Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Harem

Status
Please reply by conversation.
Mantap banget suhu dan tidak membosankan lanjutkan suhu..........,,,
 
lanjuttin disini aja ya tour de euro nya......:D
males bikin tread lagi.:p
 
Rencanaku mau berkeliling Eropa pada musim panas tahun ini jadi berubah total. Aku semula hanya berencana akan tur ke Eropa sendirian, tetapi ketika aku bercerita bahwa pada Tante bahwa bulan Juli nanti aku akan cuti sekitar 2 minggu, mereka mencecarku aku bakal pergi kemana.
Tanpa berharap apa-apa aku dengan polosnya bercerita akan keliling Eropa. Aku belum pernah ke Negara-negara di Eropa, tetapi dari cerita dan informasi yang kuketahui, banyak tempat menarik di sana.
Jika anda sebelumnya membaca rangkaian ceritaku berjudul "HAREM", maka pasti paham bahwa aku bekerja sebagai therapis melalui cara refleksi dan hipnotis. Pasienku banyak terutama setelah aku berhasil mengurangi bobot tubuh mereka yang tambun. Aku sempat kewalahan melayani panggilan, sehingga untuk membatasi permintaan atau order, aku minta managerku Bu Rini untuk menaikkan biaya terapi. Namun setelah harga dinaikkan sampai tergolong mahal, permintaan terapi tidak berhenti. Cerita mengenai itu sudah saya uraikan di dalam cerita HAREM.
Kembali ke soal rencanaku akan keliling Eropa , ada sekitar 8 orang yang menyatakan berminat. Mereka tertarik berpergian bersama ku, karena mereka sebenarnya adalah pasien-pasienku yang sudah fanatik. Jalan-jalan ke Eropa bagi mereka bukan hal baru. Mereka adalah ibu-ibu yang berlimpah harta, tetapi senang sekali berselingkuh dengan ku. Apa sebabnya mereka menyenangiku, mereka punya jawaban yang berbeda-beda. Soal itu aku tidak terlalu mau dipusingkan.
Pilihan waktu untuk perjalananku ke Eropa adalah musim panas bulan Juli. Pada musim panas, aku yang terbiasa hidup di alam tropis pasti tidak terlalu sulit menyesuaikan iklim. Lagi pula kalau di musim dingin pasti banyak keterbatasan, dan beban jadi berat. Sebab harus bawa baju tebal, over coat wah banyaklah. Kalau musim panas kan bisa cuma pakai Tshirt.
Dari 8 ibu-ibu yang semula menyatakan akan ikut, akhirnya hanya 5 yang kemudian memastikan ikut. Mereka sangat antusias, dan kelihatannya masing-masing punya alasan untuk ikut bersamaku. Kelima ibu-ibu itu kebetulan sudah saling kenal, jadi aku agak ringan juga. Kalau tidak nanti bakal jadi kerjaan untuk mengakurkan antar sesama mereka.
Mereka berpamitan kepada suami mau tour ibu-ibu ke Eropa. Pastinya mereka menyembunyikan kesertaanku. Mauku memang begitu.
Mereka semuanya dari kalangan the haves. Aku yang semula mau back peckers berubah jadi 1st class tour. Mereka bersikeras harus naik pesawat " SA" dan kelas satu pula. Hotel-hotelnya juga maunya bintang 5. Aku tidak bisa menolak kemauan itu, sebab mereka pula yang membayar semua biaya ku. Akhirnya jadwal yang tadinya sudah tersusun rapi dan sebagian malah sudah book, jadi berantakan. Aku perlu 1 minggu untuk mengatur kembali jadwal dan hotel. Bagaimana aku tidak pening, mereka minta harus kamar suite dan kamar yang berdampingan, atau minimal satu lantai. Booking hotel yang begini maunya rada susah dan makan waktu. Tapi akhirnya semua teratasi dan pengetahuan ku jadi makin mantap soal mengatur perjalanan.
Tujuan kami yang pertama adalah Amsterdam Belanda. Penerbangan dari Jakarta singgah dulu ke Singapura, lalu langsung ke Amsterdam. Sampai di sana pagi hari. Di Airport aku harus mencari limosin dengan 6 seat. Kami langsung menuju hotel yang kupilih di downtown. Karena aku tidak pernah ke Amsterdam, maka pemilihan hotel ya berdasarkan common sense aja.
Di Amsterdam jadwalnya 3 hari 2 malam. Kami mendapat 2 kamar suite yang besar dan masing-masing kamar ditambah 1 ekstra bed. Sebenarnya untuk aku tidak perlu ekstra bed, karena sofa di kamar bisa diubah menjadi bed juga. Namun karena kami chek in berenam, maka front Office mengatur ada ekstra bed di tiap kamar.
Baru juga masuk kamar, ibu-ibu sudah sibuk mau jalan-jalan ke departement store. Aku minta mereka bersabar untuk istirahat dulu sekitar 2 jam. Sebab badan dari daerah tropis harus disesuaikan dulu dengan iklim Eropa. Aku juga perlu waktu untuk mempelajari kota ini, agar ibu-ibu rombonganku nanti bisa tur dengan waktu yang efisien.
Aku sekamar dengan Tante Dina dan Tante Venny. Di kamar lain bergabung Tante Henny, Tante Vence dan Tante Shinta. Kamar yang kami tempati sangat mewah dan luas, ada ruang tamu dan ada kamar tidur. Interiornya bergaya klasik
Sejak dari airport sampai waktu chek in aku rajin mengumpulkan brosur-brosur mengenai Amsterdam dan Belanda. Aku sendiri sudah punya catatan tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Tapi dasar ibu-ibu tidak ada tempat yang menarik selain tempat belanja .
Aku mengambil kesempatan pertama untuk membersihkan diri dan BAB. Dari berangkat aku belum sempat buang hajat. Aku juga paham kalau aku menunggu mereka mandi, pasti lama Setelah badan segar aku turun ke lobby untuk memesan MPV, untuk mengangkut rombongan.
Sisa waktu pada hari pertama kami dihabiskan untuk mengunjungi beberapa tempat-tempat belanja. Kebetulan Tante Vence sudah beberapa kali ke Amsterdam, jadi dia tahu tempat-tempatnya.
Kami kembali ke kamar sekitar jam 9 malam. Badan sudah lelah sekali rasanya. Jetlag dan lelah dari city tour tadi bertumpuk. Aku segera membersihkan diri dan langsung berusaha tidur secepatnya. Sementara itu para mami-mami sedang heboh dengan barang yang mereka beli tadi. Suara kresek-kresek dari bungkusan rasanya nggak ada habis-habisnya. Aku tidak tahu berapa lama aku tertidur dan terbangun karena merasa suara di kamar ini makin ramai. Rupanya Tante Shinta, Tante Henny dan Tante Vence ada di kamar ini. Pantas kayak pasar, ramainya.
Aku hanya bisa memandangi mereka sambil memainkan remote TV berganti-ganti chanel. Acaranya kebanyakan pakai bahasa Belanda. Melihat pay TV juga bosan, karena film XXX gitu-gitu juga, dan banyak di Jakarta. Akhirnya aku nonton discovery .
"Jay malam ini ada acara nggak," tanya Tante Shinta.
Aku jawab malam ini acaranya istirahat. Akhirnya mereka kembali ke kamar. Tante Dina sudah masuk kamar mandi, Tante Venny masih beres-beres. Mereka berdua sohiban, jadi tidak mau dipisah.
Aku sempat tidur 3 jam dan badanku sudah terasa segar, tapi perut jadi lapar. Jam di meja kulihat sudah menunjukan jam 12 malam, kalau di Jakarta mungkin masih jam 6 pagi hari berikutnya. Jam tubuhku menuntut makan malam, padahal tadi sudah makan sebelum kembali ke hotel.
Aku melihat menu di lembar room service, yang menarik hanya steak. Rasa hanya itu saja yang aku mengerti, lainnya nggak jelas. Tante Veny kutawari makan dia hanya mau kentang goreng dan Tante Dina minta sandwich.
Pesanan kami datang dan dengan sigap Tante Dina yang baru selesai mandi langsung mengambil bill dan ditandatanganinya serta tak lupa menyelipkan tips 5 euro. Waiternya manggut-manggut lalu berucap terima kasih. Eh dia ngerti bahasa Indonesia rupanya.
Perut kenyang, badan sudah segar dan mau tidur lagi belum ngantuk. Aku kembali terbenam menyaksikan acara televisi. Kali ini aku menyaksikan saluran HBO dan filmnya cukup bagus. Tante Dina yang duduk menemaniku di ruang tamu tidak bertahan lama, matanya mulai berat dan akhirnya dia beranjak ke tempat tidur. Tante Venny yang baru selesai mandi menemaniku sambil mengunyah kentang goreng. Aku menikmati bir dari mini bar.
Sofa tempat kami menonton TV kemudian aku ubah menjadi bed dan kami berdua menonton sambil tiduran. " Kamu pijetin aku dong Jay, kamu kan udah tidur tadi ya, " kata dia.
Tante Venny lalu telungkup dan aku memulai ritual pijatan. Badan Tante Veny masih kencang meski usianya sudah menjelang 40. Dia termasuk pasienku yang berhasil menurunkan berat sekitar 15 kg. Kami sudah sering berhubungan badan, jadi tidak ada rasa sungkan lagi. Dia bahkan kalau lagi horny sering nelpon aku hanya untuk dipuaskan. Malam itu dia rupanya jadi horny setelah setengah jam dipijat. " Pijatnya udahan ah sekarang service aja," katanya sambil menarik dan memelukku.
Aku segera tanggap. Aku memulai ritual mencumbu Tante Venny. Dengan sentuhan halus dan gerakan yang halus aku menciumi seluruh tubuhnya sampai seluruh bajunya terkupas. Ruang tamu sejak tadi sudah diredupkan, TV sudah mati. Babak pertama adalah oral. Tante Venny termasuk paling suka aku oral. Kata dia oralku halus . Sekitar 30 menit aku gunakan untuk mengoralnya di mencapai O dua kali. Tapi rupanya itu tidak cukup karena dia minta aku menyebadaninya juga. Kemauannya mana mungkin aku tolak, karena selain senjataku sudah siap dari tadi, dia juga termasuk yang membayari aku untuk perjalanan ini. Aku tau kelemahan Tante Venny adalah pada posisi dog style. Sementara aku pada posisi itu agak kurang suka karena vagina rasanya kurang menjepit. Aku langsung mengatur posisi perempuan nungging. Dengan gerakan ganas aku pompa lubang vagina Tante Venny. Entah kenapa dia bisa langsung on dan mendengus-dengus kayak lembu . Aku memang berusaha menghunjam ke arah dinding dimana terletak Gspot.. Baru 10 menit Dia langsung ambruk karena Orgasmenya, yang kata dia enaknya sampai ke awang-awang. Karena lagi nungging meski dia jatuh tengkurap aku masih meneruskan pemompaan . Kuatur agar kedua kakinya rapat sehingga memberi dampak penisku lebih terjepit. Rasanya jadi nikmat sehingga aku pun akhirnya meletus, tetapi ku semprotkan di luar. Masalahnya aku kasihan pada Tante Venny yang sudah lemas dan ngantuk berat harus bersusah-susah membersihkan V nya ke kamar mandi.
Sementara aku berasyik ria dengan Tante Venny Tante Dina sudah mendengkur. Aku kembali berpakaian dan mau start tidur, tetapi rasa ngantuk belum ada. Jadi melanjutkan nonton TV lagi. Badanku masih mengikuti jam Jakarta. Di Jakarta baru jam 9 pagi, jadi memang jam segitu mana bisa tidur.
Belum film yang aku tonton habis, Tante Dina sudah bangun. Dia tergopoh-gopoh menuju ke kamar mandi. Kebelet pipis rupanya. Sekembali dari kamar mandi dia menghampiri Venny. " Lho anak ini kok tidur disini sih, " kata bu Dina sambil membuka selimut. "Oh pantesan rupanya dia udah supper (makan besar) duluan ," Tante Dina lalu menutup kembali selimut.
Dia lalu menyeretku masuk ke kamar. Diambilnya parfum, badanku di semprot dari atas ke bawah, depan belakang. Aku menduga dia mau menghilangkan aroma Venny dari tubuhku. Apa boleh buat. Dikupasnya bajuku satu persatu, sampai bugil. Batang penisku belum berdiri, tapi sudah mulai terisi. Dalam posisi aku berdiri di samping tempat tidur dan dia duduk penisku diciuminya. Untung tadi sudah kubersihkan dengan sabun. Jadi pasti baunya wangi.
Penisku diciuminya dan mulai dikulum-kulum. Diperlakukan begitu, penisku pelan-pelan mengembang di dalam mulut Tante Dina. Tante yang satu ini suka sekali merangsang dirinya melalui merangsang lawan mainnya. Dia akan terangsang jika melihat lawan mainnya juga terangsang.
Mulanya dia mengulum pelan-pelan lalu sesekali menyedot. Selanjutnya dia menjilat-jilat buah zakarku dan kadang-kadang dicaploknya. Teganganku sudah bangun 100 persen. Melihat aku terangsang, Tante Dina makin giat mengulum bahkan terasa sekali dia sangat bernafsu. Aku mulai menurunkan dasternya dan meraba kedua dadanya yang montok. Tante Dina lalu membantuku sehingga dia pun kini telanjang bulat. Aku diminta telentang lalu Tante Dina menciumi seluruh tubuhku. Aku menggeliat-geliat kegelian dan menahan rangsangan. Tante Dina jadi makin bersemangat. Dia rupanya sudah tidak tahan lagi lalu aku dikangkanginya. Bless batangku habis tertelan vagina Tante Dina. Dia lah yang mengendalikan permainan sampai akhirnya dia mencapai orgasme. Tante Dina jatuh telungkup di badanku sambil liang kemaluannya masih berkedut.
Aku ingin membalikkan posisi, tetapi ditahannya. Dia rupanya masih ingin di posisi ini menikmati sisa orgasmenya. Aku diam saja sambil mengelus-elus punggungnya. Setelah sekitar 10 menit panggul Tante Dina mulai bergerak naik turun. Mulanya bergerak pelan. Namun kemudian bergerak lebih cepat sampai kadang-kadang batangku terlepas. Dia memasukkan lagi dan kembali memompa. Tidak puas di posisi telungkup, Tante Dina bangkit lalu sambil duduk bersimpuh dia melakukan gerakan maju mundur. Aku berusaha menahan rangsangan dan dalam posisi WOT itu memang bisa kulakukan . Tante Dina mulai bersuara agak keras sampai akhirnya dia ambruk kembali menimpa badanku. Peluhnya membasahi seluruh tubuh. Dia rupanya sudah mencapai titik lelah tertingginya, sehingga ketika kubalik dia pasrah.
Bergantilah sekarang aku mengendalikan keadaan. Aku mulai memompa dengan gerakan konstan. Tante Dina sudah pasrah dan diam seperti batang pisang. Namun titik sesnsitifnya di dalam vagina kena gerus terus menerus akhirnya dia mengimbangi gerakanku. Kami orgasme hampir bersamaan. Aku lebih dulu beberapa detik. Sementara penisku berkonstraksi di dalam vaginanya dia kesetrum ikut juga berkedut dan bahkan dia histeris lalu memelukku erat sekali.
Setelah reda aku bangkit dan kekamar mandi dalam keadaan bugil sambil menenteng baju ku. Di kamar mandi aku membersihkan diri lalu berpakaian kembali. Handuk kecil yang ada di toilet aku basahi dengan air panas lalu kuperas sedikit. Sekujur badan Tante Dina aku seka untuk menghilangkan bekas keringat, aku balik untuk kedua kalinya dengan handuk panas dan kali ini khusus untuk membersihkan vagina Tante Dina yang meleleh. Aku bersihkan celah-celah vaginanya dengan handuk panas sampai tuntas dan bekas lelehan cairan bu Dina dan spermaku ku tutup dengan bedak talk .
Kami main di atas bed cover jadi sprei di tempat tidur masih tetap bersih. Tante Dina kagum dengan ketelatenanku. " Jay sini " panggil bu Dina yang sudah membujur dan kututupi selimut. Diciumnya kedua pipiku, " Makasih ya Jay, kamu perhatian sekali," katanya yang tidak lama kemudian sudah mulai mendengkur. Tante Dina tidur dalam keadaan telanjang.
Tante Venny yang masih tertidur di ruang tamu ku bangunkan lalu kubimbing untuk tidur di tempat tidur di samping Tante Dina. Dia masih ngantuk berat, sehingga tidak hirau ketika kubimbing dia dalam keadaan bugil. Kumasukkan dia kedalam selimut dan kucium pipinya kiri kanan. Wajahnya mengembang senyum tidak lama dia juga lelap.
Aku masih ingin menonton TV, maka aku tiduran di ruang tamu. Aku tidak sadar sampai akhirnya tidur sambil memegang remote.
 
Aku terbangun dan pikiranku masih agak bingung. " Aku dimana ya sekarang," ada sekitar 10 detik aku baru sadar. Sekarang ada di Amsterdam. Aku memimpin 5 tante untuk tour ke Eropa. Aku menjadi tour leader, tetapi aku sendiri belum pernah ke Eropa. Sementara itu peserta tourku semuanya sudah pernah ke Eropa, terutama ke Belanda.
Jam menunjukkan 06 pagi. Hari ini acaranya akan berkeliling ke beberapa kota dan ada satu acara yang sudah kuatur untuk ibu-ibu adalah pertama mengunjungi Heineken. Lalu makan siang di restoran Indonesia.. Setelah itu mengunjungi pasar keju dan yang terakhir ada acara kejutan, yakni belajar masakan Belanda di desa dekat kincir angin.
Aku segera bebenah dan membersihkan badan. Rasanya badanku tidak terlalu berkeringat, tapi kalau tidak mandi rasanya rada risih juga. Tante Dina dan Tante Venny masih tidur nyenyak. Selesai aku mandi dan rapi dengan kaos oblong dan jean, aku kembali memeriksa jadwal dan peta Belanda.
Ada deringan telepon. Suara itu membangunkan kedua ibu. Aku segera mengangkat dan sudah menduga pasti dari kamar sebelah. Tante Henny menanyakan, jam berapa kita turun sarapan. Aku memastikan masih ada satu setengah jam lagi, Mereka juga tanya soal acara hari ini.
Tante Dina bangkit dari tempat tidur dan heran melihat diriku. " Pagi-pagi gini kok sudah rapi rajin amat ," katanya sambil mengucek-ngucek mata. Di lihatnya Tante Venny masih anteng tidur. " Ayo bangun udah siang liat tuh si Jay udah rapi," kata Tante Dina sambil menyingkap selimutnya. Semalam Tante Venny tidur telanjang, Tante Dina juga.
Tante Venny teriak kecil sambil tangannya menutup kedua payudaranya. Dia lalu berbalik dan berganti menarik selimut yang menutupi Tante Dina. Tante Dina yang sedang duduk di kasur tidak menyangka akan mendapat balasan secepat itu . " Gila lu," katanya menggerutu dan dia makin membuka selimut yang menutupi Tante Venny. Mereka akhirnya saling menelanjangi temannya.
"Ah nggak perlu malu, si Jay udah puas lihat kita telanjang, " kata Tante Venny yang lalu duduk telanjang sambil bersila. Tante Dina akhirnya juga duduk bersila sambil tetap bugil. Kedua ibu-ibu itu susunya montok-montok meski agak turun sedikit. Tapi cukup okelah untuk wanita di umur 40-an.
"Apa acara kita hari ini Jay," tanya Tante Dina.
Aku minta mereka sudah siap satu jam setengah lagi untuk bersama-sama turun ke bawah sarapan pagi. Tante Venny bergegas ke kamar mandi melenggang dengan tubuh bugilnya. Kelihatannya dia kebelet, nggak tahu kebelet pipis atau BAB.
Aku turun ke lobby untuk memastikan pesanan mobil yang akan kami carter hari ini sudah konfirm. Di lobby aku juga menelepon calon guide yang aku kontak sejak masih di Jakarta. Dia adalah gadis Belanda yang mendalami bahasa Indonesia. Usianya tidak terpaut jauh dengan aku. Semua sudah konfirm dan Vonny demikian nama guide gadis Belanda itu akan tiba di hotel kami pukul 9 pagi.
Aku tidak kembali ke kamar, tetapi ke kamar sebelah dimana 3 wanita STW menginap. Sebelum masuk kamar aku menelepon dulu dari lobby. Tante Shinta rupanya yang mengangkat. Dia ternyata sudah siap dan rapi, tapi Tante Henny dan Tante Vence sedang membenahi barangnya mereka belum mandi dan hanya pakai celdam saja. Tante Shinta mengangkat telepon ku di kamar mandi, jadi pembicaraannya tidak didengar teman sekamarnya. Aku minta dia membuka pintu kamarnya dan biarkan sedikit terbuka, aku akan masuk tiba-tiba. Tidak sampai 5 menit aku sudah di depan kamar mereka. Dengan gerakan mengendap aku masuk dan langsung menuju kamar tidur. Tante Vence dan Tante Henny berteriak kaget sambil menutup buah dadanya.
Gerakan reflek seorang wanita setengah telanjang. Setelah mereka tahu bahwa tamunya adalah aku mereka lalu menggerutu " sialan, gue kirain room boy, " kata Tante Vence.
"Iya nih pagi-pagi udah bikin jantung orang deg-degan," kata Tante Henny.
Tante Shinta yang berdiri di belakang ku tertawa geli sambil menutup mulut. " Ini idenya Jay lho jangan nyalahin gue," kata Tante Shinta.
Mereka lalu kembali biasa lagi membiarkan buah dadanya bergelantungan. Mereka sadar bahwa aku sudah sering melihat mereka telanjang dan bahkan sudah lebih dari itu.
Tante Henny mengemasi baju yang akan dipakainya lalu masuk kamar mandi. Aku menunggu mereka sambil memainkan remote control TV. Rupanya sofa di kamar mereka tidak digelar menjadi bed. Aku duduk santai menyaksikan chanel-chanel siaran pagi.
Tante Shinta sibuk dengan belanjaannya kemarin dan mengepaknya ke dalam koper. Tante Vence masih mondar-mandir hanya dengan celdam. Nonton TV lama-lama aku ngantuk.
Kaget mendadak sontak karena ada yang duduk dipangkuanku. Ketika kulihat ada tetek di depanku dan itu adalah Tante Vence. "Jay sambil nunggu Tante Henny pijetin dong tetekku, kamu kalo mijet bagian ini paling jago," katanya.
Permintaannya tidak bisa ku tolak. Acara nonton tv jadi terhalang oleh sepasang susu putih yang cukup menggelembung. " Aduh Jay enak, jay, jilat juga dikit dong Jay. "
Tante Vence pagi-pagi gini sudah ingin dirangsang. Tante Shinta yang tadi sibuk berbenah sudah duduk di sebelahku. Mulanya dia berkomentar mencela Tante Vence, pagi-pagi udah on. Tapi Tante Vence tidak perduli malah menggeliat-geliat di pangkuanku.
Mungkin dia terangsang juga sehingga tangannya kemudian meremas-remas penisku dari luar. Tidak puas dari luar tangannya dipaksakan menerobos celana ku dari atas. Penisku digenggamnya meski masih terhalang celana dalam. Dia lalu berusaha membuka celana ku sampai penisku bisa menikmati udara bebas. Penisku dikocok-kocok Tante Shinta. Aku jadi makin terangsang gara-gara kedua STW ini.
Aku lalu menawarkan kepada mereka berdua untuk sarapan O. Mereka tanya apa itu, Keduanya lalu ku gelandang ke ruang tidur dan Tante Shinta kuminta membuka kembali bajunya dan Tante Vence membuka celananya. Tante Vence aku oral dan ku colok jariku ke dalam vaginanya. Berhubung dia sudah mendapat foreplay lama maka cukup 2 menit sudah menggelepar nikmat. Tante Shinta kutarik celana dalamnya dan aku mulai mengoral. Baru aja mulai, masuk Tante Henny. " Eh kalian apa-apan pagi-pagi udah pada begituan," katanya sambil berjalan dengan hanya berbalut handuk.
Tante Shinta tidak perduli di malah mengerang-erang nikmat. Tante Henny sambil berdiri memperhatikan tingkah laku kami. Sedangkan Tante Vence tidur telentang seperti orang pingsan.. Tante Shinta agak lama , lebih lama dari Tante Vence baru dia menjerit karena orgasme.
"Ah sialah kalian gua jadi pengin juga, ayo sekarang giliran gua," kata Tante Henny.
Tante Henny lalu mengambil posisi telentang di tempat tidur dan aku segera menggarap perlahan-lahan. Aku tidak memulai dari oral di vagina, tetapi menciumi dadanya, putingnya lalu turun ke selangkangannya. Setelah terasa ada cairan membasahi celah vagina Tante Henny aku baru memulai ritual oral. Tante Henny sekarang mendesah-desah. Tapi karena aku melakukan oral yang maksimal terhadap titik didih Tante Henny maka sekitar 5 menit dia sudah berteriak keenakan..
Selesai sudah 3 hamburger Big Mek aku lahap pagi ini. Cairan 3 wanita itu berselemak di sekitar mulutku. Aku bangkit dan merapikan pakaian lalu membersihkan diri ke kamar mandi. Sebelum aku meninggalkan kamar aku minta kepada mereka agar sudah turun kebawah untuk sarapan pagi sebelum jam 9. Aku minta bawa barang yang perlu dibawa, agar selesai sarapan tidak perlu naik ke kamar lagi.
Ketika aku masuk ke kamarku Tante Dina dan Tante Venny sudah rapi. Baru 1 hari belanjaannya sudah banyak. Aku kembali mengingatkan komitmen sebelum berangkat agar tidak membeli oleh-oleh dan belanja barang. Nanti akan kerepotan dan berat. Apalagi perjalanan masih jauh dan panjang.
Mereka akhirnya berjanji tidak akan belanja lagi kecuali yang akan mereka pakai. Tempat perbelanjaan di depan masih banyak dan makin menarik, seperti Paris, Madrid, Berlin dan masih banyak lagi.
Kami lalu berbarengan keluar kamar. Sambil menuju lift kami mampir di kamar sebelah dan setelah di ting tong penghuninya keluar dengan tampang seger-seger. Di lobby aku sudah ditunggu si Vonny, wuihh cakep nih bule dan supir limosin. Vonny kuajak masuk coffe shop untuk sarapan. Dia nolak katanya sudah sarapan, tapi kemudian nurut juga ketika aku minta berkenalan dengan anggota rombongan.
"Buset dah si Jay katanya belum pernah ke Belanda, tapi pagi-pagi gini udah disamperin cewe Belanda, mana cakep lagi," goda Tante Henny.
Aku perkenalkan satu persatu anggota rombongan dan kepada anggota rombongan aku jelaskan bahwa Vonny adalah pemandu yang akan menjadi penerjemah sekaligus guide.
Selesai makan pagi sudah hampir jam 10 kami berangkat dengan mobil berkapasitas 8 orang. Wuiih mercy lagi, aku kagum . Sopirnya belanda totok, Vonny duduk di belakang bersama ibu-ibu dan aku duduk di depan mendampingi Sopir.
Dengan lagak bahasa Belanda aku tegur supir, "goedemorgen," di sambut juga dengan bahasa belanda selamat pagi. " Hu hate met yo," di jawab gud," Lalu dia tanya aku apa bisa bahasa belanda " Mbeitje" . Ya sedikit aja yang ku tahu.
Teguran ini hanya untuk mencairkan suasana agar tidak kaku dengan pak Sopir. Di belakang si bule Vonny sedang diinterview sama mak-mak, sampai dia bingung mau jawab, abis semua pada nanya.
Kami mengunjungi museum Heineken, pabrik bir yang punya museum. Aku di sana puas juga menenggak bir. Dari sana kami ke sex museum. Wah ibu ibu pada cekikikan melihat berbagai alat peraga. Kalau mereka pergi ama suami dan pasti ada anak-anak mana mungkin kunjungan ke tempat ginian..
Perut sudah mulai keroncongan, aku minta pak Sopir untuk menuju salah satu restoran Indonesia di Amsterdam. Untungnya waiternya banyak orang Indonesia, jadi komunkiasi gak ribet. '' Eh lha kok ada gado-gado, " kata Tante Shinta.
Setelah kenyang aku minta pak Sopir mengarahkan kendaraan agak keluar kota menuju pasar Keju . Disana berbagai macam keju di jajakan. Ibu-ibu sudah histeris ingin membeli bermacam-macam keju, tapi kuingatkan bahwa perjalanan masih panjang. Mereka akhirnya membeli ala kadarnya untuk sekedar icip-icip.
Ada satu desa apa namanya ya aku lupa, Aku sudah janjian di sana ada acara belajar memasak masakan Belanda. Pemandangan luar kota yang menawan dengan kincir angin. Sebuah rumah yang kami tuju kebetulan dekat pula dengan kincir.
Kami disambut dan rombongan di bawa ke bagian belakang bangunan. Di sana rupanya sudah disiapkan berbagai bahan makanan dan bahan kue. Pemiliknya ibu-ibu gendut Belanda totok, tapi masih bisa bahasa Inggris. Di sinilah Vonny berperan, Ia menterjemahkan penjelasan mengenai resep dan cara memasak . Sementara mereka sibuk dan asyik aku pinjam sepeda dan berkeliling desa dengan sepeda.
Dua jam lebih mereka asyik dengan berbagai resep makanan dan kue. Sementara si Vonny bukan hanya sibuk menterjemahkan, tetapi juga repot menulis resep yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Wajah puas terlihat dari air muka anggota rombonganku. Mereka memuji acara yang aku susun hari ini. Aku katanya berbakat jadi tour leader. Beberapa dari mereka meski sering ke belanda, tetapi fokus perhatiannya hanya belanja dan tempat tempat yang umumnya dikunjungi turis. Sedang acara yang aku susun sebisa mungkin mereka bisa merasakan kehidupan Belanda. Nanti kalau kembali lagi dari tour sebelum bertolak kembali ketanah air bakal ada acara yang heboh dan gak mungkin mereka mendapatkannya tanpa bersamaku. Aku akan menulisnya pada episode berikutnya.
Setelah kembali ke hotel, anggota rombonganku menyarankan agar Vonny di ajak saja keliling Eropa, dia orangnya baik dan smart. Aku lalu mengatakan bahwa masih ada vonny vonny lain yang menunggu di masing-masing negara, tenang aja.
Setelah mandi dan badan segar lagi, ibu-ibu menanyakan apa acara malam ini. Aku jelaskan bahwa malam ini kita perlu cepat tidur, sebab besok pagi sekali harus sudah berada di stasiun kereta untuk menuju Brusel. Kami makan malam di restoran di hotel yang ternyata menghidangkan menu prasmanan dari berbagai selera, dari mulai oriental sampai Eropa.
Jam 9 kami sudah kembali ke kamar masing-masing. Mataku masih segar belum mengantuk, Tante Henny dan Tante Venny juga begitu. Dia hanya berganti baju tidur, sedang aku memakai celana pendek dan kaus oblong. Bel kamar berbunyi dan aku buru-buru membukakan pintu. Ternyata 3 tante-tante tadi langsung menyerbu masuk kamar. Suasana jadi seperti pasar, semua berceloteh. " Eh di Amsterdam ini tontonan life shownya katanya bagus lho, apa kita nggak nonton, " tanya Tante Shinta.
Aku menjelaskan daerah lampu merah tempat pertunjukan itu agak rawan. Aku khawatir kalau kita kesana malah diperas. Mereka akhirnya paham, mengapa aku tidak mengacarakan melihat live show.
" Udahlah dari pada nonton live show di luar, di sini aja kita buat live show," kata Tante Vence. Ibu ibu tidak mengerti aku juga nggak paham.
"Gini kita buat acara live show, si Jay pemainnya dengan salah satu dari kita," kata Tante Vence.
Tak kusangka semua emak-emak itu malah antusias dan setuju dengan gagasan Tante Vence. Aku lalu berpikir bagaimana cara memilihnya. Tiba –tiba masuk ide buat arisan. Maksudnya aku membuat gulungan kertas dan di dalam kertas itu aku tulis no urut 1 sampai 5. Siapa yang dapat no 1 dialah yang akan menjadi pasanganku pertama. Ok semua setuju dan mulai lah dikocok.
Pemegang No 1 ternyata Tante Henny. Dia tersipu-sipu malu. Yang lainnya bertepuk tangan. Aku lalu mengatur pentas yaitu sofa bed dan di sekiliingnya ku gelar bed cover sehingga ibu bisa nonton sambil lesehan di bawah.
Lagu dari saluran hotel dikeraskan volumenya.Aku memilih lagu klasik. Sebelum aku memulai pertunjukan aku meminta suasana yang seimbang. Semua penonton kuminta juga telanjang. Semua setuju lalu buka baju. Jadilah kami berenam bugil. Aku berbisik kepada Tante Henny, agar dia pura-pura mendesah dan agak mengeraskan suaranya. Ini maksudnya untuk membuat para penonton iri dan mudah-mudahan mereka akan tersiksa karena terangsang. Tante Henny setuju dan mengangguk.
Aku masuk ke kamar mandi dan menyabuni kemaluanku sampai wangi, Tante Henny juga melakukan hal yang sama. Kami keluar dari kamar mandi bergandengan dengan telanjang.
Kami duduk di tepi sofa bed lalu aku mulai mencium bibir Tante Henny dari posisi duduk akhirnya Tante Henny menarik tubuhku sampai aku menindih badannya. Aku entah berbakat, atau entah karena dorongan ingin mengiming-imingi penonton bisa berlagak main dengan hot.
Tante Henny yang aku ciumi kedua putingnya mulai menggeliat-geliat sambil mendesis dan mengerang. Saranku diikutinya. Dengan gerakan lambat mengikuti irama lagu klasik aku mulai menciumi kemaluannya. Tante Henny makin mengerang keras. Dia ternyata berbakat pula. Aku memutar posisi sehingga kami jadi 69. Tante Henny melumat batangku sambil bersuara seperti menyedot kuah di sendok, atau seperti orang kepedasan.
Para penonton aku lirik mulai terpaku dan semuanya diam. Sambil aku mengoral Tante Henny jariku masuk ke dalam vaginanya . Kami main hampir 30 menit lalu Tante Henny berteriak dengan irama yang sangat merangsang. Dia benar-benar mencapai orgasme. Aku mengubah posisi Tante Henny agar kami bisa bermain dog style, lalu beganti posisi WOT, berubah lagi Tante Henny duduk di pangkuan ku . Kami bermain sampai sekitar 10 posisi kamasutra. Kulirik ibu-ibu penonton mulai gelisah. Kembali ke posisi MOT aku menggnjot keras sambil bersuara dan Tante Henny juga melenguh aku hampir mencapai tapi udah keburu di dahului Tante Henny dia mengerang panjang sekali dan aku terpaksa berhenti sejenak. Setelah O nya reda aku kembali menggenjot dengan kasar dan ketika akan ejakulasi kutarik batangku dan ku lepas di atas perut Tante Henny.
Semua penonton tepuk tangan. Padahal sebelumnya aku melirik mereka menekan-nekan susunya dan tangannya menangkup dikemaluan. Horny juga para penonton rupanya.
"Wah sialan shownya merangsang bener,"
"Iya nih gua sampai becek,"
Aku bangkit ke kamar mandi dan membersihkan batangku dengan sabun dan menyirami tubuhku dengan cologne.
Aku kembali dengan batang yang gontai lemas tergantung. Aku lalu menanyanyakan apa show mau dilanjutkan.
"Emang situ masih kuat, "tanya Tante Shinta.
"Kita lihat aja nanti, saya siap menghadapi 5 musuh sekalian, "kataku sumbar.
"Lanjut," kata Tante Dina.
Aku lalu menanyakan siapa yang tadi dapat gulungan no 2.
Ternyata Tante Vence.
Dia kupersilahkan naik ke panggung dan kuminta mengoralku agar penisku bangkit. Dia menurut, karena dia rupanya sudah terangsang berat. Ini terasa dari gerakannya mengoralku dengan semangat. Batangku yang sedang loyo, di sedotnya kuat-kuat seperti menyedot darah dari bagian tubuh lain agar berkumpul ke penis.
Aku mulai berakting mengerang-erang. " Ayo Ven sikat terus, " kata Tante Shinta.
Barangku pelan-pelan mulai bangun sampai akhirnya keras cukup sempurna. Aku merasa tidak perlu mengoral Tante Vence. Aku langsung memeluk dia dan mengatur agar dia berada di atas duduk besimpuh. Gerakannya nggak karuan karena dia juga mengerang sambil meremas sendiri susunya. Permainan dengan Tante Vence cukup 10 menit dia sudah game dan ambruk.
Aku merasa ejakulasiku masih lama. Aku lupa menjelaskan sebelum ini bahwa selain aku makin mahir melakukan terapi frefleksi dan hipnoterapi, aku juga mendalami latihan pernafasan. Olah nafas ini sangat membantu pengendalian diri, termasuk pengendalian ejakulasi.
Berikutnya No 3 adalah Tante Dina. Dia mengambil posisi rebah dan aku mulai merangkak diatas tubuhnya. Aku memulainya dengan menciumi kedua putingnya. Tante Dina yang susunya besar, mendesis-desis. Batang penisku yang dari tadi menunggu giliran segera kubenamkan ke tubuh Tante Dina. Dia berteriak ketika batangku menguak rongga vaginanya. Dia berteriak bukan menunjukan rasa sakit, tetapi di berteriak karena enak.
Aku mulai menggenjot dengan gerakan lamban sambil mencari posisi yang paling dirasa enak oleh Tante Dina. Ketika aku baca responnya dia mendesis-desis maka aku berusaha bertahan pada posisi itu. Gerakan makin ku percepat dan sekitar 7 menit Tante Dina sudah menjerit orgasme.
Pemegang No 4 adalah Tante Venny. Dia langsung tidur telentang dan kedua kakinya ditekuk. Aku diminta mengoralnya dulu. Apa kata para tuan putri aku harus menurutinya. Aku segera mengoral. Clitorisnya sudah mengeras. Aku lalu memusatkan ke benjolan itu. Dia mengerang dan menggelinjang ketika lidah ku menyapu clitnya. Aku juga memasukkan jariku ke dalam sambil mengelus-elus liang vaginanya. Belum ada 5 menit dan belum juga orgasme dia sudah menarik badanku ke atas agar aku menindihnya dan dia buru-buru memasukkan batangku ke dalam vaginanya.
Begitu terbenam aku segera mengenjotnya. Dia mengerang berulang ulang dan tiba-tiba menarik pantatku kuat sekali lalu dia melenguh panjang. Beliau nyampe dan tepuk tangan kembali terdengar.
"Jay cuci dulu Jay," kata Tante Shinta yang memegang undian no 5. Aku tidak membantah dan berjalan ke kamar mandi membersihkan sekitar kemaluanku dengan sabun sampai dua kali dan badanku kembali kusiram cologne. Aroma segar memancar dari tubuhku sehingga semangatku bangkit kembali.
Tante Shinta memintaku tidur telentang dia akan melakukan woman domination. Dijilatinya kedua putingku lalu perutku lalu paha dan turun ke lutut. Lutut adalah kelemahanku. Aku merasa sangat kegelian jika lutut dijilati begini, aku menggelinjang kegelian. Dia makin bersemangat aku makin kegelian. Untunglah dia segera naik dan mengulum penisku. Aku mulai berakting dengan suara erangan. Tante Shinta makin semangat. Rupanya dia jadi tambah on sehingga dia segera mendudukiku dan batangku ditelan oleh vaginanya..
Tante Shinta bergerak liar maju mundur dan naik turun sambil mengerang-erang sendiri. Hampir 10 menit dia memacuku sampai akhirnya dia jatuh lemas telungkup menindihku. Vaginanya terasa berkedut berkali-kali.
Jika aku turuti nafsuku, aku ingin juga berejakulasi. Namun jika aku sampai ejakulasi, maka badanku akan lemas dan energi untuk menggembala ibu-ibu ini jadi lemah. Aku terpaksa menahan diri tidak berejakulasi. Ilmu mengendalikan diri seperti ini memang paling berat diantara mengendalikan nafsu-nafsu lainnya. Namun karena tekadku keras akhirnya aku berhenti tanpa ejakulasi.
Semua ibu-ibu lawan mainku mengagumiku. Mereka mengelus-elus rambutku dan menyatakan salut atas keperkasaanku. Aku sebetulnya bukan perkasa. Aku berusaha tidak menikmati permainan ini dan larut dengan nafsu dan juga mengendalikan pernafasanku untuk menahan gejolak birahi yang terus mendongkrak-dongkrak.
Seluruh live show berakhir dalam waktu sekitar 2 jam. " Wah ini pertunjukannya lebih hebat, kita pun bisa terlibat, gratis lagi," kata Tante Shinta yang sudah kembali berpakaian.
Mereka sudah kembali berpakaian sementara aku masih bugil dengan senjata terus menodong kemana-mana. Untuk menentramkannya aku masuk ke kamar mandi dan mandi dengan air dingin. Airnya dingin sekali, sampai batangku jadi ciut pula.
Aku merasa segar dan ketika aku keluar dari kamar mandi kamar sudah temaram dan ibu-ibu dari kamar sebelah sudah kembali. Tante Dina memanggilku. Aku dimintanya tidur diantara dia dan Venny. Aku tak kuasa menolak.
Tapi sebelumnya aku harus telpon ke front office agar morning call jam 5 pagi. Ke kamar sebelah juga kuminta morning call jam 5 pagi. Sebab besok kami dijadwalkan berangkat dengan kereta api Thalys ke Brussel jam 7 pagi kurang 4 menit.
Aku jatuh tertidur lelap dipeluk dari kanan kiri oleh dua wanita yang mengagumiku.
 
Wahh kok saya jadi ikut terlarut..... Hahaha
Keren, banyak ilmu pengetahuan umum dan khusus yg terlibat disana.
Dan kesukaan TS akan beer (dan kebetulan saya juga penggemar beer) terlihat sekali :beer::beer:
Mari bersulang air kedamaian juragan :beer::beer:
 
Pijat terapi untuk cowok ada gk gan. Kalo ada ak mau dipijet+service jga donk
 
seru sekali petualangannya

pengen banget bisa belajar pijat erotis, biar pasangan ser ser terus hahah
 
Joosss ceritanya... yg d kosan jd gak keurus lagi dunk...
 
lanjutannya.......

Aku terbangun gara-gara morning call. Jam 5 pagi. Hembusan AC terasa dingin, tetapi aku harus bangun karena beban tanggung jawab jadi tour leader, menggembala 5 ibu-ibu keliling Eropa. Tante Dina yang tidur di sebelah kiriku langsung duduk dan Tante Venny di kiriku masih ingin menikmati bonus sedikit menambah tidurnya.
Aku langsung bersiap dan menyalakan lampu sehingga kamar jadi terang benderang. Kamar mandi adalah tujuan pertama. Aku berusaha buang hajat besar, meski belum ada desakan.. Mau mandi rasanya masih dingin dan badan juga terasa masih bersih, akibat tadi malam mandi bersih setelah marathon dengan 5 ibu.
Aku minta bu Dina segera berkemas dan Tante Venny juga ku bangunkan agar tidak menambah bonus tidurnya. Kamar sebelah yang dihuni Tante Shinta, Tante Henny dan Tante Vence ku telepon dan aku perlu mencek kesiapan mereka.
Tante Shinta memang paling rajin dia sudah siap. Aku minta jam 6 mereka sudah turun untuk bersiap berangkat ke stasiun. Setelah memeriksa kesiapan pasukan aku turun ke bawah dan memesan 2 taksi.
Kami tiba di stasiun Amsterdam Central sekitar pukul 6.30. Udara masih dingin. Ini adalah yang pertama kali aku ke stasiun kereta api di Amsterdam. Tante Vence yang rada lancar berbahasa Belanda aku minta bertanya di sebelah mana kereta yang menuju Brussel.
Setelah melalui perjuangan, kami akhirnya menempati kursi di dalam kereta cepat Thalys. Hatiku lega. Karena sejauh ini lancar dan aku ingin beristirahat sejenak. Menurut jadwal perjalanan dari Amsterdam ke Brussel 2 jam 49 menit. Ah 3 jam juga nggak apa-apa, beda-beda tipis. Tapi ketika jam di stasiun menunjukkan 6.56 kereta mulai bergerak. Kagum juga aku sampai ke menit bisa ditepati oleh kereta cepat ini. Kereta makin lama makin cepat sampai aku susah melihat keadaan di sekitar rel. Aku hanya bisa melihat pemandangan yang jauh. Katanya kereta ini bergerak dengan kecepatan 250 km per jam.
Dari pada bengong dan pusing lihat pohon yang berkelebat-kelebat, aku pilih tidur. Belum sejam enak tidur kami dibangunkan dengan hidangan sarapan pagi. Lumayan juga sarapannya cukup mewah.
Kami tiba di Stasiun Brussel Midi, mungkin ini stasiun pusatnya Brussel jam 9.45. Ibu ibu sambil jalan menuju pintu keluar udah mulai ribut. "Kita kemana ini," Aku jawab ke hotel. Di pintu keluar stasiun ada papan nama terpampang nama ku. Aku memang minta dijemput oleh hotel. Meski aku sudah melihat penjemputnya, ibu-ibu seperti biasa sudah ribut saling berebut menunjuk penjemputnya seperti dia sendiri aja yang melihat.
Ibukota Eropa Barat ini agak kurang aman karena , taksinya suka nakal dan minta bayaran lebih mahal dari seharusnya. Kalau aku naik taksi pasti harus pakai dua taksi. Nah di taksi kedua inilah aku khawatir karena isinya ibu-ibu semua. Biar agak mahal akhirnya aku memang memutuskan menyewa limosin dengan kapasitas 8 orang.
Aku duduk di depan dan mulai melakukan kontak dengan supir. Dia kelihatannya lancar berbahasa Prancis dari pada Inggris. Ngobrol sana –ngobrol sini , ternyata dia berasal dari Iran. Langsung aku lemparkan salam, Assalamualaikum. Dia kaget langsung menjawab alaikumsalam. Cairlah suasana. Si sopir Iran ini seterusnya akan membawa kami tour di Brussel ini. Tiba di Hotel Sh yang berada di pusat bisnis di Brussel. Hotel ini aku pilih juga karena di seberangnya ada pusat perbelanjaan Rue Neuve, Meskipun tidak untuk belanja mereka pasti senang dengan cuci mata di situ.
Seperti biasa kami menempati 2 kamar suite. Kamar di hotel ini besar sekali dan bednya dua buah tapi rasanya untuk orang Indonesia setiap bednya bisa ditiduri 2 orang. Emang mahal sih kalau nggak salah per malamnya 400 euro. Tapi bagi ibu-ibu ini nggak ada masalah, duit mereka nggak berseri .
Kami terlalu pagi untuk chek in, karena mereka menerapkan chek in adalah jam 12 keatas. Kami menyelesaikan dulu masalah chek ini meski belum dapat kamar dan barang-barang kami titipkan di front office. Tentu sudah di pesan bahwa koper-koper mana saja yang sekamar.
Seorang gadis manis tingginya mungkin 175, rambutnya pirang tergopoh-gopoh lalu bicara sebentar dengan petugas FO. Si petugas menunjuk aku. Dia lalu mendatangiku dan memastikan bahwa aku Jay. " Maaf saya terlambat ada masalah sedikit tadi," katanya dalam bahasa Indonesia yang agak terbata-bata. Dia adalah Rachel, pemandu kami, mahasiswi S2 yang sedang mendalami budaya Indonesia.
Aku segera mengenalkan Rachel dengan anggota rombongan ku. " Wah ayune," kata Tante Shinta. Rachel lalu berusaha menyimak apa yang dimaksud bu Shinta, tapi dia bingung. Pasti aja bingung, orang Tante Shinta berkomentar dalam bahasa Jawa. Aku terjemahkan lalu dia menjawab " terima kasih."
Aku membrief sebentar Rachel mengenai acara kami selama di Brussel, dia rupanya sudah paham dan mengenal tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Aku meminta ibu-ibu yang perlu mengosongkan kandung kemih agar mengencingi hotel ini dulu. Untuk acara ngencingi hotel di wcnya saja aku harus menunggu sekitar 30 menit.
Selanjutnya dengan mini bus mercy yang membawa kami dari hotel tadi langsung bertolak ke Museum Coklat. Jaraknya tidak terlalu jauh dan kami sudah tiba di sana. Sekitar 1 jam kami di sana . Sebetulnya tidak terlalu banyak yang dilihat, tetapi acara icip-icip coklat itu jadi waktunya molor sampai sejam.
Aku kembali menggiring para stw untuk kembali ke mobil., tujuan berikutnya adalah mengunjungi semacam home industri yang membuat coklat . Letaknya agak di luar kota sedikit dan agaknya seperti pedesaan. Kedatangan kami memang sudah di tunggu pemiliknya. Kami disalaminya satu persatu dan tak lupa dia memberi welcome chocolate. Sebelum masuk ke dapur pembuatannya dia menjelaskan sebentar mengenai jenis-jenis coklat yang diproduksinya. Dia pun lalu menjanjikan akan mengajari ibu-ibu cara membuat coklat.
Namanya home industri, tetapi ruang produksinya besar dan peralatannya modern . Setiap jenis coklat yang dibuat di situ kami dipersilahkan mencicipi. Dasar emak-emak, setiap coklat yang disodorkan langsung di sambar. Ada pula yang diam-diam disimpan dalam tasnya. Si Rachel trampil benar dia menerjemahkan keterangan toke coklat itu.
Akhirnya kami di bawa ke satu ruangan dan di situ sudah disiapkan perlengkapan untuk membuat bahan coklat. Ibu-ibu jadi antusias memperhatikan cara membuat coklat, sedang aku menikmati pemandangan betapa indahnya tubuh si Rachel.
Aku hanya kesal dan menerima betapa bodohnya bangsaku. Coklat yang diproduksi disini berasal dari Indonesia. Tapi kenapa ya makanan atau kue asli Indonesia dari ujung Sabang sampai ke Merauke tidak ada yang menggunakan coklat. Maksudku masakan original Indonesia. Eh malah bule-bule di sini yang pinter mengolah coklat..
Hampir dua jam juga kami habiskan untuk menyimak coklat Belgia. Negara ini nampaknya sangat terkenal produksi coklatnya. Aku mengenal coklat Belgia hanya merk Leonidas.
Setelah bertolak dari pabrik coklat aku menunjukkan alamat kepada si sopir Iran satu restoran yang khas dengan masakan tradisional Belgia. Dia paham dan mengangguk-angguk. Kami tiba di satu restoran yang cukup besar. Wah kayak restoran di hotel mewah.
Di restoran ini si Rachel jadi repot, dia menjelaskan satu persatu menu yang tertulis di daftar menu. Kami akhirnya memesan makanan yang seragam. Abis bingung juga Rasanya rada aneh dan kurang pas di lidah kami, masalahnya lidah yang di instal selalu harus ada rasa pedasnya sekarang cuma berasa asin dan lada saja.
Acara berikutnya adalah yang dinanti-nanti para emak yaitu jalan ke mall. Aku kurang bersemangat tapi apa boleh buat. Kami selesai berputar-putar di situ sekitar jam 5 sore langsung balik ke Hotel. Ternyata hotelnya ada di seberang jalan.
Sampai di Front office key card kami sudah disiapkan dan office boy mengantar ke kamar kami. Sebetulnya tanpa diantar kami juga bisa mencari sendiri. Mungkin office boy dalam rangka usaha, maksudnya usaha supaya dapat ganjaran tips. Setelah kami periksa barang bawaan kami lengkap dan tidak ada yang tertukar di kamar sebelah beliau pun menerima tips.
Rachel ikut ke kamar kami dan dia ternyata supel dan suka ngobrol. Mungkin dia sambil memahami tabiat orang Indonesia. Tante Dina segera membereskan fee untuk Rachel. Namun Tante Dina menawarkan Rachel, jika dia tidak keberatan untuk mendampingi ibu-ibu jalan ke tempat shoping sampai jam 8 nanti. Aduh aku mabok kalau harus mengawal para ibu-ibu ini berkeliling tempat perbelanjaan. Para ibu-ibu tidak keberatan ketika aku absen tidak mendampingi mereka kali ini. Entah kemana mereka beramai-ramai turun lagi bersama Rachel. Aku memilih tidur setelah sebelumnya menenggak bir dari mini bar.
Aku terbangun ketika kamar mulai ramai, mereka baru kembali. Aneh juga mereka tidak bawa barang belanjaan. Baguslah permintaanku akhirnya dipenuhi. Tapi Rachel kok masih cekikan ama ibu-ibu. Tante Dina meminta aku berpakaian rapi pakai dasi segala dan jas. Acara malam ini dinner di hotel.
Emang repot banget nih bule, mau makan aja pakai syarat jas segala. Aku tidak punya jas, tapi ada jacket yang kalau dipasangi dasi masih pantas. Setengah jam kemudian kami siap turun. Wah ibu-ibu jadi kelihatan kembali wibawanya. Kalau melihat begini, pastilah aku nggak berani menggoda apalagi tiarap diatas mereka. Tapi nyatanya kan udah berkali-kali.
Semua tamu di restoran hotel ini memang mengenakan dasi, bahkan umumnya dasi kupu-kupu dengan stelan jas black tie. Kami mengelilingi meja oval, rupanya Rachel sudah memesannya tadi atas permintaan ibu-ibu. Di depanku perangkat makannya banyak sekali garpunya ada 2 pisau ada 3 mungkin tapi sendoknya cuma satu dan itu pun kecil. Piring ada di depan, diatas, di kiri. Ini makan yang bikin aku nggak PD. Belum pasti enak, tapi yang pasti adalah repot dan mahal.
Aku duduk bersanding dengan Rachel. Kata Tante Dina biar ngajari aku cara makan mulai pakai pisau yang mana dan minumnya yang sebelah mana, jangan sampai salah minuman orang diminum, malu-maluin nanti, katanya.
Makannya emang repot, entah apa aja pokoknya yang terhidang di depanku sebisa–bisanya aku santap ludes. Bagi ku yang menarik adalah Red wine yang selalu penuh di depan ku.
Setelah perut kenyang dan seri hidangan selesai, kami tidak segera bangkit. Rehat sebentar menikmati alunan musik klasik yang ditampilkan secara live. Suaranya tidak terlalu keras, sehingga kami masih bisa mengobrol santai.
"Jay malam ini kamu menemani Rachel, dia mau ikut nginap di kamar kita, " kata Tante Venny.
Rachel senyum-senyum. Aku berpikir, apalagi yang direkayasa sama mami-mami ini Rachel lalu memeluk pundakku dan dia menepuk-nepuk..
Besok pagi tidak perlu bangun terlalu pagi seperti tadi. Kami besok akan ke Paris dengan kereta api. Aku sejak di Jakarta sudah memesan tiket untuk berangkat agak siang.
Dalam perjalanan kembali ke hotel, Tante Dina mendekatiku . Dia membisik, "Cewek bule itu ikut nginep di kamar kita, kamu tidur sama dia, gimana kamu mau kan," kataku.
"Kalau nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan gimana," tanyaku sambil senyum.
Tante Dina tidak menjawab hanya mencubit.
Sesampai di kamar, aku menenggak bir lagi. Negara ini terkenal produk birnya. Jadi setiap kali aku menghirup minuman berbuih ini selalu berbeda-beda merk. Rasanya ada yang manis, tapi ada juga yang rada asem. Aku tak pasti rasa asem itu karena aslinya memang begitu, apa sudah mulai rusak. Ah biarkan saja, yang penting hajar, mumpung gratis lagi.
Si Rachel, minta izin mau mandi. Tante Dina lalu menawarkan kaus oblong putih bercorak Bali. Kelihatannya masih baru dengan celana pendek bermotif Bali juga. Bule rupanya rajin mandi juga ya. Padahal aku seharian ini belum mandi.
Selesai mandi aku terkesiap melihat Rachel pakai kaus Bali. Bukan karena kausnya bagus, tetapi pentilnya itu lho menerawang. Mana teteknya gede pula, sampai kaus Bali itu jadi sempit di bagian dada.
Rachel cuek aja, meski aku menatap dadanya. Dasar bule, kemaluannya cuma dibawah. Malah mungkin di Eropa kemaluan sudah berubah jadi "kebanggaan" mungkin.
Kami ngobrol di ruang tamu sambil menikmati campagne. Rasanya manis seperti brem Bali. Ngobrol kesana kemari, sampai ibu-ibu di kamar sebelah kemudian ikut bergabung. Cewek kalau sudah ngrumpi ramainya melebihi pasar malam.
Semua menenggak campagne, tapi Rachel dia sudah hampir 2 gelas diteguknya. Mukanya mulai agak merah dan ngomong jadi makin lancar. Ibu Dina lalu angkat bicara. Dia mengatakan bahwa Rachel akan menghibur dengan tari-tarian. Aku diminta mengambil bed cover dan di gelar, Kursi-kursi dipinggirkan dan kami duduk melingkar. Lampu di atur remang-remang dan kembali musik dihidupkan dengan suara agak keras.
"Ayo Rachel mulai," kata Tante Dina.
Aku tidak tahu ada rencana beginian, pantes aja si Rachel diminta menginap, rupanya dia punya ketrampilan lain. Rachel tanpa canggung berdiri di tengah lalu meliuk-liukkan badannya. Gerakkannya makin sensual dan dia mulai mengangkat kausnya lalu perlahan-lahan mencopotnya. Ibu-ibu semua bertepuk, aku juga terpaksa ikut, tapi berpikir ini ujungnya apa.
Dengan keadaan nobra, Rachel kelihatan sexy . Susunya yang besar dengan puting merah jambu. Giliran berikutnya di mulai menurunkan celana luar lalu celana dalamnya juga dibuka. Rachel sudah menari telanjang bulat. Tepuk tangan makin panjang. Jembutnya dicukur rapi sehingga membentuk garis ke atas. Namun aku perhatikan, bibir kemaluannya menjuntai keluar, seperti bergelambir.
Aku berpikir apa memang cewek bule, tipe bibir kemaluannya panjang begitu. Orang Indonesia rasanya belum pernah kutemui yang kayak gitu. Apa mungkin sudah kendor, padahal Rachel kan masih muda, imut dan cantik pula, tapi bibir bawahnya kenapa memble.
Tiba-tiba aku ditariknya berdiri.Aku bingung, tapi ibu-ibu mendorong sambil berteriak ayoo.... Terpaksalah aku berdiri. Aku belum pernah belajar tari, jadi diam aja berdiri mematung.
Rachel merabai wajahku, lalu dadaku lalu kemaluanku dan turun ke kaki. Penisku pelan-pelan jadi bangun Rachel bangkit lagi sambil menarik kaus oblongku ke atas sampai lepas. Dia menciumi dadaku lalu berputar menciumi pungungku.
Dari belakang ditariknya celanaku pelan-pelan ke bawah. Celana luar berhasil dilepas. Rachel kembali meliuk-liuk di depanku sambil berlutut. Dia mengerayangi kemaluanku yang sudah menonjol di balik celana dalam. Bukan itu saja dia menciumi pula bagian situ, sampai aku merasa geli.
Dengan gerakan pelan ditariknya celana dalamku ke bawah sampai batangku lepas tegak mengacung. Ibu-ibu kembali tepuk tangan. Setelah aku akhirnya berdiri mematung telanjang Rachel tetap meliuk-liuk di depanku dengan posisi berlutut. Dia menciumi sekitar kemaluanku lalu menjilati. Aku udah kepalang tanggung ikut pula berakting. Sambil mendongakkan kepala aku mendesah-desah. Desahan itu membuat Rachel makin bersemangat demikian juga ibu-ibu penonton yang duduk bersila seperti nonton tari kecak.
Batangku dijilatinya lalu kedua zakarku . Kedua tangannya memegang lututku dan batangku mulai dikulumnya. Ibu-ibu kembali tepuk tangan. Kuluman Rachel ini luar biasa. Rasanya seperti aku bersenggama saja. Dia pandai memainkan tempo dan hisapan .
Dalam keadaan terangsang penuh, aku berkosentrasi ingin segera mencapai ejakulasi. Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Rachel jika spermaku nanti muncrat. Dia tidak lagi menari sambil berdiri, tetapi meliuk-liuk sambil berlutut dan terus menghisap batangku. Ibu-ibu yang ada dibelakangku pindah agar bisa melihat bagian depanku sedang diombang-ambingkan Rachel. Mereka kelihatannya antusias sekali memperhatikan permaian Rachel di penisku.
Karena aku berkonsentrasi ingin segera berejakulasi, maka segera datang rasa desakan untuk menyemprotkan cairan kental putih. Aku sudah memberi tanda akan berejakulasi eh si Rachel masih tetap mengulumku. "Mampuslah biarin aja," kata hatiku.
Mungkin sepersekian detik menjelang semprotan Rachel melepas kulumannya, tetapi malah mangap, membuka mulutnya lebar-lebar di depan penisku. Tidak bisa lain. Semprotan itu langsung masuk ke rongga mulut Rachel yang jaraknya sekitar 5 senti dari ujung penisku. Menjelang semprotan melemah lidah Rachel menjembatani lubang tempat cairan itu keluar ke mulutnya. Dia menjilati sisa-sisa mani yang keluar dan semua ditelannya, lalu dijilatnya kepala penisku dan dikulum serta dihisapnya keras sekali. Aku berteriak menahan rasa. Ini bukan karena nikmatnya, tetapi aku menahan geli dan ngilu yang rasanya sampai ke ubun-ubun. Ibu-ibu kembali bertepuk tangan.
Aku lemas dan terduduk. Rachel masih meliuk-liuk. Dadanya disodorkannya ke mulutku. Aku ngerti bahwa dia minta dijilat putingnya, Mengapa tidak dari tadi aku sudah penasaran ingin menetek ke Rachel. Aku hisap dan jilat putingnya sampai mengeras dan menonjol. Tanganku juga ikut meremas. Payudaranya kenyal sekali dan tanganku tidak mampu mencakup seluruh susunya..
Rachel kemudian berdiri. Kali ini dia mendekatkan kemaluannya ke mulutku. Aku paham dia minta dioral. Dalam posisi dia berdiri dan aku duduk aku mulai menciumi seputar kemaluannya. Gelambir kemaluannya aku tarik-tarik dengan gigitan bibirku. Dia merendahkan posisi dan aku mengikutinya. Dia berlutut lalu rebah ke belakang dan akhirnya dia telentang dengan kaki ditekuk ke belakang. Selangkangannya dibuka lebar-lebar sehingga terpampanglah kemaluannya di depanku. Aku mendekat dan dua bilah bibir kemaluannya aku jewer. Ternyata bibirnya memang panjang, sehingga menggelambir dan menonjol keluar dari lipatan kemaluan.
Kuteliti seluruh bagian kemaluannya dan yang paling menarik ternyata clitorisnya sangat menonjol hampir sebesar ujung jari kelingkingku. Aku langsung mencucup bagian itu dan lidahku juga langsung menyapu ujung clitnya. Dia mendesis-desis dan melenguh. Aku memainkan lidahku dengan gerakan cepat, sampai dia pun menggelinjang.
Mungkin 5 menit kemudian dia berteriak panjang entah dalam bahasa apa, mungkin bahasa fleming. Dia mencapai orgasme. Aku lalu melepas mulutku dari kemaluannya dan mencolokkan jari tengahku ke dalam vaginanya. Aku mengeksploitasi G-spotnya. Daerah itu mudah sekali ditemukan karena menonjol. Dalam gerakan halus kusapu g spotnya dan kurang dari 1 menit dia sudah menjerit lagi dan bagaikan menggelepar sambil merapatkan kakinya. Tanganku terjepit oleh kedua pahanya yang merapat. Ibu-ibu bertepuk lagi sambil mengangkat dua jempol kepadaku.
"Lanjut," kata para penonton.
Aku tahu yang mereka maksudkan. Penisku yang sudah tegak siap tempur segera kuarahkan menuju vagina Rachel. Dengan sekali dorong. Tenggelam sudah batangku. Aku kira vagina orang bule, longgar,nyatanya tidak juga, lumayan menggigit juga. Aku memompa perlahan-lahan untuk memberi pemandangan kepada para penonton proses keluar masuknya pistonku ini. Ibu-ibu mulai histeris dan berteriak lirih . Rachel yang tidak menyangka akan mendapat serangan begitu cepat juga ikut mendesis. Sambil duduk bersimpuh aku melakukan gerakan dan tangan kananku menggosok-gosok clitorisnya. Perpaduan antara penis dan gosokan tangan membuat Rachel kembali terengah-engah. Entah dia sengaja ingin membangkitkan nafsu penonton, atau memang begitu tabiatnya.
Rachel menjulurkan tangannya minta aku menindihnya. Aku mengubah posisi dan telungkup diatasnya. Badannya cukup tinggi sehingga aku masih bisa mencium kedua payudaranya. Dia menggelinjang, kemudian diam dan buru-buru menarik kepalaku. Aku diciumnya sehingga mulut kami menyatu. Tidak sampai 1 menit kemudian dia berteriak di dalam mulutku. Ku tunggu sampai orgasmenya tuntas lalu aku bangkit dan duduk berlutut kembali di kedua kakiku diantara kedua pahanya.
Penonton rupanya terpengaruh oleh permainanku dengan Rachel tadi. Tante Venny bangkit langsung mengangkang di pangkuanku . Dia mendudukiku tetapi dengan posisi membelakangiku. Aku terpaksa agak merebahkan badanku, karena pantatnya yang besar dan penuh daging mengganjal perutku.
Dengan posisi aku agak rebah ke belakang bersetumpu dengan kedua tanganku, maka Tante Vennylah yang mengendalikan gerakan. Dia rupanya sudah terangsang berat sehingga gerakannya penuh emosi. Sementara itu Rachel yang tadi terkulai sudah bangun lagi duduk di jajaran penonton. Dia menggeleng-gelengkan kepala. Entah apa sebabnya tetapi Tante Venny semangat sekali menghunjam-hunjamkan penisku. Dia mendesis-desis lalu segera mencapai puncaknya . " Aduh enaaakk," katanya berteriak panjang.
"Masih bisa nggak," tanya Tante Henny.
Aku mempersilahkan. Tante Henny lalu maju dan menurunkan celana dalamnya. Dia duduk di pangkuanku sambil memelukku. Setelah penisku tenggelam di vaginanya. Dia menggerakkan pinggulnya berputar seperti gerakan penari hawaii. Penisku serasa dibesut. Luar biasa gerakan Tante Henny kali ini aku belum pernah mengalami gerakan seperti ini. Aku konsentrasi dan mulai mengatur nafas. Aku harus menahan kenikmatan ini jangan sampai membuatku orgasme. Badanku berkeringat, karena olah nafasku. Hasilnya otakku mulai netral, bisa memblokir rangsangan persetubuhan. Sementara itu Tante Henny tidak lagi bergerak mengulek, tetapi maju-mundur. Dia merasa rangsangan yang diserap vaginanya maksimal. Tante Henny jago juga dia bisa bertahan cukup lama, mungkin sekitar 10 menit lalu memelukku kencang dan vaginanya berkedut.
"Gila enak banget," katanya lalu bangkit.
"Giliran berikutnya siapa" tanya ku.
Tante Shinta bangkit. Dia pun mengambil posisi duduk di pangkuanku dan memelukku. Sambil merendahkan posisi panggulnya, tangannya menuntun penisku masuk ke vaginanya. Aku memeluknya erat dan menahan agar dia tidak bergerak. Dalam posisi menyatu, aku kontraksikan penisku dengan irama tetap. Tante Shinta mendesis-desis. "Aduh enak banget Jay diapain Jay memekku, " katanya.
Setelah puas mengontraksikan penisku, aku melakukan gerakan maju mundur. Gerakan itu lalu diikuti Tante Sintha. Setelah Tante Sintha juga melakukan gerakan maju mundur, maka aku diam. Kubiarkan dia yang mengendalikan permainan. Aku memeluknya sambil menciumi telinga dan lehernya. Tante Sintha makin menggencarkan gerakannya lalu dia berteriak di kupingku, " aku hampir, aku hampir aduh terus, aduh terus "akhirnya dia melenguh panjang.
Aku beruntung melayani wanita-wanita yang mudah orgasme. Jika saja ada diantara mereka yang susah mendapat orgasme, aku harus bekerja keras. Itupun bisa jadi aku kalah di tengah jalan.
Belum lagi pikiranku habis berbicara, Tante Vence sudah menunggangiku. Dia pun memilih duduk dipangkuanku dan melingkarkan kedua kakinya di badanku . Dia menggerakkan pinggulnya agak kacau. Tetapi lama-lama dia bergerak dengan arah yang sama. Aku berpikir berarti dia sudah mendapat posisi yang paling enak. Lama juga Tante Vence mengeliat-geliat dipangkuanku. Padahal aku sudah mulai lelahn dan bosan. Kalau lelah mungkin bisa agak kutahan, tetapi kalau bosan akibatnya penisku bisa menciut. Untuk mempertahankan kekerasan penis, aku melakukan gerakan kontraksi. Meskipun kelihatannya gerakan itu lemah, tetapi ternyata terasa juga oleh Tante Vence. Dia makin semangat sampai akhirnya Orgasme juga. Selamat lah aku bisa mengantar dia orgasme.
Tante Dina yang seharusnya mendapat giliran berikutnya untung saja tidak langsung menerkamku. Aku ditariknya berdiri dan dirangkulnya lalu di bimbing ke kamar mandi. " Kasihan ah kamu kan capek, badannya aja udah berkeringat," katanya.
Aku menurut saja, memang aku capek dan sudah mulai bosan. Pintu kamar mandi ditutup dan dikuncinya. Diambilnya shower, aku dimintanya berdiri di bak mandi .Aku dimandikannya seperti bayi. Namun karena air terciprat ke sana kemari, Tante Dina lalu membuka bajunya. Dia hanya mengenakan celana dalam. Susunya yang besar jadi gondal-gandul ketika tangannya mengusap seluruh tubuhku. Nikmat juga rasanya jadi bayi gede gini. Diambilnya sabun cair lalu digosokkannya ke seluruh tubuhku, terutama di bagian vitalku. Di bagian itu dia teliti sekali membersihkannya. Penisku yang tadi sudah setengah hidup, setengah mati, kini jadi hidup lagi.
Airnya dimatikan dan aku dihanduki. Seluruh tubuhku disekanya dengan handuk. Bagian vitalku dibersihkannya sampai benar-benar kering. Tante Dina menciumi penis dan buah zakarku. " Udah wangi sekarang," katanya.
Aku kira acara mandinya sudah selesai, ternyata Tante Dina malah mengulum penisku. Dari kulumannya terasa jika di agak memburu. Dia lalu berdiri setelah merasa penisku menegang sempurna. Dicopotnya celana dalamnya dan dia naik ke meja wastafel. Kakinya ditekuk sehingga terpampanglah vaginanya yang setengah menganga. Dia minta penisku dimasukkan segera. Aku merapat dan kedua betisnya aku panggul lalu aku mulai menghunjam-hunjamkan penisku yang sudah mengeras sempurna. Tante Dina yang kemudian bersandar ke kaca cermin di meja wastafel, nyengir-nyengir menahan rasa nikmat. Aku terus memompanya sampai kakiku pegel berdiri sambil melakukan gerakan di pinggul. Rasanya sekitar 10 menit baru Tante Dina mencapai orgasme. Sementara aku memang menahan ejakulasi.
Aku tahan ejakulasiku, sebab jika badan yang demikian lelah, lalu berejakulasi, bisa-bisa staminaku drop dan besok aku lemes. Katanya orgasme berbeda dengan ejakulasi. Mungkin aku sudah berorgasme berkali-kali tetapi tidak sampai ejakulasi.Menurutku sih orgasme yang paling nikmat adalah yang berbarengan dengan ejakulasi.
Tante Dina dan aku kembali mandi mengulang lagi kami saling bersabunan. Aku senang menyabuni tetek Tante Dina yang kenyal dan besar. Dia pun kelihatannya senang. Tante Dina kembali berpakaian, dan aku keluar dengan melenggang bugil.
Kami disambut tepuk tangan oleh penonton yang masih duduk di bawah, termasuk Rachel. Aku setelah berpakaian diminta duduk di situ. Katanya ibu-ibu ingin mewawancaraiku.
Aku duduk bersila bersandar kursi. Tante Venny mulai melemparkan pertanyaan, katanya Rachel heran, kenapa aku bisa bertahan begitu lama dan sanggup melahap semua cewek yang ada disini. Padahal ketika dia oral tadi sebentar saja sudah keluar.
Rachel mengangguk-angguk.Aku bukalah rahasiaku. Pada dasarnya laki-laki pada persetubuhan di ronde kedua rasa sensitifnya sudah jauh berkurang. Emosi nafsunya juga tidak dititik puncak. Oleh karena itu laki-laki bisa lebih menahan diri di ronde kedua. Fakta berikutnya, selama persetubuhan tadi aku lebih banyak berada di posisi bawah. Pada posisi ini laki-laki lebih mampu menahan diri dan menahan nafsunya. Fakta berikutnya, aku mempunyai ketrampilan dalam olah nafas untuk pengendalian diri. Selama permainan tadi aku berkonsentrasi bukan pada persetubuhan, tetapi pada pengendalian diri. Oleh karena itu tadi aku sangat berkeringat. Konsentrasi pengendalian diri melalui olah pernafasan memang menghasilkan keringat yang banyak sekali.
Jadi fakta-fakta itu tadi semua saling dukung-mendukung. Fakta lainnya, perempuan jika mengendalikan gerakan, maka dia akan menemukan posisi yang dia rasa paling nikmat. Dia bisa bertahan pada posisi itu sampai mencapai orgasme, karena perempuan yang mengedalikan posisi persetubuhan.
Rachel tanya, apa itu olah pernafasan. Aku jelaskan olah pernafasan itu seperti meditasi. " Ha jadi kamu bersetubuh sambil meditasi," katanya cengang. Aku jelaskan bukan meditasi, tetapi seperti itu.
Rachel mengaku belum pernah menemukan laki-laki yang begitu kuat melayani banyak persetubuhan. Tante Dina lalu menyambung, " karena persyaratan itulah maka dia kami bawa," katanya.
Beredar lagi champagne dingin. Tidak lama kemudian ibu-ibu dari kamar sebelah cabut dan aku menarik sofa bed. Aku tidur dengan Rachel di sofa bed. Rasanya tidak ada sensasi kalau tidur dalam keadaan berpakaian. Aku menawarkan Rachel agar tidur bugil. Rachel menyambutnya. "Saya kalau dirumah juga tidur telanjang, saya penganut nudist," katanya.
Aduh memang enak tidur memeluk cewek bule yang cantik. Baunya lain dengan orang Indonesia. Mungkin karena pengaruh Prancis, bau Rachel semu-semu bau parfum.
 
Sedap banget dah.
Ini sih level SSI tingkat alam semesta
:mantap:
 
Kalo dibikin jadi anime ni cerita mantep banget dah... sayangnya ane ga bisa bikinnya.. ada ga ya yg bisa bikin paling ga jadiin komik ecchi. BTW salut ma ceritanya gan, salut!
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd