Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diamuk Birahi

wuihhh.........dinakalin ponakan mantap
 
Sepertinya ceritanya sangat menarik... semoga suhu @Danbalon di beri kesehatan sehingga dapat menyelesaikan ceritanya...
 
Bagian 3

Dua bulan Yang Lalu...

Tengah malam, di atas tempat tidur, Yandi sedang bertatap-tatapan dengan Ratih. Mereka tak berbusana, baru saja selesai bersenggama. Yandi bangkit mengambil lembar demi lembar tisu untuk diberikan kepada istrinya yang sedang mengatur nafas selagi ingin membersihkan vagina yang basah oleh sperma. Ratih sedang tidak ingin segera lantas mandi. Dia masih kelelahan. Suaminya diminta keluar kamar, mengambilkan air minum demi menghilangkan dahaga haus.

"Kamu yakin mau nyoba?"

"Kenapa enggak? Kalau kamu ragu, akunya gak akan mau"
"Yang punya keinginan seperti itu juga kan bukannya kamu?"
"Aku ya terserah padamu..."

"Jawaban kamu ngambang gitu sih", Ratih menenggak air seteguk demi seteguk.

"Kok jadi aku.."
"Yang pengen kan kamu...", Yandi duduk di tepi ranjang, memandangi tubuh polos Ratih.

"Aku kan istri kamu, Mas"
"Kamu harus bersikap dong".

"Sekarang aku tanya dulu, kenapa kamu bisa punya keinginan seperti itu?"

Ratih merebahkan badannya, menutup diri dengan selimut.
"Hmm... tanpa harus aku jelaskan, aku yakin kamu punya jawabannya sendiri",

"Dilempar ke aku lagi. Padahal, yang punya keinginan kamu, sayang..."

"Udah ah, aku mau tidur..."
"Besok musti berangkat pagi.. ".

Ratih memejamkan mata, mengingat apa yang pernah dikatakan suaminya beberapa hari yang lalu. Bagi Ratih, tak mungkin Yandi lupa begitu cepat perihal keinginan mewujudkan sensasi bercinta dengan orang lain. Yang punya usul sudah jelas Yandi, meski kala itu Ratih mulanya menolak mentah-mentah. Ratih cepat berubah pikiran. Dia mengira Yandi akan memperlakukannya bak pelacur dengan menjual dirinya kepada pria hidung belang. Lagipula Ratih tidak perlu kaget. Bukankah dia sudah menerima konsekuensi ini sebelum menerima pinangan Yandi yang lebih muda darinya?

Ratih hafal bahwa suaminya itu terkadang nyeleneh soal urusan ranjang. Itu juga telah dibicarakan keduanya menjelang itikad mengikatkan diri dalam satu tali pernikahan. Apalagi bukan rahasia bahwa Yandi telah meniduri Ratih sebelum menikah. Ratih yang tahu bahwa dirinya idaman bagi setiap para lelaki, tak akan dihempaskan begitu sajs oleh Yandi tanpa tanggung jawab.

"Kamu tahu sendiri kan Hendra kesengsem sama kamu...", ucap Yandi berbaring di sebelah Ratih yang tidur membelakangi.

"...", Ratih tak memberi respon.

"Anak kakakku itu sepertinya lebih jago dariku soal wanita yang menggairahkan di ranjang".
"Matanya tidak pernah lepas darimu..."
"Seperti ada imajinasi terpendam yang tidak bisa terlampiaskan"

"Kamu kata siapa? Jangan sok tahu"
"Bilang aja itu imajinasi kamu, pakai bilang imajinasinya Hendra segala...", Ratih merasa perlu menyahut.

"Kamu gak tahu, si Hendra itu dulu dimarahi kakakku gara-gara ketahuan menyimpan koleksi majalah dan video porno"
"Dari situ saja bisa kubilang cara berpikirnya liar"

"Suka-suka kamulah Mas, mau bilang apa".

"Yaudah aku gak maksa, sekarang kalau kamu mau gak apa apa. Mau juga gak apa-apa. Kamu sudah tahu diriku kan".

Ratih jadi ingat waktu Hendra berkunjung ke rumahnya sebulan yang lalu. Hendra yang sore bertamu mendapati Ratih hanya mengenakan Tanktop coklat karena baru saja pulang kerja. Kehadiran Hendra tiba-tiba dianggap tak ada yang perlu dikhawatirkan pada awalnya, karena pemuda itu sudah dianggap keponakannya sendiri. Akan tetapi, entah mengapa Hendra saat itu selalu berusaha ada di dekatnya walau hanya mengajak ngobrol beberapa topik. Menurut Ratih, mungkin hanya perasaannya saja.

Semenjak saat itu, tanpa sepengetahuan Yandi, Hendra suka berbalas chat Whatsapp dengan Ratih. Selayaknya Tante, bercengkrama dengan keponakannya sendiri. Disadari oleh Ratih kemudian, Hendra hampir sering menghubunginya. Anak itu mula-mula cerita soal temannya, kuliahnya, pacarnya, hingga kemudian berani menanyakan soal persenggamaan. Ratih tidak berusaha menegur karena memang menganggap Hendra sudah cukup umur. Namun, sedikit tidak wajar karena Hendra kadang suka menanyakan bagaimana hubungan seksualnya dengan Yandi. Ratih tak mau menduga berlebihan. Apa kata Yandi bila ia mencurigai Hendra akan berlaku cabul kepadanya.

Hari demi hari barulah Ratih merasa dugaannya itu kini benar. Hendra mulai sering membicarakan hal tentang seks. Ratih meladeni dengan sewajarnya. Selain itu, tak lupa Ratih buru-buru menghapus jejak percakapan itu. Jangan sampai Yandi mengetahuinya. Di sisi lain, Ratih pernah mengingatkan Hendra untuk tidak kebablasan berbicara. Sayangnya, Hendra tidak menggubris dan masih saja demikian.
Ratih sebetulnya ingin memberitahukan Yandi soal ini. Malahan, Ratih cemas takut dituduh dia yang memulai. Pada akhirnya percakapan Ratih dan Hendra semakin jauh saja.

"Eh iya, kamu inget gak? Waktu Hendra ngirimin kamu gambar porno wanita mengoral kontol seorang pria?"

Ratih terkejut, Yandi yang ternyata belum tidur menyadarkan lamunannya.

"Masih aja kamu bahas...", Ratih gusar.

"Kamu sih gak bilang-bilang, chat-chatan sama Hendra sudah sejauh itu.."
"Hehe", ledek Yandi.

"Kan juga kenapa aku bilang, Hendra itu punya imajinasi yang tidak terlampiaskan kepadamu, sayang..."

"Udah ah, Mas. Aku mau tidur! Jangan ganggu aku soal yang begitu saat ini...", teriak Ratih.

"Iya deh, maaf....".

Setelah Yandi terdiam, Ratih ternyata belum juga didatangi kantuk. Ia melanjutkan lamunannya. Ya, Ratih yang berupaya menutup-nutupi jangan sampai percakapannya dengan Hendra diketahui oleh suaminya, terbongkar juga. Suatu waktu Ratih teledor karena ketiduran dengan ponsel masih menyala. Pagi-paginya Yandi justru tidak marah. Ia malah mencandai Ratih. Hal ini tentu di luar dugaannya. Semenjak ketahuan itu, terkadang Yandi meledek hubungannya dengan Hendra. Sampai-sampai suaminya punya keinginan agar Ratih mau bersebadan dengan Hendra. Bukan Yandi seorang, Ratih membatin bahwa dirinya juga timbul punya keinginan semacam itu.

Ratih pelan-pelan menengok ke arah Yandi, memastikan suaminya betul-betul sudah tertidur. Kemudian ia meraih ponselnya dari balik bantal, membuka gambar yang berisikan screenshot percakapan Ratih dengan Hendra beberapa hari yang lalu.

Hendra: Mau dong aku lihat nenen Tante yang gede itu. Tante gak adil ah. Aku kan udah lihatin kontol gede.

Ratih: Kamu lihat ini aja (Ratih memajang fotonya hanya mengenakan bra berwarna merah)

Hendra: Erggh, Tan. Pliss. Hendra mau lihat nenennnya. tolong iih..

Ratih: Gak boleh...

Hendra: (Mengirimkan beberapa gambar kontolnya).

Ratih: Tante tunjukkin ke Om atau orang tua kamu nih...

Hendra: parah Tante...

Ratih: Gini aja ya (Ratih berpose seakan mau melepas tali branya).

Hendra: Ayo buka semuanya dong, tan.

Ratih menghapus screenshot percakapan dengan Hendra. Menutup mata, bersikeras memperoleh kantuk.

OoO​

Sebulan Yang Lalu...

Gundah Ratih menanti Yandi yang belum kunjung tiba. Janjinya akan menjemput Ratih yang hari ini pulang lembur pukul 10 malam. Nyatanya, Yandi belum tampak juga. Dihubungi berulang kali. Teleponnya tak dijawab. Pesan Whatsappnya tak dibaca. Tak ada yang bisa diharapkan dari Laki-laki yang tidak bisa mengendarai mobil. Yandi amat bergantung kepada supir yang berganti-ganti. Untuk kesekian kali pula Ratih akan menggunakan ojek online. Risih pikirnya karena driver terkadang suka ngeres bila memboncengi Ratih. Ada yang mengajak ngobrol mesum. Ada yang mengira dia wanita murahan yang mudah digoda lalu ditiduri. Adapula yang membuatnya takut akan diperkosa karena suka mengambil jalan yang keliru.

Suasana hati Ratih pun tidak enak, ditambah ia harus pulang malam, memancingnya untuk menghubungi Hendra. Pemuda itu adalah jalan satu-satunya bagi Ratih karena Ia tidak berani mengambil risiko pulang dengan orang asing. Yandi kini tidak bisa diharapkan. Satpam kantornya pun sudah clingak clinguk.

"Hayu dong Hendra angkat, Tante mohon..."
"Kalau kamu angkat Tante janji bakal kasih apa yang kamu minta", ucap Ratih berdiri di pinggir jalan yang sesekali dilalui kendaraan. Ratih bekerja di sebuah perusahaan yang berada di kawasan industri, sehingga tak mungkin menunggu di dalam kantornya yang sudah sepi. Sementara hampir teman lemburnya adalah laki-laki. Sebagian ada yang mengajaknya pulang bersama. Akan tetapi, jarak rumah yang terlalu jauh memaksa Ratih untuk menepis ajakan tersebut.

"Iya, Tan, kenapa sih?"
"Malem-malem gini nelepon", Hendra yang tidur sejak pukul 8 malam terbangun oleh bunyi ponselnya yang berdering berkali-kali.

"Jemput Tante dong"

"Tante emangnya di mana?

"Tante di depan kantor"

"Malam-malam gini masih di kantor?"
"Om Yandi kemana?"

"Entar aja deh Tante jelasin, yang penting kamu jemput Tante dulu", Ratih memelas

"Duh, gimana ya...."

"Tolong Ya, Ndra...."

"Iya deh, iya..."
"Tante tunggu di situ dulu ya"
"Hapenya jangan dimatiin"
"Entar kalau aku udah deket, aku kabarin", ujar Hendra yang mengetahui letak tempat Ratih bekerja, namun tidak pernah ke sana. Kantor Ratih masih berada di satu kotamadya dengan Hendra tinggal.

"Mba Ratih gak nunggu di dalem aja", ucap Yanto satpam kantor Ratih yang berwajah bengal.

"Gak usah. Di sini aja, bentar lagi keponakan saya jemput kok"
"Hehe...", Ratih tak sabar menunggu Hendra segera datang.

OoO​

"Untung kamu cepet datang"
"Tante udah eneg sama satpam itu", Ratih mengambil helm yang diberikan oleh Hendra.

"Yuk buru Tan"

"Iya, sebentar...", Ratih menaiki motor sekuter yang dikendarai Hendra.

Menembus dinginnya angin malam, Ratih dibonceng Hendra menuju rumahnya. Tak malu Ratih merangkul pinggang keponakannya yang terkesan menyelamatkan Ratih dari gelagat satpam yang serba mencurigakan. Kehangatan didapat Ratih di tengah malam yang nyaris mencekam. Ratih teringat apa yang diucapkannya saat hendak menelepon Hendra. Ratih sedikit heran tumben keponakannya tidak nakal seperti biasanya. Pikir Ratih mungkin Hendra menyimpan kantuk sehingga tak ada hasrat untuk berpikir ke arah yang macam-macam.

Melewati tikungan demi tikungan, melintasi jalan demi jalan, perut Hendra kelaparan. Angin terus mengusik kendati jaket sudah tebal dan Tantenya sudah memeluk hangat. Hendra melirik tepi jalan menjelang tiba di rumah Tantenya. Ia ingin mengisi perut terlebih dulu dan tak ingin berlama lama di rumah Tante dan Omnya.

"Tan, kita makan dulu yuk"

"Boleh, Tante juga belum makan"

Menepilah motor Hendra di sebuah warung pecel pinggir jalan. Usai meletakkan helm, mereka masuk ke dalam area warung dan duduk saling berhadap-hadapan. Ratih memerhatikan menu lebih dulu. Ia menawarkan kepada Hendra apa yang mau dipesan. Setelah Hendra memilih makan nasi uduk ayam, barulah giliran Ratih yang memilih menu makan malamnya.

"Tumben banget, Tante pulang malam"

"Iya lagi banyak kerjaan...", Ratih membuka blazernya. Meski berbalut blus putih, Buah dadanya tak bisa dipungkiri menyorot mata penjual pecel dan juga Hendra yang ada di depannya. Ratih tidak peduli. Justru dibuka kerah bagian atasnya, belahan dada Ratih yang terselip di balik tanktop berwarna hitam dibiarkan terkena angin.

"Duh Tan, yang tadinya laper aku jadi sange sekarang ngelihatin Tante".

"Gampang banget birahi kamu", sahut Ratih.

"Gimana gak gampang, aku kan ngidam-ngidam tidur sama Tante", bisik Hendra.

"Yaudah, habis makan malam ini"
"Kita tempur deh ya..."
"Biar kamu gak birahi terus-terusan sama Tante"

"Ah jangan ngawur"
"Bisa aja bercandanya"

"Giliran Tante seriusan"
"Kamu ngira bercanda"
"Giliran bercanda, kamu nganggepnya serius".

"Wwowhh!! yang bener nih?!", Hendra tak percaya. Malam ini adalah malam keberuntungannya.

"Iya, Hendraa...", Ratih menatap bola mata Hendra, meyakini keponakannya.

Hendra bersorak kegirangan. Penjual makanan bahkan diminta Hendra segera buru-buru memasaknya. Sedikit bingung sebetulnya Hendra. Apa yang membuat Tantenya luluh. Apa karena Hendra membela-belai menjemputnya malam-malam atau karena apa. Apapun alasannya Hendra tak mau melewatkan malam ini. Begitu makanan datang, Hendra langsung memakannya lahap-lahap. Ia memandangi Ratih yang juga akan disantapnya malam ini.

Di sisi lain, Ratih kemudian membuka kancing blusnya, seakan gerah oleh pedasnya sambal. Ia melepaskan blusnya dan membiarkan orang-orang menyaksikan ia hanya mengenakan tanktop hitam dengan payudara ukuran 36 D. Hendra lantas menganga. Penjual pecel mondar mandir melirik ke arah Ratih.

"Kepedesan Tan?", tanya Hendra mengamati keringat di sekitaran leher Ratih.

"Iya"

"Kenapa gak dibuka sekalian seluruh bajunya", ucap Hendra meledek.

"Uh maunya..."

"Iya dong, mau yang di sini semua..."
"..."
"Habis ini kita mau main di mana?"
"Ngaceng mulu nih kontol..."

"Kita ke hotel", Ratih menghabiskan sisa daging ayam yang masih melekat di tulang, mengemutnya seakan benda tumpul milik Hendra.

"Kalau boleh tahu, kenapa bisa berubah pikiran, Tan?"

"Bosen kamu nagih mulu sih"
"Ya gapapalah sekali kali rasain kontolnya keponakan", Ratih bicara dengan nada pelan.

"Om Yandi gak bakalan nanya Tante kemana?"

"Aman kalau soal itu, kamu gak usah pikirin"
"..."
"Malam ini kamu bisa nenen sama Tante sepuasnya..."

"Eurghh, yaudah buruan Tan makannya, aku gak udah sabaran...", Hendra berdiri lekas membayar.

OoO​

Malam menunjukkan pukul 12 malam. Motor milik Hendra terparkir di sebuah hotel bintang empat di sekitaran rumah Ratih. Mereka berdua menginap di lantai 3. Kamar 303. Lampu kamarnya dibiarkan remang, tampak Hendra sedang memijat punggung Ratih. Istri Yandi itu duduk di atas kasur single bed membelakangi Hendra. Perlahan-lahan, badannya jadi terasa enakan. Namun entah mengapa kedua tangan Hendra berubah posisi kini menggerayangi payudara Ratih.

Ratih membiarkan, justru melepaskan tanktop yang membungkus tubuhnya. Diberi kesempatan, Hendra tak menyia-nyiakan dengan meremas payudara Ratih sedikit bertenaga.

"Aaaaahh pelen-pelen, Ndra"

"Iya, sayang..."
"Malam ini Tante kepunyaanku.

"Unchhhh", Ratih mencari dan menciumi bibir Hendra. Keduanya lantas berciuman. Hendra pun membuka kedua pengatup payudara Ratih, menyentuh pentil susu Ratih agar segera terangsang.

"Gede beneran ternyata ya, Tan.."

"Iyaa, emang kamunya masih gak percaya?"

"Belum, sebelum menghisapnya", Hendra menghadapkan tubuh Ratih kepadanya. Ssegera mulut Hendra menyambar puting susu Tantenya.

"Aaaahhh"

"Hmmmffff"
"Enak tenan, nenen Tante", puji Hendra.

Tangan Hendra bergerak liar meraba paha Ratih, kemudian turun mencopoti celana dalam Tantenya. Lekas tangan Hendra bermain di area vital istri omnya.

"Aahhh, Hendra!", desah Ratih mendapati jari telunjuk Hendra menelusup ke dalam klentitnya. Keluar masuk jari Hendra pelan namun pasti, membikin vagina Ratih kepalang basah. Hendra lalu segera membuka celana dan pakaian, menunjukkan kejantanannya yang telah menunggu lama momen ini. Ratih rebah dan terpana. Kemaluan yang selama ini cuma muncul dalam bentuk gambar, sekarang nyata ada di depan.

"Hayuk, Ndra, jangan sia-siakan kesempatan ini sayang..."
"Kamu gauli Tante sepuasnya", pinta Ratih meraba-raba vagina yang sudah siap ditembus kontol Hendra.

Hendra mendekat, mengarahkan ujung helm kontolnya tepat di bibir kemaluan Ratih. Didorong-dorong sesaat, ambleslah batang kejantanan itu. Ratih histeris
"Aaaaaaaahhh"

"Orhhhh, berasa mimpi Tan"
"Umphhh", dengan posisi misionaris, Hendra menggauli Tantenya. Lesakkan-lesakkan beritme teratur. Hendra menikmati peristiwa langka malam ini. Di sisi lain, Ratih masih tak menyangka pada akhirnya Hendra berhasil memyetubuhinya. Mereka berdua berpelukan dan berciuman. Lalu bersepakat untuk mengakhiri semuanya.

"Aaaaahhh dikit lagi!"
"Tante mau keluar!"
"Aaaahhhh"

"Ayo Tan, aku jugaaa"
"Aarrgghhh aku gaakk kuattttt"
"Croooooottttt"

"Hendraaaa Tante keluar"
"Ahhhhhh....", Hendra dan Ratih berangkulan dalam pelukan tubuh yang penuh peluh.

Peristiwa itu yang akan selalu dikenang Ratih, dan membuat Hendra agar bisa mengulanginya kembali. Yandi masih belum tahu.

Bersambung​
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd