Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG G I W A N G

BAB 15


"Lebih ngebut lagi, Bang!!"

"lya, lya! Sabar!!"

Tukang ojek itu pun kian ngebut. Sementara mobil Adirata semakin melaju kencang mendahului kendaraan-kendaraan di hadapannya.

Saat sudah hampir mendekati mobil Adirata, tukang ojek itu melihat tanda-tanda lampu merah didepannya akan segera menyala, dengan terpaksa mengendurkan tarikan gasnya dan akhirnya berhenti.

"Sialan! Segala nyala merah lagi lampunya, kenapa mobil itu nekat terobos ya? Gila juga tuh nyalinya!" Gerutu tukang ojek yang menatap lampu merah di depannya.

"Kita hampir mendekatinya tadi bang, kita pasti sudah jauh tertinggal sekarang dan pastinya akan kehilangan jejak" Keluh Azka.

"Kita putar balik saja, Bang! Balik ke kosan. Saya tetap bayar tiga kali lipat seperti janji diawal".

"Jadi gak enakan ini mamang, sudah mengecewakan pelanggan!" Ucapnya sedih.

"Santai ajah, Bang!" Kata Azka yang sebenarnya merasa kecewa.

Jika benar mobil yang dikejarnya tadi adalah Adirata, Azka meyakini ada sesuatu yang sedang Adirata sembunyikan. Dirinya akan selalu berusaha mencari tahu kenapa Adirata menghindar darinya, padahal di awal dialah yang memaksa Azka untuk melakukan tes DNA.

---------------------------------

Saat Azka yang sudah memasuki gang kecil menuju kontrakannya dengan diantar tukang ojek, dia melihat Ratih berdiri di depan kamar kosnya, terlihat sangat gelisah seperti sedang menunggu seseorang.

Azka turun dan membayar ongkos ojeknya sejumlah yang dijanjikan.

"Makasih ya, kalau gitu mamang cabut mau cari orderan lagi".

"Ka Mawar… Kaka sedang apa disini? Kenapa kakak sangat gelisah begitu?"

Tak menghiraukan yang Azka tanyakan, Ratih menghamburkan dirinya memeluk Azka.

"Syukurlah kamu tidak apa-apa, kakak sangat khawatir sekali".

Azka mengajak Ratih masuk ke dalam kamar kosnya.

"Aku ini baik-baik saja Kak Mawar, kakak gak usah khawatirkan aku".

"Bagaimana kakak gak khawatir, kalau sebenarnya kamu adalah anak kandung almarhum Pak Santanu. Bu Nining sudah menceritakan semuanya semalam."

"Kenapa Bu Nining menceritakan perihalku pada Ka Mawar? Padahal masih belum pasti kebenarannya." Batin Azka.

"Kemarin malam, di panti kedatangan segerombolan perusuh, mereka datang mengacak-acak semua ruangan yang ada di panti tanpa mengatakan sepatah katapun. Lalu pergi begitu saja."

"Kejadian itu membuat seisi panti menjadi ketakutan. Karena merasakan khasatir, kepala panti memutuskan memindahkan seluruh anak ke panti asuhan yang lain untuk sementara, untuk menghindari hal serupa terjadi lagi."

"Rupanya Bu Nining mengetahui kejadian itu, saat kepala panti curhat dengannya. Bu Nining meminta kepala panti agar aku tinggal dirumahnya saja, mengingat aku tak punya tempat tinggal dan selama perawat diliburkan."

"Aku menceritakan perusakan di panti pada Bu Nining saat sudah berada di rumahnya. Hingga akhirnya Bu Nining menyangkut pautkan kejadian itu dengan asal-usulmu."

"Sekarang kakak tahu dari keluargamana kamu berasal" ucapnya sambil memeluk adik angkat kesayangannya itu yang tak lain adalah Azka.

"Tak diduga, tadi pagi aku mendapatkan kabar dari kepala panti bahwa panti kita sudah terbakar habis. Diduga para perusuh yang semalam itu yang melakukannya. Untung saja kita semua sudah pindah."

"Sepertinya yang diceritakan oleh Bu Nining benar, bahwa mereka sedang mencari dokumen dan sekaligus keberadaanmu sekarang."

"Kamu sekarang harus hati-hati, ada banyak musuh diluaran sana. Apalagi nomermu tak aktif, karena khawatir akhirnya kakak datang ke tempatmu ini".

"Kakak lega setelah melihatmu baik-baik saja".

"Tenang saja Kak, aku akan selalu berhati-hati. Terimakasih yang selalu saja mengkhawatirkanku".

PLETAK! Ratih menjitak kepala Azka.

"Adik bodoh! Bagaimana kakak tidak khawatir, dulu kami merasa berdosa seumur hidup karena menganggap kamu itu di culik dan sekarang kakak tak mau kehilanganmu untuk kedua kalinya." Isak Ratih yang membuat Azka berkaca-kaca.

"Iya...maafkan aku kak yang bodoh ini" ucapa Azka tertunduk malu.

"Oh iya kakak hampir lupa, kamu disuruh datang malam ini ke rumah Bu Nining, Suaminya ingin berbincang empat mata denganmu, khusus katanya".

"Masalah apa, Kak?"

Ratih mengedikan bahunya, "Sepertinya sesuatu yang penting!"

Setelah berbincang lumayan lama, Ratih akhirnya kembali pulang ke rumah Bu Nining dengan santai dan perasaan lega. Tak seperti kedatangannya tadi yang sangat terburu-buru karena khawatir.

-----------------------------------

Malamnya Azka akan pergi ke rumah Bu Nining diantarkan ojek langganannya.

"Mamang gak disuruh kebut-kebutan lagi kan?"

"Mudah-mudahan gak, Bang!" Sahut Azka tersenyum masam.

"Ayo bang jalan sekarang!".

Tak butuh waktu lama Azka akhirnya tiba di rumah Bu Nining yang langsung disambutnya masuk kedalam rumah karena sebelumnya dia sudah mengabari.

Setelah berbincang cukup lama dengan Bu Nining dan Ratih, Azka bertanya.

"Dimana Pak Rojak, Bu?"

"Di pekarangan belakang, bapak sudah menunggu di bale-bale di bawah pohon rambutan. Bapak pasti kesal sudah menahanmu terlalu lama disini" Cekikik Bu Nining.

"Saya pamit ke belakang kalau gitu, Bu"

Azka berjalan menuju pekarangan belakang, melihat Pak Rojak sedang duduk di bale-bale yang hanya ditemani rokok dan segelas kopi.

"Maaf sudah membuat bapak menunggu lama".

"Aishh… sudahlah! Namanya juga perempuan pasti kamu mendapatkan ocehan dan cerewetannya kan? Padahal bapak yang memintamu kemari!" Gerutu Pak Rojak yang terlihat kesal diwajahnya.

Azka hanya mengaruk-garuk kepalanya yang dirasa tak gatal.

"Duduklah!" Pinta Pak Rojak.

"Bapak merasakan kedepannya kamu akan menghadapi masalah serius dari musuh-musuhmu, Nak!"

"Oleh karena itu, bapak berniat menurunkan ilmu kebal untuk kamu bisa menjaga diri". Ucapnya lalu menghisap rokoknya lagi, tampak asap menyembul tebal keluar dari hidungnya.

"Ilmu kebal? Untuk berjaga diri? Apa pak rojak bukan orang biasa sampai memiliki ilmu kebal segala?" Batin Azka yang merasa curiga.

"Maaf pak, bukannya saya tidak mau, tapi saya bisa menjaga diri!"

Entah ucapan Azka itu telah membuatnya tersinggung entah apa. Pak Rojak langsung menyerang Azka dengan jurus silatnya, membuat Azka yang tak siap hingga terpojok.

Namun Azka yang sudah mendapatkan warisan dari Ratu Pantai Utara, dengan licinnya melepaskan pitingan yang Pak Rojak kunci di bagian leher Azka.

"Lumayan juga!" Serunya lalu menyerang kembali.

Azka melompat dari bale, mencari ruang gerak yang lebih bebas.

Keduanya akhirnya saling beradu, jelas serangan-serangan yang dilancarkan Pak Rojak sangat gesit dan bertenaga, meski usianya tak lagi muda.

Tapi itu tak menjadikan masalah buat Azka, Azka dengan mudahnya mematahkan semua serangan yang diberikan padanya, Azka hanya bertahan dan tak mau menyerang balik karena dirinya masih memandang Pak Rojak sebagai suami dari ibu asuhnya, meski azka sendiri belum tahu mengapa dirinya hendak dilukai.

Pak Rojak menahan kesal, karena semua serangannya dimentahkan begitu saja.

SRAAAK! Bilah golok akhirnya keluar dari wadahnya yang terselip dipinggang.

Azka terkejut melihat Pak Rojak kini memegang golok di tangan kanannya, rasa terkejutnya semakin bertambah, manakala tangan kirinya mengeluarkan pistol dari balik sarung.

Kini di kedua tangan Pak Rojak memegang masing-masing senjata.

"Senjata mana yang lebih berbahaya dari kedua ini?" Tanya Pak Rojak.

"Sama-sama berbahaya! Tapi jika ditanya lebih cepat mana untuk membunuh, maka pistol lah jawabannya" Jawab Azka.

"Benar katamu, Nak!"

"Ini yang bapak maksudkan padamu nak! Meski kamu jago beladiri, tetapi tidak dibarengi ilmu kebal, semuanya akan sia-sia. Musuh akan lebih mudah membunuhmu".

"Maafkan saya pak, yang baru menyadari maksud dan tujuan bapak menyerang tadi."

"Tapi sekali lagi saya minta maaf, pak! Saya menolak ilmu kebal dari bapak".

"Kenapa? Apa kamu sendiri sudah memilikinya?" Tanya Pak Rojak.

"Coba saja jika bapak penasaran!"

"Baik! Jangan salahkan bapak jika bapak melukaimu."

Tanpa ragu lagi, pak rojak langsung menembak ke arah Azka yang berdiri tak jauh darinya.

DOR!

Pak Rojak terbelalak, karena Azka justru memperlihatkan peluru yang ditembakkannya barusan.

"Kamu… kamu… justru bisa menangkap peluru?" Kejutnya.

"Luar biasa kamu nak! Sekarang bapak percaya bahwa kamu bisa menjaga diri" Ucap Pak Rojak menepuk nepuk sebelah pundak Azka.

"Mari kita duduk di bale lagi" ajak Pak Rojak.

"Maafkan saya pak, saya harus segera pulang karena ini sudah terlalu malam, karena besok saya harus datang pagi untuk kuliah".

Pak Rojak mengangguk mempersilahkan Azka yang pergi memunggunginya.

Dengan misterius Pak Rojak berkata, "Kamu akhirnya kembali nak! Untuk menantang gelombang pasang!"

----------------------------------------

Pagi sekali Azka masuk ke dalam kelasnya. Kampusnya memang berbeda dengan kampus lainnya. Jika kampus-kampus lain mahasiswa dan mahasiswinya harus bergonta ganti kelas untuk mengunjungi dosen-dosennya di kelas masing-masing,

Tapi di Kampus Arjawinangun ini, dosen lah yang memasuki kelas-kelas di tiap jurusannya. Hanya beberapa mata kuliah saja mereka akan memasuki kelas yang berbeda. Semua itu dilakukan karena pihak kampus ingin agar dosen terfokus di tiap masing-masing kelasnya, agar pembelajaran berjalan lebih efektif.

Azka duduk di kursinya, beberapa mahasiswa dan mahasiswi sebagian sudah duduk ebih dahulu di dalam sana.

Azka mengernyit, saat menemukan sebuah surat yang di amplopnya tertulis nama Syifa. Dia pun bergegas membuka amplop itu dan membaca isinya.

SAYA TUNGGU DI CAFE, NANTI PAS PULANG KULIAH. INI SOAL KONSEP DARI KAMU ITU.

Jantung Azka dag dig dug der, dia khawatir Syifa menolak konsepnya, karena hanya itulah satu-satunya kesempatan yang dimilikinya untuk menghasilkan uang sampingan di saat dirinya sibuk kuliah.

Apalagi Syifa mengizinkannya bekerja di Cafe saat pulang kuliah hingga tutup cafe. Jika mencari pekerjaan di tempat lain, dia belum tentu akan bisa menyesuaikan waktu kuliahnya, pasti tempat bekerjanya itu akan memaksa Azka untuk mengikuti aturan dari mereka.

Dan saat pulang kuliah, Azka segera datang ke cafe milik Syifa yang seperti biasa terlihat sepi.

Di dalam sana dia melihat Syifa sudah duduk menunggu di meja paling sudut. Manager dan dua pelayannya tampak berdiri di dekat pintu untuk menyambut kedatangan tamu.

Azka pun akhirnya duduk di hadapan Syifa. Lalu Syifa menyerahkan konsep yang telah dibuat oleh Azka itu.

"Gue udah cek, dan ada beberapa yang terpaksa gue coret!" ucap Syifa.

"Sekarang lo periksa apa aja yang gue udah coret itu dan kalau lo bisa ngasih alasan dengan jelas kenapa gak harus gue coret, gue bakal hapus coretan itu."

Azka mengangguk curiga karena melihat sampul bukunya saja dicoret-coret.

Saat dia membuka lembar demi lembar konsepnya, ternyata semua halaman dicoretnya semua.

"Ini sih namanya gak suka dengan konsep gue!" ucap Azka pasrah.

"Gue heran ama lo! Lu kan mahasiswa, kenapa buat konsep di buku?!"

"Memangnya kenapa?" Jawab Azka.

"Lo gila ya! Kalau lo buat konsep kek gini ke perusahaan diluar sana. Sebelum dibaca, konsep lo itu udah dibuang duluan ke tong sampah!" Ketus Syifa.

"Diketik kek pakai komputer, terus disusun seperti makalah atau proposal. Itu namanya konsep yang elegan, bukan ditulis dibuku tulis seperti ini!" Terang Syifa.

"Lo sebenarnya pernah sekolah gak sih, bikin konsep aja norak banget!"

"Yang penting kan isinya!" Sanggah Azka.

"Percuma gue jelasin juga, isi konsepnya juga udah elu coret semua!"

"Lo gak mau mempertahankan konsep lo?" Tanya Syifa.

"Apa yang mau gue pertahanin kalo elo-nya aja udah gak suka?" Kata Azka.

"Oke!" sahut Syifa.

"Sekarang lo jelasin ke gue soal kenapa gue harus rombak desain cafe gue yang udah elegan dan cocok dengan kelas atas ini, ke desain yang kelihatan norak dan hanya cocok buat kelas menengah aja. Lo pikir gak butuh biaya gede gitu buat ganti desainnya?"

Azka menatap Syifa dengan tatapan seriusnya.

"Seperti yang gue pernah bilang dulu, kalo mau bikin cafe di sini, ya cocoknya buat kelas menengah ke bawah. Karena kalau membuat cafe yang cocok sama kelas menengah ke bawah, akan mudah dijangkau sama penduduk di sekitar sini."

"Lo liat aja, emang ada cafe sejenis milik elu di deket-deket sini?"

"Nggak ada kan? Itu karena investor nggak berani bikin! Apalagi gak jauh dari sini ada SMA dan kampus swasta yang banyak dimasuki oleh kelas menengah ke bawah. Mereka bisa jadi pelanggan setia elu! Dan kalo emang mau menjaring kelas menengah ke atas, ruangan paling dalam bisa di desain khusus, maksudnya dibedakan dengan yang di depan, itu khusus untuk pelanggan-pelanggan kelas menengah ke atas yang mungkin kebetulan kejebak macet dan cari tempat tongkrongan."

Syifa pun tampak berpikir.

"Emangnya mentang-mentang penghuni di sekitar sini banyaknya orang-orang kelas menengah ke bawahnya, gak ada gitu yang mau mampir?" tanya Syifa.

"Buktinya lihat sekarang! Gue tahu elu udah promosi gede-gedean. Tapi mana? Ada gak yang mau datang? Kalau ada pun, mungkin mereka terpaksa karena saking udah kelaperannya!"

Syifa terdiam mendengar itu.

"Terus?" Tanya Syifa lagi.

"Terus karena semua folower elu anak-anak abg yang kebanyakan dari kelas menengah ke bawah. Mereka emang ngefans sama elu, tapi buat masuk ke cafe ini mereka mikir panjang karena semua makanan dan minuman yang dijual di sini mahal-mahal!"

Syifa kembali berpikir, lalu kembali menatap Azka.

"Oke! Bagian itu gak jadi gue Coret!"

Azka mulai tersenyum mendengar itu.

"Nah, kalo urusan menu makanan dan minuman yang gue jual, kenapa lo malah nyaranin makanan-makanan yang biasa dan itu hampir ada di setiap cafe? Padahal makanan dan minuman yang lagi viral sangat mendukung pemasukan?" tanya Syifa.

"Makanan dan minuman yang viral itu nasibnya sama kayak selebgram! Kalo lagi viral, umurnya gak panjang, ada massanya!"

"Kan kalau gak viral lagi bisa jual menu viral lainnya?" protes Syifa.

"lya kalo ada yang viral lagi! Kalau gak ada?"

Syifa terdiam mendengarnya.

Azka kembali melanjutkan kata-katanya.

"Maksudnya, bukan berarti gak boleh jual menu-menu yang lagi hits dan viral. Boleh elu jual, tapi jangan dijadikan menu utama di cafe ini, jadikan saja sebagai pelengkap"

"Gue lebih saranin, pilih menu-menu yang merakyat dan terbiasa di lidah orang Indonesia, karena menu-menu itu ibarat kaos oblong dan celana jeans biasa! Meskipun banyak baju dan celana yang lagi viral dengan macem-macem bentuk, tapi kaos oblong dan celana jeans biasa tak lekang oleh waktu. Dari dulu sampai sekarang keduanya tetep eksis dan tetep digandrungi meski ada pakaian lain yang banyak digandrungi karena keviralannya."

Syifa lagi-lagi dibuatnya terdiam, lalu tak lama kemudian dia kembali berkata, "Oke! Untuk yang itu gak jadi gue coret!"

Azka menahan senyum senangnya mendengar itu.

"Ada lagi!" Kata Syifa.

"Soal acara musik! Emang harus ada? Apalagi karaoke gitu? Emangnya ini tempat karaoke? Ini cafe!" protes Syifa.

"Itu gak wajib selalu ada tiap hari" Jawab Azka.

"Tapi itu hanya diakhir pekan saja, ibarat promosi berjalan karena kita mengundang band-band indie yang digandrungi anakmuda."

"Pecinta band-band indie ini akan dateng ke sini karena band kesayangan mereka tampil, lalu mereka mencoba makanan di sini, dan kalau mereka suka, mereka pasti ke sini lagi meski band kesukaan mereka gak tampil lagi! Sayartnya, meski menunya sederhana, tapi menunya enak dan berkesan di lidah pelanggan."

Syifa pun menarik napas dalam lalu menghembuskannya. Azka menunggu dengan gugup. Dia sangat berharap bisa membantu mengembangkan cafe milik Syifa itu karena tabungannya kian menipis.

"Oke! Semua konsep lo gak jadi gue coret!" Keputusan Syifa pada akhirnya.

Sekarang Azka dapat menunjukkan wajah senangnya pada Syifa.

"Jangan senang dulu!" ujar Syifa

"Setelah ini, lo harus buktikan semua konsep lo! Seperti yang gue bilang kemarin, kalau selama enam bulan ke depan konsep lo masih bikin cafe gue sepi, lo harus ganti rugi semua biaya yang udah gue keluarin buat ganti desain dan segala macamnya berikut gaji selama enam bulan itu yang akan gue bayarkan ke elo!"

"Oke!" jawab Azka dengan senang.

"Kasih tahu nomor rekening elo ke gue sekarang!" pinta Syifa.

Azka mengernyit, "Kan gue belum ngapa-ngapain?"

"Gue mau transfer seluruh perkiraan dana kebutuhan perombakan cafe ini yang lo tulis di konsep itu ke elo, biar elo yang urus semua!" Terang Syifa.

Azka terbelalak, "Gue juga yang ngurus semuanya?"

"lya! Emang siapa lagi? Kan elo yang punya konsep? Jadi elo yang harus mengelola semuanya! Mulai sekarang jabatan lo nomor dua setelah gue di cafe ini! Sisanya bawahan elo semu!" jawab Syifa.

"Oke!"jawab Azka meski dia ngeri harus memegang uang sebanyak yang sudah dia perkirakan dalam konsepnya itu.

"Mana?! Bukannya tulis nomor rekening, malah cengar-cengir!" Gerutu Syifa.

"Gue lupa, kalau gue gak punya buku tabungan!".

Syifa menghembuskan nafas kasar.

"Ribet juga lo jadi orang! Dah lah gue ngasih duit cash saja, lo bisa ambil besok uangnya yang gue titipin di kasir!"

Setelah itu Syifa mengeluarkan kotak berisi handphone baru di dalam tas mahalnya lalu meletakkannya di hadapan Azka.

Azka terheran, "Ini apa?"

"Lo nggak punya handphone, kan?"

"Tapi gue kan belum mulai kerja?" protes Azka.

"Emang gue mau ngasih gratis? Ini bakal gue potong dari gaji pertama lo nanti!" Kata Syifa.

"Oke!" Sahut Azka setuju.

"Di dalam kotaknya sudah ada kartu sim, elo harus pake sim itu karena gue ngubungin elo melalui nomor itu! Dan kalo gue udah nelpon jangan sampai sebarin nomor gue ke sembarang orang!"

Azka mengangguk paham.

"Setelah lo terima duitnya besok, lo harus mulai kerjakan semuanya. Terserah elo mau liburin dulu karyawan gue yang udah ada sampai semuanya selesai dan setelah itu lo mau nambah karyawan lagi, gue bebasin! Atau lo mau pecat yang udah ada, itu urusan elo!"

Seketika manager, chef dan dua karyawan yang berdiri di dekat mereka tampak terbelalak dan ngeri dipecat.

"Oke!" Jawab Azka.

Lalu Syifa keluar dari sana lalu menuju mobilnya yang sudah ditunggu oleh dua bodyguardnya.

Azka menatap para karyawan Syifa yang berdiri ketakutan itu. Azka tersenyum pada mereka.

"Tenang! Gue gak bakal pecat kalian, asal kalian mau bekerja sama dengan gue!" ujar Azka.

Mereka lega mendengarnya dan siap untuk bekerja sama dengan Azka.

------------------------------------------

Dirga berdiri di hadapan lelaki kurus yang sedang berlutut di hadapannya. Kedua tangannya terikat dibelakang.

Dibelakangnya sudah berdiri dua bodyguard anak buahnya. Dan di samping Dirga sudah berdiri Pak Suripto.

"Sesuai yang aku janjikan padamu, jika dalam seminggu ini tidak berhasil menemukan anak itu atau menemukan Adirta, dipastikan kamu mati!"

Lelaki kurus itu gemetar ketakutan.

"Ampun, Bos! Anak saya masih kecil-kecil! Kasih saya waktu lagi, Bos! Saya janji kali ini saya pasti menemukan mereka!"

Dirga menatap kedua bodyguard di belakang lelaki kurus itu. Tiba-tiba satu bodyguardnya langsung mengeluarkan pistol dan menembak kepala lelaki kurus itu hingga tubuhnya ambruk dan kepalanya bersimbah darah.

"Karung dia dan buang ke laut! Isi dengan batu-batu agar tenggelam.

"Siap, Bos!" jawab bodyguardnya.

Dirga pun menoleh pada Suripto yang gemetar melihat itu. Dia pun mengajak Suripto pergi dari sana lalu duduk di teras depan rumahnya.

Dirga menyalakan sebatang rokoknya lalu berbicara pada Suripto.

"Jadi benar tidak ada lagi dokumen yang tersisa dari panti asuhan itu?"

"Benar, Pak! Panti itu sudah terbakar hangus."

Dirga menghisap rokoknya lalu menghembuskan asapnya dengan santai.

"Lalu informasi apalagi yang kau dapatkan?"

"Kabarnya anak yang bapak cari itu menghilang saat usianya sepuluh tahun, Saya dapatkan informasi itu dari perawat yang sudah lama bekerja di sana. Nama anak yang hilang itu adalah Azka."

"Apa?!! Azka? Apa dia orang yang aku cari? Atau namanya saja yang kebetulan saja sama?" Batin Dirga.

"Di Kampusku ada satu mahasiswa bernama Azka, selidiki anak itu!"

"Baik! Segera saya selidiki anak itu" Suripto bergegas pergi dari sana.

Saat dia sudah jauh melangkah menuju gerbang luar yang luas itu, Dirga kembali memanggilnya.

"Suripto!".

Langkah Suripto terhenti lalu menoleh pada Dirga

"lya, Pak!"

"Jangan sampai kau ketahuan bahwa kau adalah orang suruhanku. Jika itu terjadi maka nyawa keluargamu dipastikan mati!" Ancam Dirga yang membuat Suripto dikejauhan terlihat gemetar.

"Ba.. baik, Pak!"

Dirga berdiri lalu masuk ke dalam rumahnya.

---------------------------------

Setelah membutuhkan waktu yang cukup lama, akhirnya cafe itu disulap Azka menjadi cafe yang penampakannya kini sangat bersahabat dengan calon pelanggan kelas menengah ke bawah.

Sementara di ruang bagian dalam, Azka mengonsepnya menjadi tempat duduk ternyaman untuk pelanggan-pelanggan kelas atas yang dilengkapi dengan dinding kaca yang kedap suara.

Tempat itu bukan untuk pelanggan kelas atas saja, tapi untuk semua pengunjung di sana dengan memberi syarat tertentu agar bisa duduk di dalamnya.

Dan pada saat pembukaan nuansa baru di cafe itu, Azka tak menyangka akan didatangi para pengunjung yang berasal dari wilayah terdekat saja tapi ada pengunjung yang sengaja datang jauh-jauh.

Kini Udin sahabatnya sudah ditariknya menjadi pelayan di cafe. Dia kini sudah tak lagi menjadi supir pribadi Bu Risma, tentu saja Udin meminta resign dengan cara baik-baik. Dia tampak sibuk melayani para tamu bersama pelayan lama dan baru.

Semua tempat duduk bagian depan, tengah dan belakang tampak ramai. Sebuah band indie berhasil didatangkan, dan kini mereka sedang beraksi menyanyikan lagu-lagu hits mereka untuk menghibur para tamu yang datang.

Ternyata bukan di hari pembukaan saja cafe itu tampaka ramai, tapi di hari-hari lainnya juga.

Syifa datang dengan mobilnya di malam yang lain. Dia enggan turun karena khawatir tamu-tamu yang datang itu akan berebut minta foto dengannya. Dia memandangi cafe-nya dengan haru karena sebelumnya sangatlah sepi, sejak diambil alih oleh Azka, cafenya kini menjadi ramai tiap hari.

Azka yang hafal dengan mobil Syifa, terlihat heran melihat Syifa tidak mau turun dari mobil. Azka pada akhirnya menelpon Syifa.

"Sebaiknya lo turun, biar fans-fans elu yang datang ke cafe ini makin senang dan nyaman buat nongkrong di sini" pinta Azka di telepon itu.

Akhirnya Syifa mau turun, benar saja semua pengunjung di cafenya langsung berebut minta foto dengannya.

Syifa menyuruh kedua bodyguardnya untuk membiarkan para tamunya berfoto ria, bahkan dua bodyguardnya itu kini sibuk membantu memfoto ratunya itu bersama fans-fansnya.

Dan saat jam cafe sudah tutup, rupanya Syifa masih berada di sana. Dia memanggil Azka yang hendak pulang ke kosannya.

"Azka!"

Azka yang sudah mau keluar tiba-tiba menghentikan langkahnya saat mendengar panggilan dari Syifa.

"lya!" Sahut Azka.

"Ini baru satu bulan dan belum setengah tahun! Lo jangan puas dulu dan kita lihat sampai setengah tahun kedepan" tegas Syifa.

"Gue gak lupa hal itu. Elu lihat saja nanti!"

"Oh ya, gue juga udah suruh bagian keuangan buat transfer gaji semua karyawan, termasuk buat gaji lo! Dan gue gak jadi potong dari handphone yang gue kasih ke elo! Anggap itu sebuah bonus permulaan!"

"Terima kasih" ucap Azka yang lalu pamit pergi.

Azka pulang dengan berjalan kaki, karena kini kosannya sudah pindah ke tempat yang lebih dekat dengan cafenya. Sementara Udin, dia memilih untuk tinggal di cafe bersama karyawan lain.

Saat Azka melewati gang sempit menuju kosan, tiba-tiba dari arah belakangnya dua pria datang membawa balok kayu lalu memukul kepalanya dengan kuat hingga Azka seketika tersungkur dan pingsan.

Darah merembes dari kepalanya. Lalu kedua lelaki itu menggotong tubuh Azka dan membawanya ke dalam mobil. Mobil itu melaju menembus jalanan sepi, serta melewati mobil Syifa yang akan meninggalkan cafenya itu. Entah kemana mereka akan membawa anak malang tersebut.

Azka terbangun dari pingsannya, dirinya terkejut sedang didudukkan di bangku dengan tubuh terikat.

Kedua tangan dan kakinya diikat kuat. Kepalanya terasa sangat pusing. Pandangan matanya samar.

"Di mana gue? Siapa yang sudah melakukan ini?" tanya Azka dalam hatinya.

Lalu samar dia melihat seorang lelaki berambut gondrong, tubuhnya tinggi dengan tato Macan Kumbang di kedua lengannya. Di wajahnya terdapat banyak bekas luka.

Di belakang lelaki itu terlihat sepuluh lelaki berwajah sangar dengan gambar tato yang sama di kedua lengannya. Mereka semua memandang Azka dengan tatapan bengis.

Azka menggeliatkan tubuhnya karena merasa tak nyaman, karena merasakan gatal di satu titik tubuhnya.

"Lo nggak bakal bisa lolos dari kita!"

Azka mendongak ke arah mereka, "Siapa kalian? Ada masalah apa kalian dengan gue?" tanya Azka dengan suara agak seraknya. Tenggorokannya terasa sangat kering.

Lelaki gondrong itu mendekatkan wajahnya beberapa senti dengan wajah Azka.

"Lo tinggal jawab saja pertanyaan gue!" ucap Lelaki Gondrong itu dengan tatapan serius.

Kalau sudah dijawab, urusan lo sama kita selesai.

"Apa bener elo adalah Azka, anak yang hilang dari Panti Kasih Ibu?"

Azka tersenyum kecut, "Kalian pasti orang suruhannya Dirga, kan?"

Tamparan keras mendarat di wajah Azka, dirinya mengatur nafas untuk menahan emosinya.

"Jawab pertanyaan gue! Bukan malah bertanya balik!!" Teriak lelaki berambut gondrong itu.

Azka memperhatikan mereka satu persatu. Dia belum mengenali orang-orang itu. Namun ada satu orang yang sedang duduk agak menjauh seorang diri. Mata Azka menajam menatap wajah pria itu, mengingat-ngingat kapan dan dimana dia pernah bertemu.

Kini Azka ingat bahwa dia adalah satu dari delapan orang yang akan membunuhnya, dua diantaranya mati oleh dirinya, sedangkan yang lainnya mendapat pengampunan Azka dan membiarkan mereka pergi.

Azka juga mengingat kelompok orang yang membunuhnya saat itu memiliki tato di kedua lengannya, dan gambar tatonya juga sama dengan orang-orang yang menyekapnya saat ini. Sama-sama bertato Macan Kumbang.

"Kamu!" Seru Azka menunjuk dengan gestur tubuhnya ke arah pria yang sedang duduk.

Mata lelaki berambut gondrong mengekor kemana tatapan Azka menunjuk.

"Apa maksud lo? Lu mau bilang kenal dengan Cumin?" Tanya Lelaki berambut gondrong.

"Tanyakan saja padanya!" Cuek Azka dengan memalingkan wajah.

"Cumin! Kemari luh!"

Dengan tubuh gemetar, Cumin mendekati ketuanya.

"Jelaskan! Kenapa dia mengenalmu?"

"Dia… dia… adalah…" ucapnya ragu.

"Katakan yang jelas!!" Bentak lelaki berambut gondrong.

"Dia adalah orang yang telah membuat Ketua Besar membubarkan Geng Macan Kumbang, ketua!".

"Apa?!!" Tubuh lelaki gondrong itu limbung seketika setelah mendengarnya, tubuhnya segera ditangkap sebelum jatuh oleh orang-orang di belakangnya.

"Bagaimana bisa? Anak ini adalah orang yang membuat Ketua Besar pensiun?" Batin Lelaki gondrong.

*Flashback

"Apa semua anggotamu sudah kamu tarik?" Tanya ketua besar geng Macan Kumbang.

"Sudah ketua besar! Kita sudah menarik diri dari bos yang ketua minta"

"Bagus! Mulai saat ini Geng Macan Kumbang ku bubarkan, tapi jika kau masih ingin mengurusnya silahkan, tapi jangan kau paksa pada anggota yang lain, biarkan mereka memilih jalannya sendiri."

"Aku akan pensiun untuk sementara!"

"Ingatlah satu hal! Jika kau bertemu dengan anak yang telah menyadarkanku, sampaikan padanya ucapan terima kasihku. Katakan juga padanya, jika di kemudian hari dia membutuhkan bantuan, aku akan siap membantunya dan di saat itu datang, aku akan kembali memimpin seluruh geng macan kumbang."

"Maaf ketua jika boleh bertanya, siapa anak itu dan seistimewa apa dia?".

"Setelah bertemu dengannya kau akan paham, anak itu tak sesederhana kelihatannya. Usahakan geng kita bisa berteman, jangan cari perkara dengannya."

"Ba.. baik ketua besar!"

*Flashback End.

Tak terima dengan penjelasan Cumin yang membuat geng macan kumbang nya bubar, seorang langsung mengambil bilah balok dan menghantamkannya pada Azka.

Namun sebelum balok itu mengenai kepala, Azka lebih dulu menghindar, karena ikatan tali di tangan dan kakinya sudah lebih dulu terlepas.

Azka di awal sebenarnya mengulur waktu untuk mengembalikan penuh kesadarannya, karena kekuatannya hanya bisa aktif saat tersadar dan fokus pada satu hal. Kelemahan itu juga yang membuat Azka pingsan semalam saat dihantam balok kayu, pikirannya malam itu sedang berlarian kemana-mana.

Sesat setelah menghindar dari balok, Azka balik menyerang pada orang yang akan melukainya barusan.

Tendangan Azka tepat di dada, membuat lelaki yang menyerangnya itu tersungkur jatuh dengan semburan darah yang keluar dari mulutnya, tak berapa lama menggelepar dan tak bergerak lagi. Luka di dadanya parah, terlihat cekungan di dadanya terlihat menjorok kedalam.

Tak terima melihat kawannya tewas, yang lain hendak membalas Azka. Namun dihentikan oleh lelaki berambut gondrong.

"Berhenti!! Siapa yang menyuruh kalian menyerang, Hah!!"

"Tapi ketua! Anak itu sudah…."

"Gue bilang berhenti!!" Bentaknya.

Lelaki gondrong itu mengatur nafasnya menahan kesal, lalu handphone miliknya berdering. Saat di cek ternyata

Suripto yang menghubunginya.

"Halo, Pak" Jawab lelaki gondrong itu keluar ruangan.

"Bagaimana, dia sudah mengaku?" tanya Suripto di seberang sana.

Suripto bingung akan menjawab apa, disatu sisi dia sudah mendapatkan bayaran, di sisi lain dia mengingat pesan ketua besarnya. Posisinya saat ini membuatnya dilema.

"Anak itu belum mau mengakuinya, Pak!"

Suripto terdengar tertawa kecil di seberang sana.

"Beri dia siksaan agar mau mengaku! Tapi ingat jangan membunuhnya. Cukup membuat mengaku saja, setelah itu bawa anak itu ke tempat biasa.

"Baik, Pak." Lelaki gondrong itu kembali masuk ke ruangan.

Menatap anggotanya, lalu menarik nafas berat.

"Semuanya dengarkan gue! Kita akan membelot dari Suripto. Biarkan anak itu pergi!"

Semua tercengang tapi tidak dengan Azka dan Cumin.

"Tapi ketua, dia…"

"Lo mau mati? Ini bukan perintahku, tapi perintah dari ketua besar!"

"Dan kau pergilah!" ucap Lelaki gondrong menatap Azka.

Saat Azka akan keluar pintu, lelaki gondrong mengejarnya. Lalu lelaki gondrong itu mengatakan semuanya pada Azka, seperti yang ketua besar amanahkan pada lelaki gondrong kala itu.

"Permintaan terima kasih dari ketua mu aku terima! Tapi untuk saat ini aku belum tertarik bekerja sama dengan gengmu".

Setelah mengatakan itu, Azka pergi begitu saja dengan memegangi kepalanya yang terasa pusing.

------------------------------------

Syifa tampak heran melihat Azka yang belum nampak batang hidungnya di kelas. Sementara dosennya sudah berdiri di hadapan para mahasiswa dan mahasiswi untuk mengajarkan materi kuliah.

Syifa menoleh pada dua gadis di sebelah kanannya.

"Azka gak masuk?" bisiknya.

Dua gadis itu mengangkat bahu karena tidak tahu.

Karena penasaran, akhirnya Syifa berdiri lalu berjalan mendekati dosennya untuk izin keluar. Dosen pun mengizinkannya.

Saat Syifa sudah berada di luar kelas, dia mencoba menghubungi nomor Azka, namun nomornya tidak aktif. Akhirnya dia menghubungi salah satu karyawan di cafenya.

"Halo, Mbak" ucap karyawannya di seberang sana.

"Apa Azka ada di cafe?" tanya Syifa yang ingin tahu.

"Gak ada, Mbak. Memangnya kenapa, Mbak? Nanti kalo dia datang biar kita sampaikan?"

"Gak usah!" jawab Syifa lalu kembali menyimpan handphone-nya dan kembali ke kelasnya dengan heran.

Azka keluar dari kamar kosnya untuk pergi kuliah, dikepalanya sudah terbebat kain kasa yang menutupi lukanya.

Dirinya dikejutkan oleh orang-orang yang telah meyekapnya tadi.

"Ngapain elu kesini lagi? Mau mengantar nyawa?"

"Maafkan atas tindakan kami" Jawabnya dengan menunduk.

Lalu berkata lagi, "Kami meminta bantuanmu untuk membebaskan ketua!"

"Ketua sendirian menghadapi bahaya demi menyelamatkan kita semua".

Anak buahnya menceritakan pada Azka bagaimana ketuanya menyuruhnya pergi dan dia akan bertanggung jawab sendiri menghadapi Suripto.

"Kami bersedia melakukan apa saja, asal ketua kami terbebas. Sekarang dia tengah disandera oleh Suripto dan anak buahnya yang lain."

Azka merogoh sakunya dan melihat jam di handphone nya yang sebentar lagi masuk jam kuliah.

"Kita bebaskan ketuamu sekarang! Tunjukan tempatnya" Azka memutuskan membantu.

Dari kejauhan Azka bersama beberapa anggota geng macan kumbang tengah mengintai dari semak belukar, melihat ke arah sebuah rumah dengan gerbang yang lumayan tinggi.

"Kau yakin bahwa Ketuamu disekap di rumah itu?"

"Rumah itu merupakan tempat pembantaian musuh-musuh Suripto, geng kami menjadi anak buahnya cukup lama."

"Ada berapa orang yang menjaga di dalamnya?"

"Jika hanya ada korban yang akan dibunuh saja tempat itu akan dijaga, sekitar sepuluh hingga lima belas orang".

"Kalian lebih mendekat ke rumah itu, biarkan aku yang membebaskan ketuamu, kalian cukup berjaga diluar, beri aku kode jika ada kelompok mereka yang datang dari luar".

"Biarkan aku menemanimu masuk dan menghadapi musuh!" Sela anggota geng macan kumbang.

"Tidak perlu! Aku akan lebih bebas jika bergerak sendiri!".

Setelah mengatakan itu Azka mendekati rumah itu, sepasang matanya mengawasi ke sekeliling dan kemudian memanjat pagar yang lumayan tinggi.

Azka melompat tanpa mengeluarkan suara. Beruntung, saat dia sudah mendarat di bawah, dua orang penjaga yang sedang main catur itu tidak mendengar.

Azka berjalan mengendap-endap menuju dua penjaga itu, saat berada di belakang mereka, Azka langsung memelintir kepala mereka dengan kedua tangannya lalu dengan cepat mematahkannya hingga kedua orang itu entah pingsan entah mati.

Azka diam-diam masuk ke dalam sana. Dia melihat sebuah gudang tampak sepi. Ada sebuah pintu di dalam sana. Azka yakin lelaki berambut gondrong yang merupakan ketua geng macan kumbang sedang terkurung di sana.

Saat Azka hendak menuju pintu itu, tiba-tiba para penjaga lain nongol dari arah belakang.

"Siapa lo?" teriak salah satu dari mereka.

Azka berbalik, lalu melihat yang bicara tadi berada paling depan sambil mengarahkan pistol ke arahnya.

Azka lalu berlari ke arah mereka untuk menyerang duluan. Sementara penjaga itu menembakkan pistolnya berkali-kali namun tidak berhasil melukai tubuh Azka.

Penjaga itu tampak tercengang hingga Azka berhasil menendang perutnya.

Saat penjaga itu tersungkur, kawanan penjaga lainnya ikutan maju. Lalu dengan sigap Azka bertahan dari serangan kawanan penjaga yang menyerang bersamaan itu.

Sementara di dalam ruangan gelap itu, ketua geng macan kumbang yang mulutnya ditutupi lakban, kaki dan tangannya yang masih terikat, tampak terkejut mendengar suara pertarungan di luar sana. Rintihan-rintihan kesakitan terdengar jelas di telinganya.

"Siapa itu?" tanya ketua geng macan kumbang dalam hatinya.

Tak lama kemudian tak terdengar lagi suara ribut di luaran sana. Seketika menghening.

Lalu beberapa saat kemudian pintu gudang didobrak dari luar lalu terbuka. Dia terbelalak melihat sosok lelaki yang mengenakan penutup wajah, tengah menatapnya. Dirinya mundur karena khawatir orang ituu bukan untuk menyelamatkannya.

"Jangan takut!" Seru Azka.

Suara itu seperti suara yang dikenal olehnya.

Ketua geng bertanya-tanya siapa lelaki itu? Azka pune melepas lakban di mulut ketua geng.

"Lo siapa?" tanyanya.

"Jangan banyak tanya kalau mau gue keluarin elu dari sini!" tegas Azka.

Dia akhirnya diam meski di dalam kepalanya masih bertanya-tanya. Azka pun melepas ikatan tali ditangan dan kakinya.

Azka mengulurkan tangan padanya untuk membantunya berdiri. Dia menyambut uluran tangan Azka lalu berhasil berdiri.

"Lo siapa?" tanya ketua geng.

"Kita pergi dulu! Sebelum yang lain berdatangan!"

Dia mengangguk lalu berjalan mengikuti Azka keluar dari ruangan itu.

Saat mereka berhasil keluar dari gudang, Azka dan ketua geng macan kumbang dikejutkan oleh para penjaga lain yang sudah menunggunya di luar. Dimana masing-masing dari mereka memegang senjata api.

Ketua geng langsung ciut nyalinya namun tidak dengan Azka.

"Buka topeng lo!" Bentak penjaga yang berkepala botak.

"Kalau gue gak mau, memangnya kalian mau apa?" tanya Azka.

"Lo gak takut dengan yang gue pegang ini?"

"Gak!!" tegas Azka.

Tanpa ba bi bu lagi, seseorang menembak Azka, suara letusannya membuat sakit di telinga. Ketua macan kumbang langsung bersembunyi di belakang drum sambil menutupi kedua telinganya.

Peluru yang mengenai dada Azka terlihat mental lalu jatuh ke lantai meninggalkan suara dentingan di lantai gudang.

Hening seketika, para penjaga dibuatnya terkejut apa yang telah dilihatnya.

Di Keheningan, kesempatan itu digunakan Azka untuk menyerang balik para kelompok penjaga. Tangan dan kaki mereka dipatahkan satu persatu.

Mereka yang telah dilumpuhkan Azka terkapar menahan sakit yang melanda.

"Kita harus segera kabur dari disini. Cepat!! Sebelum penjaga yang lain berdatangan.

Saat keduanya akan memanjat pagar, sebuah suara terdengar dari arah belakang.

"Tidak semudah itu bocah!" Ucapnya dengan senjata yang telah dibidikkan.

"Kenapa tidak habis-habis penjaganya?" Keluh Azka yang merasa kesal.

Lalu Azka meninju di sisi pagar yang membuat tembok itu langsung berlubang, cukup untuk keduanya melarikan diri.

Para penjaga dibuat terdiam seketika.

"Hey! Kenapa pada diam! Cepat kejar mereka!!"

Saat para penjaga mengejar melalui lubang tembok itu, mereka sudah tidak lagi melihat keberadaan keduanya.

"Celaka! Segera kabari Bos Suripto!".



Bersambung….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd