Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Disappear?

Status
Please reply by conversation.
maaf/mohon maaf

kata om pai kan kata itu ya
siapa tau ada apdet mendadak
 
Ada 3 orang penulis yang ane pantau kabarnya hari2 ini yaitu, downhill, racebannon sama hellondre..

Keep up the good work suhu :jempol:

Lanjuuut updateeee:popcorn:
 
Scene 10
Sesuatu Yang Tak Terlihat


Iliana Desy Prameswari


“KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA”

Teriakan yang sangat keras dan beberapa kali teriakan itu berulang. Suara itu berasal dari gedung laboratorium. Walau jarak antara kantin dan gedung laboratorium memang cukup jauh dan suasana kampus ramai. Suara itu masih terdengar begitu jelas. Banyak mahasiswa yang terdiam ketika mendengar teriakan itu.

Aku, langsung bangkit. Pandangan mataku tajam ke arah gedung laboratoroium. Tanpa mempedulikan keberadaan teman-temanku, aku langsung berlari ke arah gedung laboratorium. Disana tampak beberapa Dosen perempuan, laki-laki dan juga karyawan dari laboratorium yang berada di lantai dasar, berlari menuju ke lantai dua.

“Ada apa pak?” tanyaku dengan suara keras, sesaat sebelum tiba di gedung laboratorium.

“Lab Analitik mas” Jawab seorang laboran dari lab lantai dasar.

Beberapa Dosen sudah berlari ke atas, aku mengikuti mereka. Sesampainya di lab analitik, Dosen perempuan menghampiri seorang Dosen perempuan yang jatuh terduduk dengan wajah sangat ketakutan. Kemudian, dosen yang lainnya mencoba membuka pintu ruang timbang yang terbuka sedikit tapi terhambat sesuatu.

“Mas, kamu masuk,” perintah seorang Dosen. Karena tubuhku paling kurus dibandingkan dengan mereka yang memiliki kantung diperutnya.

Aku masuk, Prof Dodo tergeletak tak sadarkan diri. Tubuhnya membiru. Aku menariknya, merebahkannya. Mengecek nadinya, masih ada denyut nadi. Pintu kemudian terbuka, dosen masuk dan langsung membawa Prof Dodo ke luar dari ruang timbang menuju luar lab analitik. Ketika prof dibawa keluar, aku melihat orang-orang tersebut, ada sesuatu yang janggal dalam pikiranku. Ada yang janggal tapi apa aku tidak tahu.

Aku yang tertingal kemudian bangkit dan melangkah keluar secara perlahan. Suhu dalam ruang analitik sangat panas, padahal ada AC. Setelah menoleh kekanan dan kekiri baru aku sadari ternyata listrik padam. Aku kembali melanjutkan langkahku.

Tiit...

Aku mendengar suara, aku langsung menoleh ke belakang tapi setelah aku menoleh dan pandanganku menyapu ruangan, aku tidak menemukan sumber bunyi. Benar-benar aneh, dan yang menjadi pertanyaan adalah suara yang baru saja aku dengar. Tanpa menghiraukannya aku kemudian melangkah keluar. Tepat ketika melewati pintu ruang analitik, kulihat kunci ruang analitik masih menggantung di luar pintu. Segera aku berlari kecil menuju keluar lab analitik, melewati dosen perempuan yang masih menangis ketakutan.

“Lho pak Profesor dimana pak?” tanyaku kepada laboran lantai dasar

“Sudah dibawa ke RS mas” jawabnya,

Aku masih merasakan hal yang aneh, aku memutudkan untuk kembali ke dalam menghampiri Dosen perempuan yang masih menangis histeris. Aku hanya berjongkok disamping dosen-dosen perempuan yang sedang menenangkannya. Dalam isak tangisnya, dia bercerita ketika ingin masuk ke ruang timbang pintu terkunci. Dan dia mengambil kunci di ruang instruktur. Tapi setelah dibuka, pintu terhambat dan hanya terbuka sedikit. Kepalanya dimasukan, bermaksud untuk mengetahui apa yang menghambat pergerakan pintu. Namun yang dilihat adalah Prof Dodo yang sudah tergeletak.

Aku benar-benar terkejut. Padahal ketika aku keluar tadi bersama Desy, pintu ruang analitik hanya aku tutup tanpa menguncinya. Ditambah lagi listrik juga padam. Kalaupun listrik padam, seharusnya Profesor...

“Eh, letak tubuh profesor menandakan dia ingin keluar dari ruang timbang. Memang tidak ada orang di lab analitik, pastinya dia akan berteriak minta tolong, seharusnya” bathinku.

Aku kemudian berdiri dan melangkah di depan pintu ruang timbang. Ruangan dengan pendingin (AC-red) didalamnya sangat jelas tertutup rapat, bisa jadi kalau profesor berteriak suaranya terredam dan tidak ada satupun bisa mendengarnya.

Masih dalam rasa penasaranku, seorang dosen laki-laki datang dan menyuruh kami turun dan keluar dari lab analitik, untuk menetralisir ruangan. Aku kemudian keluar dengan beberapa orang yang berada didalamnya. Dalam langkahku menuju ke lantai bawah, pikiranku peuh dengan pertanyaan. Kenapa bisa ruang timbang terkunci padahal sebelumnya aku tidak menguncinya. Jika ada yang mengunci pintu itu, berarti, ada yang berniat membunuh profesor. Tapi apa yang... argh!!!

Setibanya aku dilnatai bawah, sudah ada polisi datang. Aku semakin bertanya-tanya dengan keberadaan polisi yang berada di lingkungan kampus. Aku dan semua orang yang menyaksikan kejadian di giring masuk ke dalam laboratorium lantai bawah. Ada juga polisi yang langsung ke atas, entah apa yang mereka lakukan di atas sana. Didalam lab, aku duduk di kursi dengan meja praktikum paling depan. Kemudian aku dimintai keterangan. Aku menjawab sesuai apa yang aku lihat, bukan yang aku pikirkan.

Selang beberapa saat lampu menyala, pertanda listrik sudah tidak lagi padam. Membuatku semakin penasaran. Listrik padam dan posisi profesor berada didalam yang berarti dia kehabisan nafas tapi... secepat itukah? Eh, kalau saja profesor kehabisan nafas dia bisa membuka tabung oksigen. Tapi, itu pembukannya otomatis, dan pakai remote... argh!!!!

Berada didalam laboratorium, bersama dengan beberapa orang yang menyaksikannya. Hampir setengah jam aku berada di dal...

Kleek....

“Selamat siang” ucap seorang lelaki yang membuatku sedikit terkejut, Mas Jiwa.

“Eh, m...” aku bangkit hendak menyapanya tapi aku melihat isyarat dari matanya agar aku tetap diam.

“Baik, saya disini ingin memberikan informasi dan saya harap semuanya tetap tenang...” ucapnya dengan tenang. Pandangannya menyapu kami semua. Bibirnya datar penuh dengan ketenangan.

“Prof Dodokambek, tidak bisa diselamatkan” ucap Mas Jiwa

Membuat kami semua orang yang berada dalam ruangan terkejut bukan main. Sama halnya dengan aku. Tapi, dalam pikiranku menolak kematian dari Prof Dodo. Tidak, tidak mungkin dia mati. Seharusnya masih bisa diselamatkan. Karena rasa penasaranku, aku hendak bangkit. Tapi lagi-lagi, tatapan mata mas Jiwa melarangku dan aku kembali diam.

Jeritan keras dari Dosen yang melihat langsung tubuh Profesor Dodokambek, membuat kegaduhan. Namun hanya sebentar, karena setelahnya dia pingsan. Tubuh Dosen yang pingsan itu kemudian di pindahkan, suasana ruangan lab lantai dasar menjadi sepi. Mas Jiwa tampak membolak-balik kertas laporan yang dari bawahannya. Selang beberapa saat, seorang polisi memberikan laporan susulan. Aku tidak tahu isinya.

Dari balik kertas yang dia baca, matanya memandangku. Tatapannya tajam. Dia kemudian berdiri, meletakan kertas laporannya didepanku. Ada foto-foto ruang bawah tanah, dan... mataku terbelalak. Foto-foto itu...

“Posisi beban, 7 pensil, benang kawat dan juga logam berbentuk cincin, berbeda dengan yang aku lihat kemarin. Box bentuknya masih sama, dari foto yang diambil lebih dekat aku bisa melihat paku yang tidak tertancap sempurna. Genangan air juga berbeda, tapi kalau genangan air memang pastinya berbeda” bathinku

“Eh, genangan air?! Kalau itu adalah sisa kemarin, pastinya sudah mengering atau paling tidak berkurang. Kalau dilihat dari foto yang diambil secara keselurhan, dimana letak beban, pensil, benang dan cincin terlihat, volume air hampir sama. dan ini mustahil! Jumlah air harusnya berkurang, apalagi lantai ruang bawah tanah bukan dari keramik melainkan polesan pasir dan semen” bathinku

Mataku tak henti-hentinya memandang foto itu. Sebenarnya aku ingin mengambil beberapa foto dibalik foto-foto ruang bawah tanah. Dari instingku, foto-foto disebaliknya adalah foto keadaan ruang timbang lab analitik. Tapi sial, Mas Jiwa malah mengambilnya. Tepat ketika dia mengambilnya, mata kami berpandangan. Ada senyuman di bibirnya.

“Nama kamu Arta?” tanyanya, aku mengangguk

“Kamu tadi yang masuk ke dalam lab?” tanyanya kembali, dan aku mengangguk

“Dari keterangan Dosen dari lab lantai 3, kamu yang membawa larutan kimia ke lab analitik?” lanjutnya, aku mengangguk

“Aku kemarin juga mengantar makanan ke prof Dodo, sehabis kuliah. disuruh oleh Ibu kantin” aku melanjutkan sendiri. Mas Jiwa sedikit tersenyum, kemudian dia berbalik.

“Aku akan menuju ruang bawah tanah terlebih dahulu” ucapnya sedikit keras kepada bawahannya. Kemudian bawahannya memberi penjelasan yang detail kepada Mas Jiwa, tapi suaranya sedikit pelan, aku tidak begitu mendengarnya.

“Berarti ada yang pernah ke ruang bawah tanah?” tanya Mas jiwa ke bawahannya

“Maaf pak menyela, kemarin setelah saya mengantar makanan ke profesor, listrik padam dan saya disuruh profesor menuju ruang bawah tanah,” ucapku. Mas Jiwa kemudian menghampiriku, meremas pundakku.

“Kamu ikut saya, ada yang ingin aku tanyakan mengenai ruang bawah tanah” ucapnya, aku mengangguk dan bangkit. Pandanganku kembali menyapu isi dalam laboratorium lantai dasar, ada yang berbeda, tapi aku tetap tidak bis menemukan perbedaan itu.

Aku dan Mas Jiwa kemudian menuju ruang bawah tanah. Semua personil disuruh keluar dari ruang bawah tanah. Mas jiwa berdiri di depan box, menyenggol lenganku. Gerakan kepalanya memberikan isyarat padaku untuk maju dan melihat kondisi box secara dekat. Box terbuka, dan aku sentuh bagian sisi bawahnya. Dingin.

“Sudah?” tanya mas Jiwa dibelakangku

“Sebentar” jawabku

Aku kemudian berjongkok dan melihat beban, pensil, cincin serta kawat. Posisinya tidak sama dengan yang kemarin. Kalaupun disenggol oleh seseorang, buat apa? bukannya kemarin tuas sudah aku naikan sehingga tidak perlu orang masuk ke dalam sini lagi.

“Sudah?” tanyanya lagi

“Ada yang aneh mas, kemarin ketika aku menaikan tuas. Posisinya tidak sama dengan yang kemarin dan anehnya lagi... buat apa menggeser posisi benda-benda ini? seharusnya tidak perlu ada orang yang masuk ke ruangan ini lagi” jelasku, bangkit dan berbalik. Dia ternyum padaku.

“Kita ke lab analitik” tanpa memberikan pendapat dia langsung menarikku.

Aneh, benar-benar aneh. Tapi kenapa mas Jiwa hanya diam saja? apakah dia mengetahui sesuatu? Aku yakin, dia mengetahui sesuatu. Dalam langkah menuju ke lab analitik, kami tidak bercakap-cakap. Aku terus mengikutinya hingga lab analitik. Di lab analitik ada beberapa anggota polisi yang pernah aku lihat ketika aku ditangkap. Mereka ternsenyum kepadaku. Aku hanya menganggukan kepada dan tetap mengikuti Mas Jiwa menuju ke dalam ruang timbang. Hanya aku dan mas Jiwa berada dalam ruang timbang.

Ruangan masih terasa panas. Aku lihat AC dalam kondisi mati. Aku melihat sekitar dan aku melihat dua buah gelas kimia yang aku bawa bersama Desy plastiknya sudah terbuka. Mungkin sudah digunakan oleh profesor, tapi anehnya. Kenapa ada endapan putih di dasar gelas kimia. Walaupun itu hanya sedikit, tak semudah itu endapan putih itu terbentuk sekalipun ruangan ini AC mati.

“Apa yang kamu temukan?” tanyanya

“Sebentar mas” aku melangkah mendekati gelas kimia

“Endapan ini... tapi darimana?” bathinku

Aku kemudian berdiri disamping tabung gas Oksigen. Diameternya tidak sebesar tabung kompor gas, lebih kurus dengan tinggi kira-kira 1,5 meter. Bagian kepala tabung ada alat khusus, pada bagian kepala ada selang tebal yang terpasang. Selang itu mirip dengan yang ada di alat pemadam api ringan (APAR) tapi lebih tebal dan kelihatannya sulit dibengkokan. Sesuai penuturan profesor, alat itu bisa dikendalikan dengan remote pengendali. Tapi setelah aku lihat lebih dekat, tak ada tombol pada alat tersebut, berarti murni harus memakai remote. Dan indikator isi gas juga memperlihatkan isi gas sudah mendekati habis.

“Bagaimana?” tanyanya kembali

“Sebentar mas” aku kembali melihat tabung tersebut

“Kenapa dengan selangnya, aneh sekali. Kok seperti... jangan-jangan” bathinku

“Mas apakah remote pengendali alat ditabung ini ada?” tanyaku

Plak!

“Geblek, panggil aku pak! Nanti kalau ada dosen bisa bahaya tahu!” bentaknya, aku Cuma tertawa cengengesan. Selang beberapa saat seorang polisi memberikan remote pengendali kepada mas Jiwa. Mas Jiwa kemudian memperlihatkan remote tersebut.

“Ini juga bisa melakukan timer otomatis” ucap Mas Jiwa,

“Pakai sarung tangan” ucap mas jiwa, aku mengangguk. Aku mengambil gelas kimia kecil yang berada dalam ruang timbang. Ku tuang sedikit larutan tersebut.

“Akan aku nyalakan dengan timer, jadi kamu tunggu sebentar,” dengan mengarahkan timer ke arah kepala tabung. Tak ada suara yang keluar ketika mas Jiwa memencet remote tersebut. ternyata waktu aliran gas tersebut bisa di atur, tinggal kita mengatur berapa lama kita mau gas itu mengalir. Segera setelah mas Jiwa selesai mengatur timer, aku langsung memasukan selang itu ke gelas kimia kecil, masuk ke dalam larutannya. Dan tepat ketika gas mulai mengalir, walau sedikit yang mengalir... aku tersenyum.

“Benar dugaanku, isinya bukan Oksigen” bathinku

“Bagaimana?” tanya mas Jiwa

Aku masih terdiam. Ini bukan suatu kebetulan tapi ini pembunuhan yang direncanakan. Pembunuhan ruang tertutup. Listrik yang padam dan...

“Sudah, kita keluar. Yang kamu pegang biar mereka yang bersihkan” perintah mas Jiwa, aku mengangguk

Tiiit...

Suara yang sama yang aku dengar sebelumnya, tepat ketika aku berada di mulut pintu ruang timbang saat hendak keluar. Aku langsung membalikan tubuhku.

“Itu suara timer tadi” ucap mas Jiwa. Otakku menyusun sesuatu... ya... menyusun sesuatu.

“Sudah cepat keluar” ajak mas Jiwa, aku langsung membalikan tubuhku dan keluar.

Di luar lab analitik...

“Ini rokok, duduk dan pikirkanlah... aku yakin ini pembunuhan” ucap Mas Jiwa

“Eh, ta-tapi benarkah Prof Dodo meninggal?” tanyaku, mas Jiwa memandangku dan mengangguk pelan.

Tidak, aku yakin itu bukan jawaban sebenarnya dari Mas Jiwa. Tapi, argh, aku harus fokus. Beban, pensi, cincin, benang, genangan air harus aku pecahkan.

Untuk kejadian di ruang timbang, bisa jadi Prof tidak sadar kalau ada yang menguncinya dari luar. Dan juga timer tabung gas yang dinyalakan dari luar ruang timbang, juga tidak disadari oleh profesor karena tak ada suara ketika melakukan pengaturan timer. Ya, pasti bisa diatur dari luar karena ada dinding dari ruang timbang yang terbuat dari beberapa kaca tebal.

Kaca? Tapi kenapa Profesor tidak memecah kaca itu saja, atau mungkin dia baru sadar ketika tubuhnya sudah sedikit lemas? Hmmm... jika dilihat dari fisik Profesor yang sudah lanjut usia, ditambah lagi dia sedang melakukan penelitian pasti dia tidak mempedulikan listrik mati. Dia tetap melanjutkan, dengan asumsi penelitian tidak bisa ditinggal dan setelah bisa ditinggal dia baru akan keluar untuk mengecek kenapa listrik padam.

Tapi yang terjadi adalah tubuhnya perlahan melemas karena gas yang keluar dari tabung. Menurutku, sebenarnya dia sadar kalau tubuhnya sedikit lemas tapi karena penelitiannya harus tetap dilanjutkan, profesor tidak mempedulikannya. Dan dia baru sadar pintu terkunc ketika dia hendak keluar. Dan juga posisi selang itu, pasti profesor mencoba menyumbatnya tapi dia sudah tidak ada tenaga. Dia kembali ke pintu, mencoba membukanya tapi hasilnya nihil, dan dia malah pingsan.

“Tapi benarkah dugaanku ini? dan Beban, cincin, benang kawat dan pensil itu...” bathinku

Otakku berputar tapi tak menemukan jawaban tentang benda-benda di ruang bawah tanah. Aku habiskan sebatang dunhill hingga tersisa filter putih. Aku lempar sisa Dunhill hingga membentur tembok didepanku dan menggelinding sebentar kearahku.

“Eh...” aku terkejut ketika melihat filter itu

“Aku sudah menemukannya... aku tahu caranya bagaimana listrik padam... tapi siapa pelakunya?” bathinku

“Kamu sudah menemukannya?” tanya mas Jiwa. Aku bangkit dan memandang Mas Jiwa.

“Kenapa Pak? Kenapa anda menyuruhku menganalisa ini semua?” Aku bertanya kepada Mas Jiwa.

“Karena wajahmu, tatapan matamu sama seperti ketika kita bertemu pertama kali” jawabnya. Aku tersenyum. Menunduk.

“Kamu menemukan sesuatu bukan?” tanyanya kembali,

“belum masih 60%” jawabku

Kembali aku menyulut Dunhill Mild, menghisap nikotin dan tar yang berada didalamnya. Aku tahu caranya, aku tahu bagaimana trik ini bisa dilakukan tetapi pelakunya aku masih belum tahu.

“Pak..” tiba-tiba seorang polisi muda dengan tinggi hampir sama denganku datang menghampiri Mas Jiwa.

Dia datang dari samping kananku, posisiku dengan Mas jiwa berhadap-hadapan. Posisinya siap dan menginformasikan kalau semua mahasiswa sudah didata yang hari ini mengikuti kuliah. semua mahasiswa di arahkan masuk ke dalam ruang kuliah. ketika aku mendengarnya, aku hanya melirik sebentar karena aku masih memikirkan tentang si pelaku.

“Oia pak, tadi juga seluruh karyawan dan Dosen sudah saya informasikan untuk tetap berada di kampus juga” ucap seorang polisi lain, aku langsung menoleh ke arah polisi yang baru datang.

“Eh, Dari mana... dari mana dia datangnya?” bathinku. Polisi yang sama-sama muda dengan polisi sebelumnya, namun tingginya lebih pendek.

“Tetap tenangkan mereka, dan jangan pulangkan mereka sebelum aku memberi perintah” perintah Mas Jiwa.

“Siap Pak!” teriak mereka tegas, kemudian berbalik meninggalkan kami berdua

“Se-sebentar pak” ucapku sembari berlari kecil mengejar kedua polisi tadi. Mereka kemudian berhenti dan membalikan tubuh.

“Iya Mas” jawab Polisi dengan tinggi badan sama denganku

“Maaf sekedar bertanya pak. Pak Polisi yang satunya kapan datangnya? Masalahnya saya tidak tahu? Maaf kalau pertanyaannya aneh he he” tanyaku,

“Oh, tadi saya dibelakangnya mas, gak kelihatan ya mas? Maklum dia tinggi masalahnya jadi bisa nutupi saya” ucapnya

“Oh, iya pak, terima kasiih, maaf mengganggu pekerjaan bapak” ucapku

“Sama-sama mas, tidak apa-apa” ucap mereka.

Tanpa melanjutkan percakapannya mereka langsung berjalan turun kebawah. Aku berdiri mematung, memberikan ruang untuk otakku berpikir. Memberikan sebuah ruang untuk menjawab sebuah kejanggalan. Ya, kejanggalan tentang...

Plek...

Aku merasakan telapak tangan memegang pundakku. Aku menoleh, ya dia Mas Jiwa, tersenyum ke arahku. Menghentikan otakku yang sedang berlari untuk beristirahat sejenak.

“Sudah kamu temukan” tanyanya, aku tersenyum

“Ya Mas, Menemukan yang tidak terlihat” jawabku pelan,

“Lalu?” tanyanya

“Aku ingin mas melakukan introgasi ulang, ya perlu diulang, agar aku bisa yakin yang tidak terlihat menjadi terlihat. Karena salah satu yang terlihat sekarang adalah yang sebelumnya tidak terlihat” aku tersenyum dengan tatapan mata lurus kedepanku

PLAK!

“Aduh sakit mas” rintihku, satu tanganku mengelus kepalaku

“Jangan melihat dengan mata itu, kurangi” ucapnya

“Mata itu? maksudnya?” aku heran dengan kata-katanya

“Sudah lupakan, kapan-kapan aku ceritakan. Sekarang kamu ceritakan analisamu, tapi bukan disini di ruang instruktur” ajaknya, aku mengangguk pelan dan mengikutinya.

Dia bukan hantu, tapi dia adalah manusia. Tapi dia tidak memperlihatkan bentuknya, tidak sama sekali. Bahkan membuat semua orang yang di sekitarnya tidak sadar ketika dia memperlihatkan bentuknya. Dia tidak terlihat tapi tidak berada jauh dari tempat kejadian, aku yakin, karena dia melakukan sebuah kesalahan. Memperlihatkan dirinya terlalu cepat.

Mungkin yang tak terlihat itu bisa mengelak. Tapi, benda yang tak terlihat itu juga yang akan membuatmu ketakutan. Dua benda, dan satu benda itu... aku yakin ada didalam tubuhmu.... aku yakin itu...
 
Terakhir diubah:
hore.... sdh diupdate sama bang downhill, matur tengkyu bang...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd