-------
Hari belum terlalu siang ketika Hajar berpamitan untuk pulang. Angga menghantarkan hingga pintu sebelum kemudian kembali ke kamar dimana Nada berada.
"Nad, aku pengen ngobrol serius diluk", (Nad, aku ingin ngobrol serius bentar) ucap Angga begitu ia telah kembali ke kamar Nada.
"Iyo Kak onok opo?", (Iya Kak ada apa?) tanya Nada antusias plus penasaran tentang apa yang akan dibicarakan oleh Angga.
"Aku mikir koyoke saiki wes wayahe aku crito. Tapi tulung ojok gelo, opo maneh ngeroso sedih. Nad, sakjane Pak Kusno karo Bu estu iku duduk bapak ibuke kene.. ", (Aku berpikir inilah saatnya untuk bercerita. Tapi tolong kamu jangan marah, apalagi merasa terluka. Nad, sebenarnya Pak Kusno dan Bu estu itu bukan ortu kita..) dengan sangat berhati-hati Angga memilih kalimat terbaik dalam menyampaikan agar tidak terjadi salah paham.
"Hehh.. Duduk ortu ne kene? Maksud e pean opo??!!", (Hehh.. Bukan ortu kita? Maksud kamu gimana??!) intonasi suara Nada mulai meninggi mendapatkan KEJUTAN dari Angga.
"Iyo Nad, bapak wes ilang mboh nang ndi katut wedokan cap tembelek. Ibuke kene wong telu wes kapundhut. Wektu iku koen isih cilik durung mudeng. Awale ibuk rabi mbarek pak kusni. Eh ndilalahe ibu kapundhut kenek kangker rahim, ga let suwe pak kusni yo kapundhut pisan. Akhire kene dirumat mbarek pak kusno dulure pak kusni..", (Iya Nad, bapak sudah menghilang entah kemana kecantol cewek lain cap pantat ayam. Ibu kita bertiga sudah meninggal. Waktu itu ksmu masih kecil dan belum paham. Awalnya ibu menikah dengan pak kusni. Eh ternyata ibu meninggsl kena kanker rahim, tak lama kemudian pak kusni juga meninggal. Akhirnya kita dirawat oleh pak kusno saudaranya pak kusni..) berat sekali bagi Angga untuk menceritakan semua itu. Perasaan tak menentu berkecamuk dalam jiwanya.
"Opooo Kakk??? Hikss hik.. Dohh Gusti...", (Apaaa Kakk??? Hikss hik.. Yaa Tuhann..) suara tangis Nada merebak tanpa mampu dibendung oleh Angga. Disisi lain, Nada merasa demikian terpukul mendengar berita menggelegar tersebut.
"Uwess Nad.. Uwees. Koen sing sabar. Koen wes gede, kudu iso belajar nrimo. Kene wong telu kudu kompak, susah seneng ayo diadepi bareng", (Sudahhh Nad.. Sudahh. Kamu yang sabar. Kamu sudah dewasa harus belajar untuk bisa menerima kenyataan. Kita bertiga harus kompak, susah senang ayo kita jalani bersama) teduh suara Angga sang kakak tertua sekaligus pengambil alih nahkoda keluarga mampu membuat isak tangis Nada mereda. Nada mulai sadar bahwa untuk apa ia meratapi nasib apapun yang telah terjadi. Jauh lebih penting adalah bagaimana kesiapan dia dalam menyongsong hari-hari berikutnya dengan lebih tegar dan penuh semangat.
"Ehhmm.. Iyoh Kak. Sepurane lek aku ilang kontrol. Aku kudu kuat..", (Ehmm.. Iya kak. Maafin aku karena hilang kendali. Aku harus kuat..) kepal tangan Nada teracung tinggi untuk mengobarkan semangatnya kembali.
"Nahh gituuu!!", binar mata Angga cerminkan rasa bangga pada Nada. Kunci dari segala bentuk kesusahan adalah dengan belajar menata hati kita untuk lebih bersabar.
-------
Derit suara binatang malam memecah keheningan. Dingin hembus udara beriring rintik air hujan menyusup dibalik pori kulit. Sayup dikejauhan terdengar bapak-bapak poskamling menyuarakan pukulan pada tiang listrik bertalu 12 kali sebagai bilangan penanda jam malam.
Nada masih terjaga dari tidurnya. Lamunan pada cerita Angga tadi siang begitu mengusik pikira meski sebenarnya ia telah bertekad untuk tak larut dalam kesedihan. Mungkin keterkejutan belum sepenuhnya hilang dari hati Nada mendapati berita menggelegar yang datang dengan sangat mendadak.
Dira telah lelap dalam tidur dihinggapi rasa letih. Kekompakan bahu membahu bersama Angga dan Hera untuk merawat menuju kesembuhan Nada membuatnya cukup lelah. Sungguh perhatian yang luar biasa tercurahkan bagi Nada.
Dalam senyap sepi malam Nada membuka browser hapenya untuk berselancar di lautan mbah google si raja internet segala tahu. Key word yang Nada gunakan adalah seputar artikel agama yang sekiranya mampu membuat ia lebih tabah dan sabar menjalani apa yang telah tergariskan. Di sela keheningan tersebut Nada seperti mendengar lamat-lamat suara janggal. Sayup rendah seperti sebuah tawa kecil yang bersambung dengan beberapa rintihan. Nada terhenyak, bergidik ia mendengarkan suara tersebut. Bulu kudu nya merebak. Dengan mempertajam indera pendengaran ia mencoba berkonsentrasi mendengarkan suara-suara aneh tersebut.
Sepertinya suara mengerikan tersebut bersumber dari kamar Angga yang bersebelshan persis dengan kamar Nada. Dengan mengumpulkan seribu keberanian Nada mengambil sebuah kursi plastik dan ia letakkan bertumpu pada kasur. Perlahan ia menaiki kursi tersebut dan melongokkan kepala di lubang tembus berukuran sekitar 30cm x 50cm yang berfungsi sebagai jalan aliran AC agar mambu berhembus ke dua kamar sekaligus. Posisi AC yang melintang tepat di tepian lubang diharapkan mampu menyebar merata.
Mata Nada mendelik terkejut seketika. Perasaan ganjil dan horor yang ia rasakan ternyata tidak menemukan jawabannya. sebaliknya Nada melihat sebuah tontonan menegangkan di kamar Angga. Nampaknya suara itu berasal dari pergumulan antara Angga dengan Hera. Meski awalnya Nada berpikir tabu untuk melihat, namun dorongan hasrat dan keingintahuan membuatnya tetap bertengger disana.
Terlihat Angga sedang memangku berhadapan dengan Hera. Keduanya telah tak berbusana. Lekuk montok tubuh Hera terlihat jelas. Pinggulnya yang lebar, buah pantat yang bulat montok, dan kulit yang mulus sungguh begitu terlihat seksi meski ukuran buah dada Hera tak terlalu besar.
"Ehhmm.. Hihi.. Mwuahh.. Ehm" Angga dan Hera saling berciuman mesra diselingi tawa manja Hera yang merasa geli oleh rabaan tangan Angga di sekujur tubuh bagian belakang Hera. Remasan gemas di buah pantat Hera yang begitu montok semakin membuat Hera bergerak-gerak kacau.
"Auhh masssh..", remasan tangan Angga masih saja bergerak gemas di seantero bulatan buah montok di bawah pinggul Hera. Jilatan lidah angga yang tiba-tiba bersarang di puting menimbulkan rintihan nikmat.
Tubuh Nada terasa panas dingin menyaksikan pagelaran asyik masyuk. Posisi duduk Angga dan Hera yang menyamping membuat Nada bebas memandang tanpa khawatir ketahuan. Tanpa sadar tangan Nada merambat meremas sendiri buah dada besarnya.
"Terussh mass.. Ehhhmm geliii enakkh" kuluman Angga semakin membuat Hera mendesah. Apalagi sekarang tangan kekar Angga telah berpindah ke depan dan meremas lembut buah dada segar Hera.
"Iyaashh ituunya diemutt gituu enakk ssshhh masssh. Remess lebihh kencenghh.. Ouuuhh ehhmm", desah Hera kian merebak. Seseksli kuluman pada puting terhenti sejenak untuk kemudisn keduanya berpagutan mesra.
"Ouhhh ehmmm... ", cukup lama Angga merangsang istrinya hingga Hera terlihat benar-benar On. Juntai rambut panjang Hera yang jarang terlihat karena tertutup hijab, saat itu terlihat seksi menunjang keindahan tubuhnya.
Dengan masih saling berhadapan Angga sedikit mengangkat buah pantat seksi hera untuk menyiapkan tahapan intercouse.
"Eeehnm mass.. Enaknys kontolmuuuh..", Hera mendesah menikmati gesekan perlahan batang konT Angga yang centi demi centi menjalar masuk bergesekan dengan serambi bagian dalam miss vegy milik Hera.
"Oouhhh mentokk mass.. Ehmmm ssttt ahh", rancau seksi Hera begitu terdengar binal dan vulgar. Kalemnya Hera saat dalam keseharian sungguh nampak berbeda dengan Hera ketika berhubungan badan. Hera terlihat sangat bernafsu.
"Ouuhh Hhh aaaahh" tusukan demi tusukan yang terjadi dan semakin cepat menambah tinggi api nafsu Hera sang ratu binal.
"Oohh ohh sstftt.. Kontolmuu ueenakk mas.. Masukkk dalemm bangettt ehhm. hhh ahhh", kenikmatan membuat Hera tak ter kendali. Mulutnya merancau, punggung melengkung ke belakang terdorong gelegak nafsu.
"Terusssin masss ahhhahh ssst..Tempikkku gateeel maaas. Ahh ahh", semakin lama ucapan Hera seksi semakin binal saja. Segala onderdil intim ia sebut dengan begitu lugas penuh penjiwaan.
"Ehmm..punyamu sempit enak sayang.. Uhh", tak terkecuali Angga pun juga begitu terangsang menikmati lubang surgawi peret sempit Hera yang belum pernah dilalui keluarnya baby.
"Mass.. Aku minttah posisi nungging yahh.. Ehmmm", kebinalan Hera semakin menguat. Ia meminta posisi doggy style agar lebih mendapati sodokan super dalam dan menggesek lapisan G-spot. Tanpa ba-bi-bu dalam hitungan detik Angga menuruti request nikmat Hera.
Sedangkan Nada yang bertengger diatas sana juga terlihat semakin memerah wajahnya. Aliran darah birahi mengalir lancar menuju otaknya menyehatkan kondisi gegar yang ia alami. Jemari lentik Nada juga telah tamasya masuk di balik karet pinggang celana babydol yang dikenakan sekaligus menyusup dibawah CD menggapai lembah lembab yang begitu terangsang. Nafasnya menjadi tak teratur menahan dorongan hasrat yang memancar. Satu tangan di buah dada dan satu tangan di selangkangan seolah memberikan bantuan atas rasa ingin Nada yang terpancing menggebu.
"Ouuuuhhhh...." ceplokk celok ceplokk suara pertemuan paha Angga dengan buah pantat Hera yang menungging. Mulut hera mendesah kuat.
Nada yang melihat konT Angga yang berotot menjadi blingsatan sendiri. Pertama kali dalam hidupnya melihat batang pria dewasa secara nyata.
"Ooouuggh mass gilaak enak.. Sssh aahh", bibir Hera meneriakkan desahan lebih keras ketimbang saat berpangkuan tadi. Penetrasi yang begitu dalam melalui posisi doggy style meretaskan gejolak nafsu Hera.
"Ouu ouuhhh massh aaakhh"
"Yesss ahh enakk disituuu ahh ah"
"cepat inn aamhh mass auhh ssshh", teriakan birahi tinggi Hera terlontar tiada henti. Pantat bulatnya semakin terlihat hebat pada posisi seperti itu.
"Ohh mash mass akuu keluarr nih benntr lagiih aaaooh ahh", puncak kenikmatan perlahan merapat di pelabuhan cinta Hera untuk bersandar.
"Iya sayang.. Akuu yo mauu kluar nihhh. Kitaa barenggs", sambut Angga sepakat.
"Oouuhh oohh ookhh aaahhhhh..", cess hangat batang kekar Angga tersiram air kenikmatan Hera begitu deras. Sesaat Angga masih bertahan dalam kocokan Rpm tinggi. Lesakan batang topi mengkilat semakin membabi-buta meronjok lubang kesat Hera yang telah membanjir basah.
Croott crortt..
Angga menegang. Pancaran sperm menyembur menyatu di dalam liang birahi Hera. Angga mengejan sejenak menguras sisa lelehan sperm agar tersemprot lunas memandikan rahim istrinya demi sebuah cita-cita agung mendapatkan baby mungil.
Nada yang hanya bermodal rabaan dan korekan ringan menjadi terkebiri saat melihat pentas seni tubuh usai. Nafsu Nada masih juga belum turun. Klimaks belum ia temukan. Oh kasihan kau cantik...!!!.
-------
bersambung ke next update