Down hill
Senpai Semprot
- Daftar
- 31 Mar 2015
- Post
- 786
- Like diterima
- 6.096
Scene 19
God Gave Rock 'n Roll To Everyone
God Gave Rock 'n Roll To Everyone
aaaaaaaa“Curut! Bangun! Bangun!”
“Dimana? siapa? Andri? Andri!!”
aaaaaaaa“Sayang bangun sayang, sayang Ibu, bangun”
“Eh, Ibu? Ibu?”
aaaaaaaa“Iya ini Ibu nak, bangun sayang”
“Bangun? Tapi kenapa gelap, dimana kal...”
Byuurrr...
“Argh... hash hash hash hash...”
Aku tersadar, nafasku memburu. Jantungku berdetak dengan kencang. Dingin, rasa dingin mulai menyelimutiku. Air membasahi kepala dan sebagian tubuhku. Aku terus mengambil nafas dalam-dalam, menunduk, mencoba menormalkan jiwaku. Baru saja aku mendengarkan suara Andri dan Ibu, tapi aku tidak bisa melihat mereka. Tidak biasanya mereka menyembunyikan diri, sekalipun dalam mimpi. Aku bisa melihat mereka, tapi Ibu, aku hanya bisa meraskan kehadirannya. Sebenarnya dimana ini?
“Arghhhh....” rintih sakitku ketika rambut ditarik kebelakang. Ketika aku mencoba mencari tahu keberadaanku.
Kepalaku mendongak ke atas, spontan mataku terpejam ketika sinar lampu yang sangat terang membuat silau. Ku coba meronta, menggelengkan kepala tapi tangan itu sangat kuat menarik kepalaku. Dan disaat aku mencoba bangkit, kedua tanganku tak bisa bergerak dengan leluasa, terikat dengan tali yang lumayan kuat, dibelakang tubuhku.
Aku kembali duduk dan mengikuti gerakan tangan yang menarik rambut. Tarikannya sangat kuat, membuat kepalaku terus menengadah ke atas. Pelan, nafasku mulai normal. Detak jantungku pun kembali tenang. Tangan itu melepaskan rambutku dengan satu hentakan keras membuat membungkuk. Tiba-tiba kurasakan sebuah pukulan keras pada bagian belakang kepalaku. Aku masih membungkuk, mencoba menahan rasa sakit yang baru saja aku dapatkan sembari menormalkan nafasku.
Tak ada suara, hening...
Aku tarik kembali tanganku, dalam benakku aku ingin menghajar orang yang baru saja memukulku. Tapi tanganku masih terikat dengan kuat. Terus aku gerak-gerakan, hingga sedikit longgar ikatan tersebut tapi setelahnya, karena aku meronta, sebuah pukulan kudapatkan lagi. Aku masih menunduk, menggerakan dua bola mataku, ke kiri dan kekanan. Mencoba menganalisa tentang keberadaanku sekarang.
Aku duduk disebuah kursi mirip dengan kursi yang aku duduki ketika aku sekolah. Kedua tangan terikat di tiang kecil sandaran kursi tapi kedua kakiku masih bebas untuk bergerak. Aku memilih diam, menunggu suara muncul. Pasti akan ada orang yang akan berbicara, aku tidak ingin mengambil resiko. Bisa jadi, aku mendapatkan pukulan kembali.
“Dasar anak kemarin sore!” teriak seorang lelaki, suaranya mirip dengan suara laki-laki yang bertanya alamat.
Aku mencari sumber suara itu. Kepalaku sedikit mendongak tapi sinar lampu yang terlalu terang membuatku kembali menunduk. Pandangaku menjadi kabur, karena butiran air yang menetes melewati mata.
“Apa yang sebenarnya terjadi dimana aku?!!” teriakku dengan mata sedikit tertutup.
“Ha ha ha... kalian itu memperlakukan tamu kok ya tidak sopan, matikan lampunya, nyalakan yang biasa saja” ucap seseorang.
“Suara ini”
Trap... trap..
Pelan aku membuka mataku. Masih sedikit silau tapi perlahan mataku sudah lumayan bisa beradaptasi dengan baik.
“Apa kabar?” tanya seseorang
Mataku terbelalak seakan tidak percaya ketika melihat orang yang berdiri didepanku. Senyumnya, sorot matanya, masih terrekam jelas dalam ingatanku bahkan cara dia berjalan, aku tidak bisa melupakannya. Dia kemudian mengambil sebuah kursi dan duduk didepanku.
“Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?” tanyanya kembali dengan tersenyum
“Apa perlu aku menjawabnya? Cepat lepaskan aku? Apa sebenarnya maumu?” ucapku dengan nada yang datar
Plak...
“Dasar! Kalau ngomong sama Bos itu yang sopan!” bentak seseorang dari belakangku disertai pukulan keras di kepala, aku menoleh ke arahnya.
“Ka-kamu?!” aku terkejut ketika melihat seseorang yang sering sekali aku bertemu ketika di kampus. Bahkan membantuku ketika aku praktikum di laboratorium, tepatnya laboratorium kimia dasar.
“Kenapa Ar? ha ha ha...” jawab lelaki tersebut yang tidak lain adalah laboran kimia dasar.
“Sudah-sudah, Tenaaaang, tenaaaang...”
“Kalian sudah saling mengenal?” tanya lelaki didepanku
“Ini dia bos yang aku bicarakan di telpon kemarin. Dia kelihatannya memang ada sangkut pautnya dengan Si Jiwa kampret itu” ucap laboran kimia dasar
“Ooo... jadi ini yang kemarin kamu ceritakan? Wah wah wah... betapa beruntungnya aku ini bisa bertemu dengan seorang pemuda yang hebat seperti kamu,” jawab lelaki didepanku
“Apa sebenarnya maumu?” tanyaku kembali
“Mauku? Ha ha ha... mauku ya ha ha ha... mauku adalah... ha ha ha” Tawanya sangat keras, sangat keras sekali.
“Tenang, kenapa langsung ke pokok permasalahan? Tidak bisakah kita bercengkrama sebentar? Berkenalan satu sama lain terlebih dahulu?” lanjutnya, tapi aku hanya diam dan menatapnya dengan tajam.
“Hei hei, jangan seperti itu menatapku? Oh ya, kamu ingin mengingatku ya? silahkan, silahkan... Ar... ta, ya kan benar namamu Arta?” aku tidak menjawabnya, hanya menatapnya tajam. Seakan lahar dalam tubuhku ingin keluar dan menyembur ke wajahnya.
“Kenapa diam?” tanyanya kembali,
“Baiklah, baiklah... kelihatannya kamu memang tidak bisa diajak mengobrol santai. Jadi... langsung ke pokok permasalahannya saja... bagaimana? Setuju?” tanyanya dengan gaya bertanya yang merendahkan, wajahnya didekatkan ke wajahku.
Dia kemudian duduk tegak, bersandar. Menyilangkan kedua kakinya didepanku. Bersedekap. Kaki kanannya diangkat, tepatnya alas sepatunya, diletakan di wajahku. Aku menggelengkan kepalaku tapi ada tangan yang menahan kepalaku.
“Kamu ingin tahu yang aku inginkan? Kamu ingin tahu yang aku mau?”
Hening sesaat...
“Kematianmu...” jawabnya dengan tawa yang sangat keras diikuti oleh anak buahnya. Kakinya kemudian turun, kini giliran tangannya menjambak rambutku.
“Kamu tahu kenapa Arta? Benar bukan namamu Arta? Kenapa dari tadi hanya diam?”
“Kamu ingin tahu bukan? kenapa aku ingin kematianmu? Karena, karena kamu terlalu banyak mencampuri urusan kami , ditambah lagi keberadaan kamu membuat Pengu tertangkap!”
“Kamu pantas untuk mati ha ha ha” ucapnya
Cuih...
Bugh...
Brak...
Ku ludahi tepat diwajahnya. Seketika dia menendangku hingga aku jatuh terjengkang bersama kursi.
“Bangunkan dia” ucapnya. Dua orang membangunkan aku. Kini aku berhadapan kembali dengannya.
“Dasar bocah, kamu itu harusnya sopan terhadapku, terhadap Takur ck ck ck” ucapnya sembari membersihkan wajahnya dengan sapu tangan. Dia kemudian berdiri didepanku. Melangkah mendekatiku. Dia kemdian membungkuk mendekatkan wajahnya ke telingaku, berbisik.
“Ingat namaku, Takur. Orang yang telah membuatmu menjadi sebuah nama”
“Bajingan!” bentakku
Bugh... bugh...
Berkali-kali perutku menerima pukulan kerasnya. Membuatku hanya mampu merintih dan mencoba menahan sakit. Aku semakin membungkuk dan satu hantaman, yang aku tahu itu adalah siku tangannya, mendarat dengan keras di punggungku. Membuatku semakin tertunduk menahan sakit.
“Bereskan dia setelah aku pergi, dan ingat, jangan sampai ada barang bukti! Bakar gubug reyot ini!” suaranya keras, terdengar ketika memberi perintah ke anak buahnya. Aku masih membungkuk menahan rasa sakitku.
“Ohya, nanti setelah beres kamu ke tempat biasa, pesan yang paling hot, dan antar mereka kerumah. Dan kalian berdua langsung kerumah setelah semua beres, lakukan penjagaan dan sambut pada bidadari. Malam ini kita akan pesta!” Dari yang aku dengar, pastinya si laboran kimia dasar yang pergi dan dua orang, pemegang jerigen dan palu, yang akan menjaga mereka. Kemudian kudengar tawa mereka.
Selang beberapa saat suara deru mesin mobil terdengar keras. Perlahan sauar itu menghilang membuat suasana di tempat dimana aku berada menjadi menjadi hening. Aku menghirup nafas panjang, menahan sakit. Namun tiba-tiba rambutku ditarik kembali hingga kepalaku aku mendongak ke atas.
“Makanya jadi orang tidak usah ikut campur urusan orang lain!!! Juh!!” bentak laboran kimia dasar dengan ludahnya yang menempel di wajahku.
Aku tak bisa apa-apa, hanya diam ketika menerima perlakuan dari mereka. Tiga orang, ada tiga orang anak buah dari Takur di tempat ini. Satu laboran kimia, satu lagi orang yang bertanya alamat dan yang terakhir, tubuhnya tinggi besar dengan palu besar ditangannya.
“Bagaimana kita habisi sekarang?” tanya lelaki dengan palu yang berada dibelakang laboran kimia dasar
“Sebentar, kalian siapkan saja bensinnya. Aku masih jengkel, biar aku hajar dulu” jawab laboran kimia dasar
“Hajar saja, aku tunggu, kalau sudah biar aku habisi dia.” balas si pemegang palu
“Woi anak ini ternyata suka musik rock, lihat isi sematponnya lagu rock semua. Mau aku putar musiknya? Sebagai lagu pengantar kematiannya? Ha ha ha” ujar sipemegang jerigen tiba-tiba,
“Ooo... tidak perlu, karena musik Rock terlalu bagus untuk kematiannya! Dan Tuhan tidak menciptakan musik rock untuknya” jawabnya sembari memandang dan menarik rambutku dengan sangat kuat
“Benar juga ha ha ha... masa mau mati saja pakai denger musik rock!” tawa si pemegang jerigen keras. Sedikit aku melirik ke arah pemegang palu, tampaknya dia orang yang tidak banyak bicara.
Bugh...
“Erghhhh...” rintihku
Bertubi-tubi aku mendapat pukulan diperutku. Sesekali dia ingin menghajar bagian wajahku, aku masih bisa menghindar tapi ketika menghantam perutku. Aku sudah tak bisa menghindar. Ketika aku membungkuk, berkali-kali pula bagian belakang kepalaku mendapat hantaman keras. Hingga aku tertunduk dan menahan sakitku. Tak ada suara, hanya suara terngah-engah dari laboran kimia dasar setelah menghajarku.
Aku sedikit mengangkat kepalaku, aku bisa melihat mereka...
“Sudah bro, kita habisi?” ucap lelaki berpalu.
“Sekarang saja, agar kita bisa langsung dapat bonus” ucap lelaki dengan jerigen bensin
“Ya habisi”
Laboran kimia dasar kemudian berbalik melangkah mendekati lelaki dengan jerigen bensin, melangkah mendekati pintu keluar. Lelaki berpalu besar maju tepat dihadapanku. Sekali dia memkul kepalaku dengan tangan kosong, membuatku tertunduk kembali. Sembari menahan sakit, aku membuka sedikit mataku. Palu dengan pegangan yang panjang, siap berayun menuju kepalaku. Argh sial, perutku terasa sangat sakit jika tubuhku tegak... kepalaku terasa sangat pusing... mataku kembali terpejam menahan sakit...
aaaaaaaa“Curut! Jangan mati sekarang! Aku tidak ingin kamu bersamaku!”
“Eh...”
aaaaaaaa“Pokoknya jangan mati sekarang! Kita punya mimpi dan cita-cita, wujudkan! Jika kau menyusulku, aku akan menyesal selamanya”
“Andri...”
aaaaaaaa“Sayang... Ingat janjimu, menjaga kakakmu”
“Ibu...”
aaaaaaaa“Iya nak, ini Ibu... buka matamu sayang, bangkit... jika kamu tidur sekarang, siapa yang akan mejaga kakak kamu?kamu tidak ingin hal yang sama terjadi pada kakak kamu kan? Bangkit sayangku...”
“Mbak Arlena...” lirihku
Mataku terbuka, bola mataku semua bergeser ke sudut kiri mataku. Palu itu berayun mendekat ke arahku.
“Tidak, aku tidak boleh mati”
Aku sadar. Aku kemudian menyeruduk si lelaki didepanku yang mengayunkan palunya. kuseruduk hingga dia terjengkang kebelakang, dan palu yang dia bawa terlepas di tangannya. Aku kemudian menjaga keseimbanganku, sedikit membungkuk dengan kursi berada di atas tubuhku. Lelaki yang terjatuh hendak berdiri, aku langsung melompat hingga kursi itu kembali bisa aku duduki. Kaki kiriku menjejak tepat diwajahnya. Saat dia masih mengaduh dan merintih, aku goyang kembali tanganku yang terikat.
“Lepas”
Tangan kiriku lepas tapi tangan kananku masih terikat. Laboran kimia dasar yang menyadari aku melawan, berlari ke arahku begitu juga si pemegang jerigen. Aku berdiri, bergerak sedikit maju dan langsung kuayunkan kursi dengan tangan kanan yang masih terikat dari samping kananku ke arah kiri, dan tepat mengenai lengan laboran kimia dasar. Ku ayunkan kembali ke arah kanan, dan mengenai si pembawa jerigen. Baru yang terakhir, aku angkat tinggi kursi itu dan ku banting ke kepala si pembawa palu hingga kursi rusak. Benturan yang sangat keras membuat kursi patah dan menyisakan sepotong kayu tajam terikat pada pergelangan tangan kananku.
Aku tarik potongan kayu itu dari dalam ikatan, ku pegang dengan tangan kananku. Ku ayunkan ke arah kiri, tepat diwajah laboran kimia ketika dia berdiri. Ada darah yang terciprat ke arahku. Tiba-tiba, Tanpa aku sadari, satu kakiku ditarik oleh si pemegang palu hingga aku terjatuh. Satu kakiku masih ditarik. Dia berdiri. Ku jejakan kakiku ke arahnya tapi dia masih tetap memegang kakiku dan menarikku.
Aku bangun dan membungkuk. Ku raih satu tangannya yang memegang kakiku dengan tangan kiriku. Cepat aku ayunkan potongan kayu yang tajam ke arah dadanya dengan tnagan kananku. Spontan dia melepaskan tangannya dari kakiku dan langsung menggenggak pergelangan tangan kananku yang menusukan potongan kayu di dadanya.
Sebuah kesempatan yang tidak aku sia-siakan. Aku mengepalkan tangan kirku dan ku ayunkan ke arah wajahnya. Tanpa menunggu, aku sapukan kakiku ke arah kakinya hingga dia jatuh bersimpuh. Aku tarik tanganku dari genggamannya. Langsung aku berdiri bergerak mendekati potongan-potongan kayu yang tersisa. Aku ambil satu kayu, ku ayunkan dan kuhantamkan tepat di bagian belakang kepalanya hingga dia tak sadarkan diri.
Aku bangkit, berbalik. Melihat dua orang yang baru saja menertawakanku, satu bersiap dan yang satu masih merintih kesakitan. Berlari ke arah pemegang jerigen yang sudah bersiap dengan pisaunya. Melompat. Menjejaknya, hingga dia terjengkang dan terjatuh. Sekali lagi ku hantamkan lututku ke arah wajahnya. Dan beberapa pukulan keras ku daratkan di wajahnya.
aaaaaaaa“Bunuh”
aaaaaaaa“Bunuh”
aaaaaaaa“Bunuh”
“suara ini? ya aku akan membunuh mereka”
Aku bangkit, ku ambil pisau pemegang jerigen yang terjatuh. Melangkah menuju laboran kimia dasar. Dia berdiri. Hantu ketakutan mengelilinginya. Tapi aku melihatnya seperti , seperti... bunuh, aku harus membunuhnya.
“Te-tenang Ar, ta-tadi ha-hanya bercanda te-tenang Ar... te-te...” ucapnya dengan satu tangan mencoba menghentikanku
Seeet... crasshhh...
.
.
.
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Put it in the soul of everyone
Do you know what you want? You don't know for sure
You don't feel right, you can't find a cure
And you're gettin' less than what you're lookin' for
You don't have money or a fancy car
And you're tired of wishin' on a falling star
You gotta put your faith in a loud guitar
Chorus:
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Gave rock and roll to everyone (oh yeah)
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Put it in the soul of everyone
Put it in the soul of everyone
Do you know what you want? You don't know for sure
You don't feel right, you can't find a cure
And you're gettin' less than what you're lookin' for
You don't have money or a fancy car
And you're tired of wishin' on a falling star
You gotta put your faith in a loud guitar
Chorus:
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Gave rock and roll to everyone (oh yeah)
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Put it in the soul of everyone
“Kalian dengar bukan? Rock n roll untuk semua orang. bukan untuk kaum tertentu semacam bajingan seperti kalian”
“Mmmpphhh... mmppphhh...”
“Aku sudah kopi lagunya di sematpon kalian, dan kalian bisa mendengarnya bersama api yang akan menemani kalian. Jadi nikmatilah, kalau misal belum puas, putar lagi saja lagunya. Itupun kalau kalian masih bisa melakukannya..”
Aku berbalik, melangkah menjauhi mereka....
“Oh ya, terima kasih untuk alamat rumah bos kalian dan pisaunya. Akan kusampaikan salam kalian, agar dia segera menyusul kalian” ucapku sembari tetap melangkah menuju pintu keluar.
Diluar, aku melihat sekelilingku. sebuah mobil dan motor sudah tersedia disana. Ku ayunkan langkahku menuju mobil, ku kemudikan dan kutabrakan ke dalam gubug, hanya sebagian dari bagian mobil yang aku tabrakan. Setelahnya aku keluar dari mobil, aku siram semua bensin dalam jerigen ke arah gubug reyot ini. dan...
Jrsssshhhh.....
Terdengar suara mereka hendak menjerit. Suara tertahan karena sumpalan di mulut mereka dengan tubuh terikat. Kupandangi api yang perlahan mulai menikmati santapan sorenya. Entah kenapa mataku menjadi sangat tajam. Hatiku serasa beku, tertutup. Seakan teriakan-teriakan perasaan tak bisa menembus hatiku. Aku berbalik, kurasakan panas dipunggungku, melangkah menuju motor. ku kendarari dan melaju menuju ke alamat yang telah aku dapatkan.
aaaaaaaa
aaaaaaaa“Bunuh”
aaaaaaaa“Bunuh”
aaaaaaaa“Bunuh”
“Ya, aku akan menghabisinya. Agar dia tahu rasa sakit yang telah dia berikan kepadaku, rasa sakit yang sampai sekarang masih terus mendekam dalam ingatanku... ya, aku akan menghabisinya” lirih dari bibirku.
Motor melaju dengan kencang...
"Now listen"
If you wanna be a singer, or play guitar
Man, you gotta sweat or you won't get far
Cause it's never too late to work nine-to-five
You can take a stand, or you can compromise
You can work real hard or just fantasize
But you don't start livin' till you realize - "I gotta tell ya!"
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Gave rock and roll to everyone
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Put it in the soul
God gave rock and roll to you (to everyone he gave the song to be sung)
Gave rock and roll to you, gave rock and roll to everyone
Gave rock and roll to you, saved rock and roll for everyone
Saved rock and roll
If you wanna be a singer, or play guitar
Man, you gotta sweat or you won't get far
Cause it's never too late to work nine-to-five
You can take a stand, or you can compromise
You can work real hard or just fantasize
But you don't start livin' till you realize - "I gotta tell ya!"
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Gave rock and roll to everyone
God gave rock and roll to you, gave rock and roll to you
Put it in the soul
God gave rock and roll to you (to everyone he gave the song to be sung)
Gave rock and roll to you, gave rock and roll to everyone
Gave rock and roll to you, saved rock and roll for everyone
Saved rock and roll
DHUAAARRRRR!!!!!