Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Dirumah Bambu BERCINTA dengan IBU

Status
Please reply by conversation.
Ijinkan nubie berbagi cerita di Forum tercinta ini, daripada melamun tak tentu arah sambil megang sabun, lebih baik nubie mencoba menulis cerita singkat yang semoga saja bisa menghibur para pembaca setia Khas Semprot.


Jika ada kesamaan tempat, nama, tokoh di cerita lain. Tidak ada maksud apapun, ini murni dan original dari pemikiran sang penulis amatiran Mr_Boy.


Nubie yang amatiran ini tentunya tidak luput dari Thypo, kurang nyambungnya isi cerita. Maka dari itu mohon kritik dan sarannya dari para suhu untuk memperbaiki kisah selanjutnya.


Terima kasih dan hatur nuhun...






Kampung cipalasik adalah kampung yang damai dan sejuk. Disini kebayakan penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, ada yang berkebun, berternak unggas, kambing, juga menanam padi di sawah. Kebayangkan rumah penduduk disini rumah panggung dengan dinding bambu atau papan kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi rumah yang memang bagi kami sangat layak untuk ditempati.


Terletak di pegunungan yang berkabut dengan curah hujan yang tinggi. Posisi tempat kampung kami juga berada sangat jauh dari kota, butuh perjalanan berjam-jam untuk sampai ke sana. Selain jalannya yang rusak parah penuh lumpur dan berbatu, ditengah jalan juga belum tentu selamat dari perampok yang selalu saja ada kejadian orang dianiaya bahkan hingga tewas.


Begitu pun dengan keadaan rumah yang sedang kami tempati terbuat dari anyaman bambu, bagian atasnya terbuat dari anyaman daun kelapa yang disusun rapi berbaris-baris yang kini sudah berwarna coklat. Kadang jika hujan sangat lebat, ada saja air yang menetes kedalam ruangan rumah kami. Ini sudah menjadi kebiasaan disaat hujan pasti terjadi seperti ini. Sedangkan lantainya juga terbuat dari anyaman bambu yang kerangkanya dari campuran bambu tua juga kayu-kayu yang diambil dari hutan. Karena rumah kami adalah rumah panggung, dibagian bawahnya dimanfaatkan untuk kandang beberapa unggas, dipinggir rumah juga ada beberapa kambing yang setiap hari saya mencari rumput untuk makanan ternak kami.


Hidup seperti ini yang penuh dengan kekurangan, tidak membuat kami merasa mengeluh dengan pemberian rejeki yang ditebarkan tuhan kepada makhluknya. Kami merasa bersyukur dengan keadaan kami karena diluar sana pastilah banyak keluarga yang lebih susah kehidupannya daripada kehidupan kami.


Saya Ucup berusia 18 tahun dengan tinggi 170 berbadan agak kekar hasil dari kerja keras setiap hari, kehutan, sawah, dan menggembala kambing. Kulitku juga berwarna coklat kehitaman akibat disaat terik matahari pergi ke hutan mencari rumput untuk makanan ternak. Ketika menggembala kambing saya tak sendiri, karena ada teman-teman sebayaku yang juga punya hewan ternak yang selalu digembalakan.


"Cup.. Ucup...?!" Ibuku memanggilku dari dalam rumah.


"Iyaa Bu?? Ada apa bu...??" Kata aku kepada ibu.





Sedikit tentang ibuku, namanya ibu darsih berusia 38 tahun tinggi sama denganku 170, berat badannya saya tidak tahu persis, yang jelas tubuhnya gendut dengan paha dan pantat yang besar pinggul lebar, payudaranya yang besar kadang sampai menyembul. Terlihat uratnya yang hijau dibalik kulitnya yang putih, entah mungkin bhnya tak sanggup menampung payudaranya atau memang bhnya kekecilan. Jujur, saya sendiri pun selalu terpana melihat tubuh ibuku yang bahenol, sampai saya selalu menjadikan ibuku fantasi imajinasiku ketika didalam kamar melakukan onani.


"Ini nasi sama lauknya nak, kenapa tidak makan dulu saja sebelum menggembala kambingnya? Nanti kamu sakit nak...?" Kata ibuku.


"Nanti saja Bu di hutan makannya sama teman-teman, soalnya Ucup suka kalau makan bareng sambil menggembala Bu.." kata aku kepada ibuku yang sedang membawakan rantang berisikan nasi dan lauknya lalu dimasukan kedalam tas selempangku yang terbuat dari anyaman rotan.


"Makasih bu, ibu selalu nyiapin buat Ucup makanan kalau mau menggembala..." Kataku kepada ibu.


"Kamu udah berapa kali ngomong itu kepada ibu nak?, sampai tidak ke hitung.. memang nalurinya seorang ibu menyayangi anaknya.. setiap ibu pasti begitu. Hati-hati yaa nak dihutannya..." Ucap ibuku sambil tersenyum, aku pun melambaikan tanganku sambil terus melangkah menggiring beberapa kambing menuju hutan.


Ditengah jalan saya bertemu dengan teman-teman yang sedang menggiring kambing-kambingnya. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan kadang tak melakukan perjanjian pun kami selalu bertemu ditengah jalan.


Setelah sampai ditempat yang penuh rumput yang menghijau, kami membiarkan kambing-kambing itu makan sendiri. Saya bersama teman-teman membuka bungkusan bekal dari rumah masing-masing, kami makan dengan lahap serta saling berbagi lauk pauknya. Sesekali mata kami melihat kambing-kambing itu agar tidak mencari makan terlalu jauh, karena pernah saking asiknya ngobrol kambing kami hilang dari pantauan meskipun akhirnya ditemukan kembali.


Sorenya saya pulang kembali sambil membawa rumput di karung untuk diberikan ke hewan ternak pada pagi harinya. Setelah memasukkan kambing-kambing ke kandangnya, saya taruh karung yang berisikan rumput itu disamping kandang, lalu istirahat sejenak didepan rumah diterasnya yang berbentuk panggung yang terbuat dari anyaman bambu.


Duduk sambil melihat pemandangan alam yang menghijau, disertai angin yang begitu sejuk membelai kulitku sampai keringatku mengering.


Ketika sedang duduk-duduk itu, datanglah ibuku sambil membawa ketel (tempat air minum) yang terbuat dari aluminium beserta gelas kacanya yang bermotif bunga.


Ibuku ikut duduk di sampingku lalu berkata, "Cup, minum dulu nak..." Ucap ibuku sambil menuangkan ketel yang berisikan air teh yang masih mengepul karena masih agak panas.


"Ibu... Jangan repot-repot Bu..? Ucup bisa ambil sendiri minumnya... Ucup malu tidak bisa membalas kebaikan ibu..." Kataku kepada ibu.


Ibuku tersenyum, lalu berkata, "Nak, kamu putra ibu satu-satunya... Kamu juga penyemangat ibu, buah hati ibu... Ibu mana yang tega melihat anaknya penuh peluh keringat kecapean, setidaknya ibu bawakan air teh ini bisa meringankan beban kamu nak..."


"Makasih yaa Bu, ibu juga sumber dari segala harapanku... Kelak aku akan mencari istri yang baik juga tulusnya seperti ibu..."
Kataku kepada ibu sambil saya minum teh anget itu.


Rupanya ucapanku tadi telah membuat ibuku malu-malu dan merasa dibanggakan, dirinya melemparkan senyuman lalu katanya, "kamu bilang apa sih cup...? Masa ibu sumber harapan kamu... memangnya ibu begitu ya di mata kamu?"


"Iyaa Bu, selain itu ibu juga cantik dan montok, beruntung sekali ayah memiliki istri yang sempurna seperti ibu... Oiya Bu, ayah kemana yaa? Kok gak keliatan?"


"Bapak kamu nyari kayu bakar, tapi belum juga pulang... Kamu makin ngelantur aja ngomongnya cup.. masa ibu yang gendut ini dibilang cantik.. bapak kamu aja biasa aja tuh gak puji-pujian ibu... Cuman kamu aja yang peka kalau ibu selalu merawat tubuh...".
Ucapanku semakin masuk mempengaruhi pikiran dan hati ibu sedikit demi sedikit sehingga ibu terbawa jebakan kata-kataku. Saya hanya berharap ibuku mau menjadikanku suami keduanya.


Sejak 5 tahun yang lalu, ketika pikiranku sudah baligh (mimpi keluar air mani) kebetulan yang saya mimpikan itu ibuku sendiri. Saat itulah ibu selalu menjadi fantasiku dalam beronani.


Lalu, perlahan-lahan saya mulai berani mengeluarkan kata-kata rayuan yang awalnya dianggap biasa-biasa saja oleh ibu. Tapi seiring berjalannya waktu, dengan penuh kesabaran dan keinginan yang kuat dari dalam diriku, setidaknya ibu mau memberikan hati dan perasaannya.


Kini perjuanganku selama bertahun-tahun lamanya membuahkan hasil, ibuku semakin memberikan perhatian dan selalu mengeluarkan uneg-unegnya disaat hatinya gelisah.


Meskipun saya sudah beranjak dewasa, aku selalu tiduran dipangkuan ibu sambil mencari kutu. Padahal kutu di kepalaku sudah tidak ada, hanya saja kebiasaan itu sudah melekat pada kami, sehingga tiduran dipangkuan ibu menjadi hal yang lumrah kami lakukan.


Ketika sedang mengobrol itu, ayahku pak Samin sudah berusia 49 tahun datang dari arah depan, sambil memikul kayu bakar yang dibawa di atas pundaknya. Lalu setelah dibawa ke dapur ayah menghampiri kami, "cup kamu baru pulang?".


"Dari tadi yah, Ucup ngangin dulu sambil minum teh anget dari ibu.."


"Mandi dulu sana, udah mau Maghrib.."


"Iya yah.."
saya pun bangkit beranjak dari tempat duduk menuju tempat mandi. Jujur saja sebenarnya tidak kuat mandi pagi, sore atau malam. Udara yang dingin ditambah air yang seakan menusuk tulang, pasti membuat badanku menggigil kedinginan.


Setelah saya mandi, membersihkan bagian-bagian tubuh yang kotor, saya ke kamar mengganti baju. Disusul ayah pun mandi juga kebelakang rumah, sedangkan aku menuju ibuku yang sedang menyiapkan makanan.


"Masak apa Bu? Wangi sekali aromanya...?" Kataku sambil menghirup bau yang sedap.


"Ini ibu masak sayur jamur sama rebung pake bumbu kacang kesukaan kamu nak..." Ucap ibu sambil menyodorkan piring yang sudah berisikan nasi putih yang mengepul.


"Wahh! Hebat banget ibu masaknya.. masakan ibu selalu enak, nanti ajarin Ucup masak rebung dong Bu?"


"Iyaa ibu nanti ajarin kamu cara masaknya ya.. sekarang kita makan, tapi nunggu ayahmu dulu ya...?"
Ucap ibuku, selain memiliki tubuh yang montok, ibu punya daya tarik yang sangat mengundang birahiku. Entah ada apa denganku ini? Mencintai ibuku sendiri.


Sambil menunggu ayah selesai mandi, diam-diam aku pandangi lekukan tubuh ibu dari wajah sampai kedua kakinya. Melihat paras ibu yang cantik, payudaranya yang montok juga tubuhnya yang bahenol, sampai membuat torpedoku mengeras hebat.


Tiba-tiba ibu melihatku ketika aku sedang mengamati tubuhnya, "Cup? Bengong kenapa..? Dari tadi liatin ibu terus..? Kenapa, ibu gendut yaa..?" Ucap ibuku memandangku lalu menyiapkan nasi ke piring untuk ayah.


"Bagaimana Ucup tidak bengong Bu... Perasaan, ibu semakin cantik saja setiap harinya...hehee!". Kataku kepada ibu yang tersipu malu.


"Udah ahh jangan godain ibu terus.. tuhh! Tangan ibu sampai gemetaran begini..." Ucap ibu.


Benar saja jangankan tangannya, tubuhnya pun ikut gemetaran karena pujianku barusan.


Lalu ayah pun datang dari arah kamar mandi, masuk sebentar ke kamar dan menghampiri kami yang sudah menunggu lama untuk makan.


Ketika sedang makan dengan lahapnya, ibu berkata kepada ayah, "Gimana pak masakan ibu enak...?" Ucap ibu.


"Hmmm.. lumayan..." Kata ayah sambil mengunyah.


Rupanya ucapan ayah tadi sudah menghilangkan senyuman di wajah ibu, saya bisa melihat dan merasakan bagaimana perasaan ibu ketika mendengar jawaban datar itu.


Apa ayah tidak tahu, pujian sederhana terhadap kerja keras seorang wanita adalah penghargaan terbesar dari hasil usahanya? Memang kejadian seperti ini sejak dulu sering ku lihat.


Saya pun tahu, ibu seperti menahan rasa sesak dihatinya bertahun lamanya.


'Tok! Tok! Tok!'. "Assalamualaikum, Pak Samin..?!! Suara pintu diketuk.


"Iyaa sebentar..." Ayah ke depan membuka pintu.


"Pak Samin maaf mengganggu.."


"Gak apa-apa pak Kasim, ada apa ya..?"


"Besok pagi kita sama lima orang lainnya oleh ketua adat, mengajak pak Samin ke kota untuk mewakili kampung kita menghadiri pesta rakyat syukuran pak. Bagaimana pak Samin akan ikut?"
Ucap pak Kasim tetangga kami.


"Baiklah saya ikut pak Kasim, apalagi yang mengajak kan ketua adat. Suatu kehormatan bagi saya untuk bisa ikut pak..."


"Baiklah kalau begitu saya pamit dulu pak Samin, besok pagi kita siap-siap berangkat... Assalamualaikum.."


"Waalaikumsalam... Ehh.. tunggu pak Kasim... Berapa lama kita disana?"


"O..iya saya hampir lupa, sekitar tiga harian pak... Permisi pak saya pamit..."


"Iyaa.."
pintu pun ditutup.


"Mau menghadiri pesta rakyat pak?" Kata ibuku ketika ayah duduk kembali.


"Iya Bu, sepertinya bapak akan ikut ke kota bersama yang lainnya, apalagi yang mengajak ketua adat. Bapak harus ke sana besok pagi..."
Kata ayah melanjutkan makannya.


"Ya sudah, hati-hati pak di sana..." Ucap ibu.


"Hmmm..." Ayah hanya berdehem menjawab ibu sambil mengunyah.


Akhirnya makan-makan pun selesai, saya membantu ibu membawakan piring, lauk dan nasi di bakul. Sedangkan ibu menyapu sisa-sisa nasi yang berjatuhan.


Seperti biasa selesai membantu ibu, saya ke depan rumah duduk diteras panggung untuk menikmati suasana malam.


Ketika sedang duduk datang ayah dari dalam rumah sepertinya mau pergi, "Cup, jagain ibu ya? Bapak mau ke ketua adat dulu..."


"Iya yah..."
Kataku singkat.


Beberapa menit sejak ayah pergi, datang ibu dari dalam rumah membawa secangkir kopi, lalu diletakkan dipinggir tempatku berada.


"Bu..?" Aku tertegun melihat ibu begitu perhatian kepadaku.


"Minum kopinya nak... Masa nongkrong gak minum kopi..." Ucap ibu yang sambil duduk di pinggirku.


"Makasih bu, kenapa harus repot-repot bawain kopi...? Ucup merasa tidak sopan ibu selalu bawain minuman untuk ucup..."


"Gak kamu suruh pun, ibu akan tetap bawain kamu minuman nak... Ibu merasa gak tega melihat putra ibu yang selalu menyenangkan ibu, membuat ibu tersenyum, membuat ibu bahagia. Duduk tak ada secangkir teh pun ada di dekatmu..."
Ucap ibu sambil menarik napas panjang.


"Ucup juga merasa senang, ibu begitu baik kepadaku... Semoga ibu selalu bahagia dan panjang umur Bu..." Kataku sambil memegang tangannya.


"Amin nak... Makasih doanya... Ibu merasa senang ada kamu disisi ibu... Disaat ayah kamu tak memperhatikan yang sepele, kamu malah selalu memuji ibu... Ibu merasa senang, kamu penyemangat ibu nak..." Ucapnya sambil saling menggenggam tangan denganku.


Entah ada apa denganku ini, apa hanya tanganku yang mengeluarkan keringat atau ibu juga sama telapak tangannya keluar keringat juga. Padahal udara sangat dingin berkabut dan mulai terlihat gelap.


Rintik-rintik hujan mulai terdengar suaranya menimpa dedaunan dan atap rumah, saya tidak tahu apakah ayah akan terjebak hujan atau tidak? soalnya tadi pas berangkat tidak bawa payung.


Secangkir kopi saya ambil lalu diminum, tak pikir panjang aku pun menyuruh ibu meminum kopi. Lalu dengan senang hati Ibu pun meminumnya dibekas mulutku tiga kali tegukan.


Aku pun meminum lagi kopi itu dibekas mulut ibu dengan nikmatnya, rasanya seperti berciuman secara tidak langsung dengan ibuku.


"Bu, kalau ibu punya sesuatu yang mengganggu hati ibu, jangan ibu pendam sendiri... Ucup anak ibu siap mendengar keluh kesah ibu meskipun Ucup belum berpengalaman mengatasi masalah... Tapi Bu, Ucup janji sama ibu... Ucup akan berusaha untuk membuat ibu bahagia.." kataku semakin menggenggam tangan ibuku, tak ku sangka ibu pun membalas genggamanku.


"Ibu tak tahu harus memulainya dari mana nak... Banyak sekali beban yang ibu pendam selama ini yang tak sekali pun ibu ceritakan kepada ayah kamu... Karena masalah itu ada di ayah kamu itu nak..." Ucap ibu mulai bercerita.


Ketika sedang curhat itu tiba-tiba saja hujan lebat yang cipratan airnya sampai mengenai kami berdua.


Saya berinisiatif untuk mengajak ibu kedalam, "Bu, kita kedalam yuk? Ibu boleh ceritakan semuanya uneg-uneg ibu ke Ucup... Ucup akan mendengarkan keluhan ibu karena Ucup sayang ibu... Yuk Bu..?" Saya tarik tangan ibu untuk kedalam, ibu pun menurut mau aku ajak seperti tak ada penolakan.


Pintu rumah saya kunci karena hujan sangat lebat dan berangin, jika ayah pulang pasti nanti mengetuk pintu.


Ketika sudah sampai didalam, saya mengajak ibu ke kamarku. Ibu pun tidak berkata kenapa harus ke kamarku? Bukan ditengah rumah atau di dapur.


Bukan pertama kalinya ibu berduaan dikamarku, dulu ketika saya sakit pun ibu sering ke kamarku mengompres keningku dengan lap basah, bahkan pernah saya juga masuk ke kamar ibu merawat ibu ketika sakit.


Mungkin karena sebab kebiasaan itulah ibu tak bertanya, kenapa harus ke kamarku hanya untuk sekedar curhat?


Kami pun duduk di pinggir kasur saling berhadapan, ku genggam tangan ibu agar ibu kuat dan ibu yakin bahwa aku peduli untuk mendengar keluh kesahnya.


"Bu, katakan saja... Ucup bersama ibu sekarang... Jangan ibu pendam terus karena Ucup juga tidak mau hanya ibu saja yang menanggungnya. Mari Bu, Tumpahkan semuanya beban ibu itu kepada Ucup.." saya cium tangan ibu dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang.


Hujan diluar semakin bergemuruh, suara halilintar menyambar-nyambar. Terlihat sedikit kabut yang masuk melalui celah papan dan lobang anyaman bambu kedalam kamar, berarti diluar kabut sangat pekat sampai masuk kedalam rumah.


"Cup.. ibu sebenarnya malu mengatakannya, tapi ibu percaya sama kamu... Dalam membangun rumah tangga ibu paham banyak lika-likunya... Ibu bingung kenapa bapak kamu kurang respek terhadap kerja keras ibu, mulai dari dandanan, rasa masakan, perhatian dan kasih sayang. Setidaknya pujilah istrinya meskipun melakukan pekerjaan rumah yang terlihat sepele pun, karena ibu bukannya tak ikhlas berbakti kepada suami, tapi seorang istri juga butuh perhatian dari suaminya. Bertahun-tahun ibu merasa tak dihargai, tapi ibu juga untungnya ada kamu disisi ibu yang selalu menghargai ibu, memuji ibu sampai ibu merasa senang dan tersenyum sendiri karena saking bahagianya..." Ibuku tak sanggup menahan beban dihatinya lagi sampai meneteskan air mata di pipinya.


Aku peluk ibuku, lalu ibu pun menangis di pelukanku sambil terisak-isak. Ku usap-usap belakang kepala ibuku menenangkannya, sialnya torpedoku terbangun sehingga menyalurkan pikiran-pikiran kotor ke otakku.


Sambil ku peluk, kucium leher ibu lalu keluarlah hembusan nafas birahi yang menerpa lehernya. Ibu diam saja tatkala tanganku juga membelai punggungnya.


Setelah beberapa kali ku belai, ibu tidak tahu dari tadi nafsuku sedang bergejolak dan ingin sekali melepaskan cairan birahi itu semuanya.


Perlahan aku pandangi wajah ibu, ku seka air matanya yang sudah berhenti mengalir. Kedua mata saling bertemu, perasaanku juga dengannya yang berada di hati, seakan saling terkoneksi seperti bluetooth bertukar data-data perasaan yang ada di hati kami.


Saya ajak ibuku menuju tengah kasur lalu ibu pun berbaring disitu dengan hanya memakai kemben dan kain sarungnya. Aku pun tiduran dengan posisi menyamping sambil memeluk ibu, dengan kaki kananku menindih kakinya seperti memeluk guling.


Baru kali ini aku dan ibu saling berpelukan dikasur, dengan begini seakan benteng yang menghalangi kami berdua mulai ada sedikit retakan dan berlobang.


Ku belai rambut ibu dengan lembut dan perlahan, kedua mata saling bertemu, lalu ibu tersenyum kepadaku dengan senyuman yang membuat perasaanku campur aduk.


Wajahnya yang begitu cantik, tubuh yang diselimuti aura birahi mengundang naluri lelakiku. Perlahan-lahan tanganku turun mengusap pantat ibuku yang membusung dan lebar, tak ada sedikitpun reaksi penolakan dari ibu.


Seharusnya ibuku mendelik atau memarahiku karena aku sudah menggerayangi tubuhnya, tapi dia pun malah mengusap pipiku sambil memandangi setiap sudut wajahku.


"Bu, ibu cantik sekali... " Kataku sambil meremas belahan pantatnya.


"Ternyata kamu sudah dewasa ya cup..? Setiap ada masalah di hati ibu, kamu selalu menjadi solusi tempat ibu mengadu..."


"Bu, memang Ucup belum berpengalaman membangun rumah tangga... Tapi, Ucup bisa merasakan apa yang mengganggu pikiran ibu.. Ucup hanya tidak mau ibu menanggung beban dihati ibu sendirian.. biarkan Ucup juga merasakan yang ibu rasakan ya Bu..?"
Kataku semakin meremas pantat ibu.


"Makasih yaa nak? Ibu beruntung sekali punya anak sepertimu... Ini semua gara-gara bapak kamu kurang peka sama ibu..." Ucapnya cemberut lalu tersenyum lagi setelah memandangku.


"Gak apa-apa kalau ibu ingin meluapkan perasaan ibu ke Ucup... Malah Ucup senang kita saling terbuka, bukan maksud Ucup ingin menjelekkan ayah dibalik masalah yang ibu hadapi, tapi... Ucup hanya semata-mata ingin membahagiakan ibu dengan cara Ucup sendiri..." Tanganku mulai menyingkapkan kain sarungnya sampai tanganku menyentuh celana dalamnya langsung.


Mata ibu begitu sayu, nafasnya pun mulai memburu, ku lihat ibu mulai gelisah dengan tubuhnya yang terus menggelinjang pelan.


Hujan semakin lebat disertai angin kencang dan kilat yang menyambar. Saya berharap ayah jangan dulu pulang ke rumah, karena bagiku ini momen yang sangat langka dalam hidupku.


"Bu, ibu tidak marah? Ucup memeluk ibu menggerayangi ibu?"


"Kalau ibu marah sudah dari tadi nak ibu memarahimu sebelum kamu menidurkan ibu di kasur, lagian kenapa kamu meraba-raba pantat ibu sih? Ingat jangan kebablasan?! Aku ibu kamu lho...?"


"Ibu jangan khawatir, Ucup hanya ingin meraba ibu saja kok... Kalau pun Ucup kebablasan, ibu segera tegur Ucup Bu... Karena Ucup tidak mau ibu merasa dilecehkan... Ibu percaya kan sama Ucup ...?"
Kataku meyakinkan ibu, tentunya kain sarung ibuku semakin terbuka naik keatas dan tanganku semakin bebas meraba pantat ibu.


"Tapi jangan sampai ketika ada bapak kamu cup... Juga jangan sampai ketahuan ya...?"


"Baik Bu, Ucup akan hati-hati... Yang penting ibu tak merasa risih saja itu sudah cukup... oiya bu, apa masalah ranjang ibu dengan ayah tak ada masalah...?"
Obrolanku mulai menjurus ke hal yang privasi.


"Alhamdulillah baik-baik saja cup.. hanya saja bapak kamu lebih cepat keluar, sehingga ibu belum apa-apa sudah berhenti ditengah jalan..." Ucapnya dengan sedikit ada kekecewaan.


"Syukurlah Bu kalau begitu, Ucup pun senang mendengarnya..." Saya tidak berani langsung ke masalah pokoknya, yaitu mengajak ibu untuk bersetubuh denganku. Sedangkan penisku terasa sangat panas ketika bersentuhan dengan paha bagian dalamku.


Obrolanku dengan ibu berhenti sejenak, ibu pun hanya terdengar suara nafasnya saja dengan wajah kami saling berhadapan. Ku lihat ibu membasahi bibirnya sampai aku menelan ludah melihat pemandangan yang mengundang birahiku.


"Bu.. boleh Ucup cium ibu...?" Tiba-tiba saja kalimat itu keluar dari mulutku disertai perasaan takut dan gugup.


Ibuku memandang mataku sejenak memastikan apakah aku serius meminta itu? Lalu ibu pun memejamkan matanya, saya tidak tahu kalau itu adalah sebuah kode dari ibu bahwa aku dibolehkan menciumnya. Perasaan itu mengalir saja dari diriku, dengan perlahan aku dekatkan wajahku sehingga kedua bibir bertemu.


Sungguh dalam sejarah hidupku, inilah yang pertama kali aku dalam usia sekarang ini mencium wanita, sedangkan wanita itu adalah ibu kandungku sendiri.


Deg! Deg! Deg! Jantungku semakin berdegup kencang! Membuat aliran darahku seakan menyembur deras mengalirkan benih-benih birahi ke seluruh penjuru syarafku. Perlahan-lahan aku lumat bibir ibu lalu dibalasnya oleh ibuku, hawa udara yang dingin diatas pegunungan yang berkabut, seakan bertabrakan dengan hawa panas yang keluar dari tubuh kami.


Ibu sekarang sudah membuka matanya meskipun merem melek seperti mata ayam, tak ada perlawanan atau penolakan dari ibu, karena sejak awal aku sudah mengatakan jika kebablasan ibu boleh menolaknya.


Padahal sebenarnya ini sudah kelewat batas kelakuan anak dan ibu kandung. Saya sendiri tahu ini salah dan akan menjurus ke arah perzinahan.


Anehnya justru itulah yang aku harapkan dari ibuku, harapanku cita-citaku malah ingin memiliki seorang adik atau anak dari benihku bersama ibu.


Ketika sedang saling berciuman itu, aku dekatkan penisku sehingga tubuh bagian depan kami merapat dan aku rasakan penisku yang tak memakai celana dalam dari kolorku nyundul pubis memeknya.


Entah menyadari atau tidak, ibuku diam saja tak berkomentar. Malah aku rasakan ciuman ibu semakin liar ku rasakan. Lidah kami pun mulai beradu ugh! Nikmat sekali, apalagi penisku semakin aku tekan-tekan kearah memeknya, sehingga membuat kami berdua lupa yang niat awalnya untuk curhat, ini malah saling berbagi dan melepaskan birahi.


"Bu, Ucup sayang ibu..."


"Apalagi ibu nak... sebelum kamu lahir, ibu sudah sangat menyayangimu..."
ucap ibuku melihat-lihat wajahku sambil tersenyum.


Tok! Tok! Tok! "Buu?!!!! Buka pintunya...! Bapak pulang...?!!" Kami pun kaget dengan kedatangan ayah, sekaligus kecewa. Kenapa harus sekarang?


Ibu membereskan lagi bajunya juga kain sarungnya yang sudah tersingkap dan tak menutupi pantatnya.


"Cup.. jangan sampai bapakmu tahu kita begini ya...?!" Ucap ibu menatapku.


"Iyaa Bu, ini rahasia kita berdua... Tapi ibu gak kapok kan?"


"Gak tahu..."
Ucap ibu, lalu pergi menuju pintu depan.


Bersambung...

Ayah dan ibu sudah masuk ke kamarnya, sedangkan aku hanya melihat langit-langit kamar yang terbuat dari anyaman bambu yang sudah agak lapuk.


Hujan semakin lebat dengan diiringi hembusan angin yang begitu kencang, suhu dikamar pun akhirnya kembali ke suhu normal membuatku kedinginan.


Aku tarik selimut tebal yang sudah terlihat usang tapi bersih untuk menutupi tubuhku yang menggigil, sambil melamun aku raba penisku ternyata mengeluarkan cairan lubrikasi. Mungkin ini bekas pergumulanku dengan ibu tadi yang sempat menggantung belum terselesaikan.


Udara yang dingin membuatku ingin buang air kecil, setelah mengumpulkan tenaga aku bangkit dari kasur menuju kamar mandi.


Kakiku berjalan menginjak lantai yang terbuat dari anyaman bambu yang terlihat sudah mengkilat, beda dengan anyaman bambu diatas yang sudah menghitam dan lapuk ada sarang laba-labanya.


Ketika sedang berjalan melewati kamar orang tuaku, entah kenapa saya malah iseng mengintip. Aku hanya penasaran sedang apa ibuku sekarang? Ketika aku merunduk melihat lobang kunci, mataku terbelalak melihat pemandangan yang membuat penisku tegang seketika.


Bagaimana tidak tegang, melihat ibuku sedang ditindih ayah dengan posisi kedua kaki ibu mengangkang dalam keadaan keduanya telanjang bulat. Sedangkan ayah mengangkat dan menurunkan pantatnya berkali-kali.


Lalu tiba-tiba ayah mengejang dan ambruk diatas tubuh ibu. Beberapa menit kemudian ayah memakai celananya lagi lalu tidur membelakangi ibu yang masih dalam keadaan bugil tanpa busana.


Aku melihat dengan mataku sendiri, payudara ibu yang besar dan terlihat masih kencang membuatku diam seperti patung. Beberapa kali aku menelan ludah karena tergiur payudara ibu yang montok dan berisi itu.


Samar-samar aku mendengar suara ibu berkata, "baru beberapa menit pak udah keluar... Mana tidak pemanasan dulu main langsung tancap aja..." Ucap ibuku sambil meraba memeknya, lalu melihat sisa lendir sperma yang ada dijemari ibu dari memeknya itu.


"Maaf Bu ayah udah tidak kuat lagi... Tidur Bu udah malam..." Kata ayah sambil membelakangi ibu.


Ku lihat ibu menutupi tubuhnya lagi dengan kain sarung setelah mengelap memeknya, lalu dia tidur sambil membelakangi ayah. Mata ibu mengarah ke arahku yang sedang mengintipnya, aku yakin ibu tidak menyadari keberadaanku.


Sialnya saya tidak mengintipnya dari awal, aku berpikir dari sejak ibu masuk kamar sampai aku melihat persetubuhan itu selesai sekitar 10 menitan. Lalu berapa menit tadi ayah dan ibu bersetubuh?? Cepat sekali.


Padahal tadi aku dan ibu saling berciuman, meraba-raba sambil mengobrol saja sekitar 15 menitan.


Kasihan ibu, ternyata ini masalahnya kenapa ibu belum bisa menceritakan semuanya tentang masalah ranjang.


Aku pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil setelah mengintip mereka, kalaulah ibu mau saya siap menuntaskan kewajiban ayah sebagai suaminya. Andai saja...


Paginya seperti biasa aku ngopi dulu, kopi murah masyarakat desa 'Liong Bulan' ditemani ubi bakar yang aku cabut disamping rumah. Rasanya begitu nikmat, sangat cocok disaat cuaca sedang berkabut.


Aku lihat ayah sudah siap-siap akan berangkat ke kota, bersama para sesepuh lainnya untuk mewakili desa dalam acara pesta rakyat.


"Cup.. bapak pergi dulu sekitar 2 hari atau 3 hari bahkan lebih... Untuk itu ibu bapak titipkan sama kamu ya...?"


"Iyaa yah.. hati-hati dijalannya..."


"Ya sudah, Bu .. bapak pergi dulu ..."


"Iya pak hati-hati...!
"





Ayah pun akhirnya pergi ke kota dengan berjalan kaki, nanti pas di ujung jalan kampung ada mobil pickup yang mengangkut mereka.


Setelah ayah pergi ibu menghampiriku, "makan minum sendiri aja, gak nawarin nih sama ibu...??" Kata ibuku.


"Ehh iya sini Bu duduk di samping Ucup.. kirain ibu gak mau.. selain itu Ucup gak sadar kalau ibu lagi memperhatikan ... Maafin Ucup ya Bu...?"


"Gpp kok cup... gak tau kenapa ibu malah senanggg banget duduk sama Ucup disini.. "


"Ucup juga senang kalau ada ibu didekat Ucup... Diminum Bu kopinya..."
Ibu pun mengambil cangkir yang berisi kopi pahit bekasku lalu meminum kopinya.


Dengan perasaan sayangku pada ibu, ku ambil ubi bakar yang masih mengepul itu, mencubitnya sedikit lalu ku berikan pada ibu.
"Buka mulutnya Bu.." ibu sudah mengerti aku akan menyuapinya, lalu ibu membuka mulutnya.


Ketika aku suapi ibu, dia mengunyahnya dengan pandangan mata yang berbinar-binar. Anehnya aku jadi deg-degan melihat ibu memandangku seperti itu.


"Cup, pagi ini ibu sudah merasa di bahagiakan oleh kamu... Ibu sangat senang sekali..."


"Ucup kan sudah janji akan membahagiakan ibu, walaupun Ucup belum berpengalaman... Ucup juga berharap ibu terbuka, jangan ada sesuatu yang ibu pendam sendiri, sehingga menjadi beban bagi ibu..."
Kataku kepada ibu.


"Iyaa nak.. ibu mulai hari ini akan terbuka sama kamu... Tapi janji yaa jangan sampai bapakmu tahu...?" Ucap ibu sambil membalas menyuapiku.


"Iya Bu tentu... Karena kita sama-sama saling membutuhkan, bahkan lebih dari itu.. kita saling menyayangi... Baiklah Bu Ucup ngasih makan kambing dulu ya... Hari ini mungkin Ucup tidak menggembala dulu, paling mau ngambil rumput saja didekat sini..."


"Ya sudah ibu kedalam mau nyuci sprei dulu..."


"Emang spreinya udah kotor Bu..?"


"Emmm... Rahasia ahh masa ibu ceritain..."
Ucap ibu malu-malu.


"Katanya mau terbuka... Tapi gpp lah Ucup gak maksa kok..." Aku beranjak mau pergi memberi makan ternak, sebelum pergi ibu berkata, "nanti ibu ceritain cup.."


"Iyaa buu.. ibu jangan khawatir, Ucup baik-baik saja kok..." Kataku kepada ibu bahwa aku tidak terlalu mau tahu tentang masalah sprei itu.


Saya pergi ke kandang yang berada di samping rumah, memberinya makan kambing, ayam, bebek. Lalu bergegas ke tempat lapang yang penuh rumput tidak jauh dari rumah, disitulah aku setiap hari mengambil rumput untuk makan ternak.


Sebelum siang semua pekerjaan yang biasa aku kerjakan selesai semua dikerjakan, lalu aku pergi ke kandang ayam, disitu ada ayam yang sedang bertelur ku ambil dua butir.


Kedua telur ayam kampung itu aku cuci bersih kulitnya, lalu dengan segera aku makan mentah dua butir sekaligus. Pokoknya hari ini atau dimalam harinya saya harus menyetubuhi ibu, kalau pun gagal, setidaknya spermaku keluar dengan bantuan ibuku.


Niat yang begitu kuat semoga saja berhasil tujuanku itu.


Usahaku, kerja kerasku selama beberapa tahun yang lalu. Saya yakin, pasti akan menuai hasil yang memuaskan.


Niat burukku ini memang sangat tabu, seorang anak berusaha menitip benih dirahim ibunya sangatlah terlarang. Tapi bagiku justru itulah kenikmatan tertinggi ketika sel spermaku bertemu membuahi sel telur ibuku.


Dengan penuh keyakinan aku langkahkan kakiku dengan mantap masuk kedalam rumah, ku lihat ibu sedang memasak di dapur dengan busana kemben dan kain sarungnya juga kerudung yang menutupi rambut kepalanya.


"Cup.. udah pulang nak..? Tunggu sebentar ya kita makan sama-sama... Ibu sedang masak tumis jantung pisang..." Ucap ibuku sambil membungkuk mengaduk tumisan jantung pisang di atas tungku.


"Wahh! Kayaknya enak Bu... Ibu pandai banget memasak... Apapun yang ibu masak pasti enak..." Pujiku pada ibu.


"Iyaa atuh, kan dulu ibu belajar memasak sama almarhum nenek kamu... Makanya ilmu memasak itu turun ke ibu...hihi" ibu tertawa dengan gemasnya.


"Kita makan di dapur aja bu..."


"Iyaa makan disini aja, cuman kita berdua ini..."


"Ucup nyiapin nasinya dulu ya Bu..?"


"Iyaa..."
Ucap ibu tersenyum.


Setelah nasinya siap, tumis jantung pisang itu akhirnya matang juga. Lalu ibu menuangkannya di atas piring dan kami pun makan dengan lahapnya meskipun lauknya sederhana, jantung pisang.


Aku berusaha seromantis mungkin menyuapi ibu demi mendapatkan tujuan itu, perlu kerja keras dan keyakinan yang kuat untuk meluluhkan hati ibu. Karena tidak mungkin aku mengajak ibuku bersetubuh secara terang-terangan tanpa perjuangan, juga secara logika pun hal tersebut memang sangatlah sulit, selain tabu juga sangatlah bertentangan dengan ajaran agama yang kami anut.


Perjuanganku membuahkan hasil, meskipun secara perlahan dalam kurun waktu yang sangat lama, ibuku berhasil aku taklukkan. Tinggal beberapa langkah lagi, jika tak ada aral rintangan yang menghadang saya yakin pasti berhasil.


Kami tersenyum, tertawa, bercanda sambil makan. Sesekali keromantisan ditunjukan oleh kami berdua, ibuku kini mulai terbiasa saling menyuapiku. Padahal yang saya tahu, ibu belum pernah menyuapi ayah sekali pun.


Makan-makan pun selesai, ku bantu ibu membereskan tempat kami makan, mencuci piring, menyapu bahkan membereskan pekerjaan rumah.


Mumpung masih siang aku buru-buru mandi, soalnya aku gak kuat mandi dengan air dingin di suhu yang dingin.


Meskipun masih tetap kedinginan, aku tetap memaksakan untuk mandi. Byurrrr...!!! Air di gayung yang ditampung di bak terbuat dari drum bekas aspal saya guyurkan ke kepala.


Dengan memakai handuk aku masuk ke kamar pakai kaos dan celana training, tentu aku tak memakai celana dalam, karena biasanya jika sudah tak ada pekerjaan lagi seperti menggembala atau pergi ke hutan, aku tak mau pakai celana dalam, entahlah merasa tak nyaman saja.


Ketika keluar kamar, aku pergi ke dapur untuk buat kopi, dilihat-lihat aku tak melihat ibu dimana, kemana ibu?


Byurrr... Byurrr...!!! Ada suara orang sedang mandi, "Bu..?! Sedang mandi ya...??" Kataku.


"Iyaa... Ada apa cup..?" Ucap ibu.


"Gak apa-apa Bu, Ucup tunggu didepan ya Bu? kita ngobrol lagi...?!"


"Iyaa ... Ibu mandi dulu ya..."
Ucap ibuku dari dalam kamar mandi.


"Iya buu...!" Kataku ke depan rumah sambil membawa segelas kopi.


Didepan rumah duduk aku memandang pegunungan yang berkabut, padahal hari sudah siang tapi kabut di tempatku tinggal tetap masih ada meskipun sedikit.


Pikiranku masih tertuju pada ibu, 'bagaimana aku mengajak ibu untuk bersetubuh? Tak mungkin aku secara terang-terangan mengajaknya berzina? Sejak semalam kalau saja ayah tak datang sampai pagi, saya yakin waktu itu tubuhku dengan ibu sudah menyatu ..'


Tidak berapa lama ibu pun datang dengan memakai daster, lalu ketika menjemur handuk, sekilas terlihat bentuk celana dalamnya terbentuk di kain dasternya ketika sedang membungkuk.


'Bu, seandainya ayah pergi meninggalkanmu, sungguh aku siap jadi penggantinya...' bisikku dalam hati.


Ketika sedang melamun ibu datang menghampiriku, "masih siang cup melamun aja... Melamunin apa sihh? Ibu ya hihi..!" Ucap ibu duduk di sampingku.


"Iyaa melamunin ibu... Kok ibu tahu sih..?" Kataku heran.


"Kamu itu bengong tapi matamu itu lho ngeliatin ibu terus, huhh..!!" Kata ibuku sambil mencubit pinggangku.


"Gimana Ucup gak bengong Bu, entah kenapa ibu itu selalu membuat Ucup kagum... Tubuh ibu yang montok, pantat ibu yang lebar, pokoknya yang ada di ibu itu benar-benar sempurna... Makannya Ucup bengong ketika melihat ciptaan tuhan yang begitu sempurna.." pujiku pada ibu dan kulihat ibu terlihat senang sekali.


"Ucup?!!, gak salah kamu?!! bilang montok sama pantat ke ibu?! Jadi selama ini kamu sering berkhayal seperti itu ke ibu yaa??" Ucap ibuku mendelik.


"Iyaa Bu, maafkan Ucup ya Bu... Ibu selalu menjadi fantasi yang aneh-aneh buat Ucup... Jujur, selama ini Ucup suka onani sambil membayangkan ibu... Ucup gak tahu kenapa harus ibu yang menjadi objek fantasi Ucup, padahal ada banyak gadis dikampung ini yang cantik-cantik, tapi Ucup lebih suka ibu... Maafkan Ucup ya Bu? Kalaulah kita kemarin-kemarin tak janji saling terbuka, Ucup gak berani berkata jujur seperti ini sama ibu..." Akhirnya uneg-uneg yang selama ini aku tutupi terbuka juga.


Setelah mendengar itu semua ibuku terdiam, arah matanya lama menatap ke arah bawah lalu melihatku lagi.


"Cup, ibu senang kamu berkata jujur kepada ibu. Ucapanmu barusan memang butuh kekuatan mental untuk mengatakannya. Ibu juga punya uneg-uneg yang ingin ibu berbagi sama kamu... Tapi, jangan diluar ya? Ibu takut ada orang yang mendengarnya..."


"Ya sudah Bu kita ke dalam aja yuk..?"
Ku ajak ibu masuk ke dalam.


Setelah kami masuk, pintu depan aku kunci.
"Kok dikunci cup pintunya...?"


"Takut nanti pas ibu curhat ada yang masuk Bu, kan jadi gak enak curhatnya...."


"Ohh.. iyaa bener juga ya..."
Kata ibu membenarkan ucapanku.


Setelah pintu saya kunci, ibuku masih berdiri saja, mungkin bingung harus duduk atau bagaimana..?
"Bu, Ucup gelar tikar dulu ya? Nanti ibu tiduran di paha Ucup saja.." karpet digelar, ibu pun tiduran di pahaku.


Melihat ibuku tiduran di pahaku, payudaranya besar membusung keatas, tubuhnya telentang dengan kedua kaki dilebarkannya, sekilas nampak pangkal selangkangannya juga memeknya dibalik daster yang merapat ke kulitnya.


"Jangan ngeliatin kayak gitu sama ibu cup, ibu malu..." Ucap ibuku sambil menutupi bagian sensitifnya dengan tangan.


"Malu kenapa Bu? Ibu itu sempurna di mata Ucup.. lagian hanya ada kita berdua disini, Ucup kan putra ibu... gak apa-apa ya Bu? Kalau Ucup selalu memandangi ibu..."


"Ibu malu cup soalnya tubuh ibu gemuk, ibu tidak pede kalau ibu melihat tubuh ibu sendiri..."
Aku tidak tahu entah kenapa tanganku mengelus kepala ibuku supaya membuat dirinya tenang.


"Tidak Bu, ibu harus percaya diri, jika ibu merasa minder dengan tubuh ibu yang montok, setidaknya Ucup menghargai ibu menyayangi ibu apa adanya... Tanamkan di hati ibu bahwa semuanya untuk Ucup, karena ibu sendiri tak yakin kan kalau ayah akan memperhatikan ibu? Tapi Ucup selalu menghargai ibu sebagai wanita yang harus diperjuangkan... Bu, aneh sekali kenapa Ucup jatuh cinta sama ibu..? Maafkan Ucup ya... Ucup terlalu terbuka sama ibu..." Ibuku lama menatapku dari bawah, sedangkan aku melihatnya menunduk memperhatikan ekspresi wajahnya.


"Kamu jatuh cinta sama ibu nak? Kayak tidak ada wanita lain saja... Tapi, ibu salut kamu mengatakan itu sama ibu. Kata-kata kamu barusan membuat jantung ibu deg-degan tau cup... Rasa-rasanya ibu plong banget tak ada beban ngobrol sama kamu... Ibu juga mau cerita tentang rahasia ibu ..." Akhirnya yang aku tunggu-tunggu datang juga.


"Ceritakan Bu, Ucup mau mendengarnya langsung dari mulut ibu..."
Aku usap-usap kening ibu yang kebetulan sedang tak memakai kerudung.


"Sebenarnya sudah lama sekali ibu sama bapak kamu merasa dingin ketika berhubungan badan... Bapak kamu cepat keluar sedangkan ibu belum bereaksi apa-apa... Apalagi ditambah ketidakpekaan bapakmu itu sehabis berhubungan badan. Bikin ibu jengkel!" Ucap ibu sambil memasang muka cemberut.


"Bu, ibu jangan marah ya..."


"Marah kenapa cup...?"


"Boleh gak kalau Ucup bantu ibu memuaskan hasrat seksual ibu...?"


"Astaghfirullah cup maksud kamu apa? Menyetubuhi ibu?? Ingat itu dosa cup.. lagi pula kita ada hubungan darah, kalau ibu hamil gimana...?!!"
Ibuku nampaknya terkejut dengan usulanku.


"Bukan menyetubuhi ibu... Tapi Ucup bantu ibu tidak dengan bersetubuh.. tapi seperti malam kemarin Bu...? Kalau ibu tidak berkenan juga gak apa-apa... Ucup berkata seperti ini bukan untuk menghinakan ibu.. justru niat Ucup ingin kita sama-sama melindungi keluarga ini dari kehancuran..."


"Tapi cup ibu takut kebablasan..." Mulai ibuku membuka hati dan menerima usulku.


"Gak bakalan Bu.. ibu seperti biasa tinggal bilang aja ke Ucup '
hentikan' maka Ucup akan berhenti tidak meneruskannya lagi... Gimana Bu? Ini demi kebaikan ibu dan Ucup sayang sama ibu.." ibuku diam sejenak, menarik nafas dalam lalu melihat keseriusanku.


"Iyaa ibu mau... Tapi jangan sampai kebablasan ya cup.. ibu takut.." ucap ibu memegang tanganku.


"Bu, ibu percaya kan sama Ucup? Ucup janji tak akan menyakiti ibu.. Ucup juga akan selalu bersama ibu dalam suka dan duka... Jujur, Ucup sangat mencintai ibu..."


"Ibu percaya kok sama kamu cup... Ibu tahu kamu sejak dari dalam kandungan hingga sekarang, kamu orang yang ibu percayai..."


"Aku sayang ibu..."


"Ibu juga nak, sayang kamu..."


"Kita ke kamar yuk Bu..?"


"Ke kamar ibu aja ya...?"


"Iyaa,, Ucup pangku ibu yaa..?"


"Emang kamu kuat...?"


"Kita liat aja Bu..."
Kataku tersenyum ke ibuku.


Semuanya sudah disepakati, ibuku mau aku ajak bermesraan denganku asal tidak untuk menyetubuhinya.


Bagiku itu adalah sebuah keberuntungan yang sangat langka, selama bertahun-tahun aku menunggu momen ini. Mengatakan untuk bermesraan dengan ibu, entah bermesraan itu seperti apa? Tinggal menunggu saat yang tepat mengeksekusi lobang kenikmatan ibuku.

Kuangkat ibuku dengan penuh semangat, tangan kanan ibu memeluk leherku. Ketika ibu kuangkat sampai berdiri, memang tubuh ibu yang montok berat ku rasakan, tapi pengorbanan dan perjuangan ini akan terbayarkan dengan tubuh ibuku.


Tanpa memikir beban yang kurasakan, ternyata berat badan ibuku tak seberapa dengan beban balok pohon cengkeh yang sering saya pikul.


Sebelum aku berjalan memangku ibu, kedua tangan ibu memeluk leherku, kami saling membalas senyuman. Kulihat wajah ibu memancarkan kebahagian, sampai tatapan ibu itu seakan menembus relung hatiku.


Akhirnya sampailah kami didalam kamar ibu, lalu aku rebahkan ibuku di kasurnya. Aku pun ikut rebahan di samping ibu sambil ku elus pipinya.


"Bu, ibu percaya kan kalau Ucup tidak akan menyakiti ibu...?" Ku rapikan rambut panjangnya kebelakang.


"Iyaa nak.. ibu percaya sama kamu... Ihh.. ibu deg-degan lho ini..."


"Tapi suka kan Bu Ucup manja-manjain ibu..?"


"Iyaa ibu suka... Kamu pandai sekali bikin ibu senang nak.."
Tangannya yang lembut menyentuh pipiku.


"Ucup cium bibir ibu ya..?" Ibu hanya mengangguk pelan menjawab ajakanku.


Kali ini ibu memandangku ketika kedua bibir bertemu, ku lepaskan lagi kecupanku, ku pandangi mata ibuku lalu ibu mengangguk lagi dan ku cium lagi bibirnya.


Kini aku gerakkan mulutku sekalian beradu nafas disitu, ibu pun mulai membalas ciumanku dan menggerakkan mulutnya. Ketika mulut kami sudah basah, lidahku melesak masuk mengaduk-aduk mulut ibuku dan langsung dibalas dengan lidah ibuku.


Akhirnya kami pun berciuman saling beradu lidah.


Jerat-jerat birahi mulai mengikat kami berdua, jantung berdegup kencang, aliran darah pun ikut mendidih, karena pintu gerbang hubungan tabu antara aku dan ibuku, mulai ada jalan ke arah penyatuan alat kelamin.


Kontolku sampai mengeras hebat! berdenyut-denyut mengacung didalam celana training ku.


Aku peluk ibuku sambil perlahan-lahan dasternya ku singkapkan, kulit pantat yang kenyal dan lembut ku remas-remas sekalian aku dekatkan ujung kontolku menusuk-nusuk selangkangannya.


Sampai disini ibu tidak protes meskipun kain dasternya yang bawah saya singkapkan, malah kami semakin panas oleh rangsangan-rangsangan gesekan kulit dan pertukaran air ludah dimulut kami.


Ku belai-belai kepala ibuku sambil menikmati air liurnya, antara aku dan ibuku tak sedikitpun merasa jijik dengan percampuran ludah yang sedikit demi sedikit kami telan dengan nikmatnya.


Rasa cinta dan sayang semakin menancap dan menghujam kedalam lubuk hatiku, aku benar-benar jatuh cinta pada ibuku sendiri. Hingga rasa yang ada di hatiku terucapkan melalui untaian-untaian kalimat yang keluar dari mulutku.


"Bu, sungguh aku jatuh cinta sama ibu... Jadilah istriku Bu, meskipun tak bisa diikat dengan tali perkawinan..."


Ibuku terdiam Dangan nafas yang memburu, degup jantungnya kurasakan dengan dadaku, karena aku dan ibuku saat ini berpelukan erat sekali.


"Tapi ada syaratnya nak dari ibu..."


"Apa Bu? Katakanlah..."


"Pertama selain celana dalam ibu jangan kamu lepaskan ya nak? Kedua kamu harus bertanggung jawab jika terjadi sesuatu sama ibu. Yang ketiga rahasiakan serapat-rapatnya kejadian ini dari orang lain, termasuk ayahmu..."


"Baik Bu, Ucup terima semua syarat yang diberikan ibu... Bu, Ucup mencintai ibu tak hanya soal seksual saja... Ucup sebagai anak ibu benar-benar menyayangi ibu, percayalah Bu, Ucup takkan sia-siakan kepercayaan ibu..."


"Nak, ibu juga sangat mencintaimu... Tega kamu sudah buat ibu jatuh cinta sama kamu... bahagiakan ibu nak, senangkan ibu dengan caramu..."


"Terimalah air ludahku Bu...telanlah..."
Aku kumpulkan ludahku sebanyak-banyaknya lalu aku ludahi mulut ibuku.


Selanjutnya ibu pun mengumpulkan ludahnya banyak-banyak, lalu diberikannya kepadaku. Aku pun menelannya dengan senang hati.


Anehnya, setelah pertukaran ludah itu, ketika aku menelannya seakan seperti jamu perangsang yang membuat birahi saya semakin meningkat drastis. Sehingga kami jadi lupa diri bahwa kami adalah anak dan ibu kandung.


Hasrat seksual kami berdua semakin liar dan tak terkendali, ada apa ini? Mungkinkah perbuatan kami menjadi sebuah pesta tontonan para setan? Soalnya aku dan ibuku sudah tidak memperdulikan larangan hubungan tabu yang sedang kami lakukan.


Ibuku yang tak tinggal sembahyang dan religius, bisa takluk oleh cumbu rayuanku.


Usahaku selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil, aku dan ibu kini bersatu.


Aliran birahi terus menyebar keseluruh tubuhku, urat dan ototku menegang semuanya, termasuk kontolku.


Ibuku mengap-mengap mulutnya aku sumbat dengan mulutku. Tapi ibu tidak mau melepaskan ciumannya denganku, aku pun jadi semakin berani memegang payudaranya, meremasnya. Bahkan secara refleks kami saling mendekatkan selangkangan, sehingga kontolku menekan bagian atas memeknya (pubis).


Beberapa menit kemudian aku lepaskan ciumanku, tapi tanganku masih meremasi pantat ibuku.


"Enak gak bu ciuman Ucup.. baru kali ini Ucup berciuman dengan wanita.. aku sangat beruntung karena ibu wanita pertama yang Ucup cium..."


"Ibu juga nak, baru kali ini ibu seliar ini... Vagina ibu sampai basah lho..."
Ucap ibu sambil meraba kewanitaannya.


"Lagi yuk Bu?"


"Kamu mau lagi..?"


"Iyaa, emang ibu gak mau..?"


"Ibu juga gak mau berhenti sampai disini nak... Ayokk... Hii"
ucap ibu sambil tersenyum dan tangannya memegang pipiku.


"Dasternya dibuka aja Bu... Pasti bakalan lebih panas..."


"Kamu yang bukain dong... Masa kamu yang mau ibu yang buka..."


"Ihh ibu mah tega sama Ucup..."


"Becanda kok nak... Abisnya ibu suka liat ekspresi kamu kalau ibu tolak... Lepasin aja ibu bantu kok..."



Kami pun duduk di kasur, daster ibu yang sudah terangkat sampai pinggangnya, kini aku angkat untuk melepaskannya. Ibu pun mengangkat kedua tangannya membantuku agar dasternya terlepas.


Ketika ku angkat dasternya itu, payudara ibu pun ikut terangkat, lalu terjatuh kembali kebawah bergoyang-goyang Ugh! Aku sampai melongo melihat payudara ibuku yang montok itu.



Aku pun membuka kaosku yang kupakai lalu apa yang terjadi? Diluar dugaan ibu pun membantuku melepaskan kaosku.


Tentu hal sepele itu membuatku merasa terharu.


"Makasih bu, tadi Ucup terkejut ibu membantuku melepaskan kaos Ucup... Kirain ibu bakalan takut Ucup buka kaos didepan ibu..." Kataku kepada ibu yang sedang duduk berhadapan denganku dalam keadaan hampir telanjang, hanya bh dan cdnya saja yang menutupi tubuh mulusnya.


"Itu karena selain kamu anak ibu, ibu juga sejak kamu memberikan air ludahmu, ibu jatuh hati sama kamu nak.. kamu anak yang baik, bersyukur ibu melahirkan mu. Ibu sayang kamu karena Budi baikmu sama ibu..." Mata ibu sampai berkaca-kaca mengatakannya.


Aku pun memegang kedua pundak ibu, lalu mencium bibirnya lagi. Sejenak kami pun berciuman di suhu ruangan kamar yang begitu dingin.


"Bu, bh-nya dilepas ya..?"


"Iyaa boleh... Lepas pengaitnya nak.."
aku pun melepaskan pengaitnya dari depan. Tentunya aku harus mendekat dan memeluk ibu, disaat menempel kulit tubuhku dengan ibu itulah ada perasaan aneh. Ada kenyamanan, ketentraman, kedamaian yang aku rasakan. Sampai-sampai ibu pun memelukku dan menggesek-gesekkan lehernya dengan leherku.


"Ahh.. cup, nyaman sekali ibu berada didekatmu sayang..." Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut ibu.


"Ucup juga Bu bersyukur dilahirkan ibu... Apalagi kalau ibu melahirkan anakku.."


"Ihh kamu mah nakal... Masa ibu sendiri mau dihamili... Nggak mau ahh... Begini aja dulu ya sayang? Ibu takut..."


"Iyaa tadi ucup hanya bercanda kok Bu... Aku gak mau buat ibu takut sama Ucup... Yuk Bu tiduran lagi...?"


"Bantuin ibu tiduran dong ..."
Ucap ibu sambil tersenyum. Kali ini ibuku jadi manja denganku seperti anak gadis yang berusia belasan tahun.


"Iya sayangku... Yuk kita lanjutin yang tadi...?" Ibu mengangguk pelan, terlihat dari raut wajahnya yang cantik rasa senang dan bahagia darinya.


Perlahan ku rebahkan ibu tiduran dikasur, lalu bhnya yang masih menempel aku lepaskan dari payudaranya.


Ketika bh-nya sudah terlepas, terlihatlah dua gunung kembar terhampar dan membusung didepan mataku.


"Oughh! Bu.. gede banget...!"


"Kamu suka?"


"Iyaa suka banget bu..! Boleh Ucup nyusu lagi Bu..?"
Meskipun sudah ada di depanku, aku tak berani memegangnya secara langsung.


"Kalau sudah dibuka begini buat siapa lagi kalau bukan untuk kamu sayang..." Ucap ibuku sambil mencubit hidungku.


Betapa senangnya hatiku diijinkan menikmati payudara ibuku, "makasih bu..." Langsung saja aku meremas payudaranya dari pinggir tubuh ibu (belum menindihnya).


Ketika kuremas dan ku pilin-pilin putingnya, ibuku mulai gelisah. Tubuhnya bergerak ke kiri dan ke kanan, kakinya pun seperti menendang-nendang kain sprei hingga keluarlah dari mulut ibu suara kenikmatan yang ibu tahan "Ahhh~!"


Aku ciumi lagi bibir ibuku sambil meremas payudaranya, dan tak kusangka tangan ibu meraba selangkanganku lalu menggenggam kontolku. Ketika dipegang mata ibuku terbelalak, karena penasaran aku lepaskan ciumanku, "kenapa Bu..?"


"Pe..penis kamu gede banget sayang...?!"


"Ucup lepas aja ya celananya? Biar ibu leluasa..."
Ibu mengangguk pelan, dan terlihat tegang ketika ku lepaskan celanaku.


Kontolku akhirnya terbebas dari kerangkengnya, warnanya hitam, menegang penuh urat-urat besar disekelilingnya. Berdiameter 2 inchi dengan panjang 18 cm ngangguk-ngangguk didepan wajah ibu.


Aku duduk disamping kepala ibu sambil memilin putingnya, dan secara sadar tangan ibuku menggenggam kontolku sambil mulutnya ternganga.


"Bu, kalau ibu berkenan.. tolong kontol Ucup disepong sama ibu..." Ibuku menatapku sejenak lalu melihat kontolku sambil menelan ludah.


Wajahnya mendekati kontolku lalu diciuminya seluruh batangnya, bahkan sampai digeseknya kewajah juga pipinya. Dengan gemasnya ibu pun menghirup aroma dari kontolku, lalu keluarlah lidahnya dari mulut ibu.


Perlahan sedikit demi sedikit ibu mulai menjilat ujung kepala kontolku, lalu dia sedikit mengernyitkan dahinya.


"Ada lendirnya sayang, asin..." Ucap ibuku sambil menjulurkan lidahnya.


"Buang saja Bu..."


"Udah ibu telan..."


"Apa ibu gak jijik nelan lendir kontol Ucup Bu..? Jangan dipaksain sayang..."
Kataku mengelus kepalanya.


"Gak bakalan ibu buang sayang... Ibu sudah suka sama kamu, ibu sudah cinta sama kamu... bagaimana gak ibu telan sedangkan kamu begitu menghargai ibu, sampai ibu amat sangat sayang sama kamu..." Ibuku lanjut menjilatinya.


"Lalu bagaimana dengan ayah Bu? Apa ibu suka begini juga menjilati kontol ayah..?" Kataku penasaran, ibuku berhenti menjilat.


"Ibu pernah melakukan seperti ini sama bapak kamu itu, tapi itu dulu sudah lama sekali... sekarang jujur nak, ibu lebih suka penis kamu.."


"Bu, kontolku ini buat ibu... Perlakukan kontol Ucup seperti ibu menyayangi Ucup Bu..."
Tiba-tiba saja ibuku langsung memasukan kontolku kedalam mulutnya semuanya, lalu di diamkannya lama sambil disedotnya kuat-kuat sampai aku merasa ngilu "Ughhh..!! Ibu... Aahhhh~..!!" Melihat ibuku seperti sedang meminum es lilin sampai terlihat monyong mulutnya.


Dengan posisi tiduran miring dan hanya tangan kirinya yang menahan tubuhnya, ibuku menyedot-nyedot kontolku yang sedang tidur terlentang sambil memajukan kepalanya.


Rasanya sungguh lebih nikmat dari sekedar onani yang sering saya lakukan rutin setiap hari, "Nikmat sekali sedotan mulut ibu... Benar-benar luar biasa! Ucup suka Bu... Terussss buuu... Aaaahhhh... Ouuugghhh..!!" Sampai terpejam mataku menikmati sepongan mulut ibu.


Ketika ibuku menyedot kontolku, tanganku meremas-remas payudara ibu yang semakin padat. Melihat dirinya terus menerus memajukan kepalanya, aku jadi tidak tega melihatnya, ibu pasti lehernya pegal.


"Sudah bu, biarkan Ucup yang sekarang menikmati tubuh ibu... Ibu istirahat dulu ya...?" Aku elus-elus kepalanya.


Ibu pun melepaskan kulumannya lalu tiduran dibantal, "sini sayang peluk ibu..." Aku pun mendekati ibu dengan kontolku yang masih kuat dan tegang.


Sambil tiduran miring kami berpelukan sampai dadaku menekan payudaranya yang besar, setelah itu ibuku terus memelukku lalu diciumnya bibirku.


Kulihat ibuku memandangku sesaat dengan matanya yang berbinar-binar, "Sayang, kamu benar-benar menghargai ibu sebagai wanita... Memang ibu merasa pegal tadi, tapi kamu begitu respek sama ibu, tidak mementingkan diri sendiri... Sungguh ibu terharu merasa diistimewakan oleh kamu sayangku, putra ibu.."


Lalu lanjut ibu, "nak, bukan hanya kamu yang ingin membahagiakan ibu... Ibu pun ingin membuatmu bahagia... Sungguh ibu sangat sayang sama kamu... Sayang, lepas saja celana dalam ibu..."


"Tapi Bu, bukankah ibu melarangku melepaskannya...?"


"Iya itu tadi, sekarang ibu ikhlas, ibu rela kamu setubuhi ibu... Tolong sayang, kabulkan permintaan ibu ini, setubuhi ibu..."
Ucap ibu sambil mengelus pipiku.


"Makasih bu, Ucup sayang ibu..." Betapa senangnya aku mendengar ibuku menginginkanku menyetubuhinya.


"Ibu juga sangat mencintaimu.." ucap ibuku.


Kami berdua benar-benar sudah dimabuk cinta, perasaan cinta yang seharusnya sebagai ibu dan anak. Kini malah melenceng seperti cinta antara suami istri yang seharusnya tak boleh terjadi.


Rasa cinta ini semakin menggebu sampai terasa sesak dada ini, dengan perlahan aku elus pipi ibu sampai membuat ibuku merinding kegelian.


Lalu ku peluk ibuku sembari mendorongnya, sehingga ibuku terlentang dan aku pun menindihnya. Dalam keadaan aku menindih ibuku, kami saling berpandangan.


Kecantikan ibuku memang tak secantik artis ibu kota yang kadang ku lihat di tv tetangga, tapi sensasi ketika aku sedang bercinta dengan ibuku sendiri rasanya sungguh membuat nafsu seksualku semakin menjadi-jadi.


Malah ibuku beberapa kali menciumiku dan meraba juga meremas pantatku.


"Ohh.. anak ibu.. putra ibu... Sungguh nak ibu sangat-sangat mencintaimu... Ibu sayang kamu... Ummmuuaahhh...!!!" Ibuku benar-benar menjadi liar dan lupa bahwa sekarang sedang diburu nafsu.


"Ucup juga sayang ibu... Mmmuuuahhh... (Aku cium balik ibuku) Bu,..?". Kataku menatap ibu.


"Iya sayang...?"


"Jadi.... boleh Ucup ngentot ibu...?"
Kataku kepada ibu yang mulai berani mengeluarkan kata jorok itu.


"He-em boleh... Tapi ibu udah gak perawan lho..??"


"Gak apa-apa Bu, Ucup gak peduli... Ibu mau dientot Ucup juga, Ucup merasa bersyukur Bu..."
Sambil aku tekan kontolku dibagian bawah memeknya.


"Iyaa sayang entot ibu... " Kami pun berciuman lagi dan semakin liar, suhu udara yang dingin tak lagi ku rasakan, karena aku dan ibuku malah mengeluarkan sedikit keringat dan mulai memanas.


Perlahan ciumanku turun ke lehernya, memutar-mutar lidahku lalu dihisapnya dan ku gigit manja leher ibuku.
"Aaahhh... Aaahhhh.... Eeemmmhhh... Cuuupp... Enak bangettt saya...nggg... Terrruuuussshhh...!" Ucap ibu sambil mengusap belakang tengkukku.


"Leher ibu enak banget dijilatnya Bu... Mmmhhhh.... Mmmhhhh..." Ku kecup lehernya tak kulepaskan sambil lidahku menari-nari mengitari seluruh bagian lehernya.


Aku pun merasa sangat mencintai ibuku, begitu pun ibu sangat mencintaiku. Awalnya kami hanya ingin bercerita dari hati kehati, tapi malah bertukar air liur, menyatukan tubuh, saling mengisi kelamin.


Tubuh ibu semakin menggeliat ketika tubuhku menggesek-gesek kulit tubuhnya, keringat yang keluar dari kulitnya aku bersihkan dengan jilatanku.


Kecupanku sedikit dan perlahan-lahan terus turun hingga didepan payudaranya, gundukan gunung kembar didepan mataku.


Dengan birahi yang semakin membara membakar jiwa mudaku, hasrat seksualku untuk menyatukan tubuhku melalui penyatuan alat kelamin semakin menjadi-jadi di kepalaku.


Rasanya ingin segera aku menyatukan tubuhku dengan ibu, apalagi kontolku sudah semakin keras dan panas ingin segera dibalut dan dibelai oleh lobang surgawi milik ibu.


Ketika sedang mencumbui ibuku, aku jadi teringat ayah yang sedang pergi ke kota beberapa hari. Saat ini dan seterusnya aku mengesampingkan perasaanku pada ayah yang sudah mengkhianati amanatnya untuk menjaga ibu.


Tapi kami malah dengan sukarela dan sadar dibelakang ayah berzina secara terang-terangan. Sambil menetek puting ibu didalam mulutku, hatiku berbisik 'ayah, maafkan Ucup yang akan melepaskan benih-benih haram mengisi rahim ibu... Kami saling mencintai dan menyayangi Yah. Malah Ucup berharap ibu mengandung anakku...'


Sesekali aku cium juga bawah payudaranya sampai ke perutnya yang berlemak, ibuku hanya diam dan pasrah seluruh tubuhnya jadi pelampiasan nafsu birahiku.


Kini wajahku tepat didepan memeknya yang masih terbungkus celana dalamnya, sedangkan kedua kakinya sengaja ibu lebarkan, sehingga aku leluasa melihat memek tembem ibuku dari luar cd-nya.


Beberapa kali aku elus-elus permukaan memeknya yang membusung, lalu aku cium aromanya seperti candu yang paling mahal.


Bau memek ibuku benar-benar seperti obat perangsang, sampai-sampai kontolku menegang hebat akibat reaksi bau yang ditimbulkan memek ibuku.


"Bu..? Boleh Ucup lepas CD ibu...?"


"Iya sayang, lepas saja... Semua milik bapakmu pada ibu untuk kamu juga sayang..."
Ucap ibuku sambil melihat ke arahku yang sedang berada didepan memeknya.


Lalu aku cium memeknya yang masih terbungkus cd-nya, pertanda rasa terima kasih dan hormatku padanya.


"Makasih ya Bu, ibu baik sekali sama Ucup... Ucup janji sama ibu, akan berusaha untuk membahagiakan ibu..." Kataku sembari menurunkan celana dalamnya.


Ketika ku pegang kedua sisi celananya, sebenarnya aku sangat gemetaran. Bagaimana tidak deg-degan? Karena aku akan melihat untuk pertama kalinya, tempat kenikmatan surga dunia milik ibu yang sudah lama menjadi tujuanku sejak menginjak masa baligh (mimpi keluar sperma).


Perlahan memek ibuku mulai menampakkan bagian atasnya yang berbulu tipis, disitu nafasku mulai sesak dan jantungku berdegup kencang!. Tentunya kontolku semakin menegang mengarah ke lobang memeknya yang belum terlihat.


Ketika CD ibuku sudah setengah pahanya, aku tersenyum dan merasa lapang hatiku melihat memek ibuku secara utuh. Ku lihat sejenak bentuk pubisnya yang membusung, bibirnya yang tebal juga bulu-bulu halus tertata rapih yang menghiasi sekitar memeknya.



Lalu aku lanjutkan misiku menurunkan cd-nya, sehingga kini kami berdua telanjang bulat dikamar ibuku.


Setelah itu aku lebarkan kedua kaki ibuku yang besar kesamping sambil aku tekuk, sehingga tulang keringnya menghadap keatas.


Didepan mataku kini terlihatlah memek ibu seutuhnya, dengan bibirnya yang tebal kini merenggang dan nampak dibalik lembah kenikmatan itu lobang memek ibuku.


Aku merunduk dengan wajahku menghadap memek ibu yang merekah, kedua pahanya aku pegang lalu aku cium dan ku hirup memeknya Ughh..! Bau memek ibuku sungguh luar biasa! Aromanya yang merasuk kedalam hidungku, bagaikan nasi ketan hitam yang menurut hasil cernaan akalku begitu wangi.


Entah mungkin karena sudah diselimuti hawa nafsu incest yang membuat penciumanku merasa ketagihan, atau karena baunya yang begitu istimewa?.


Aku gesek-gesek ujung hidungku sembari aku hirup dari belahan memeknya yang bawah berakhir di klentitnya. Sampai antara mulutku dan hidungku belepotan oleh lendir yang sudah keluar dari memeknya.


Lalu aku mencoba menjilat belahan memek ibuku dengan sekali jilatan, Wow! Rasanya sangat enak! Tekstur yang lembut, aroma memek yang baunya istimewa, lendirnya yang sedikit asin gurih membuatku ketagihan ingin terus menjilatinya, bahkan sampai aku telan tanpa keraguan.


"Bu, memek ibu enak banget bu... Ucup suka.. " ku lanjutkan menjilati memeknya.


Ketika lidahku menari-nari dan menyundul-nyundul klentitnya, ibuku semakin gelisah. Puncaknya pas klentit ibu aku sedot kuat seperti mengemut teteknya, ibuku mengerang hebat! kepalanya ditekan-tekan ke bantal, tubuhnya berkeringat disuhu kamar yang dingin.


Lalu, "Oouuugggghhhh...!! Ccuuuuppp ibu kelluaaarrrr.... Aaahhhh.... Enak bangeeettt... Entot ibumu ini saya...nnggg... Aaaaahhhhh...!!!" Seiring mengerangnya ibuku, keluarlah lendir putih dari celah lobang memeknya. Lelehan itu tentu tak saya sia-siakan, langsung saja aku jilati dan aku telan terus, karena memang ternyata cukup banyak juga lendir yang keluar dari lobang memek ibuku.


Kulihat lobang memek ibuku mengap-mengap, seperti mulut ikan yang menampakkan diri dipermukaan kolam. Saking gemasnya aku julurkan lidahku sehingga ujungnya masuk sekitar 1cm, mulut memeknya berkedut-kedut sampai geli aku rasakan.


Kini nafas ibuku kembali normal, tubuhnya pun mulai rileks dan terlihat lemas setelah mencapai orgasmenya.


"Cup.. makasih ya sayang..? Kamu hebat sudah buat ibu puas... Aaahhh.... Kamu tadi menelan lendir ibu sayang?" Ucap ibu menatapku.


Aku sudahi menjilat memeknya, ku tatap ibuku, "iyaa Bu. Ucup telan semuanya... Ucup suka, Ucup sayang ibu, cinta ibu..." Lalu aku kecup memeknya.


"Seumur-umur baru kali ini memek ibu dijilati seberingas itu, bahkan ibu kagum sama kamu sayang... Tanpa rasa jijik kamu habiskan lendir dari memek ibu... Bapakmu saja tidak pernah melakukan itu sama ibu lho..."


"Kalau air mani Ucup dikeluarkan didalam mulut ibu, ibu berani gak menelannya...?"


"Akan ibu lakukan dengan sepenuh hati ibu sayang...jika kamu mau semalaman kontol kamu ibu kulum sampai pagi..."
Ucap ibuku sambil memandangku dalam keadaan dikuasai nafsu birahi.


"Tapi jangan dipaksakan ya Bu? Ucup gak maksa kok...?"


"Sayang, semakin kamu merendah didepan ibu... Menghormati ibu, justru membuat ibu merasa tertantang... Pokoknya kapanpun kamu mau, mulut ibu siap menampung air mani kamu sayang..."


"Makasih bu, ibu walaupun tak mau melakukannya... Ucup tetap sayang kok sama ibu... Bu, boleh sekarang Ucup masukkan kontol Ucup kedalam memek ibu...?"


"Iyaa sayang... Masukkanlah... ibu sudah tidak sabar ingin merasakan kontol kamu di memek ibu..."
Entah ibuku menyadari atau tidak, kata-kata ibuku jadi sedikit binal menjawab ucapanku.


Aku pegang kedua pahanya bagian dalam, lalu aku tekan keatas sehingga memeknya menganga lebar. Ketika kontolku aku taruh di lobang memeknya, langsung terasa mengeras dan keluar urat-urat besar yang melingkar dibatang kontolku.


Rasanya seperti ada tarikan dari dalam sana agar kontolku segera masuk kedalam tubuh ibu, perlahan aku tekan pantatku sehingga kontolku terdorong kedepan.


Ketika masuk kepalanya Ughh! Rasanya begitu hangat, licin, dan ngilu sekali. Ku lihat ibuku sampai melenguh tatkala kepala kontolku memasuki tubuhnya, kedua tangannya sampai meremas-remas sendiri payudaranya.


Aku pun merasa darahku bergejolak, diiringi birahi yang semakin membesar dan siap meledak melalui hantaman dan muntahan lahar panas dari kantung spermaku.


Dengan penuh perasaan mantap dan ibuku yakin terhadap keputusanku, mulai saya tekan pantatku sehingga batang kontolku melesak dengan tempo yang lambat, menerobos lipatan-lipatan daging yang lembut dan licin. Sehingga dengan sekali hentakkan Bleeeesssskkk...! Uuugghhh... Oouuuhhhh.... Aaahhhh....!! Kami melenguh berbarengan ketika kontolku mengisi ruang memek ibuku yang kurasakan sangat sempit.


Tubuh kami pun sampai bergetar hebat! Tatkala alat kelamin kami menyatu sempurna.


Kedutan demi kedutan yang semakin kuat kurasakan, sejenak ku diamkan batang kontolku didalam memeknya. Saking nikmatnya bercinta, aku sampai memejamkan mataku sambil menengadah Aaahhh~! Lalu ku lihat ibuku kepalanya menekan-nekan bantal dan terlihat wajahnya memerah karena saking dahsyatnya sensasi persetubuhan ini.


Setelah menikmati kedutan dan remasan lembut lorong memek ibu, aku mulai menarik kontolku perlahan sampai ku sisakan kepalannya saja.


Kulihat kontolku basah kuyup oleh lendir dari memek ibu, bahkan mulut memeknya pun masih kurasakan berkedut dengan tempo yang cepat, seperti sedang mengemut kepala kontolku ini.


Setelah merasakan dan menikmati semua sensasi itu, aku mulai memaju mundurkan pantatku, sehingga dengan perlahan kontolku menerobos lalu keluar lagi dan ku ulangi lagi.


"Aahhh... Bu... Memek ibu sungguh nikmat sekali rasanya Bu... Uuggghhh....!!!" Kataku sambil menggenjot ibuku.


"Ibu juga sayang.... Baru kali ini... Ibu merasakan bersetubuh senikmat ini... Aaaahhh... Eemmmmmhhhh.... Sayang... Terus entotin ibu nak.... Aaaahhhh.... Aaahhhhh....!!" Ucap ibu sambil meremas payudaranya.


Aku sangat senang membuat ibuku bahagia seperti itu, kini setelah gaya ngentot saya duduk dan ibu tidur mengangkang. Aku mulai menindih ibuku dengan kontolku masih didalam memeknya.


Begitu ku tindih ibuku, kami saling berpandangan dan tersenyum, lalu aku cium kening ibuku pertanda rasa sayangku padanya. Ibu pun memegang pipiku lalu mencium keningku juga dan kami pun akhirnya saling berciuman, beradu lidah juga saling menelan ludah yang sudah bercampur menjadi satu.


Ludah yang kami telan bagaikan jamu perangsang yang setiap tetesnya semakin membuat birahi kami tak bisa dikendalikan. Kelamin menyatu sempurna, tubuh semakin terasa hangat padahal suhu ruangan lumayan dingin.


Semakin lama penyatuan tubuh kami, seakan benih-benih cinta dari hati kami semakin kuat. Saya dan ibu saling menunjukan perasaan itu dengan sikap dan rasa yang sulit diungkapkan melalui sebuah kata, hanya kami yang tahu perasaan yang menggelora didalam jiwa kami.


Perasaan incest yang tersimpan rapat dan terjalin kuat pada diri kami, sepertinya takkan ada yang bisa memutuskannya. Aku dan ibuku sudah merasa nyaman dengan kelakuan kami ini, cinta dan birahi seakan sudah menyatu pada kami saat ini.


Genjotan demi genjotan terus aku lakukan pada memek ibu sambil berciuman, kontolku didalam lobang memeknya terasa ngilu dan diremas erat seakan seperti melepas kerinduan.


Berulang kali aku tekan sekuat-kuatnya sampai yang terdalam menyentuh mulut rahimnya, membuat ibuku menyedot mulutku hingga air ludahku seakan diminumnya tanpa rasa jijik sedikitpun.


Beberapa saat kemudian dengan tiba-tiba pantat ibu dihentakkan keatas, sehingga kontolku menghujam semakin dalam, mengoyak bagian dalam memeknya.


"Aaahhh... Aaahhh... Aaaaahhhh.... Cccuuuppp... Ibbbuuu mmaauu kkeelllluuuAarrrrrhhhh... Oouugghh... Aaahh... Entot ibu sayang... Eemmmmhhhh.... Aaaaaaaaaahhhhh....!!!" Pantat ibuku dihentak-hentakkan keatas sampai aku rasakan semburan cairan orgasmenya menyemprot kontolku.


Akibat dari denyutan dan hisapan yang kuat dari memeknya, saya pun merasa ingin memuntahkan sesuatu. Seperti gumpalan yang tersimpan dikandung kemih yang siap meledakkan isinya.


"Bbuu... Ucup mau kelluarrr... Keluarin dimana..?!!" Kataku beberapa detik lagi akan menumpahkan lahar panas.


"Didalam memek ibu sayang..."


Lalu aku pun semakin menggenjot ibuku dengan tempo yang sangat cepat tiga genjotan/detik. Hingga akhirnya Byuurrrr... Ccrrrooooootttt... Ccrrrooootttt... Cccccrrrrrooooooottt....!!! "Aaaaaahhhhh... Aaaaaahhhhh
.... Oughhh... Uuuggghhhh....!!!!
Semburan demi semburan air mani menyemprot dinding memek ibuku dan mulut rahimnya.



Begitu banyak sperma yang keluar menyembur deras menghantam mulut rahim ibuku, sampai tubuh kami berdua bergetar hebat melepaskan dan menerima cairan cinta yang melebur menjadi satu didalam memek ibu.


Aku diamkan sejenak kontolku bersemayam didalam memeknya, nafas kami pun sampai ngos-ngosan menikmati persetubuhan tabu ini.


Aku dan ibu saling berpandangan, pandangan yang dipenuhi rasa cinta dan nafsu.
"Bu, Ucup sangat mencintai ibu... Rasanya Ucup gak rela ibu disetubuhi ayah... tapi, Ucup ingin tetap menjaga keutuhan rumah tangga ini. Maafkan kata-kata Ucup barusan Bu...?" Kataku kepada ibuku, sedangkan kontolku masih berada didalam memeknya yang masih berkedut-kedut.


"Anakku sayang, ibu juga cinta kamu... Ibu hargai kamu berani mengatakan bahwa tak rela ibu disetubuhi bapakmu. Tapi, ibu pun senang kamu berpikir dewasa memandang ke depan tentang masa depan keluarga ini..." Ucap ibuku sambil mengelus pipiku.


Keterbukaan ini membuat kami saling memahami dan menghargai, juga lebih mengutamakan keutuhan rumah tangga daripada nafsu belaka. Tapi bagi saya dan ibu yang penting bisa menyalurkan perasaan cinta yang sedang bersemayam didalam dada kami, itu akan menjadi sebuah kebiasaan baru didalam keluarga ini.


Kontolku didalam memek ibu masih hidup dan mengeras, aku tarik kembali lalu aku hentakkan kembali dengan tempo agak cepat. Ibuku yang sedang mengelus pipiku sampai kaget, kontolku didalam memeknya masih menggeliat bolak balik menggesek dinding memeknya.


"Sayang... Kamu masih kuat..? Sungguh ibu bahagia sekali..." Ucap ibu dengan wajah yang ceria.


"Iyaa Bu, Ucup masih ingin ngentot ibu... Ibu udah capek? Mau udahan Bu...?" Kataku memberhentikan genjotanku.


"Janngaaaannn! (Nada manja) Jangan dihentikan sayang... Ibu kuat kok... Justru ibu senang kamu ternyata masih kuat ngentot ibu... Yuk sayang lanjut lagi...?"


Aku pun langsung menarik kontolku lalu menghentakkan sekeras-kerasnya berkali-kali sampai berbunyi Plok! Plok! Plok! Ughh! Suara selangkangan dan kelamin yang beradu begitu merdu terdengarnya.


Birahi kami pun bangkit kembali setelah istirahat sejenak tanpa melepaskan alat kelamin. Peluh keringat membasahi tubuh kami, memek ibu pun terdengar sangat becek oleh cairan sperma dan lendir orgasme ibuku yang sudah bercampur didalam memeknya.


Kami benar-benar sudah dikuasai nafsu birahi incest yang sudah melekat erat dan tertanam kuat didalam hati kami. Aku dan ibuku semakin liar saling berciuman, tubuh menggelinjang, tangan kiriku meremas payudaranya, tangan kananku memegang kepala ibuku, serta alat kelamin kami saling beradu dengan tempo yang sangat cepat menghujam ke setiap sudut memeknya.


"Aahhhhh.... Eeeemmmmhhhh... Uuuuugggghhhhh... Ooouuugggghhh....!!" Suara itu terdengar ketika ciuman kami terlepas.


Tiba-tiba otot memek bagian dalam ibuku berkedut hebat! Seakan meremas manja batang kontolku, lalu ibu berucap ketika pantatku naik turun "sayang... Ibu mau kelluuaarrrhhh..."


"Kita bareng Bu...."
Kataku semakin mempercepat genjotanku.


Suara kelamin yang becek Crek! Crek! Crek! Seperti suara kaki yang menginjak lumpur, ditambah selangkangan yang beradu Plok! Plok! Plok! Seakan menambah suasana persetubuhan incest ini semakin nikmat dan liar.


Ibuku mengunci pinggangku dengan kedua kakinya yang melingkar keatas, tapi kontolku masih bisa keluar masuk menghujam memeknya seperti alat sumur bor menghujam kebawah, semakin dalam sampai menyundul mulut rahimnya. Lalu tiba-tiba ibuku menyedot mulutku, menekan pantatku, disertai tubuh yang menggelepar seperti orang kesetrum.


Aku pun beberapa detik lagi hampir sampai, cairan cinta yang menggumpal didalam tubuhku terasa panas mendidih sudah siap ditembakkan! Akhirnya ibuku melenguh mendapatkan kembali orgasmenya ughh~! Cret! Cret! Cret! Lalu disusul olehku dengan semburan air mani yang keluar begitu keras! Crrootttt!! Ccrrrroootttt....!! Ccrrrooottttt...!!! Beradu dan bersatu melebur didalam memeknya.


"Aaaaaaahhhhh... Uuuuuggggghhhh...!!!" Aku dan ibuku tak sanggup berkata apapun, karena saking nikmatnya pelepasan puncak birahi yang keluar didalam tubuh kami.


Akhirnya aku ambruk diatas tubuh ibuku, sedangkan ibuku masih memelukku mengelus kepalaku. Sisa-sisa orgasme masih kurasakan dari kedutan-kedutan memeknya, lalu setelah nafas kami normal kembali aku berbisik ke ibu, "makasih bu..." "Sama-sama sayang..." Ucap ibuku.


Setelah puas aku bangkit dari tubuh ibu yang basah karena peluh keringat kami, lalu ku cabut kontolku dari dalam memeknya Plok! Ku lihat lendir sperma dan cairan orgasme begitu banyak sampai membasahi kain sprei.


Lobang memek ibu yang tadinya melebar mulai merapat kembali seperti semula diiringi lelehan lendir yang keluar dari dalam memeknya.


Aku mengambil kaosku lalu dengan inisiatifku sendiri, ku bersihkan sekitaran memek ibuku yang basah kuyup belepotan lendir.


"Cup anakku sayang, seumur-umur baru kali ini memek ibu dibersihkan oleh selain ibu sendiri, bapak kamu belum pernah melakukannya..." Ucap ibu melihat kearah ku.


"Aku yang membuat memek ibu jadi begini... Setidaknya Ucup ingin berbakti pada ibu dengan mengelap memek ibu... Bu, tadi Ucup ngeluarinnya didalam lho! Apa nanti ibu hamil?"


"Nggak bakalan sayang, soalnya ibu kan pakai KB, karena jarak ke bidan jauh... Jadi ibu stok banyak didalam lemari..."
Ucap ibu.


"Bu kenapa ibu gak mau hamil lagi? Padahal Ucup ingin punya adik lagi Bu..?"


"Itu karena ibu belum siap sayang, apalagi keadaan ekonomi keluarga kita masih seperti ini ibu takut, ditambah bapak kamu itu kurang peka sama ibu... Jadi, ibu gak mau punya anak lagi meskipun bapak kamu maksa ingin punya anak lagi..."
Ucap ibu sambil kedua kakinya masih mengangkang karena aku sedang mengelap memeknya.


"Bu..?"


"Iyaa sayang..?"


"Kapan ibu memasuki masa subur..?"


"Besok sayang... Kenapa?"
Ucap ibu.


"Ucup ingin punya adik lagi Bu... Tapi,.. (aku diam sejenak) tapi... Ingin Ucup sendiri yang menghamili ibu..." Kataku masih mengelap memek ibuku yang lebar dan tembem.


"Tapi sayang ibu takut dengan keadaan keluarga kita seperti ini... Nanti kalau bapak kamu tahu ibu hamil anak kamu gimana?" Ucap ibu kapadaku yang sekarang beranjak dari tidurnya, lalu duduk di sampingku memelukku yang sedang sama-sama duduk.


Aku usap kepala ibuku dengan penuh kasih sayang, ibu semakin erat memelukku seperti seorang gadis yang ingin bermanja-manja denganku.


"Bu, Ucup takkan memaksa ibu untuk mengandung anak Ucup... Tapi Ucup janji sama ibu akan bertanggung jawab merawat dan melindungi anak kita, Ucup juga akan bekerja cari uang buat pendidikan dan makannya juga Bu. Ibu jangan khawatir anak kita takkan terurus... Karena Ucup akan melindunginya.. Bu, bolehkan Ucup menghamili ibu.. ibu percaya kan sama Ucup?" Aku dan ibuku saling berpandangan, mata ibu begitu dalam menatap mataku karena permintaanku ini bukanlah meminta mainan, tapi meminta ijin membuahi sel telurnya oleh sel spermaku.


"Iya sayang ibu mau..." Ucap ibuku.


"Mau apa Bu..?" Kataku memastikan.


"Ibu mau dihamili kamu, tapi sayang... Kamu akan bertanggung jawab kan?" Ucap ibuku memandang dan memelukku ketika kami sedang duduk ditengah kasur.


"Tentu Bu, Ucup kan sudah janji, jika ibu mau dihamili oleh Ucup, pasti Ucup akan bertanggung jawab... Percayalah Bu..." Kataku memegang dagu ibuku.


Lalu ibuku tersenyum dan terpancar dari raut wajahnya kebahagiaan, "kalau begitu hari ini ibu takkan minum pil KB sayang... Ibu ijinkan kamu menghamili ibu..."


"Beneran Bu? Ucup boleh menghamili ibu?!"


"Iyaa sayang, ibu mau mengandung anakmu... Akan ibu biarkan sperma kamu tadi membuahi sel telur ibu... Ibu senang sekali akan punya anak lagi sayang...."


"Syukurlah kalau begitu Bu, karena Ucup juga senang akan punya anak dari persetubuhan kita... Selama ayah masih di kota, kita ngentot setiap hari ya Bu...?"


"Iyaa sayang... Makasih yaa sudah meyakinkan ibu untuk mau hamil lagi...?"


"Justru yang harusnya bilang terimakasih itu Ucup Bu, makasih ya Bu mau dihamili sama Ucup...?"


"Iyaa sayang sama-sama... Mmmuuuaacchhh!! Mandi yuk?"
Ibu menciumku lalu menarik tanganku mengajakku ke kamar mandi.


Setelah persetubuhan ini kami pun mandi berdua saling membersihkan tubuh bergantian, aku merasa sangat beruntung bisa menghamili ibuku sendiri.

Welcome back om @Mr_Boy
 
Ijinkan nubie berbagi cerita di Forum tercinta ini, daripada melamun tak tentu arah sambil megang sabun, lebih baik nubie mencoba menulis cerita singkat yang semoga saja bisa menghibur para pembaca setia Khas Semprot.


Jika ada kesamaan tempat, nama, tokoh di cerita lain. Tidak ada maksud apapun, ini murni dan original dari pemikiran sang penulis amatiran Mr_Boy.


Nubie yang amatiran ini tentunya tidak luput dari Thypo, kurang nyambungnya isi cerita. Maka dari itu mohon kritik dan sarannya dari para suhu untuk memperbaiki kisah selanjutnya.


Terima kasih dan hatur nuhun...






Kampung cipalasik adalah kampung yang damai dan sejuk. Disini kebayakan penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, ada yang berkebun, berternak unggas, kambing, juga menanam padi di sawah. Kebayangkan rumah penduduk disini rumah panggung dengan dinding bambu atau papan kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga menjadi rumah yang memang bagi kami sangat layak untuk ditempati.


Terletak di pegunungan yang berkabut dengan curah hujan yang tinggi. Posisi tempat kampung kami juga berada sangat jauh dari kota, butuh perjalanan berjam-jam untuk sampai ke sana. Selain jalannya yang rusak parah penuh lumpur dan berbatu, ditengah jalan juga belum tentu selamat dari perampok yang selalu saja ada kejadian orang dianiaya bahkan hingga tewas.


Begitu pun dengan keadaan rumah yang sedang kami tempati terbuat dari anyaman bambu, bagian atasnya terbuat dari anyaman daun kelapa yang disusun rapi berbaris-baris yang kini sudah berwarna coklat. Kadang jika hujan sangat lebat, ada saja air yang menetes kedalam ruangan rumah kami. Ini sudah menjadi kebiasaan disaat hujan pasti terjadi seperti ini. Sedangkan lantainya juga terbuat dari anyaman bambu yang kerangkanya dari campuran bambu tua juga kayu-kayu yang diambil dari hutan. Karena rumah kami adalah rumah panggung, dibagian bawahnya dimanfaatkan untuk kandang beberapa unggas, dipinggir rumah juga ada beberapa kambing yang setiap hari saya mencari rumput untuk makanan ternak kami.


Hidup seperti ini yang penuh dengan kekurangan, tidak membuat kami merasa mengeluh dengan pemberian rejeki yang ditebarkan tuhan kepada makhluknya. Kami merasa bersyukur dengan keadaan kami karena diluar sana pastilah banyak keluarga yang lebih susah kehidupannya daripada kehidupan kami.


Saya Ucup berusia 18 tahun dengan tinggi 170 berbadan agak kekar hasil dari kerja keras setiap hari, kehutan, sawah, dan menggembala kambing. Kulitku juga berwarna coklat kehitaman akibat disaat terik matahari pergi ke hutan mencari rumput untuk makanan ternak. Ketika menggembala kambing saya tak sendiri, karena ada teman-teman sebayaku yang juga punya hewan ternak yang selalu digembalakan.


"Cup.. Ucup...?!" Ibuku memanggilku dari dalam rumah.


"Iyaa Bu?? Ada apa bu...??" Kata aku kepada ibu.





Sedikit tentang ibuku, namanya ibu darsih berusia 38 tahun tinggi sama denganku 170, berat badannya saya tidak tahu persis, yang jelas tubuhnya gendut dengan paha dan pantat yang besar pinggul lebar, payudaranya yang besar kadang sampai menyembul. Terlihat uratnya yang hijau dibalik kulitnya yang putih, entah mungkin bhnya tak sanggup menampung payudaranya atau memang bhnya kekecilan. Jujur, saya sendiri pun selalu terpana melihat tubuh ibuku yang bahenol, sampai saya selalu menjadikan ibuku fantasi imajinasiku ketika didalam kamar melakukan onani.


"Ini nasi sama lauknya nak, kenapa tidak makan dulu saja sebelum menggembala kambingnya? Nanti kamu sakit nak...?" Kata ibuku.


"Nanti saja Bu di hutan makannya sama teman-teman, soalnya Ucup suka kalau makan bareng sambil menggembala Bu.." kata aku kepada ibuku yang sedang membawakan rantang berisikan nasi dan lauknya lalu dimasukan kedalam tas selempangku yang terbuat dari anyaman rotan.


"Makasih bu, ibu selalu nyiapin buat Ucup makanan kalau mau menggembala..." Kataku kepada ibu.


"Kamu udah berapa kali ngomong itu kepada ibu nak?, sampai tidak ke hitung.. memang nalurinya seorang ibu menyayangi anaknya.. setiap ibu pasti begitu. Hati-hati yaa nak dihutannya..." Ucap ibuku sambil tersenyum, aku pun melambaikan tanganku sambil terus melangkah menggiring beberapa kambing menuju hutan.


Ditengah jalan saya bertemu dengan teman-teman yang sedang menggiring kambing-kambingnya. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan kadang tak melakukan perjanjian pun kami selalu bertemu ditengah jalan.


Setelah sampai ditempat yang penuh rumput yang menghijau, kami membiarkan kambing-kambing itu makan sendiri. Saya bersama teman-teman membuka bungkusan bekal dari rumah masing-masing, kami makan dengan lahap serta saling berbagi lauk pauknya. Sesekali mata kami melihat kambing-kambing itu agar tidak mencari makan terlalu jauh, karena pernah saking asiknya ngobrol kambing kami hilang dari pantauan meskipun akhirnya ditemukan kembali.


Sorenya saya pulang kembali sambil membawa rumput di karung untuk diberikan ke hewan ternak pada pagi harinya. Setelah memasukkan kambing-kambing ke kandangnya, saya taruh karung yang berisikan rumput itu disamping kandang, lalu istirahat sejenak didepan rumah diterasnya yang berbentuk panggung yang terbuat dari anyaman bambu.


Duduk sambil melihat pemandangan alam yang menghijau, disertai angin yang begitu sejuk membelai kulitku sampai keringatku mengering.


Ketika sedang duduk-duduk itu, datanglah ibuku sambil membawa ketel (tempat air minum) yang terbuat dari aluminium beserta gelas kacanya yang bermotif bunga.


Ibuku ikut duduk di sampingku lalu berkata, "Cup, minum dulu nak..." Ucap ibuku sambil menuangkan ketel yang berisikan air teh yang masih mengepul karena masih agak panas.


"Ibu... Jangan repot-repot Bu..? Ucup bisa ambil sendiri minumnya... Ucup malu tidak bisa membalas kebaikan ibu..." Kataku kepada ibu.


Ibuku tersenyum, lalu berkata, "Nak, kamu putra ibu satu-satunya... Kamu juga penyemangat ibu, buah hati ibu... Ibu mana yang tega melihat anaknya penuh peluh keringat kecapean, setidaknya ibu bawakan air teh ini bisa meringankan beban kamu nak..."


"Makasih yaa Bu, ibu juga sumber dari segala harapanku... Kelak aku akan mencari istri yang baik juga tulusnya seperti ibu..."
Kataku kepada ibu sambil saya minum teh anget itu.


Rupanya ucapanku tadi telah membuat ibuku malu-malu dan merasa dibanggakan, dirinya melemparkan senyuman lalu katanya, "kamu bilang apa sih cup...? Masa ibu sumber harapan kamu... memangnya ibu begitu ya di mata kamu?"


"Iyaa Bu, selain itu ibu juga cantik dan montok, beruntung sekali ayah memiliki istri yang sempurna seperti ibu... Oiya Bu, ayah kemana yaa? Kok gak keliatan?"


"Bapak kamu nyari kayu bakar, tapi belum juga pulang... Kamu makin ngelantur aja ngomongnya cup.. masa ibu yang gendut ini dibilang cantik.. bapak kamu aja biasa aja tuh gak puji-pujian ibu... Cuman kamu aja yang peka kalau ibu selalu merawat tubuh...".
Ucapanku semakin masuk mempengaruhi pikiran dan hati ibu sedikit demi sedikit sehingga ibu terbawa jebakan kata-kataku. Saya hanya berharap ibuku mau menjadikanku suami keduanya.


Sejak 5 tahun yang lalu, ketika pikiranku sudah baligh (mimpi keluar air mani) kebetulan yang saya mimpikan itu ibuku sendiri. Saat itulah ibu selalu menjadi fantasiku dalam beronani.


Lalu, perlahan-lahan saya mulai berani mengeluarkan kata-kata rayuan yang awalnya dianggap biasa-biasa saja oleh ibu. Tapi seiring berjalannya waktu, dengan penuh kesabaran dan keinginan yang kuat dari dalam diriku, setidaknya ibu mau memberikan hati dan perasaannya.


Kini perjuanganku selama bertahun-tahun lamanya membuahkan hasil, ibuku semakin memberikan perhatian dan selalu mengeluarkan uneg-unegnya disaat hatinya gelisah.


Meskipun saya sudah beranjak dewasa, aku selalu tiduran dipangkuan ibu sambil mencari kutu. Padahal kutu di kepalaku sudah tidak ada, hanya saja kebiasaan itu sudah melekat pada kami, sehingga tiduran dipangkuan ibu menjadi hal yang lumrah kami lakukan.


Ketika sedang mengobrol itu, ayahku pak Samin sudah berusia 49 tahun datang dari arah depan, sambil memikul kayu bakar yang dibawa di atas pundaknya. Lalu setelah dibawa ke dapur ayah menghampiri kami, "cup kamu baru pulang?".


"Dari tadi yah, Ucup ngangin dulu sambil minum teh anget dari ibu.."


"Mandi dulu sana, udah mau Maghrib.."


"Iya yah.."
saya pun bangkit beranjak dari tempat duduk menuju tempat mandi. Jujur saja sebenarnya tidak kuat mandi pagi, sore atau malam. Udara yang dingin ditambah air yang seakan menusuk tulang, pasti membuat badanku menggigil kedinginan.


Setelah saya mandi, membersihkan bagian-bagian tubuh yang kotor, saya ke kamar mengganti baju. Disusul ayah pun mandi juga kebelakang rumah, sedangkan aku menuju ibuku yang sedang menyiapkan makanan.


"Masak apa Bu? Wangi sekali aromanya...?" Kataku sambil menghirup bau yang sedap.


"Ini ibu masak sayur jamur sama rebung pake bumbu kacang kesukaan kamu nak..." Ucap ibu sambil menyodorkan piring yang sudah berisikan nasi putih yang mengepul.


"Wahh! Hebat banget ibu masaknya.. masakan ibu selalu enak, nanti ajarin Ucup masak rebung dong Bu?"


"Iyaa ibu nanti ajarin kamu cara masaknya ya.. sekarang kita makan, tapi nunggu ayahmu dulu ya...?"
Ucap ibuku, selain memiliki tubuh yang montok, ibu punya daya tarik yang sangat mengundang birahiku. Entah ada apa denganku ini? Mencintai ibuku sendiri.


Sambil menunggu ayah selesai mandi, diam-diam aku pandangi lekukan tubuh ibu dari wajah sampai kedua kakinya. Melihat paras ibu yang cantik, payudaranya yang montok juga tubuhnya yang bahenol, sampai membuat torpedoku mengeras hebat.


Tiba-tiba ibu melihatku ketika aku sedang mengamati tubuhnya, "Cup? Bengong kenapa..? Dari tadi liatin ibu terus..? Kenapa, ibu gendut yaa..?" Ucap ibuku memandangku lalu menyiapkan nasi ke piring untuk ayah.


"Bagaimana Ucup tidak bengong Bu... Perasaan, ibu semakin cantik saja setiap harinya...hehee!". Kataku kepada ibu yang tersipu malu.


"Udah ahh jangan godain ibu terus.. tuhh! Tangan ibu sampai gemetaran begini..." Ucap ibu.


Benar saja jangankan tangannya, tubuhnya pun ikut gemetaran karena pujianku barusan.


Lalu ayah pun datang dari arah kamar mandi, masuk sebentar ke kamar dan menghampiri kami yang sudah menunggu lama untuk makan.


Ketika sedang makan dengan lahapnya, ibu berkata kepada ayah, "Gimana pak masakan ibu enak...?" Ucap ibu.


"Hmmm.. lumayan..." Kata ayah sambil mengunyah.


Rupanya ucapan ayah tadi sudah menghilangkan senyuman di wajah ibu, saya bisa melihat dan merasakan bagaimana perasaan ibu ketika mendengar jawaban datar itu.


Apa ayah tidak tahu, pujian sederhana terhadap kerja keras seorang wanita adalah penghargaan terbesar dari hasil usahanya? Memang kejadian seperti ini sejak dulu sering ku lihat.


Saya pun tahu, ibu seperti menahan rasa sesak dihatinya bertahun lamanya.


'Tok! Tok! Tok!'. "Assalamualaikum, Pak Samin..?!! Suara pintu diketuk.


"Iyaa sebentar..." Ayah ke depan membuka pintu.


"Pak Samin maaf mengganggu.."


"Gak apa-apa pak Kasim, ada apa ya..?"


"Besok pagi kita sama lima orang lainnya oleh ketua adat, mengajak pak Samin ke kota untuk mewakili kampung kita menghadiri pesta rakyat syukuran pak. Bagaimana pak Samin akan ikut?"
Ucap pak Kasim tetangga kami.


"Baiklah saya ikut pak Kasim, apalagi yang mengajak kan ketua adat. Suatu kehormatan bagi saya untuk bisa ikut pak..."


"Baiklah kalau begitu saya pamit dulu pak Samin, besok pagi kita siap-siap berangkat... Assalamualaikum.."


"Waalaikumsalam... Ehh.. tunggu pak Kasim... Berapa lama kita disana?"


"O..iya saya hampir lupa, sekitar tiga harian pak... Permisi pak saya pamit..."


"Iyaa.."
pintu pun ditutup.


"Mau menghadiri pesta rakyat pak?" Kata ibuku ketika ayah duduk kembali.


"Iya Bu, sepertinya bapak akan ikut ke kota bersama yang lainnya, apalagi yang mengajak ketua adat. Bapak harus ke sana besok pagi..."
Kata ayah melanjutkan makannya.


"Ya sudah, hati-hati pak di sana..." Ucap ibu.


"Hmmm..." Ayah hanya berdehem menjawab ibu sambil mengunyah.


Akhirnya makan-makan pun selesai, saya membantu ibu membawakan piring, lauk dan nasi di bakul. Sedangkan ibu menyapu sisa-sisa nasi yang berjatuhan.


Seperti biasa selesai membantu ibu, saya ke depan rumah duduk diteras panggung untuk menikmati suasana malam.


Ketika sedang duduk datang ayah dari dalam rumah sepertinya mau pergi, "Cup, jagain ibu ya? Bapak mau ke ketua adat dulu..."


"Iya yah..."
Kataku singkat.


Beberapa menit sejak ayah pergi, datang ibu dari dalam rumah membawa secangkir kopi, lalu diletakkan dipinggir tempatku berada.


"Bu..?" Aku tertegun melihat ibu begitu perhatian kepadaku.


"Minum kopinya nak... Masa nongkrong gak minum kopi..." Ucap ibu yang sambil duduk di pinggirku.


"Makasih bu, kenapa harus repot-repot bawain kopi...? Ucup merasa tidak sopan ibu selalu bawain minuman untuk ucup..."


"Gak kamu suruh pun, ibu akan tetap bawain kamu minuman nak... Ibu merasa gak tega melihat putra ibu yang selalu menyenangkan ibu, membuat ibu tersenyum, membuat ibu bahagia. Duduk tak ada secangkir teh pun ada di dekatmu..."
Ucap ibu sambil menarik napas panjang.


"Ucup juga merasa senang, ibu begitu baik kepadaku... Semoga ibu selalu bahagia dan panjang umur Bu..." Kataku sambil memegang tangannya.


"Amin nak... Makasih doanya... Ibu merasa senang ada kamu disisi ibu... Disaat ayah kamu tak memperhatikan yang sepele, kamu malah selalu memuji ibu... Ibu merasa senang, kamu penyemangat ibu nak..." Ucapnya sambil saling menggenggam tangan denganku.


Entah ada apa denganku ini, apa hanya tanganku yang mengeluarkan keringat atau ibu juga sama telapak tangannya keluar keringat juga. Padahal udara sangat dingin berkabut dan mulai terlihat gelap.


Rintik-rintik hujan mulai terdengar suaranya menimpa dedaunan dan atap rumah, saya tidak tahu apakah ayah akan terjebak hujan atau tidak? soalnya tadi pas berangkat tidak bawa payung.


Secangkir kopi saya ambil lalu diminum, tak pikir panjang aku pun menyuruh ibu meminum kopi. Lalu dengan senang hati Ibu pun meminumnya dibekas mulutku tiga kali tegukan.


Aku pun meminum lagi kopi itu dibekas mulut ibu dengan nikmatnya, rasanya seperti berciuman secara tidak langsung dengan ibuku.


"Bu, kalau ibu punya sesuatu yang mengganggu hati ibu, jangan ibu pendam sendiri... Ucup anak ibu siap mendengar keluh kesah ibu meskipun Ucup belum berpengalaman mengatasi masalah... Tapi Bu, Ucup janji sama ibu... Ucup akan berusaha untuk membuat ibu bahagia.." kataku semakin menggenggam tangan ibuku, tak ku sangka ibu pun membalas genggamanku.


"Ibu tak tahu harus memulainya dari mana nak... Banyak sekali beban yang ibu pendam selama ini yang tak sekali pun ibu ceritakan kepada ayah kamu... Karena masalah itu ada di ayah kamu itu nak..." Ucap ibu mulai bercerita.


Ketika sedang curhat itu tiba-tiba saja hujan lebat yang cipratan airnya sampai mengenai kami berdua.


Saya berinisiatif untuk mengajak ibu kedalam, "Bu, kita kedalam yuk? Ibu boleh ceritakan semuanya uneg-uneg ibu ke Ucup... Ucup akan mendengarkan keluhan ibu karena Ucup sayang ibu... Yuk Bu..?" Saya tarik tangan ibu untuk kedalam, ibu pun menurut mau aku ajak seperti tak ada penolakan.


Pintu rumah saya kunci karena hujan sangat lebat dan berangin, jika ayah pulang pasti nanti mengetuk pintu.


Ketika sudah sampai didalam, saya mengajak ibu ke kamarku. Ibu pun tidak berkata kenapa harus ke kamarku? Bukan ditengah rumah atau di dapur.


Bukan pertama kalinya ibu berduaan dikamarku, dulu ketika saya sakit pun ibu sering ke kamarku mengompres keningku dengan lap basah, bahkan pernah saya juga masuk ke kamar ibu merawat ibu ketika sakit.


Mungkin karena sebab kebiasaan itulah ibu tak bertanya, kenapa harus ke kamarku hanya untuk sekedar curhat?


Kami pun duduk di pinggir kasur saling berhadapan, ku genggam tangan ibu agar ibu kuat dan ibu yakin bahwa aku peduli untuk mendengar keluh kesahnya.


"Bu, katakan saja... Ucup bersama ibu sekarang... Jangan ibu pendam terus karena Ucup juga tidak mau hanya ibu saja yang menanggungnya. Mari Bu, Tumpahkan semuanya beban ibu itu kepada Ucup.." saya cium tangan ibu dengan penuh rasa hormat dan kasih sayang.


Hujan diluar semakin bergemuruh, suara halilintar menyambar-nyambar. Terlihat sedikit kabut yang masuk melalui celah papan dan lobang anyaman bambu kedalam kamar, berarti diluar kabut sangat pekat sampai masuk kedalam rumah.


"Cup.. ibu sebenarnya malu mengatakannya, tapi ibu percaya sama kamu... Dalam membangun rumah tangga ibu paham banyak lika-likunya... Ibu bingung kenapa bapak kamu kurang respek terhadap kerja keras ibu, mulai dari dandanan, rasa masakan, perhatian dan kasih sayang. Setidaknya pujilah istrinya meskipun melakukan pekerjaan rumah yang terlihat sepele pun, karena ibu bukannya tak ikhlas berbakti kepada suami, tapi seorang istri juga butuh perhatian dari suaminya. Bertahun-tahun ibu merasa tak dihargai, tapi ibu juga untungnya ada kamu disisi ibu yang selalu menghargai ibu, memuji ibu sampai ibu merasa senang dan tersenyum sendiri karena saking bahagianya..." Ibuku tak sanggup menahan beban dihatinya lagi sampai meneteskan air mata di pipinya.


Aku peluk ibuku, lalu ibu pun menangis di pelukanku sambil terisak-isak. Ku usap-usap belakang kepala ibuku menenangkannya, sialnya torpedoku terbangun sehingga menyalurkan pikiran-pikiran kotor ke otakku.


Sambil ku peluk, kucium leher ibu lalu keluarlah hembusan nafas birahi yang menerpa lehernya. Ibu diam saja tatkala tanganku juga membelai punggungnya.


Setelah beberapa kali ku belai, ibu tidak tahu dari tadi nafsuku sedang bergejolak dan ingin sekali melepaskan cairan birahi itu semuanya.


Perlahan aku pandangi wajah ibu, ku seka air matanya yang sudah berhenti mengalir. Kedua mata saling bertemu, perasaanku juga dengannya yang berada di hati, seakan saling terkoneksi seperti bluetooth bertukar data-data perasaan yang ada di hati kami.


Saya ajak ibuku menuju tengah kasur lalu ibu pun berbaring disitu dengan hanya memakai kemben dan kain sarungnya. Aku pun tiduran dengan posisi menyamping sambil memeluk ibu, dengan kaki kananku menindih kakinya seperti memeluk guling.


Baru kali ini aku dan ibu saling berpelukan dikasur, dengan begini seakan benteng yang menghalangi kami berdua mulai ada sedikit retakan dan berlobang.


Ku belai rambut ibu dengan lembut dan perlahan, kedua mata saling bertemu, lalu ibu tersenyum kepadaku dengan senyuman yang membuat perasaanku campur aduk.


Wajahnya yang begitu cantik, tubuh yang diselimuti aura birahi mengundang naluri lelakiku. Perlahan-lahan tanganku turun mengusap pantat ibuku yang membusung dan lebar, tak ada sedikitpun reaksi penolakan dari ibu.


Seharusnya ibuku mendelik atau memarahiku karena aku sudah menggerayangi tubuhnya, tapi dia pun malah mengusap pipiku sambil memandangi setiap sudut wajahku.


"Bu, ibu cantik sekali... " Kataku sambil meremas belahan pantatnya.


"Ternyata kamu sudah dewasa ya cup..? Setiap ada masalah di hati ibu, kamu selalu menjadi solusi tempat ibu mengadu..."


"Bu, memang Ucup belum berpengalaman membangun rumah tangga... Tapi, Ucup bisa merasakan apa yang mengganggu pikiran ibu.. Ucup hanya tidak mau ibu menanggung beban dihati ibu sendirian.. biarkan Ucup juga merasakan yang ibu rasakan ya Bu..?"
Kataku semakin meremas pantat ibu.


"Makasih yaa nak? Ibu beruntung sekali punya anak sepertimu... Ini semua gara-gara bapak kamu kurang peka sama ibu..." Ucapnya cemberut lalu tersenyum lagi setelah memandangku.


"Gak apa-apa kalau ibu ingin meluapkan perasaan ibu ke Ucup... Malah Ucup senang kita saling terbuka, bukan maksud Ucup ingin menjelekkan ayah dibalik masalah yang ibu hadapi, tapi... Ucup hanya semata-mata ingin membahagiakan ibu dengan cara Ucup sendiri..." Tanganku mulai menyingkapkan kain sarungnya sampai tanganku menyentuh celana dalamnya langsung.


Mata ibu begitu sayu, nafasnya pun mulai memburu, ku lihat ibu mulai gelisah dengan tubuhnya yang terus menggelinjang pelan.


Hujan semakin lebat disertai angin kencang dan kilat yang menyambar. Saya berharap ayah jangan dulu pulang ke rumah, karena bagiku ini momen yang sangat langka dalam hidupku.


"Bu, ibu tidak marah? Ucup memeluk ibu menggerayangi ibu?"


"Kalau ibu marah sudah dari tadi nak ibu memarahimu sebelum kamu menidurkan ibu di kasur, lagian kenapa kamu meraba-raba pantat ibu sih? Ingat jangan kebablasan?! Aku ibu kamu lho...?"


"Ibu jangan khawatir, Ucup hanya ingin meraba ibu saja kok... Kalau pun Ucup kebablasan, ibu segera tegur Ucup Bu... Karena Ucup tidak mau ibu merasa dilecehkan... Ibu percaya kan sama Ucup ...?"
Kataku meyakinkan ibu, tentunya kain sarung ibuku semakin terbuka naik keatas dan tanganku semakin bebas meraba pantat ibu.


"Tapi jangan sampai ketika ada bapak kamu cup... Juga jangan sampai ketahuan ya...?"


"Baik Bu, Ucup akan hati-hati... Yang penting ibu tak merasa risih saja itu sudah cukup... oiya bu, apa masalah ranjang ibu dengan ayah tak ada masalah...?"
Obrolanku mulai menjurus ke hal yang privasi.


"Alhamdulillah baik-baik saja cup.. hanya saja bapak kamu lebih cepat keluar, sehingga ibu belum apa-apa sudah berhenti ditengah jalan..." Ucapnya dengan sedikit ada kekecewaan.


"Syukurlah Bu kalau begitu, Ucup pun senang mendengarnya..." Saya tidak berani langsung ke masalah pokoknya, yaitu mengajak ibu untuk bersetubuh denganku. Sedangkan penisku terasa sangat panas ketika bersentuhan dengan paha bagian dalamku.


Obrolanku dengan ibu berhenti sejenak, ibu pun hanya terdengar suara nafasnya saja dengan wajah kami saling berhadapan. Ku lihat ibu membasahi bibirnya sampai aku menelan ludah melihat pemandangan yang mengundang birahiku.


"Bu.. boleh Ucup cium ibu...?" Tiba-tiba saja kalimat itu keluar dari mulutku disertai perasaan takut dan gugup.


Ibuku memandang mataku sejenak memastikan apakah aku serius meminta itu? Lalu ibu pun memejamkan matanya, saya tidak tahu kalau itu adalah sebuah kode dari ibu bahwa aku dibolehkan menciumnya. Perasaan itu mengalir saja dari diriku, dengan perlahan aku dekatkan wajahku sehingga kedua bibir bertemu.


Sungguh dalam sejarah hidupku, inilah yang pertama kali aku dalam usia sekarang ini mencium wanita, sedangkan wanita itu adalah ibu kandungku sendiri.


Deg! Deg! Deg! Jantungku semakin berdegup kencang! Membuat aliran darahku seakan menyembur deras mengalirkan benih-benih birahi ke seluruh penjuru syarafku. Perlahan-lahan aku lumat bibir ibu lalu dibalasnya oleh ibuku, hawa udara yang dingin diatas pegunungan yang berkabut, seakan bertabrakan dengan hawa panas yang keluar dari tubuh kami.


Ibu sekarang sudah membuka matanya meskipun merem melek seperti mata ayam, tak ada perlawanan atau penolakan dari ibu, karena sejak awal aku sudah mengatakan jika kebablasan ibu boleh menolaknya.


Padahal sebenarnya ini sudah kelewat batas kelakuan anak dan ibu kandung. Saya sendiri tahu ini salah dan akan menjurus ke arah perzinahan.


Anehnya justru itulah yang aku harapkan dari ibuku, harapanku cita-citaku malah ingin memiliki seorang adik atau anak dari benihku bersama ibu.


Ketika sedang saling berciuman itu, aku dekatkan penisku sehingga tubuh bagian depan kami merapat dan aku rasakan penisku yang tak memakai celana dalam dari kolorku nyundul pubis memeknya.


Entah menyadari atau tidak, ibuku diam saja tak berkomentar. Malah aku rasakan ciuman ibu semakin liar ku rasakan. Lidah kami pun mulai beradu ugh! Nikmat sekali, apalagi penisku semakin aku tekan-tekan kearah memeknya, sehingga membuat kami berdua lupa yang niat awalnya untuk curhat, ini malah saling berbagi dan melepaskan birahi.


"Bu, Ucup sayang ibu..."


"Apalagi ibu nak... sebelum kamu lahir, ibu sudah sangat menyayangimu..."
ucap ibuku melihat-lihat wajahku sambil tersenyum.


Tok! Tok! Tok! "Buu?!!!! Buka pintunya...! Bapak pulang...?!!" Kami pun kaget dengan kedatangan ayah, sekaligus kecewa. Kenapa harus sekarang?


Ibu membereskan lagi bajunya juga kain sarungnya yang sudah tersingkap dan tak menutupi pantatnya.


"Cup.. jangan sampai bapakmu tahu kita begini ya...?!" Ucap ibu menatapku.


"Iyaa Bu, ini rahasia kita berdua... Tapi ibu gak kapok kan?"


"Gak tahu..."
Ucap ibu, lalu pergi menuju pintu depan.


Bersambung...
mantap suhu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd