Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG ELEGI CINTA YANG HILANG

Cerita jenis apa yang anda sukai?

  • Saya suka cerita yang ringan, tak perlu mikir, sex scene detil, tak perlu konflik, happy ending

    Votes: 58 8,5%
  • Saya suka cerita yang ringan, tak perlu mikir, sex scene detil, harus ada konflik, happy ending

    Votes: 103 15,2%
  • Saya suka yang plotnya banyak kejutan, sex scene tak perlu detil, konflik seru, harus happy ending

    Votes: 237 34,9%
  • Saya suka dengan cerita agak berat, dengan plot banyak kejutan, sex scene boleh detil boleh tidak

    Votes: 200 29,5%
  • Saya suka cerita dgn Bhs. Indonesia yang baik & benar, ceritanya bebas yng penting ada Sex Scenenya

    Votes: 41 6,0%
  • Saya suka cerita yang menggunakan bahasa gaul, ceritanya boleh bebas yang penting ada sex scenenya

    Votes: 40 5,9%

  • Total voters
    679
  • Poll closed .
Woah.. Update lg..

Senangnya hati ini di manjain sama update, walaupun ada potongan peristiwa dari Flashback ini penting untuk Kim dan saya eh kami perlu baca. Pokoknya kata Badi panjang ceritanya.

Makasih updatenya @Sumandono
 
Ceritanya menggemaskan, sederhana dan mengalir lembut. Perpaduan yang apik. Teruskan subes...
 
Walaupun updet nya cuma sebesar tongolan kepala dari celana dalam, namun saya sangat berterimakasih suhu atas tongolannya
 
6

Kin kin ikut sarapan pagi bersama. Selama di meja makan, perhatian Ayah dan Ibu tercurah kepada cewek itu. Belum pernah sebelumnya aku merasa tersisih di meja makan. Setiap kali aku berbicara, Ayah dan Ibu memotong kalimatku dan mereka meneruskan bercengkrama dengan Kin kin seakan-akan aku bukan anaknya.

Aku sungguh bete.

Gerimis yang turun pagi itu membuatku semakin bete. Tapi anehnya, Ayah bersikap sangat baik dan memperbolehkan aku pergi sekolah mengendarai si dukun tanpa harus merayu beliau dengan janji-janji aku akan mengerjakan ini itu.

Kin kin duduk di sampingku ketika kami meluncur ke sekolah di pagi yang gerimis dan dingin. Kami saling membisu. Tiba di parkiran belakang sekolah, suasana masih sepi. Aku mengambil payung dan memberikannya kepada Kin kin.
"Cepet sana masuk." Kataku.
"Parkirin dulu mobilnya, kita masuk sama-sama."
"Enggak. Kamu aja."
"Kamu mau bolos ya?"
"I ya. Kenapa emang?"
"Aku ikut."
"Enggak."
"Kamu mau ngajak Kayla ya?"
"Enggak. Aku mau pergi sendiri."
"Ke mana?"
"Ke mana aja terserah aku."
"Ikut."
"Enggak bisa. Kamu cuma bikin aku bete." Kataku. "Kamu bikin aku jengkel."
"Maafin."

Waktu itu aku cuma seorang remaja yang tak mengerti banyak soal wanita. Dia menatapku dengan mata besarnya dan memeluk lenganku.
"Aku ikut. Aku belum pernah bolos."
"Lepasin dulu... aku merinding tau." Kataku.
"Kenapa merinding?"
"Pokoknya lepasin."
"Aku juga merinding... tapi... enak."
"Emangnya gule kacang."
"Jangan jahat, dong. Maafin."
"Kemarin malam kamu bilang aku cowok tolol."
"Kamu memang tolol. Masa kamu enggak tahu kalau aku enggak serius nyuruh kamu pacaran sama si Kayla." Katanya. "Pake meluk cium segala."
"Kalau enggak serius kenapa kamu selalu nyuruh-nyuruh terus?"
"Harusnya kamu nolak mentah-mentah. Dasar tol..."
"Terusin... ayo bilang tolol." Kataku. "Mentang-mentang jago matematika, kimia, fisika. Selalu dipuji-puji guru."

Kin kin diam. Lalu menangis.
Aku diam. Lalu mengusap airmatanya dengan punggung tanganku.

"Kamu mau jadi pacar aku?" Tanyaku.
Dia menggelengkan kepalanya.
"Kamu mau jadi sahabat aku?" Tanyaku.
Dia menganggukkan kepalanya.
"Bolehkah aku pacaran sama Kayla?"
Dia menggelengkan kepalanya.
"Apakah aku boleh memeluk Kayla?"
Dia menggelengkan kepalanya.
"Apakah kamu cemburu?"
Dia menganggukan kepalanya.
"Kamu aneh."
Dia diam.
"Kamu suka jika aku memelukmu?"
Dia mengangguk.
"Kamu sayang sama aku?"
Dia mengangguk.
"Boleh aku mencium bibir kamu?"

Dia menatapku, matanya basah oleh air mata.
"Bolos yuk." Jawabnya.
"Ke mana?" Tanyaku.
"Ke rumah Kakek."
"Di mana?"
"Di by pass." Katanya.
"Mau ngapain?"
"Di sana cuma ada kakek, mBok Kijo sama Trisno."
"Terus?"

Dia diam.
"Mau enggak?"
"Mau." Jawabku.

7

Hujan turun ketika kami memutuskan bolos ke rumah Kakeknya Kinasih di Jl. By Pass Soekarno-Hatta Bandung.

Mengendarai mobil di bawah hujan sangat menyenangkan bagiku, terutama karena aku masih 15 dan para Polisi Lalu Lintas merasa lebih senang berada di dalam pos. Asal tidak melakukan kesalahan yang fatal, aku takkan membuat mereka ke luar dari pos dan mendapatkan masalah.

8

Tiba di rumah kakeknya, hujan bertambah besar. Kin kin menyuruhku membunyikan klakson di depan pintu gerbang yang tertutup, beberapa kali. Sampai akhirnya, seorang anak lelaki bertubuh pendek dan berkulit coklat gelap ke luar rumah memakai payung.
"Tris, bukain pintu gerbangnya." Kata Kin kin.
"Inggih, ndoro putri."

Aku heran dengan kata-kata yang diucapkan oleh lelaki kecil bernama Trisno itu.

Setelah memarkir kendaraan di halaman belakang, aku berlari mengelilingi mobil agar bisa mencapai teras belakang dalam keadaan tidak terlalu basah. Sementara Trisno membukakan pintu buat Kin kin dan memberikannya payung.
"Harusnya kamu pake payung." Kata Kin kin ketika kami sudah tiba di teras belakang.
"Basah sedikit enggak apa-apa." Kataku.
"Yuk, masuk. Kita menghadap Kakek dulu."
"Menghadap?"
"Ya, menghadap. Kamu takut?"
"Owh. Baiklah."

Seorang lelaki tua berjenggot putih sedang duduk di atas kursi goyang dan aku diperkenalkan oleh Kin kin kepadanya.
"Namamu siapa?" Tanya Kakek itu lembut.
"Saya, Badi."
"Badi? Emm, nama yang kuat." Katanya, dia menegakkan kepalanya dan matanya yang lelah menatapku dengan tajam. "Ya ya ya." Katanya kepada dirinya sendiri. "Nama panjangmu?"
"Karta Subrata." Kataku.

Aku berdiri di depan kakek itu dan Kin kin duduk di kursi agak jauh.
"Hm. Menak Sumedang yang telah hilang." Katanya lagi. "Kamu mencintai cucuku?"
"I ya, Kek." Kataku.

Kakek itu tiba-tiba tertawa.
"Kamu dalam masalah besar, ngger." Katanya dengan ujung tawa yang masih tersisa.
"Apakah karena dia sering bersikap aneh?" Tanyaku polos.

Kakek itu tertawa lagi. Kali ini lebih keras.
"Kamu tahu cucuku aneh tapi kamu tetap mencintainya." Katanya.
"I ya, Kek." Kataku.
"Itu artinya, kamu ngger, kalau tidak tolol tentu kamu gila." Kata Kakek.

Aku diam.

"Atau kedua-duanya, eyang." Tiba-tiba Kin kin menyela.
"Atau kedua-duanya, betul nduk. Kamu sendiri gimana?"

Kin kin diam.

"Ya, sudah. Kalau kalian mau kawin lari, larilah sana. Kakek enggak bisa bantu, tapi kakek ngasih restu."
"Terimakasih, eyang." Kin kin bangkit dari duduknya, berlutut di depan kakek dan mencium tangannya. Tangannya menarik bajuku dan mengisyaratkan untuk melakukan hal yang sama.

Aku manut dan melakukan hal yang sama.

9

Kami duduk di teras belakang menatap hujan yang makin besar. Mbok Kijo membawakan dua gelas coklat besar yang masih panas.
"Aku enggak ngerti apa yang diucapin Kakek." Kataku.
"Enggak perlu dimengerti, cukup didengar aja." Kata Kin kin.
"Mungkin karena aku tolol dan gila." Kataku, sedih.

Kin kin malah tertawa.
"Mungkin." Katanya. Lalu dia menatapku dengan sorot mata yang lembut. Bibirnya tersenyum. "Sekarang." Bisiknya.
"Apanya yang sekarang?" Tanyaku, heran.
"Mau enggak?" Bisiknya.
"Mau apa?" Tanyaku.

Kin kin melotot dan tangannya memukul kepalaku.
"Dasar tolol!" Katanya, lalu pergi meninggalkan teras belakang. Aku mengejarnya. Mengambil lengannya dan menariknya.
"Aku lupa." Kataku. Aku membawanya kembali ke teras belakang yang sepi dan memeluknya dari depan. Menciumnya di bibir dan merasakan balasannya yang menggelora. Kedua tangannya meremas pantatku dan menekannya ke perutnya.
"Oh Tuhan." Kataku melepaskan diri dari bibirnya.
"Kenapa?" Tanya Kinkin.
"Aku..."

Kin kin mengikik.
"Enak enggak?"
"Lututku lemes." Kataku. "Jangan.. disentuh."
"Basah ya?" Tanya Kin kin.

Aku mengangguk.

Dia mengikik dan menggigit lembut telingaku. "Sama." Bisiknya.
 
Bimabet
Makasih updatenya suhu, sedikit tapi mantullll.. malah bikin makin greget 😁
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd