Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Disappear?

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Om jujur ane banyak belajar dr cerita ente, ane banyak belajar tentang bagaimana menghadapi cewe, tulisan ente banyak membantu.. tolong dong ksh infonya ke om don
 
Om jujur ane banyak belajar dr cerita ente, ane banyak belajar tentang bagaimana menghadapi cewe, tulisan ente banyak membantu.. tolong dong ksh infonya ke om don
 
Update was disappear
Downhill was disappear
Will my reapect disappear too?
As a gentleman or a lady, tell everbody that respect to you, wait for you, what s happen? Why?

Haddeuuhh ngomong naon sih nya urang teh
 
"(Kasus diatas hanya sebuah pengembangan dari manga yang nubie baca, terima kasih)"

Itu kutipan dari suhu down hill di cerita disapear sesion 1 yg judul nya "change"

Pertanyaannya ada yang tau manga yang di baca suhu down hill?
 
Selesai baca ulang semua to msh blm update...

Kas update kas..
 
Scene 36
Sayap Malaikat


Ainun ... ...

Braaak!!!

Ku hempaskan punggungku ke pintu kamar mandi. Keras. Mataku seakan melihat semuanya, melihat semuanya kembali. Kenapa seperti ini? aku... aku...


Srrssskk...


Aku berungsut turun, duduk. Memegangi kepalaku. Suara-suara itu terus berlarian di kepalaku. Dalam pikiranku. Aku benar-benar tidak tahan.


“HENTIKAAAAAN!!!!!!!!”


“HENTIKAAAAAN!!!!!!!!”


“JANGAN SAKITI! JANGAN SAKITI! JANGAN SAKITI!!!!!!”


“AAAAAAAAAAAAAAARRRRRRGHHHH!!!!


Dok... dok... dok...


“Sayang... sayang... buka pintu sayang, buka. Kamu kenapa sayang?”


“Hargh!” terdengar suara perempuan. Aku tidak bisa mengingat suara siapa.


“Si-siapa? Si-siapa?!!!” teriakku, berbalik duduk bersandar pada dinding bak mandi.


“Sayang, ini aku Ainun.”


“A-Ainun, Ainun siapa?”


“Sayaaang, Ainun. Kamu kenapa? buka pintunya cepat.”


“A-Ainun, eh, Ainun.”


Ainun, ya Ainun. Aku segera bangkit membuka pintu kamar mandi. Kulihat Ainun dengan gamis putihnya dan juga kerudung berwarna putih. Pandanganku masih sedikit kosong, nafasku masih terasa berat sekali. Keringatku masih terus bercucuran.


“Nun,” langsung aku memeluknya.


“Ke-kenapa ada apa?”


“Ta-tadi, ta-tadi... hash hash hash.”


“Sudah tenangkan dirimu dulu sayang, maafkan aku ya.”


Tubuh kami beringsut turun, aku masih dalam pelukannya. Nafasku sedikit tenang, aku bisa mengendalikannya. Pelukanku semakin erat, elusan lembutnya dikepala memubatku semakin tenang.


“Jangan!!!”


“Jangaan, lepaskan!!!”


“Tolong.. aku mohon... tolong hentikan... jangan sakiti jangaaan...”


“AAARGHHH!”


“Sa-sayang, ke-kenapa tenanglah.”


“Argh!”


Aku melepaskan pelukannya, berlari menuju pintu keluar. Tepat diruang dimana aku selalu berkumpul dengan Samo dan Penjus, suara itu semakin keras terdengar. Kepalaku sakit, seakan semuanya berputar-putar. Aku pegang kepalaku, duduk berlutut.


“Sayang,” Cepat dia meraih tubuhku, memelukku.


“Pergi! Pergi!”


“Sayang kamu kenapa?”


“Pergi! Permmmmhhhh.”


Bibirnya. Sedikit demi sedikit kesadaranku mulai hilang. Pandanganku semakin kabur. Badanku serasa lemas sekali. Tak ada tenaga. Lelah, sangat lelah. Dan semuanya menjadi gelap.

.

.

.

“Ergh... ergh... Haaahmmmmhhh!!!!”


Hash hash hash...


“Sssshhh... ssshhh... sudah tenang.”


Aku terbangun. Terkejut. Bibirnya kemudian langsung menutup bibirku. Lepas dari kepalanya, nafasku sangat berat. Pelan dia menarik kepalaku dan lagsung dibenamkan dalam pelukannya. Nafasku masih terasa berat. Dia terus mengelus kepalaku, dan aku terdiam mengatur ritme nafasku. Setelah nafasku kembali normal, kupegang tangannya, mengelusnya. Lembut sekali.


“Kamu sudah tenang?” aku masih diam, mengelus tangannya yang kini ada dipipiku, sedang satu tangan yang lain memeluk kepalaku.


“Sayang?” aku mengangguk.


“Maaf ya, maafin aku.”


Aku tidak menjawabnya. Aku masih terdiam, masih belum bisa menjawab kata-katanya. Mmasih merasakan kenyamanan dalam pelukannya. Lembut sekali tangan putihnya, tak pernah berhenti mengelus. Setelah merasa tenang, ku pejamkan mata, menghela nafas panjang dan kemudian bangkit dari pelukannya. Duduk membelakanginya.


“Kamu sudah baikan?” aku mengangguk.


“Yakin?” aku kembali mengangguk.


Kurasakan dia menggeser tubuhnya mendekat. Kedua tangnnya melingkar di tubuhku, memelukku. Kepalanya bersandar di punggungku. Pelukannya semakin erat, sesekali dia mengelus dadaku. Bayang-bayang yang baru saja aku lihat, yang baru saja menghampiri ingatanku seakan tak bisa aku ingat lagi. Semuanya tergantikan olehnya, tergantikan oleh kelembutannya. Sedikit ada rasa ingin dimanja olehnya, bukan memanjanya. Tapi... ah sudahlah, kelihatannya memang suasananya sedang tidak mendukung.


“Maaf ya?”


“Aku ingin tidur.”


“Iya, sebentar saja,” pelukannya semakin erat, seakan tak mau membiarkan aku beranjak dari tempatku.


“Pusing.”


“Sebentar. Sebentar saja.”


Pelukannya membuatku sedikit susah untuk bernafas. Aku pegang lembut tangannya, agar bisa mengendurkan sedikit pelukan. Hufth, lega rasanya ketika bisa bernafas normal lagi. Tanganku masih diatas tanganya, lembut aku meremas tangan lembut ini.


“Mau bobo dulu? atau aku buatkan kopi?”


“Tidur dulu.”


“Iya.”


Dia kemudian melepas pelukannya. Aku bangkit, dia masih duduk bersimpuh. Matanya menyipit ketika dia tersenyum. Senyuman berbalas dengan senyuman, kemudian aku berjalan menuju kamar. Baru beberapa langkah, tepat di pintu kamar. Aku terhenti.


“Sedih, didatengi malah ditinggal tidur,” ucapnya, aku menoleh ke arahnya. Dia menggeser duduknya membelakangiku dengan memeluk kedua kaki yang tertekuk. Dagunya disandarkan diantara dua lutut yang berhimpit dan pandangannya lurus kedepan.


“Eh, i-itu.”


“Dicuekin lagi, hmm.”


“Hadeh.”


Setiap kata-kata yang aku dengar darinya seakan merubah setiap rasa lelahku, menjadi semakin lelah. Susah memahami perempuan, atau aku memang yang kurang peka? Aku kemudian mendekatinya, duduk bersila tepat di samping kirinya. Kusandarkan tubuhku pada kedua tanganku, menatap langit-langit kamar. Selang beberapa saat, kepalanya jatuh di lenganku. Ah, semakin pusing kepalaku.


“Maaf ya?”


“Maaf buat apa?”


“Tadi itu mmm...”


“Kenapa?”


“Tadi itu sebenarnya, aku yang mainin saklar lampu.”


“Heh?” aku langsung bangkit dan memandangnya.


“Ja-jangan marah dulu. Ta-tadi itu maksudnya bercanda, kamunya sih ditunggu lama,” belanya dengan bibir sedikit manyun dan kedua jari telunjuk yang berulang kali disentuh-sentuhkan.


“Nunggu?” dia mengangguk.


“He’em, aku kan punya kunci cadangan kontrakan. Makanya tadi pagi aku masuk ke kontrakan, sandalku juga aku masukan. Terus sembunyi di kamar temenmu, habis kamu masuk kamar mandi, ya itu... mainin saklar. Nakutin kamu, bercanda maksudnya tapi maaf ya?”


“Hadeuh.... iyaaaa,” jawabku singkat


“Kamu terlalu lama,” duduknya bergeser, sebentar dia mengankat kepalanya kemudian merebahkannya di dadaku. Satu tangannya meraih tanganku dan meletakannya di pinggang.


“Maaf ya...”


Pelan suaranya aku dengar, sedikit parau. Entah kenapa tiba-tiba dia berubah seketika itu. Ku rubah posisiku dan memeluknya. Seskali aku mengecup ubun-ubun kepalanya. Entah dinamakan apa hubungan antara aku dan dia. Telapak tangannya diletakan di dadaku, merambat naik ke leher. Lembut dia menariknya, kepalanya kemudian menengadah.


“Aku kangen.”


Begitu kata-kata yang keluar, benar kata Desy saat sebelum masuk kelas kemarin. Kalau dia pasti akan mengatakannya langsung. Kata-kata yang keluar sebelum bibirnya tertutup bibirku. Awalnya hanya bersentuhan, namun setelahnya, bibirku memagut bibirnya. Bibirnya kemudian terbuka, lidahnya bertemu dengan lidahku yang tertutup oleh kedua bibir kami yang bertautan. Satu tanganku kemudian mengelus lembut punggungnya, membuat tautan bibir kami semakin erat.


Kakinya kemudian bergeserak, terangkat sedikit, satu demi satu berpindah dia atas kedua pahaku. Tangannya meraih tanganku dan menempatkannya disela-sela antara paha dan betisnya, atau lebih tepatnya di bawah lututnya. Setelahnya, kedua tangannya merangkul leherku, melepas bibirnya dari bibirku. Dia kemudian tersenyum manis sampai matanya tertutup.


Perasaanku mengatakan, aku harus membopongnya berpindah dari tempat ini. Pelan kemudian aku bangkit, mengangkat tubuh ringan Ainun. Setelah aku bangkit, bibir kami kembali bertautan, hanya sebentar, lalu aku berbalik dan berjalan ke arah kamar. melangkah pelan menuju pintu kamarku. wajahnya sedikit menjauh dariku, matanya sedikit menutup ketika bibirnya tersenyum.



Dugh


“Awch.”


Srrt.... Brugh


“Aduh.”


“Eh, ma-maf.”


Tanpa aku sadari, kepalanya terbentur dengan kusen pintu. Terdengar sangat keras sekali. Reflek tanganku yang mengangkat kakinya langsung aku tarik. Maksudku untuk mengelus kepalanya, tapi betapa bodohnya aku. Saat tangan ku tarik dan mencoba mengelus kepalanya, membuat kaki yang sebelumnya aku topang dengan tangan tersebut jatuh diikuti dengan tubuhnya. karena tidak mungkun hanya satu tanganku yang membopong kepalanya saja.


Dia langsung jatuh terduduk, reflek aku langsung berjongkok hendak menolongnya. Bingung ketika harus memulai dari mana, kepalanya atau pinggangnya atau yang lain. Kedua tanganku hanya berhenti didepanku. Benar-benar bingung. Bingung yang lucu sebenarnya.


“Sakiiiit!!!! Egh, egh, egh, egh,” bentaknya dengan berberapa pukulan di lenganku tapi wajah serta bagian tubuhku tak luput dari serangannya. Setelah beberapa pukulan, dia kemudian mengelus kepala, satu tangan yang lain mengelus pantatnya. Wajahnya kesakitan memandangku.


“Huh! Sakit tahu!”


“Eh, ma-maaf, ndak tahu tadi. lha tadi itu kan, anu.”


Bugh...Satu pukulan melayang ke dadaku tanpa aku halangi. Aku tahu, aku yang salah jadi mau diapakan saja tetap diam. Wajahnya kelihatan jengkel sekali.


“Dasar gak romantis! Harusnya itu liat-liat! Huh!” bentaknya sekali lagi dan kemudian bangkit.


“Arghh i-iya ma-maaf,” satu tangannya mencubit pipiku keras hingga aku jatuh terduduk kebelakang.


Dia berbalik dan langsung menuju ke tempat tidurku. Langsung rebah di tempat tidur, dan memeluk guling membelakangiku. Aku masih terduduk dilantai dan masih terus memandanginya yang tak sedikitpun menoleh ke arahku. Dalam hati, aku tertawa terpingkal-pingkal. Bagaiaman tidak? Suasananya yang awalnya sudah benar-benar romantis, tiba-tiba berubah menjadi hal yang sangat konyol.


“Gak boleh ketawa! Huh!” bentaknya, sebentar dia membalikan badannya dengan mata melotok kearahku, wajahnya tampak marah sekali, kemudian dia membalikan tubuhnya kembali membelakangiku.


Langsung batinku berhenti berkata-kata, seakan dia tahu apa yang aku katakan dalam hati. Bentakannya langsung membuatku duduk tegak menghadap kearahnya. Bibirku kemudian tersenyum, pelan kemudian aku mengangkat tubuhku dan mendekatinya. Duduk di pinggiran tempat tidur tanpa ranjang. Sedikit ada tempat untukku, aku langsung merebahkan tubuh disampingnya. Tidur menatap langit-langit kamarku dengan seorang perempuan yang memunggungiku. Tangannya tiba-tiba bergerak, mencengkram kaos di perutku, ku genggam tangan halusnya. Dia berbalik menggenggam tanganku, kemudian menarik ke arah kepalanya.


“Masih sakit banget,” ucapnya tanpa menoleh sedikitpun kearahku.


Tingkahnya membuatku tersenyum, aku memposisikan tubuhku miring menghadap ke arahnya. Mengelus lembut bagian kepalanya yang terbentur. Walau tertutup kerudung, wangi sampo yang dia pakai tercium olehku. Pelan kemudian aku mendekatkan wajahku ke kepalanya, sedikit menyentuhkan bibirku, sentuhan lembut untuk wangi yang aku cium. Setelah bibirku menempel di kepalanya, tangannya kemudian menarik lembut tanganku dan meletakannya dipinggulnya. Aku langsung merapatkan tubuh, memeluknya. Kini ciumanku turun ketengkuk lehernya yang tertutup oleh kerudung.


Tangannya bergerak keatas, mengelus pipiku. Suasana yang semula membuatku gei, kini larut kembali, laruta dalam suasana yang dia ingin kan. Dia, Ainun, ah, mungkin memang dia selalu bisa membuat suasana menjadi seperti sekarang ini. Tubuhnya sedikit bergeser kedepan, berbalik. Bibirku tepat di keningnya. Kupeluk tubuhnya, kudekap erat. Kedua tangannya diletakan didadaku, sedikit medorong tubuhku untuk mengendorkan pelukan. Wajahnya kemudian menengadah ke arah wajahku, sedikit menggeser tubuhku, kini bibirku bertemu dengan bibirnya. Satu tangannya memeluk kepalaku, satu tangannya lagi melalui sela-sela leher dan bantal, ikut memeluk kepalaku. Menariknya, kuat.


Pelan aku rasakan sentuhan lembut jari-jari tangannya turun dari pipi, leher, lengan hingga ke pinggangku. Sentuhan yang membuatku merinding, nyaman. Tangannya kemudian bergerak, sedikit mendorong kebelakang, aku kemudian menggeser pinggangku sedikit kebelakang. Kembali tangannya bergerak ke perutku, mengelus pelan. Terasa ketika dia menarik kaosku sedikit ke atas kemudian mengelus perutku. sebagian tangannya masuk ke dalam celana, kemudian menggenggam kancing celanaku. Pelan dia menggoyang seperti memberi tanda kepadaku. Spontan, satu tanganku turun membantu membuka kancing celanaku.


Tiba-tiba dia melepas ciuman, memandang mataku sembari mengrenyitkan dahi.


“Mau apa?”


“Melepas kancing.”


“Dasar mesum. Siapa yang nyuruh buka celana?”


“Eh, i-itu ta-tadi.”


“Otak kamu itu mesum terus ya?”


“Huft... maaf.”


Srrkk... slrpp...


Sedikit kasar dia menarik kepalaku, mendaratkan bibirnya di bibirku. Cuma sebentar saja, dia langsung menariknya dan tersenyum ke arahku. Aku yang terkejut langsung membalas senyumnya. Bagaimana tidak membalas, senyumnya begitu indah.


“Bukahh,” bisiknya pelan sembari mendaratkan kembali bibirnya.


Tanganku kemudian turun ke bawah kembali, satu yang lainnya memeluk pinggangnya. Kancing celana terlepas, aku langsung menurunkan celana. Cepat tangannya langsung turun, menarik celana dalamku. Sedikit ku angkat pinggangku dan celana dalamku turun.


“Eghh... Nuuunhhh.”


Dia hanya membalasnya dengan senyuman. Pelan didorong tubuhku pelan hingga terlentang dan dia kemudian bangkit, dengan siku tangannya sebagai tumpuan di atas kepalaku, lembut dia mengelus rambutku. Satu tangan yang lain masih berada diposisinya, kadang mengelus, kadang mengocok lembut.



Kembali di tersenyum dan mendekatkan wajahnya, mencium bibirku. Tak sanggup aku membalas ciumannya, hanya bisa menahan rasa nikmat sentuhan-sentuhan lembut dibawah sana. Bibirnya kemudian turun, mencium lembuat leher dengan sedikit jilatan yang membuatku menggelinjang. Tak lama, tangannya yang semula mengelus rambutku menarik kaos ke atas disusul bibirnya yang turun dan bermain diputing dada dengan satu tangannya masih terus mengocok lembut.


“Nuuunhhh... ufth,”


“Kenapa?”


“Ufth...”


Dia tersenyum, tiba-tiba wajahnya menghilang dari hadapanku. Ah, benar-benar lembut sekali, hangat sekali. Aku mengangkat tubuh, duduk, melihatnya sedang mengulum. Memang tidak semua bisa masuk ke dalam mulutnya, walau hanya ujung sudah membuatku, nikmat. Satu tanganku mengelus pipinya yang tengah sibuk mengulum.


Plup..


“Ughhfthhh...” lenguhku.


“Capek yang,” ucapnya sembari medekatkan wajahnya ke wajahku.


Langsung aku menarik dan memeluknya. Ku pagut bibirnya, dia langsung memberikan balasan. Walau aku memeluknya tangannya masih terus mengelus lembut bagian bawahku. Dengan perlahan aku merebahkan tubuh mungil Ainun di sampingku. Kini aku berada diatasnya, kucium bibir lalu pipinya. Dia sedikit tersenyum dan terdengar lenguh pelan. ciumnku turun ke leher yang masih berbalut dengan kerudungnya membuatnya sedikit menggelinjang. Ah, wangi parfumnya begitu menyengat.


Aku terus mencium lehernya dengan tangan meremas lembut dadanya. Terdengar desah manja dari bibirnya, membuat semakin tegang. Tegang karena elusan dan juga desah manjanya. Aku turunkan ciumanku ke arah dadanya, lembut empuk. Ku benamkan wajahku di dada dengan kedua tangan menarik ke atas kaos yang dia kenakan. Tubunya sedikit terangkat, mempermudah untuk menaikan kaosnya. Aku angkat wajahku, sedikit kecewa. Masih ada kaos dalam yang dibelakang kaos yang dia kenakan.


Seakan tahu kekecewaanku, dia tertawa tertahan. Hanya bisa mendengus pelan, dan tanpa menunggu lama, langsung aku naikan kaos dalamnya hingga terlihat penutup payudaranya. Aku tarik ke atas, dia sedikit mengangkat tubuhnya, kedua tangannya kebelakang melepas pengait bra yang dia kenakan. Tak perlu waktu lama, aku langsung membenamkan wajahku diantara dua bukit kembar yang kenyal. Secara bergiliran, aku memainkan puting dan meremas kedua payudara indah ini.


“Ughh... mmmhh... sayanghhh... pelannhhh.”


Rintihanya membuatku semakin bersemangat. Sembari menikmati payudaranya, tanganku menarik ke atas rok yang dia kenakan. Kutarik ke atas, kemudian celana dalamnya aku tarik kebawah. Beberapa kali dia mengangkat tubuhnya dan membantuku untuk melepas celana dalamnya. Aku menggeser tubuhku, memposisikan ditengah-tengah kedua kakinya yang terbuka lebar dengan masih mengulum puting susunya.


“Pehlanh sayanghh,” kembali dia merintih, menyuruhku untuk tidak tergesa-gesa.


Tapi tak bisa, aku tak bisa pelan. Ini yang dulu membuatku hanyut dalam perasaannya. Membuatku dapat bersatu dengannya. Bibirku kemudian turun ke perutnya dengan kedua tangan mengelus lembut paha putihnya. Satu tanganku kemudian mulai bergerak ke tengah, bermain.


“Egh... sayang.. ke atas sedikit mmmhhh.”


Ku geser jaringanku ke atas, dan langsung membuatnya menggelinjang. Wajahku aku turunkan, lidahku kemudian aku julurkan mendekati titik kenikmatannya. Lidahku mulai bermain, dengan jari-jari yang tak tinggal diam, ikut mengelus disekitar ruang kenikmatannya.


“Sa-sayangghhhh... sudahhhhh eghhhhhh... saigghh... yanghhh...”


Tubuhnya menggelinjang beberapa kali, aku langsung menarik wajahku. Matanya terpejam, terdengar desahan dan lenguhan dari bibirnya. Nafasnya sedikit tidak teratur. Perlahan aku mendekatkan wajahku tepat diatasnya, menunggunya membuka mata. Beberapa kali dia mengambil nafas panjang untuk menormalkan pernafasannya. Pelan setelah nafasnya teratur, dia membuka matanya. Tersenyum. Kedua tangannya meraih pipiku, mendekatkannya dan kemudian bibirnya memagut bibirku.


“Masukan Yangh,” lembut dari bibirnya.


Aku tersenyum, kuturunkan pinggulku dan melihat kebawah tapi kedua telapak tangannya yang ada dipipiku menahannya. Satu tangannya kemudian turun, mengarahkan benda tumpul ke ruang kenikmatan. Tepat ketika ujung kepunyaanku didepan ruang kenikmatannya, tanpa menunggu aba-aba, aku langsung menekannya sedikit keras.


“Awmmmhhhh.....” rintihnya kesakitan, sedikit ada air mata yang mengembang dia sudut matanya.


“Eh, nun.”


“Pelaaaaan! Egh egh egh egh,” rengeknya sambil beberaa kali meumkul pelan bahuku.


“Ma-maaf, kan sudah pernah.”


“Iya sudah pernah, tapi punyamu itu besar. Sakit kalau masuk, pelan-pelanh.”


“I-iya, yang.”


Aku dekatkan wajahku diwajahnya, kutekan pelan pinggulku turun. Matanya terpejam, dahinya sedikit mengrenyit menahan rasa sakit. Memang sedikit seret tapi aku enak-enak saja, memang ada rasa nyeri kejepit tapi aku enak-enak saja. Ta-tapi, aku enak-enak saja. dan memang enak sekali rasanya ketika perlahan masuk. rasanya semua saraf tubuhku ikut merasakan gesekan antara kulitku dan kulitnya. Kudorong pelan, kutekan hingga semuanya tertelan olehnya.


“Pelan-pelan yanghh, kerasa penuh, agak nyerih.”


Aku mengangguk kemudian mulai menarik pinggulku dan menekannya secara perlahan. Lirih desah dan rintih aku dengar dari bibirnya. Saat pinggulku menekan, bibir bawahnya digigit seperti merasakan nyeri tapi bagiku terasa nikmat sekali. Awalnya pelan ketika memasuk dan mengeluarkan benda tumpulku, tapi karena terbawa suasana nikmat, aku semakin menambah ritme goyangan.


“Yaaanghhhhh... egghhhh.... ssshhhh.”


Goyanganku semakin cepat, bertambah lebih cepat lagi ketika melihat payudaranya yang naik turun seirama dengan gerakanku. Benar-benar indah sekali. Satu tanganku untuk menopang tubuhku dan satunya lagi memainkan paydaranya. Bibirku pun tak mau kalah, melumat dan memainkan puting susu. Ditengah kenikmatan yang aku rasakan, tiba-tiba tangannya mencoba menahan dadaku. Sepertinya dia ingin menghentikan gerakanku tapi tak bisa, aku sudah mulai terbang tinggi.


“Yanghhh... yanghhh....”


Hanya suara itu yang terdengar dari bibirnya. Aku bangkit dari dadanya, mempercepat gerakan pinggulku. Cepat dan stabil. Matanya terpejam sangat rapat, dahinya mengrenyit. Bibir bawahnya digigit kuat sekali.


“Yangghhhh... aku keluaaaaaarhhh...”


Tubuhnya melengking hingga kepalanya mendongak ke atas. Kedua kakinya memeluk pinggulku, kedua tangannya meremas bantal yang menggajal kepala. Lenguhnya sangat panjang, diakhiri tubuh yang mengejang beberapa kali. beberapa saat tubunya yang melengking kembali menghantam kasur. Nafasnya masih tersengal, matanya masih terpejam dan aku diam tersenyum memandangnya. Sedikit matanya terbuka, kemudian bibirnya melukis senyum kepuasan.


“Huuuffftth... istirahathhh dulu yangh,” sambil mendorong tubuhku untuk lepas dari tubuhnya.


“Ndak yang,” jawabku sembari kepalaku sedikit menggeleng.


“Capekhhh yanghh.”


Aku langsung memeluknya tanpa menggoyang pinggulku. Ku kecup pipinya berkali-kali dengan lembut. Ku elus kepalanya yang masih tertutup kerudung. Bibrnya terus tersenyum padahal baru saja aku menolak untuk melepasnya.


“Hash hash... lepasin kerudung sama kaosku Yang, panas.”


Tanpa menjawabnya, aku langsung membantu melepas kerudung dan kaosnya. kini tertinggal ditubuhnya hanya rok yang masih di sekitar perutnya. Dia kemudian berbisik kepadaku untuk berpindah di belakangnya. Dengan mengangkat salah satu kakinya, aku kemudian memposisikan diriku dibelakangnya tanpa melepas persetubuhan kami.


Aku peluk dia dari belakang, tapi tanganku tak bisa hanya memeluknya. Kedua tanganku dengan nakalnya meremas buah dada yang indah. Ku kecup tengkuk lehernya membuatnya mendesah keras membuat pinggulnya menekan kebelakang. Tanpa menunggu persetujuanya, aku kembali menggoyang pinggulku. Kembali aku mendengar suara desahan dari bibirnya. Tak pernah berhenti bibirnya untuk mendesah, malah semakin membuatku bertambah semangat menggoyang pinggul.


“Eghh Yanghhh... cepet dikeluarhhrinn eghh mmmhh ssshhh.”


Terdengar suara rintihnya ketika aku semakin cepat menggoyang pinggul. Tapi, aku belum merasakan rasa ingin segera menyudahi persetubuhan dengan Ainun. Masih ingin rasanya merasakan persetubuhan ini lebih lama. Beberapa kali dia meminta untuk segera menyelesaikannya tapi aku tetap saja belum bisa. Aku semakin cepat menggerakan pinggulku, semakin liar aku mencumbui tubuhnya.


“Yangghhhh eghhh mmmmhhh sakiiithhhh.”


Seketika itu rasa dalam tubuhku berubah. Kulit kelaminku menjadi semakin sensitif setelah rintihan terakhirnya. Semakin aku cepat menggoyang pinggulku. Pelukanku semakin erat diperutnya. Rintihannya semakin tidak tertahan, terdengar keras padahal suasana masih siang dan diluar bisa jadi ada tetangga. Tapi, aku dan dia, tidak mempedulikan.


“Yanghhh... eghhh keluaaaaaargghhhhh...”


“Aku juga yangh.”


Diawali tubuhnya yang mengejang terlebih dahulu kemudian disusul olehku yang memeluknya sangat erat. Beberapa kali aku rasakan menembakan cairan kedalam ruang kenikmatannya, hingga tubuhku menjadi sedikit lemas begitupula tubuhnya. Hening, hanya terdengar deru nafas yang terdengar. Nafasku, nafasnya sama-sama terasa berat. ku sentuhkan keningku di kepalanya, sembari mengatur nafasku.


Setelah nafas kami teratur, tangannya meraih kepalaku. Mengelus bagian belakang kepalaku. ku cium rambutnya yang terurai, sesekali aku mengelus perut. Ciumanku turun ke pundaknya yang berawarna putih bersih.


“Mmmh... banyak banget keluarnya yang.”



“Cup, ndak tahu,” jawabku sembari mengecupi pundaknya.


“Jarang dikeluarin ya?” aku tak menjawab pertanyaannya tapi hanya menjawab dengan pelukan.


“Sudah Yang dilepasin dulu dong, ngeganjel banget itu kamu.”


“Apanya?”


“Punyamu.”


“Punyaku?”


“Iiiih... kontol kamu!” ucapnya sedikit keras.


“Ih, jorok ngomongnya he he he.”


“Dasar, sukanya godain.”


Aku tarik pinggulku, dia kemudian membalik tubuhnya. Kepalanya diletakan di dadaku. Ku kecup rambut wanginya dan juga menyisir rambutnya dengan jari-jari. Wajahnya kemudian menengadah ke atas, tersenyum. Tubuhnya diangkat sedikit dan kemuian bibir kami bertemu.


“Dasar, sudah keluar masih saja berdiri. Gak puas?”


“Eh, puas yang, Cuma ya begitu itu yang. Nanti kan tidur sendiri.”


“Kalau belum tidur?”


“Mmmm...”


“Masuk lagi? Enak saja, Gede tahu, sakit hi hi hi.”


“Eh, he he he.”



“Hi hi hi... Dah ah yang, peluk dulu,” ucapnya lirih yang kemudian rebah diatas tubuhku. aku kemudian memeluknya.


“Kalau mau lagi, nanti Yang. Capek.”


“Iya sayang,” jawabku.


Aku masih tetap mengelus kepalanya dengan lembut. Nafasnya berangsur menjadi teratur. Sedikit aku menggeser kepalaku, kulihat dia sudah terlelap diatas dadaku. Ku geser tubuhnya hingga dia tidur miring menghadapku, kemudian aku peluk dengan kepalanya tepat didepan dadaku. Aku kembali mengelus kepalanya, pelan hingga aku sendiri terhanyut dalam lelahku. Dan tertidur.

.

.

.

Dengan celana pendek, aku berada di ruang tamu kontrakan. Duduk menunggu segelas teh hangat di sore hari. Asap rokok yang mengepul begitu banyak di ruangan ini. Hufth, dia bangun terlebih dahulu kemudian baru membangunkanku, setelahnya kami mandi bersama. Acara mandi yang begitu singkat.


Kletek..


“Maaf ya Yang? Hi hi hi hi,” ujarnya, kemudian duduk disampingku, rambut basahnya tanpa kerudung.


“Gitu tadi bisanya nawarin lagi?”


“Hi hi hi, udah ah Yang, gak usah dibahas lagi hi hi hi.”


“Eeeeh, jawab dulu,” paksaku


“Hi hi hi... tadi pagi itu udah kerasa sakit dikit perutnya, terus liat kalender, eh mau harinya.”


“Terus?”


“Iiih, kalau pas mau harinya kan biasanya pas pengen-pengennya.”


“Oooo...”


“Udah ah, lagian bukan masalah ‘pengen’ aja.”


“Terus masalah apa?” ucapku sembari memajukan wajahku, menengok ke arahnya.


“Kangen.”



Kata yang singkat dan tidak bisa dibalas. Dia kemudian duduk membelakangiku, bersandar. Tangannya menarik tanganku agar mengelus perutnya. Setahuku kalau pas hari pertama biasanya lagi sakit-sakitnya tapi kenapa dia terlihat santai sekali. Memang aku tadi juga lihat pas dia pakai ‘roti tawarnya’.


“Kok biasa saja, memangnya ndak sakit?”


“Sebenernya sakit, Cuma...” dia berbalik menoleh ke arahku.


“Cuma kalau aku sakit, aku takut kamu semakin ketakutan seperti tadi. sebenarnya ada apa? kenapa kamu bisa sampai seperti itu? dari mana kemarin? Pasti ada hal yang membuatmu ketakutan seperti tadi bukan? ada hal yang kamu lakukan... pasti.”


Aku terdiam ketika mendengar pertanyaan yang datang bertubi-tubi. Kualihkan wajahku melihat kearah lain, sedikit menunduk. Suasana menjadi hening, keheningan semakin bertambah ketika aku mematikan rokokku. Sudah tak ada lagi suara asap yang keluar dari mulutku.


“Sayaaaang?”


“Eh... i-iya.”


Srrk...



Tanpa memberikan isyarat, dia langsung menarik kepalaku. Bibirnya mencium bibirku, melumatnya. Suasana menjadi meleleh, kedua tanganku langsung memeluknya. Ketika ciuman itu berakhir, aku langsung merebahkan kepalaku dipundaknya yang hangat. Ku pejamkan mataku dan terdengar senyum lirih dari bibirnya. Kadang terasa elusan lembut dikepalaku, sesekali dia menyisir rambut dengan jari-jarinya.


Lirih, suara yang keluar dari bibirku. Menceritakan kejadian yang baru aku alami kemarin. Aku tak bisa ketika bercerita dengannya hanya sepenggal-sepenggal. Semuanya, detail. Tapi aku masih tidka berani menyebutkan nama-nama yang ada dalam kejadian itu, aku masih tidak ingin Ainun ikut berada di dalamnya. Dia hanya cukup tahu kejadian yang menimpaku kemarin, tak perlu tahu yang lainnya. Hingga aku bercerita tentang bayangan masa lalu yang tiba-tiba hadir. Bayangan masa lalu yang begitu jelas aku dengar, suara-suara yang membuatku semakin takut sama halnya ketika berada didalam kamar mandi tadi pagi.


“Aku ada, karena kamu ada.”


“Eh.”


Bibirnya tersenyum, ketika wajahnya menunduk. Wajah anggunya dengan helaian rambut yang sedikit basah menjadikan senyumnya semakin indah. Jari-jarinya kemudian menyapu pipi dan bermain-main di bibirku.


“Masa depan ada juga karena ada masa lalu. Masa lalu tidak menentukan masa depan. Dulu kita pernah membicarakannya. Dulu kita pernah berbicara tentang masa lalu... masa lalumu. Mungkin kamu lupa sayang, mungkin kamu tidak ingat. Karena kamu menjalani hari-harimu, bersamaku ataupun tidak, kamu telah menjalani hari-harimu.”


Jarinya kemudian mengelus lembut setiap permukaan pipi dan berakhir di ujung hidung. Bibirnya masih tersenyum, merah cerah, walau tanpa lipstik.


“Masa depanmu ditentukan oleh hari ini, dan hari-hari yang telah dan akan kamu jalani, bukan masa lalumu. Masa lalu, sepahit apapun, bukan menjadi penghalang, bukan menjadikan kamu takut dan bukan menjadi ukuran untuk menilai seseorang. Tapi menjadikan kamu semakin kuat, semakin kuat menghadapi hari-harimu.”


“Sama seperti halnya aku, aku ada karena kamu, aku pun tak yakin bisa menemanimu selamanya. Jika kamu tidak yakin, aku akan menghilang tapi... Jika kamu yakin, aku akan menemanimu hingga akhir perjalanan hidupmu.”


“Agar aku tidak menjadi salah satu masa lalumu yang pahit,” lanjutnya.


“Aku yakin, aku yakin.”


“Terima kasih.”


Dia kembali mengelusku dengan lembut.


“Sayang, jika bayang-bayang itu hadir. Kamu harus tetap berdiri, karena banyak ingin kamu menjadi bagian dari jalan cerita mereka. teman-temanmu, keluargamu dan salah satunya aku.”


Aku semakin memeluknya dengan erat.


“Capek ya dengerin omonganku yang gak nyambung?” tanyanya dan aku jawab dengan sedikit menggelengkan kepala.


“Aku yakin kita akan menari bersama selamanya Sayang. Aku yakin. Tidur sayang, jangan lepaskan pelukanmu ya? aku masih kangen.”


Aku tersenyum mendengarnya. Pelukanku semakin kuat, semakin erat tapi elusannya semakin lembut terasa diawajahku. Sesekali aku mendengar sedikit erang sakinya, mungkin karena ini hari pertama dia mengalaminya. Lambat laun aku semakin laruta dalam kehangatannya, semakin lama, semakin aku mengantuk. Entah kenapa bersamanya selalu merasa nyaman.

.

.

.

Malam pun tiba. Dia sudah berdiri dibelakang pintu kontrakan yang masih tertutup dengan kerudung yang sudah menutupi kepalanya dan juga sandal yang sudah dia pakai. Berdiri dan tersenyum memandangku. Bukan aku yang menjadi pencuri tapi sekarang dia, dia yang harus berhati-hati ketika keluar dari kontrakanku. Aku mendekatinya dan memeluknya, bibir kami kemudian saling bertautan.


“Sebelum aku pulang, mau dikeluarin lagi?”


“Eh, emang bisa?”



“Pakai ini,” ucapnya sambil menunjuk ke bibirnya.


“Ndak usah yang, tadi dah seneng banget,” jawabku tersenyum.


“Iya... oia sebentar, mundur dulu sebentar Yang,” ucapnya. Aku kemudian melangkah mundur.


Plak... Plak... Plak...


“Auch... Yang kenapa... aduh... sudah, sudah,” aku berjalan semakin menjauh.


“Sini,” ucapnya.


“Eee...”


“Sini atau aku gak mau kesini lagi?” wajahnya sedikit marah.


Aku kemudian mendekat, dia memelukku dan tersenyum kembali. Bibirnya menempel kembali dibibirku. Hingga akhirnya terlepas.


“Jangan tanya, namanya juga baru kedatangan tamu. Wjaar kalau cewek butuh tempat melampiaskan marah. Hi hi hi.”


“Wedew...”


“Biarin.”


Dia lalu berbalik, menarik sedikit korden. Melihat keluar. Aku yang dibelakangnya hanya diam dan tak tahu harus berbuat apa. Setelah dia yakin suasana sepi. Dia menarik gagang pintu lalu membukanya perlahan. Setelah pintu terbuka sedikit, dan cukup untuk tubuhnya menyelinap keluar, dia berbalik. Mendekatiku dengan cepat dan mencium bibirku, aku terdiam dan sekilas senyuman yang terrekam olehku. Setelah aku sadar dari diamku, dia sudah berada diluar sana berjalan menuju rumahnya dan menghilang.


Aku buat segelas kopi dan kemudian duduk diteras kontrakan. Menyulut sebatang dunhill, menikmati malam. Entah apa yang akan terjadi esok hari tak mau aku pikirkan. Hanya diam dan menikmati langit malam. Langit malam yang hadir setelah aku berada dalam pelukan sayap malaikat. Benar-benar hari yang begitu indah. Malam semakin larut, beberapa batang aku habiskan, aku kemudian masuk dan mengunci pintu. Rebah didalam tempat tidur, masih ada bekas aroma parfumnya. Mungkin itu hanya halusinasi tapi sudahlah saatnya tidur.


Klinting


Ku buka aplikasi watsap.



















Yakin

Aku selalu yakin

Dan Yakin

Tidak akan pernah ada yang menghilang

Tidak satupun

Karena

Aku menyayanginya

Dan juga

udah 6 Bulan Suhu Down hill menghilang neh.... kapan pertapaannya selesai Don ??? apa nunggu Thread ini tutup dulu baru Suhu DH muncul?! :galak::perang:[URL='https://www.semprot.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjhp_zLgsXcAhWPXSsKHWyGDgcQFjAIegQIAxAB&url=http%3A%2F%2Fsimpanruanganku.********.com%2F2010%2F11%2Fwhy-so-serious.html&usg=AOvVaw02J8qjWyzc6qX6Ja_zraXt']Why So Serious?:marah:[/URL]
 
Tenang.... Tenang...




:jimat::jimat::jimat:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd