-lagi, aku orgasme hebat! Kali ini, bersamaan dengan Fah yang sedang memuncratkan pejunya, langsung ke rahimku.
"AAAAHH, AAAAHHH... PEJUNYA SAMPE RAHIMMM, AAHHH... FAH, INI SIH GA MUNGKIN GA BIKIN HAMIL, GILAAAA!"
Lubang kencingku pun nyemprotin pipis berkali-kali. Ga tau deh kena bagian mana aja di badan Maria. Aku ga bisa mikir, karena sibuk sama badai kenikmatanku sendiri. Di akhir orgasmeku, badanku melemas dan kesadaranku perlahan memudar. Dengan sisa tenaga yang kupunya, buru-buru aku geser badanku ke samping. Sekarang, aku duduk bersandar di sofa, dengan badan yang terkulai lemas.
"Fah, I need to rest, ya. You can do Maria," kataku, ke Fah. Lalu aku beralih ke Maria, "Kak, ga keberatan ngentot lagi sama Fah, kan?"
Sebenarnya, sih, aku juga ga sepenuhnya rela kalau pacarku ini ngentot sama Maria dan aku ga ikutan. Tapi aku juga capek banget, dan sekarang aku mulai mengantuk. Kesadaranku perlahan memudar, dan aku ga punya tenaga untuk tetap terjaga. Yaudah, mau gimana lagi. Fah ga akan puas kalau cuma sekali ejakulasi, dan aku pikir Maria jadi solusi terbaik yang kupunya.
"Memang dia masih bisa tegang, Nadia?" tanya balik Maria. Ih, lucu, mukanya keheranan gitu.
Wah, belum tau dia...
Pertanyaan Maria pun terjawab saat Fah sodokin kontolnya ke memek Maria lagi. Spontan, dia mendongak akibat sodokan kuat dari Fah. Setelahnya, Maria menatapku lalu tersenyum lebar. Dan senyumannya adalah hal terakhir yang kuliat, sebelum kantukku memaksa mataku untuk menutup.
"Don't cum inside Maria, ya. If you want to cum, my pussy is 24 hours open for you," kataku, mewanti-wanti Fah, "Otherwise she let you to cum ON her and NOT THE INSIDE, don't impregnate other girl beside me..."
Lalu, aku pun makin tenggelam dalam kantuk yang membuai dan menenangkan. Ga peduli dengan desahan-desahan binal yang berasal dari sampingku.
———