Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT GADIS DI DALAM FOTO (racebannon)

kalo di felem esek2 konoha, istilah si pangeran mesumnya adalah : pucuk dicinta ulama tibe meaning dah ng*nt*d sanah... wkwkwkwk
 
GADIS DI DALAM FOTO
BAGIAN KEEMPAT PULUH DELAPAN
SEAKAN BERHENTI

--------------------
--------------------

w-suit10.jpg

“Coba nanti yang ikut berapa orang…” Laura mencoba menghitung jumlah personil yang nanti akan berangkat ke Jepang.
“Hantaman berempat… Tambah kru bawaan untuk sound satu jadi berlima totalnya” sahut gue.
“Aku sama kamu berdua” sambung Laura.

“Bertujuh…. Belum nambah kru videografer yang gak tau ada berapa” bales gue, sambil bersandar di dinding, beralaskan kasur di kamar kosanku ini.
“Hmm…” Laura menghela nafas, berbaring di sebelah gue sambil natap plafon.

“Kalo menurutku sih…. Nanti aku minta sekamar sama Ilham aja”
“Ilham siapa sayang?” tanya Laura.
“Kru…. Sound man-nya Hantaman…” Gue ngelirik Laura. “Aku sebenernya minggu lalu itu agak berasa aneh, karena Papa kamu ngasih izin sebegitu gampangnya… Jadi aku pikir, karena dia udah ngasih izin, maka kita harus hargain dia, minimal dengan kita gak sekamar bareng nanti pas di Jepang”

“Hmm.. Ya sih” Laura ngelirik gue balik.
“Jadi nanti kamu tiap malem, bisa video call sama mereka sebelum tidur”
“Terus waktu buat kita kapan?” tanya Laura, dengan senyumnya yang ngegemesin dan mata yang pura-pura sayu, biar keliatan manja dan needy.

“Kan kita selalu bareng nanti disana…..” Gue beringsut dengan pelan, ke arah Laura yang berbaring. Gue sama dia lalu berpelukan, dan kita berciuman lembut. Kayak udah ada disana aja rasanya. Jujur aja trip kali ini gue gak sabar, karena emang rasanya kayak honeymoon.

Di trip bareng orang nyebelin kayak Tamara dan Reggie aja kita berdua udah cukup seneng, apalagi nanti bareng orang-orang yang menyenangkan kayak Hantaman. Udah kebayang di kepala gue, saling ledek antara Anin dan Stefan, kalemnya Arya yang selalu jadi penengah, dan juga Bagas yang….. Diem aja. Ya gitu lah, suasananya pasti hidup dan pasti seru. Gak kebayang ikut satu band yang udah legendaris ini road trip. Road tripnya di Jepang pula.

“Kamu masih mau?” bisik Laura.
“Jangan, nanti malem aku ngantuk” bisik gue, ke telinga Laura langsung. “Soalnya tadi pagi kan udah…”

“Gapapa, kamu diem aja, biar aku yang kerja…” bisikannya terdengar sensual.

Ya, tadi pagi kami sudah melakukan hal itu. Hal yang mungkin tidak seharusnya dilakukan karena kami berdua belum menikah. Tapi kami sudah melakukannya berulang kali, bahkan sejak sebelum resmi berpacaran.

Jujur aja, gue gak pake baju apa-apa lagi selain t-shirt. Bagian bawahku telanjang, tanpa sehelai celana apapun. Sedangkan Laura, dari tadi hanya memakai pakaian dalamnya, yang sejujurnya baru ia pakai beberapa waktu lalu, setelah terbangun setelah bobo-bobo siang lucu, setelah kami makan siang tadi.

Laura bergerak ke bawah, dia kayak nyuruh gue buat bersandar lagi di dinding. Gue nurut, mencoba nerima isyarat yang dia kasih lewat gerakan tubuhnya. Gue ngebuka paha gue, sesuai dengan tangan Laura yang berusaha ngegenggam kelamin gue.

Dia bersimpuh dan menunduk, sementara gue duduk bersandar, siap untuk gerakan selanjutnya. Laura mulai beringsut pelan menuju arah kejantananku dan dia mulai membuka mulutnya, membiarkan wajahnya yang manis dihiasi oleh kelaminku di dalam mulutnya. Dia menghisapnya pelan-pelan, sambil memainkan lidahnya, membuat ia yang tadi tidur dan mengecil, kini membesar pelan-pelan.

Permainan ritme tangan dan mulut, membuatnya terlihat begitu seksi dan begitu menggoda. Wajah polos cantiknya terlihat sungguh binal dalam adegan ini. Ya, Laura di atas ranjang berbeda dengan dirinya yang sehari-hari. Di atas ranjang dia berubah menjadi liar, dan berusaha untuk selalu memuaskanku terlebih dahulu.

“Mmnnn..” dia terlihat sangat menikmati kemaluan gue di dalam mulutnya, sementara ekspresi muka gue udah pasti amburadul. Lidahnya main terus-terusan. Gak jarang dia ngegigit-gigit manja batang itu dengan ngegemesin.

“Sayang….”
“Kenapa?” tanya gue, dengan nafas yang gak beraturan. Gimana enggak, tadi pagi udah keluar, eh sekarang disuruh keluar lagi. Udah pasti gak karu-karuan rasanya. Gak karu-karuan enaknya, maksudnya.

“Rekam aku”
“Eh?”
“Biar kalau kamu lagi kangen aku, sebelum tidur, kamu bisa ngebayangin aku…” sambung Laura. “Daripada kamu nonton bokep kan?”

Gue ngangguk. Tanpa pikir panjang gue langsung ngambil handphone yang untungnya ada dalam jangkauan tangan. Gue buka kameranya, dan langsung ngerekam adegan ini. Adegan yang biasanya ada di twit**ter, hasil tangan-tangan jahil amatir yang merekam pacarnya yang lagi nakal.

Di layar handphone, bisa gue liat dengan jelas adegan blowjob Laura. Tangannya terus-terusan ngocokin kemaluan gue tanpa berubah ritme. Mulutnya keliatan ganas, dan wajah cantiknya bikin gue gak tahan lagi.

“Nnnhh… Aku…”
“Mnnn?”
“Mau keluar….”
“Cepet amat” dia ngeluarin benda jahanam itu dari mulutnya dengan nada sedikit ngeledek. “Kan tadi pagi kita udah making love?”

“Karena kamu kayak gini, aku jadi gak tahan” bales gue.
“Sini..” Dia Tiduran di depan gue. “Keluarin disini aja” dia berbaring dan ngebuka mulutnya lebar-lebar. Tanpa pikir panjang, gue langsung ngangkangin mukanya Laura. Gue langsung masturbasi di depan mukanya. Tentunya dengan irama yang asal-asalan dan penuh nafsu.

“Ah!” Laura kaget, karena mukanya yang cantik sekarang berlumuran sperma yang gak seberapa banyaknya itu.
“Hhhh….” Gue narik nafas lega, karena keluar untuk yang kedua kalinya dalam sehari tentu melelahkan. Keluarnya pun sedikit, tapi berhasil bikin muka Laura basah.

“Yoga..” ucapnya di depan kamera. “I Love You” dengan senyum yang manis, terpasang di muka yang basah oleh cairan kejantanan gue.

screen12.jpg

--------------------

dscf3810.jpg

“Jihan mana sih?” tanya Benny dengan gelisah.
“Santai aja napa?” tawa gue, sambil menghisap rokok elektrik yang ada di tangan kiri gue. Di tangan kanan gue ada botor bir berukuran kecil yang ngilangin haus setelah tadi makan. Laura duduk di sebelah gue, nyandar dikit ke badan gue, sambil main handphone.

Malam ini, kami janjian untuk makan dan minum di sebuah lounge atau bar atau resto atau gak jelas apa namanya ini yang ada di area Senopati. Lampu temaram dan musik elektronik yang ringan bikin mata gue jadi makin berat.

Ngantuk juga setelah dua adegan bareng Laura tadi pagi dan siang. Mana tadi kita syuting film porno dadakan. Panjangnya Cuma 2.50 menit. Gak panjang, pendek banget, nunjukin seberapa pendek gue dan dia nahan nafsu yang selalu menggebu-gebu diantara kita berdua.

Benny ada di depan gue. Dengan minuman keras yang entah apalah namanya itu di hadapannya. Dia ngerokok rokok putih biasa, tumben gak pake rokok elektrik. Lupa di charge kali. Sementara Jihan, yang punya ide ngajakin kita semua hang out, malah belom dateng. Katanya kejebak macet. Tapi udah dari sejam yang lalu ngomong kayak gitu.

Macet dimana coba. Emang lagi ada apaan di Jakarta weekend-weekend gini. Kan gak ada macet bubaran kantor.

“Eh?” gue mendadak negakin punggung gue.
“Kenapa?” Laura nengok ke gue, karena senderannya berubah.
“Habis batre ini…” gue ngeliat ke arah rokok elektrik gue yang sekarang keliatan gak berguna. Lah, tadi ngatain Benny lupa ngecharge, sekarang malah batre rokok elektrik gue abis.

“Mau lu charge? Gue basa chargerannya kok” sahut Benny, dengan nada cuek.
“Gak lah, males, gue minta rokok lu aja sini, gue gak ada rokok biasa”
“Lah, ini batang terakhir gue nyet” jawab Benny.

“Yah…” gue langsung lemes, dan celingukan. Rasanya males kalo lagi bengong gini gak ada rokok. Apalagi sambil nungguin Jihan yang ga jelas kapan datengnya. “Gue beli rokok dulu dah”

Gue cek dompet yang ada di saku kantong, dan handphone yang ada di saku satunya, untuk kemudian ngangkat tangan, manggil waiter.

“Ya kak?” gak berapa lama, ada yang nyamperin.
“Boleh nitip beliin rokok di luar gak?” tanya gue, minta tolong.
“Waduh, maaf kak tapi dari management gak bolehin kita beliin rokok titipan tamu” jawab sang waiter ramah.

“Yaelah, apa susahnya sih, nih gue lebihin, sekalian beliin gue juga” Benny ngerogoh duit dari dompetnya dan ngeluarin lembaran merah dua lembar.

“Wah, jangan kak, saya ga boleh” jawab si waiter, tegas. Tapi tetap ramah kok.
“Udah gapapa, ga ada yang tau ini kan”
“Tapi gak boleh Kak”
“Dih, ribet, gapapa, ini lebihannya buat elu…” sambung Benny, yang makin lama nadanya makin kedengeran ga enak.

“Udah gapapa, biar gue aja yang beli keluar” gue samber duit yang ada di tangan Benny, nengahin masalah yang sebenernya bukan masalah ini. Daripada si waiter nya kena tegur sama atasannya, mending gue beli rokok sebentar keluar.

“Gak mau nitip Jihan aja? Dia kan di jalan?” tanya Laura.
“Gapapa, dia datengnya ga jelas kapan”
“Yaudah” jawab Laura.
“Udah ya Mas, makasih” senyum gue ke waiter itu, dan ngeliat dia jalan balik sambil senyum ngangguk.

“Jangan rese ah” sindir gue ke Benny.
“Lagian, kan lumayan dia kalo mau dapet duit kembaliannya… Mager tau gerak sana sini” sambung Benny.
“Udah gapapa, gue sekalian buang waktu nungguin Jihan yang lambat bener”

Gue akhirnya bangkit, ninggalin Benny dan Laura, untuk kemudian jalan keluar dari tempat ini, ke arah parkiran depan yang sempit, yang ga ada seujung kukunya lounge ini. Eh, ini bar apa lounge sih? Apa restoran? Gak jelas lah, yang penting ada musik, ada alkohol dan boleh ngerokok di dalem.

Ngelewatin tukang parkir valet yang ganas dalam markirin mobil orang, gue natap jalanan Senopati yang rame dengan mobil-mobil yang pengen parkir, nyari tempat di jajaran tempat-tempat makan atau tempat hiburan yang terbatas areanya. Jalanan ini jadi rame banget 10 tahun terakhir, apalagi gara-gara banyak kantor yang bertumbuh di area SCBD. Area ini, bareng dengan area Cikajang, Wolter Monginsidi, Ciranjang, Suryo dan Gunawarman, bertumbuh jadi tempat hiburan untuk warga SCBD dan se-Jakarta.

Kaki gue ngelangkah, dan mata gue menyisir pinggiran jalan, untuk kemudian mendapati satu warung yang kayaknya jualan rokok. Gue deketin warung itu perlahan, dan dengan uang yang gue punya, ditambah duit dari Benny, gue berhasil bertransaksi dengan pemilik warung tersebut. Dua bungkus rokok putih dan satu bungkis rokok kretek filter kayaknya cukup buat nemenin malam ini. Nanti kalo abis ya beli lagi. Biasanya gue kalo udah kena rokok biasa, hasrat buat ngerokok elektrik jadi ilang.

Gue balik ke arah tempat tadi, nyusurin jalan yang sama, ngelewatin orang-orang yang sama, ngelewatin pintu yang sama, disapa sama waiter yang sama, dan…. Kayaknya gue butuh detour sebentar ke kamar kecil. Akhirnya gue menuju ke area toilet.

Toilet campur. Genderless. Biasa terdapat di kota-kota besar. Mau cwk atau cwk atau bukan cwk bisa pipis dan berak dengan bebas di tempat ini. Di sana ada empat booth yang sepertinya hanya satu doang yang kosong. Gue masukin salah satu booth itu. Gue buka celana gue, dan gue keluarin apa yang mesti gue keluarin.

Lega.

Cebok dikit, flush, bersihin pake tisu, pake celana, dan sebelum keluar, gue buka sebungkus rokok kretek filter yang tadi gue beli, gue bakar, dan gue hisap dalam-dalam. Akhirnya. Rokok beneran. Gue keluar dari bilik wc itu dan menemukan pemandangan yang familiar.

Jihan.

Dia lagi pake make up di depan kaca toilet.

“Woi” sahut gue.
“Eh, elu” jawabnya, tanpa ngebalikin badan, karena dia bisa liat gue dari bayangan cermin.

jhn10.jpg

“Baru sampe?”
“Iya macet gila… Di Senayan ada konser tau gak” bales Jihan.
“Konser apaan?”
“Itu ada BUMN bikin acara, tapi acaranya kayak konser gitu, macet deh…..”
“Oh, pantesan gak ada woro-woro atau iklannya di instagram, acara internal gitu ya kayaknya?” tanya gue lagi, sambil nyalain keran dan cuci tangan. Rokok masih nempel di bibir gue.

“Yoi, ga tau deh… Tapi di spanduknya kayak ada Slank terus kayak ada Afghan ada siapa lagi gitu”
“BUMN mah duitnya banyak, makanya suka buang duit bikin acara ginian…” sambung gue sambil matiin keran dan ngambil tisu, buat ngeringin tangan.

“Males gila tapi macetnya”

“Eh, ngomong-ngomong kenapa elu mesti dandan sih?” tanya gue, sinis.
“Ya biar ada cowok yang bisa gue bungkus”
“Cowok kali yang bakal ngebungkus elu” ledek gue. “Kayak yang bagus aja, pake dandan segala, ga ngaruh keles”

“Eh, enak aja, gini-gini gue cakep tau” bales Jihan, dengan nada ngeledek.
“Cakep dari mana, gila” tawa gue.
“Ya cakep lah, makanya dulu lo mau pacarin gue kan? Lama lagi…”
“Gue khilaf deh kayaknya dulu, sampe mau pacaran sama elu… Sekarang mah ogah”
“Ah ogah-ogah, waktu udah putus aja, gue masih diembat…” Jihan ketawa, ngeledekin gue.

“Apa?”

Hah? Gue sama Jihan mematung. Dan di bayangan cermin, gue bisa lihat ada sosok yang berdiri di depan pintu toilet. Dia kayaknya baru keluar dari salah satu booth tadi.

“Kalian…. Pernah pacaran?” nadanya kedengeran kaget, dan suaranya kayak kecekek. Gue balik badan, dan ngelihat Laura natap gue dengan pandangan jijik. Dia natap gue dan Jihan bolak balik, dan rasanya waktu bergerak dalam mode slow motion.

Gue dan Jihan diem. Jihan mematung, berhenti bersolek.

Gue natap Laura. Ke matanya. Matanya nanar, dan mukanya entah kenapa kayak shock.

Di detik itu, waktu yang berjalan lambat, seakan berhenti.

--------------------
--------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd